Moshi-moshi minna-san~
Disini Sei, author baru~ mohon bantuannya ^^
Nah, ini fict pertama Sei (langsung multichap) jadi masih banyak kesalahan dan butuh bimbingan senpai-senpai sekalian~
Jadi... REVIEW ya REVIEW onegaaai~ tapi jangan flame, belum siap (‾▿‾)
a Gundam Seed fanfiction
~Just a Contract~
Disclaimer : Gundam Seed punya SUNRISE, cerita ini hasil imajinasi saya *o*
Warning : AU, gaje, abal, OOC, typo maybe?
Genre : maunya sih Romance, tambahin General aja deh abisnya bingung (_ _")
Rated : T
Pairing : Kira X Lacus
Don't like don't read
Please enjoy!
Chapter 1
Siang itu sangat terik. Matahari yang tepat berada diatas membuat semua orang malas keluar ruangan. Tapi pada kenyataannya tidak semua orang malas keluar. Lihat saja lapangan sepak bola di dekat ORB High School ini. Ada sekitar sepuluh orang sedang bersitegang disana. Siapa pun yang melintas akan berlari karena takut akan terjadi perkelahian antar pelajar.
Ya, dilihat dari pakaiannya, mereka semua pelajar SMA. Tapi, sepertinya mereka lebih sering berkelahi daripada belajar, nyaris seperti yankee kan? Tapi belum separah itu kok. Belum lagi rantai dan alat-alat lainnya yang mereka bawa, seakan-akan siap menebas apa saja di dekatnya. Tapi, kalau dilihat lagi, mereka tidak sedang berkelahi. Melainkan berteriak-teriak saling menyalahkan dan sesekali diam.
"Kalau Lacus tidak bisa menunjukkan orangnya padaku minggu depan, kalian semua akan kuberi kejutan. Bagaimana?" kata pemuda berambut biru. Sepertinya pemimpin kelompok yang pria.
"Tunggu, itu tidak adil Ath! Apa hubungannya dengan teman-temanku?" sahut gadis berambut merah muda di depannya.
"Ada. Kau yang bilang dapat kekasih baru yang lebih baik dariku, tentu saja aku ingin sekali melihatnya. Tapi teman-temanmu itu malah mau menghajarku. Aku berhak memberi hukuman kan? Hahaha...". Lacus menatap Athrun sinis. Tangannya sudah terkepal siap menonjok Athrun yang sedang menertawakannya bersama teman-temannya.
"Apa? Mau menolak? Kau sanggup mengalahkan kami hah?" bentak Athrun setelah sadar Lacus menatapnya dari tadi.
Lacus tahu dia dan teman-temannya yang notabene wanita tidak akan menang melawan Athrun dan geng-nya yang semuanya pria. Demi keselamatan, Lacus memutuskan menerima tantangan Athrun.
"Aku terima! Aku tidak takut padamu! Lihat saja, seminggu lagi aku akan menunjukkannya padamu!" bentak Lacus tepat di depan wajah Athrun.
"Perjanjian selesai. Seminggu lagi di sini, tunjukkan padaku orangnya! Ayo kembali!" sahut Athrun. Dia kemudian berbalik dan mengkomando teman-temannya meninggalkan lapangan itu.
Lacus jatuh terduduk menyesali keputusannya. Dia telah melibatkan teman-temannya dalam urusan pribadinya. Tapi, teman-temannya tidak marah dan berkata akan membantunya. Itu membuat Lacus sedikit lebih lega. Sekarang, dia harus mendapatkan seseorang untuk dipamerkannya kepada Athrun.
Sementara itu, di koridor ORB High School, seorang pemuda sedang berlari-lari menuju ruang guru.
"Permisi. Ah, maaf! Aku sedang buru-buru." kalimat itu sudah diucapkannya berulang-ulang. Saking buru-burunya, terhitung sudah lima kali dia menabrak orang.
"Kira!" panggil seseorang.
Pemuda itu berhenti. Merasa terpanggil, dia menoleh ke asal suara dan mendapati seorang gadis berambut pirang pendek tergopoh-gopoh berlari ke arahnya.
"Akhirnya.. Ini..aku..sudah..selesai.." kata gadis itu terbata-bata sambil menyerahkan sebuah buku.
"Sudah selesai? Apanya?" tanya pemuda berambut cokelat itu.
"Tentu saja tugasnya. Kau mau mengumpulkannya kan? Lho?" gadis itu bengong melihat orang di depannya tidak memegang satu buku pun untuk dikumpulkan kepada guru mereka.
"Cagalli, aku dipanggil wali kelas kita dan disuruh cepat-cepat ke ruang guru. Tugas yang tadi itu kan dikumpulkan besok. Kau tidak dengar ya tadi?" kata Kira memperjelas.
"Hah? Jadi aku..? Yaah..." keluh gadis yang dipanggil Cagalli itu.
"Tidak apa-apa kan? Di rumah nanti kau jadi bisa bersantai. Sudah ya, aku buru-buru. Sampai nanti Cagalli!" Kira melambai dan melesat ke ruang guru.
"Dasar Kira! Buru-buru apanya? Paling-paling informasi lomba, atau beasiswa untuk bulan depan? Hah, kapan aku bisa seperti itu.." gumam Cagalli sambil berjalan lesu ke kelas.
"Begitu. Baiklah, terimakasih bu. Saya permisi." ujar Kira setelah urusannya selesai. Ternyata bukan info lomba atau beasiswa, Kira malah mendapat kabar buruk. Dana untuk festival sekolah bulan depan masih defisit 50%. Dia sebagai ketua baru saja diperingatkan oleh pembina acara tahunan tersebut. Jika belum ada perubahan hingga akhir bulan, terpaksa festival tahun ini ditiadakan. Pusing memikirkan itu, Kira membuka pintu tanpa sadar kalau di luar sana juga ada orang.
BRUK!
"Aduh!"
"Ah, maaf!"
"Kau ini! Lihat-lihat dong! Sakit tahu! Minggir kau, menghalangi saja!" umpat seorang gadis sambil menendang pelan kaki Kira.
"Apaan sih? Aku kan sudah minta maaf." kata Kira cemberut. Dia melihat gadis itu memasuki ruang guru sambil mengusap-usap kepalanya.
Kira baru sadar pintu yang dibukanya tadi bertemu kepala gadis itu sampai terjatuh. Kira jadi merasa bersalah.
"Jangan-jangan memang sakit sekali ya? Kutunggu saja deh sampai dia keluar, aku akan minta maaf lagi." gumam Kira yang kemudian berdiri memandang ke luar jendela.
Tidak lama setelah itu, Kira melihat gadis itu keluar. Dia terus menunduk sampai Kira menepuk pundaknya.
"Hei.." panggil Kira pelan.
"Mau apa kau?"
"Aku..minta maaf ya. Tadi itu tidak sengaja, aku tidak lihat. Maaf ya. Pasti sakit ya? Bagaimana kalau ke UKS? Disana bisa diobati.." tawar Kira hati-hati.
Ini dia... Tiba-tiba Lacus melihat sebuah kesempatan. Air mukanya seketika berubah memelas.
"Tidak apa-apa. Mm..kau benar, sepertinya harus diobati sedikit. Bisa antar aku?" tanya Lacus.
"Tentu saja." jawab Kira senang.
Kira segera menyiapkan kapas dan alkohol setelah tiba di UKS.
"Mm..namamu siapa?" tanya Lacus tiba-tiba.
"Ah, iya. Aku Kira, Kira Yamato. Namamu?"
"Lacus Clyne. Terimakasih Kira-kun mau mengantarku."
"Aku yang membuatmu sakit, jadi hal seperti itu bukan masalah. Hehe.." sahut Kira.
"Oh ya? Kalau begitu, bolehkah aku minta tolong lagi?" tanya Lacus sambil menangkupkan kedua telapak tangannya di depan wajahnya, memohon.
"Kalau aku bisa, akan kubantu." jawab Kira.
"Kau pasti bisa. Kau hanya harus menuruti perintahku dan melakukannya dengan baik." Tiba-tiba ekspresi Lacus berubah.
"Ma-maksudnya? P-perintah apa?" Kira benar-benar terkejut. Tidak menyangka seorang Lacus punya ekspresi se-horror itu.
"Tidak usah banyak tanya! Aku sedang buru-buru! Tenang saja, aku akan membayarmu!" bentak Lacus.
"Bukan begitu, aku-" baru saja mau mengelak, omongannya sudah dipotong.
"Datang ke belakang sekolah besok sore setelah bel terakhir berbunyi. Aku menunggu sampai kau datang. Kalau kau berani kabur atau mengadu kepada siapa pun.."
BRAK! Lacus meninju tembok di sampingnya hingga retak cukup dalam.
"Nasibmu akan sama seperti tembok ini. Mengerti?" tanyanya pada Kira yang bengong.
Kira hanya mengangguk. Bingung mau menjawab apa. Setelah dibentak tadi, Kira tidak berani mengelak lagi. Apalagi melihat keadaan tembok retak itu. Kira bukan orang yang pandai berkelahi.
"Bagus. Sampai jumpa Kira-kun!" kata Lacus dengan ekspresi melas seperti di awal tadi.
Kira mematung di tempat. Dia tidak habis pikir, gadis yang barusan ditemuinya seperti punya kepribadian ganda.
"Apa aku baru saja diancam seorang gadis? Kenapa jadi begini?" tanya Kira lebih kepada dirinya sendiri. Kira keluar UKS dengan linglung dan masih menggaruk pelan kepalanya yang tidak gatal.
Kira bingung setengah mati. Dia sangat ingin konsultasi pada Cagalli atau Shinn atau siapa pun apakah dia harus menemui gadis aneh itu atau tidak. Tapi mengingat kejadian kemarin, ditambah info yang baru saja diterimanya bahwa seorang Lacus Clyne termasuk jagoan berkelahi di sekolahnya, Kira urung melanggar perintahnya. Tiba-tiba Kira teringat dana festival sekolahnya yang masih defisit.
"Dia bilang mau membayarku kan? Baiklah, kuturuti saja. Hitung-hitung menambah dana deh. Paling juga disuruh angkat barang." terka Kira.
Akhirnya, Kira memutuskan pergi ke belakang sekolah setelah hampir satu jam berpikir. Sesampainya disana, Kira melihat seseorang sedang bersandar ke tembok. Tidak salah lagi, itu gadis yang mengancamnya kemarin.
Sedang apa dia? Kepalanya bergoyang-goyang. Matanya terpejam sementara bibirnya berkomat-kamit. Setelah melihat kabel yang berujung di telinganya, Kira menyimpulkan gadis itu sedang mendengarkan musik. Untuk sesaat, Kira merasa terpesona oleh pemandangan itu. Hanya sesaat, Kira segera teringat bagaimana gadis itu mengancamnya kemarin.
Dia memang cantik, tapi kelakuannya jelek sekali. Ditambah cara berpakaiannya itu, dasar berandalan.. lamun Kira yang seketika buyar ketika gadis itu menoleh dan mencopot headset nya begitu melihat Kira. Dia kemudian berjalan kasar mendekati pemuda di depannya.
"Ano..Lacus-san?" tanya Kira ragu-ragu saat Lacus berhenti tepat setengah meter di depannya. Menatap tajam ke mata Kira.
"Kau! Sudah jam berapa ini hah?" sahut Lacus setengah berteriak. Membuat Kira merinding setengah mati.
"Ma-maaf. Tadi..aku..se-sedikit kesasar." jawab Kira asal namun hati-hati. Kira tidak mau gadis ini menjadi lebih marah dan membentaknya seperti kemarin. Seram sekali.
"Sudahlah, kupikir kau tidak akan datang. Tapi, kau tahu kan akibatnya kalau tidak datang?" sanggah Lacus menyindir. Tangannya yang mengepal diayunkan ke depan wajah Kira. Kira hanya mengangguk kikuk tanda mengerti.
Lacus menurunkan tangannya dan menggenggam kasar pergelangan tangan Kira. "Ikut aku!" katanya, dan langsung berlari menyeret Kira ke luar gerbang.
Tidak jauh dari gerbang sekolah, Kira dibawa ke sebuah lapangan sepak bola oleh Lacus. Disana, Kira bisa melihat ada lima orang gadis yang dandanannya kurang lebih sama seperti Lacus. Rambutnya dicat warna-warni. Kemeja nya setengah dimasukkan, setengah keluar menutupi sebagian roknya. Lengan bajunya digulung sampai melewati siku. Roknya dua puluh senti di atas lutut dengan gesper kebesaran menjuntai-juntai dari pinggang. Kira hanya geleng-geleng kepala memperhatikan mereka.
"Teman-teman, aku sudah mendapatkannya!" teriak Lacus dari kejauhan. Lima orang 'jagoan' itu kemudian menoleh kearahnya.
"Ini dia, bagaimana?" tanya Lacus kepada teman-temannya begitu tiba di dekat mereka. Masih menggenggam erat pergelangan tangan Kira yang sedang mengatur napas. Kelelahan diajak berlari oleh Lacus.
"Wah wah... Apa aku tidak salah lihat? Lacus memilih orang linglung begini." kata seorang dari mereka yang warna rambutnya setengah hijau setengah pirang.
"Loh? Kalau tidak salah, dia kan yang juara umum itu. Kau yakin memilih anak pintar seperti ini Lacus?" kata yang berambut biru tua sambil memperhatikan Kira dari atas sampai bawah.
Kira hanya celingak-celinguk mendengarkan gadis-gadis di sekitarnya. Dia benar-benar tidak mengerti apa yang mereka bicarakan.
"Iya, apa kau tidak salah orang Lacus?" tanya seorang lagi. Kali ini rambutnya oranye. Diikuti anggukan kepala 4 orang lainnya.
"Tentu saja tidak. Dia polos sekali ka? Lagipula, coba bayangkan imej ku jika berpacaran dengannya! Haaah tidak sabar jadinya.." jawab Lacus yang sukses membuat Kira melotot.
"Ma-maaf, apa katamu barusan? Pacaran? Apa maksudnya?" akhirnya Kira bersuara.
"Oh ya, aku belum bilang padamu ya? Baiklah tuan, dengarkan dengan seksama." jawab Lacus sambil memiringkan kepalanya dan tersenyum sinis.
Hyaaa gimana? Abal ya? Gaje?
Yah begitu deh otak saya kalo udah berimajinasi, mohon maklum *bungkuk-bungkuk*
Kependekan kah? banyak salahnya kah?
so...REVIEW pleaseee!
