REMAKE (With Me in Seattle)
by Kristen Proby
(HUNHAN STORY)
.
.
.
.
Chapter 1 : Come Away With Me
Cahaya pagi ini sangat sempurna. Aku arahkan Canon-ku ke depan dan terekam ombak-ombak yang lembut memukul melawan pagar beton di kakiku. Seketika aku terlena dengan keindahan yang ada di depan mataku.
Klik.
aku membalikkan badan ke kiri dan melihat pasangan muda berjalan di trotoar jalan.
Pantai Naksan dekat kota Yangyang di provinsi Gangwon-do sangat sepi, di sisi lain beberapa orang mengalami saat yang sulit, atau yang menderita insomnia seperti aku. Pasangan muda itu terlihat berjalan menjauhiku, berpegangan tangan, saling tersenyum dan aku langsung mengarahkan lensaku pada mereka. Klik. Aku perbesar pada bagian kaki mereka yang menggunakan sepatu kets dan saling mengunci tangan dan memotret beberapa kali lagi, mata fotograferku menghargai keintiman mereka di pantai.
Aku menghirup udara segar dan memandang ke arah pantai sekali lagi ketika perahu layar merah perlahan meluncur di atas air. Sinar matahari pagi baru saja muncul berkilauan dan aku mengangkat kameraku sekali lagi untuk menangkap momen itu.
"Apa sebenarnya yang kau lakukan?"
Aku berputar, mencari asal suara itu dan menatap mata biru, mencerminkan air di pagi yang terang. Mata tajam itu dikelilingi oleh wajah yang sangat-sangat kesal. Bukan hanya marah. Lebih tepatnya murka.
"Maaf?" suaraku sedikit parau.
"Mengapa kalian tidak bisa meninggalkanku sendiri saja?" orang asing tampan-tepatnya sangat tampan-di depanku bergetar marah dan aku mundur secara naluriah, mengerutkan dahi dan merasa marah juga padanya. Apa yang sebenarnya kau lakukan?
"Aku tidak mengganggumu." Jawabku, senang bahwa suaraku lebih kuat dengan kemarahanku dan mundur lagi satu langkah.
Jelas tuan bermata biru indah dan wajah tampan dewa Yunani adalah seorang looney-toon (gila).
Sayangnya, dia mengikutiku dan aku merasa panik dan mulai menajamkan instingku.
"Aku merasa kau mengikutiku. Apakah kau berpikir aku tidak menyadarinya? Berikan kamera itu padaku." Dia menjulurkan jari-jarinya yang panjang dan mulutku terbuka. Aku menarik kameraku ke dada dan membungkusnya dengan lenganku.
"Tidak." Suaraku luar biasa tenang dan aku melihat sekeliling bermaksud untuk melarikan diri. Tapi aku tidak bisa melepaskan pandanganku ke arah mata warna lautnya yang marah.
Dia menelan ludah dan memicingkan matanya, lalu bernapas dengan keras.
"Berikan padaku kamera sialan itu, dan aku tidak akan mengajukan tuntutan karena kau mengusikku. Aku hanya menginginkan foto-fotonya." Dia merendahkan suaranya tapi itu tidak mengurangi ancamannya.
"Kau tidak bisa mendapatkan foto-fotoku!" siapa pria ini? Aku berbalik untuk berlari dan dia menarik lenganku, memutar tubuhku untuk berhadapan dengannya lagi, kemudian mengambil kameraku. Aku mulai berteriak, tak percaya bahwa akan dirampok praktis di luar rumahku. Ketika dia melepaskanku dan meletakkan tanganya di lutut, membungkuk, menggelengkan kepalanya dan aku menyadari bahwa tanganya mulai bergetar.
Sial.
Aku mengambil langkah mundur lagi, bersiap untuk berlari. Tapi dengan kepalanya yang masih tertunduk dia memegang tanganku dan berkata,"tunggu."
Aku seharusnya lari. Memanggil polisi dan memastikan orang ini ditahan atas tuduhan penyerangan. Tapi aku tidak melakukannya. Nafasku mulai tenang dan kepanikanku surut karena beberapa alasan. Kupikir dia tidak akan membahayakanku.
Yeah, aku yakin para korban pembunuhan Green River tidak berpikir bahwa dia akan membahayakan mereka juga.
"Uh, apa kau baik-baik saja?" Suaraku terengah dan aku menyadari bahwa aku masih mencengkeram kamera di dadaku, dan itu hampir menyakitiku. Dan aku melemaskan tanganku dan menurunkannya ketika kepala pria itu tegak kembali.
"Jangan mengambil fotoku." Suaranya rendah dan terukur, terkontrol, tapi dia masih bergetar dan bernafas seperti orang yang baru saja berlari marathon.
"Oke, oke. Aku tak akan mengambilnya. Aku akan memasang kembali penutup lensanya." Aku melakukan apa yang aku katakan, aku tidak melepaskan pandanganku dari matanya dan dia memperhatikan tanganku dengan hati-hati.
Ya ampun.
Dia mengambil nafas dalam sambil menggelengkan kepalanya dan aku menyadari bahwa dia menarik. Wow. Wajah tampan, terpahat rahang yang kokoh dan mata birunya yang tajam dan jelas. Rambut hitam pekatnya terlihat berantakan. Dia tinggi, lebih tinggi dariku yang hanya 178 cm, bahu yang lebar dan kokoh.
Dia memakai jeans biru dan t-shirt hitam, dan keduanya memeluk tubuh seksi itu di semua tempat yang tepat.
Sial. Dia akan terlihat luar biasa jika telanjang.
Ironisnya, aku sangat menginginkannya di depan kameraku.
Dia menatapku lagi dan dia samar-samar terlihat tidak asing untukku. Aku merasa aku mengenalnya di suatu tempat, tapi pemikiranku langsung lenyap ketika dia bicara.
"Aku membutuhkanmu untuk memberikan kamera itu, kumohon."
A[akah dia serius? Dia masih mencoba membodohiku?
Aku tertawa pendek dan akhirnya memutuskan kontak mata, melihat langit dan menggelengkan kepalaku. Aku menutup mata dan melihatnya kembali. Dia menatapku dengan intens.
Aku menemukan diriku tersenyum dan berkata, "kau tidak akan mendapatkan kamera ini."
Dia memiringkan kepalanya dan menyipitkan matanya lagi. Otot bawah perutku mengepal terhadap tatapan seksinya dan diam-diam aku mencela diriku sendiri. Tidak akan terangsang oleh keseksianmu di pagi hari, PERAMPOK!
"Kau tidak akan mendapatkan kamera ini. Kau pikir siapa dirimu?" Suaraku meninggi dan aku memuji diri sendiri atas sikapku ini.
"Kau tahu siapa diriku."
Jawabannya membingungkanku dan aku menyipitkan mata, menatapnya kembali dan merasakan perasaan aneh sekali lagi bahwa seharusnya aku mengenalinya. Tapi aku menggelengkan kepalaku dengan frustasi.
"Tidak! Aku tidak mengenalmu."
Dia menaikkan alisnya, meletakkan tangannya di pinggul rampingya, dan dia tersenyum, menunjukkan gigi-giginya yang rapi. Senyumnya tidak mencapai matanya.
"Ayolah, sayang. Jangan main-main. Berikan kamera itu, atau hapus foto-fotonya dan kita bisa melanjutkan urusan masing-masing."
Kenapa dia menginginkan fotoku?
Tiba-tiba pemikiran itu datang padaku, bahwa dia berfikir aku telah mengambil gambarnya.
"Aku tidak mengambil satupun fotomu disini, sayang." Balasku.
Matanya menyipit kembali dan senyumnya menghilang. Dia tidak percaya padaku.
Aku melangkah maju ke arahnya. Menatap dengan dalam pada mata birunya yang lebar dan bicara dengan sangat jelas.
"Aku. Tidak. Memiliki. Fotomu. Di. Kamera. Ku. Aku bukan juru foto." Aku merasakan pipiku merona dan sesaat aku melihat ke bawah.
"Foto apa yang kau ambil?" suaranya meninggi dan dia terlihat bingung.
"Laut, perahu." Aku mengisyaratkannya dengan tanganku.
"Aku melihat kau mengarahkan kameramu padaku ketika aku duduk di kursi itu."
Dia menunjuk kursi di belakangku. Itu dekat dimana aku memotret pasangan yang bergandengan tangan. Aku menarik kamera di depanku lagi dan melihatnya dengan tegang, tapi aku mengacuhkannya. Aku menghidupkan kamera, mulai membalik gambar-gambarku sampai aku menemukan apa yang dia takutkan. Aku berjalan ke arahnya dan berdiri di sampingnya. Lenganku hampir menyentuh lengannya dan aku merasakan panas dari tubuh seksinya. Aku memaksa diriku mengabaikannya.
"Ini foto-foto yang kuambil." Aku menunjuk layar dan halaman-halamannya, memperlihatkan padanya semua gambar. "Apa kau ingin melihat gambar lain yang kuambil?"
"Ya." Bisiknya.
Aku melanjutkan menunjukkan gambar pantai, langit, perahu-perahu, gunung-gunung padanya. Aku tak bisa menolak mencium aromanya ketika dia dengan seksama melihat foto-foto itu, mencermati satu per satu sementara menarik bibir bawahnya dengan ibu jari dan telunjuknya. Alisnya berkerut.
Oh Tuhan, baunya sangat menggoda.
Aku sudah mengambil lebih dari 200 foto pagi ini, jadi membutuhkan beberapa menit untuk melihat halaman per halaman. Ketika aku sudah selesai, dia mentap ke dalam mataku dan aku melihat perasaan malu disana. Aku tak yakin, tapi dia hampir terlihat sedih.
Jantungku terbalik ketika dia tersenyum, sangat dewasa, tidak ragu-ragu menghilangkan kesedihan dan menggelengkan kepalanya pelan. Dia dapat mencairkan gleiser dengan senyuman itu. Mengakhiri peperangan. Menyelesaikan krisis hutang nasional.
"Maaf."
"Sudah seharusnya." Aku mematikan kamera dan berjalan menjauh.
"Hey, aku benar-benar minta maaf."
"Kau pasti sangat besar kepala jika kau pikir semua orangdengan kamera mengambil gambarmu." Aku melanjutkan perjalananku dan tentu saja dia mengejarku, menyamakan langkahku.
Mengapa dia masih disini?
Dia menjernihkan tenggorokannya. "Bolehkah kutahu namamu?"
"Tidak." Jawabku.
"Um, kenapa?" dia terdengar bingung.
Sial! Aku juga bingung.
"Aku tidak memberitahukan namaku pada perampok."
"Perampok?" Dia menghentikan langkahnya dan menarikku berhenti di sampingnya dengan tangannya. Aku melihat ke bawah, ke arah tangannya, menaikkan pandanganku dan menatapnya dengan galak.
"Lepaskan aku." Dia melepaskanku dengan segera.
"Aku bukan seorang perampok."
"Kau mencoba mengambil kameraku. Kau menyebutnya apa?" Aku berjalan lagi, menyadari aku menuju arah yang berlawanan dengan rumahku. Sial.
"Dengar, aku bukan perampok. Berhentilah sebentar." Dia berhenti lagi, menggosok wajahnya kemudian melihatku.
Aku menghadap ke arahnya, meletakkan tangan di saku celana jeansku. Kameraku tergantung aman di leherku sambil melotot padanya.
"Aku tak tahu siapa kau sebenarnya." Aku berkata sebaik mungkin tidak dengan suara omong kosong.
"Jelas." Dia merespon dengan senyum di bibirnya dan aku merasakan perutku menegang. Berharap dia memberiku senyum lebarnya lagi. Ketidaktahuanku seperti membuatnya senang, tapi itu sangat menggangguku. Haruskah aku mengenalnya?
"Mengapa kau tersenyum?" aku menemukan diriku tersenyum membalas senyumannya,
Dia melihatku dari atas ke bawah, mengamati rambut gelapku dan kaus merah kasual yang membungkus tubuh rampingku. Dan mata birunya kembali menatapku. Senyumnya bertambah lebar dan membuatku kehilangan nafas.
Wow.
"Aku Sehun." Dia menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan denganku. Aku hanya melihat, masih tidak terlalu percaya. Dia menaikkan alisnya seperti menantang dan aku menemukan diriku meletakkan tangan kecilku di tangannya yang besar, kuat dan menggenggamnya erat.
"Luhan."
"Luhan." Dia menyebut namaku pelan, sambil memperhatikan mulutku dan aku menggigit bibir bawahku. Dia menarik nafas dan kembali menatapku.
Sial. Dia sangat tampan. Aku menarik tanganku dari genggamannya dan melihat ke bawah, tak tau harus mengatakan apa lagi dan masih bingung mengapa aku masih berdiri di sini bersamanya.
"Aku...aku harus pergi." Aku tergagap. Tiba-tiba merasa gugup. "Ini... sangat menyenangkan bertemu denganmu sehun." Aku mulai berjalan menuju rumahku dan dia melangkah di depanku.
"Tunggu, jangan pergi." Dia menyisirkan tangannya di rambut hitam legamnya yang berantakan.
"Aku sangat menyesal dengan semua ini. Biarkan aku memperbaiki kesalahan padamu. Bagaimana dengan sarapan bersama?"
Dia mengerutkan kening, seolah dia tidak berniat mengatakannya dan kemudian menatap penuh harap ke arahku.
Katakan tidak Lu. Pulang ke rumah. Kembali ke ranjang. Mmm.. ranjang bersama Sehun. Tubuh berkeringat, sprei kusut, kepalanya berada di antara kakiku, tubuhku yang menggeliat ketika aku klimaks...
Stop!
Aku menggelengkan kepalaku, membuang fantasi dan kemudian berkata, "Tidak, terima kasih. Aku harus pergi."
"Istrimu menunggu di rumah?" Dia bertanya, melihat ke arah jari manisku.
"Uh, tidak."
"Pacar?"
Aku tersenyum kecil padanya. "Tidak."
Wajahnya tampak lega. "Pacar pria?"
Aku tidak bisa menghentikan waktu yang tiba-tiba.
"Tidak."
"Bagus." Dia tersenyum lebar padaku lagi, dan aku sangat putus asa ingin mengatakan "ya" pada orang asing tampan ini. Tapi akal sehatku melawan mengingatkan akal sehatku bahwa ini tidak aman. Aku tidak mengenalnya, walaupun dia sangat luar biasa errrr... seksi. Dia tetap orang asing.
Aku dan semua orang tau bahwa orang asing itu berbahaya.
Aku mengabaikan cengkerama di antara kakiku, memberikan senyuman kecil padanya. Kemudian berkata padanya dengan sopan dan tegas sebisaku, "Terima kasih. Semoga harimu menyenangkan, sehun."
Tentu saja, sopan dan tegas desisku.
Brengsek.
Aku mendengar dia menggumam, "Semoga harimu menyenangkan Luhan." Ketika aku pergi dengan cepat.
TBC
.
.
Hai hai hai...
Gimana ceritanya? Menarik?
Maafkan typo yang berjejer dimana-mana...kkkk
Oo iya, ini remake novel dari Kristen Proby yaa..
Tapi ada beberapa yang di ubah demi kebaikan dan kenyamanan readers sekalian.
Ini hunhan versi yaa.. jadi HUNHAN shipper mana suaranyaaaa?
Hmm,, setelah ini bakalan muncul seseorang. Siapa yaa?
Baekhyun/Kyungsoo?
Nantikan next update.
Tolong tinggalkan jejak ya teman-teman :'v
