Rutinitas Shinano Toushiro yang membuat penasaran si kakak tertua./ SHO-AI

.

.

.

Touken Ranbu (c) DMM & NITRO+

Ichigo Hitofuri x Yamanbagiri Kunihiro

Slight!Tsurunba + Slight!Mikanba

Warning: menuju Ichinba, ManbaShinano/idk/, Sho-ai, TYPO, lil-bit-OOC, cemilan 4 in 1 /dor/, Shinano adik yang budiman/LOL/, Kogarasumaru-papa

.

.

.

.

.

"Ichi-nii, aku pergi duluan!"

"Tunggu, Shina—no..."

Uluran tangan dari seorang tachi bersurai biru muda mengambang kosong di udara. Sosok bersurai merah menyala yang ingin dipanggilnya—bahkan namanya saja belum selesai diucapkan- sudah menghilang di belokan lorong. Suara sang kakak kini sudah berbaur dengan hembusan angin musim gugur.

Si tachi bersurai biru muda lalu menurunkan tangannya. Keningnya berkerut dalam melihat ke arah adiknya menghilang. Baru sepuluh menit yang lalu mereka kembali ke ruangan Awataguchi bersaudara setelah selesai sarapan, bersiap untuk mengerjakan tugas yang didapakan dari aruji mereka, tapi...

Entah kenapa Shinano lebih bersemangat dari hari-hari sebelumnya.

Tachi yang bernama Ichigo Hitofuri itu lalu mengangkat jari ke udara, tepat di depan bibirnya. Kedua mata sewarna citrine itu lalu bergulir ke samping kanan. Berpikir keras—bahkan suara adik-adiknya yang berpamitan sebelum mengerjakan tugas dari aruji, terabaikan begitu saja.

Cuaca sudah mulai dingin, namun Shinano hanya mengenakan syal hitam yang menjadi ciri khasnya, dia juga tak mengenakan pakaian hangat yang dibuatkan oleh aruji mereka. Berlari begitu saja di udara dingin dengan senyum merekah yang tersungging di bibir.

'Ada yang aneh,...'

Memantapkan niatnya, Ichigo Hitofuri lalu berdiri. Melangkahkan kakinya keluar dari kamar Awataguchi bersaudara dengan niat untuk memuaskan rasa penasarannya terhadap apa yang ingin dilakukan oleh adiknya yang bersurai merah menyala itu. Sebagai seorang kakak, wajar kan untuk mengetahui apa yang dilakukan oleh adiknya sehari-hari.

...

...

Langkah Ichigo terhenti di depan papan pengumuman tugas para touken danshi. Karena dia tidak tahu dengan siapa hari ini Shinano ditugaskan, akan lebih baik kalau dia mengeceknya terlebih dahulu. Siapa tahu dia bisa mengetahui penyebab keanehan Shinano dari touken danshi tersebut.

Kedua pasang mata milik Ichigo menelusuri nama-nama toukan danshi yang tertulis di atas papan kayu tersebut. Pandangan matanya lalu jatuh pada nama Shinano yang ada di ujung kiri bawah. Ah, adiknya ternyata mendapat tugas untuk melipat pakaian.

Dengan—

Ichigo Hitofuri terdiam.

Yamanbagiri Kunihiro?

...

...

Kalau boleh jujur, Ichigo tidak terlalu mengenal Yamanbagiri. Uchigatana bersurai pirang itu lebih sering terlihat bersama Kasen Kanesada atau saudara satu penempanya, Horikawa Kunihiro. Mereka hanya pernah berbicara beberapa kali—itupun hanya hal-hal yang berhubungan dengan tugas Yamanbagiri sebagai asisten aruji.

Tidak lebih.

Tapi Ichigo tidak bisa memungkiri jika Yamanbagiri sedikit banyak membuatnya ingin mengenal uchigatana itu lebih jauh. Ichigo tak bisa memungkiri bahwa Yamanbagiri merupakan karya terindah milik penempanya, Horikawa Kunihiro. Surai pirangnya yang bersinar ketika bersentuhan dengan cahaya matahari. Sepasang mata yang memiliki warna hijau jernih tersebut seakan bisa memikat hati siapa saja.

Dan jangan lupakan wajah tampan yang lebih menjurus ke cantik tersebut.

"Haa,..."

Sebuah helaan nafas keluar dari bibir tachi bersurai biru muda tersebut. Kedua kakinya lalu bergerak untuk menuju ruangan Shinano dan Yamanbagiri berada. Langkahnya pelan menyusuri lorong yang sepi setiap kali jam kerja para touken danshi dimulai. Benaknya lalu kembali terpusat pada sosok uchigatana bersurai pirang.

Yamanbagiri Kunihiro itu aneh. Pernah sekali Ichigo mengatakan bahwa uchigatana itu cantik, ketika mereka pertama kali dikenalkan oleh aruji mereka. Namun reaksi yang didapatkan oleh Ichigo sangat bertolak belakang dengan apa yang ada di pikirannya. Dia berpikir bahwa kedua pipi halus itu akan memerah dan sebuah senyum malu-malu menyambut pujiannya.

Namun nihil.

Yamanbagiri Kunihiro justru diam. Lebih memilih bersembunyi di balik tudung putih lusuh yang menutupi kepalanya. Ichigo bahkan berpikir bahwa Yamanbagiri berniat menenggelamkan dirinya di balik tudung putih lusuhnya. Setelah kejadian tersebut, Ichigo tak pernah menyinggungnya, dia berpikir mungkin Yamanbagiri hanya terlalu malu.

Tapi kenapa malu kalau memang dirimu indah?

Bukankah keindahan itu ada untuk dipuji?

Ichigo menggelengkan kepalanya. Tak mengerti sama sekali.

...

...

Langkah sang tachi bersurai biru muda itu mendekati ruangan dimana Shinano dan Yamanbagiri bekerja. Langkahnya yang ringan bertemu dengan lantai kayu lorong rumah mereka. Namun Ichigo menghentikan langkahnya ketika dia hampir mencapai pintu shoji yang terbuka. Memilih untuk hanya sekedar melihat—walau diam-diam, Ichigo mengintip dari balik pintu yang terbuka lebar.

Punggung adiknya yang memiliki surai merah menyala itu bisa dilihatnya tengah membungkuk untuk melipat pakaian yang ada di depannya. Sementara sosok Yamanbagiri Kunihiro duduk tak jauh dari Shinano—masih dengan tudung putihnya yang mengembang di lantai tatami. Dengan telaten, sepasang tangan uchigatana itu bergerak untuk melipat pakaian di depannya.

Entah sadar atau tidak, pegangan Ichigo pada pinggiran pintu shoji mengerat.

Sebuah senyum tipis lalu terbit di bibir Ichigo Hitofuri pada dua orang yang duduk membelakanginya tersebut. Melihat Shinano baik-baik saja sudah membuat Ichigo lega. Memutuskan untuk tidak mengganggu lebih jauh, Ichigo lalu memutar tumit untuk pergi dari ruangan itu. Namun tubuh adiknya yang sejenak bergetar itu membuatnya mengurungkan niat. Membuka mulut untuk mengingatkan Shinano akan pakaian hangatnya, Ichigo membeku melihat peristiwa yang terjadi tepat di depan matanya.

"Yamanbagiri-san, peluk~,"

Rahang bawah Ichigo Hitofuri seakan ingin jatuh menyentuh lantai.

Sang kakak melihat dengan kedua pasang matanya ketika si adik yang bersurai merah menyala merentangkan tangannya kepada sosok uchigatana bersurai pirang di sebelahnya. Sebuah senyum lebar yang hampir memerlihatkan gigi putih bersihnya itu tersungging. Sedangkan kedua pipinya memerah dengan manis menunggu pelukan yang akan didapatkannya.

Pemandangan macam apa ini?!

"Bukankah aruji sudah memberikanmu pakaian hangat?" pertanyaan dengan nada retoris itu membuat senyum lebar Shinano luntur. Ichigo yang melihat –mengintip- dari balik pintu itu, setengah mati menahan keinginannya untuk membujuk Yamanbagiri agar memberikan pelukan pada adiknya.

Tunggu—

Kenapa malah dia membantu Shinano?

"Tapi kan,...aku ingin pelukan dari Yamanbagiri-san," diucapkan dengan nada merajuk dan bibir yang mengerucut lucu. Belum lagi sepasang hijau milik Shinano yang mengarah pada Yamanbagiri dengan tatapan anak kucing minta dipungut.

Yamanbagiri terdiam.

Shinano menunggu.

Ichigo menunggu.

Tsurumaru menunggu.

...

...

"Puja kerang ajaib,..."

Itu bukan perkataan Ichigo Hitofuri, tenang saja.

Perkataan itu berasal dari sosok tachi bangau jejadian yang kini ikut-ikutan mengintip dari balik pintu. Berdiri tepat di belakang Ichigo yang tidak menyadari bahwa dirinya sejak tadi sudah berjongkok di samping pintu—mirip sekali seperti orang yang mengintip pacarnya ganti baju.

Kedua tachi dengan rambut yang berbeda warna itu mengawasi dengan kedua mata dan sosok mereka yang masih mengintip dari balik pintu pada dua sosok lain yang berada di dalam ruangan. Dikelilingi oleh tumpukan baju yang belum terlipat maupun sudah ditata rapi. Dengan wangi khas softener yang bahkan menguar hingga ke lorong tempat dimana kedua tachi tersebut berada.

Cocok untuk setting iklan softener pakaian.

Apalagi keduanya kini tengah berpelukan. Yamanbagiri melingkarkan kedua tangannya di bahu Shinano yang lebih kecil darinya dan adik Ichigo itu –tantou yang jago sekali mencuri kesempatan dalam kesempitan, menurut Tsurumaru- memeluk uchigatana bersurai pirang itu di pinggang, menenggelamkan wajahnya pada jaket merah marun yang dikenakan oleh Yamanbagiri.

AAAHHHH!

Aku juga mau dipeluk!

Baru saja Tsurumaru berniat untuk melangkahkan kakinya memasuki ruangan khas iklan softener pakaian itu, sebuah tarikan kuat dia rasakan di kerah kimono putihnya.

"Wha-?!"

Sang kakak bersurai biru muda –yang tidak rela jika si bangau itu sekali lagi berbuat ulah, apalagi sampai mengganggu pemandangan surgawi di depan matanya itu, menarik sosok tachi bersurai putih itu dari ruangan dimana Yamanbagiri dan Shinano berada.

Teriakan pilu milik Tsurumaru Kuninaga tak pernah tersampaikan.

...

...

Jika kalian berpikir bahwa Yamanbagiri Kunihiro tidak akan pernah mengira bahwa hari ini akan datang—kalian benar.

Sempat terbersit di benaknya bahwa kakak dari para Toushiro akan 'mengunjungi'nya saat mengetahui bahwa adik-adiknya mulai lebih menempeli dirinya daripada si kakak yang cukup sibuk bepergian ke masa lalu. Akan tetapi, pemikiran itu segera Yamanbagiri tepis—tidak baik menyimpan pikiran buruk pada orang lain.

Kalaupun memang Ichigo Hitofuri akan datang 'mengunjungi'nya, dia hanya perlu mengatakan yang sebenarnya, kan. Yamanbagiri hanya harus mempersiapkan jawaban yang tepat, namun Yamanbagiri benar-benar tidak menyangka akan secepat ini.

Dia gugup.

Mereka kini duduk berhadapan di dalam kamar Kunihiro bersaudara. Hanya mereka berdua. Duduk di atas bantal tatami dengan jarak dua meter. Membuat masing-masing bisa melihat ekspresi yang ditunjukkan lawan bicaranya secara gamblang, kecuali Ichigo yang memang harus memicingkan matanya untuk bisa menangkap perubahan raut Yamanbagiri yang tersembunyi di balik tudungnya.

Tatapan mata yang dikira Yamanbagiri sebagai tatapan 'tak bersahabat' dari Ichigo Hitofuri.

Yamanbagiri Kunihiro sudah siap menerima konsekuensinya. Lagipula kakak mana yang menginginkan adik-adiknya dekat dengan seorang duplikat sepertinya. Si pirang menundukkan wajahnya. Dirinya menggigit bibir bawahnya. Kedua matanya panas, merasakan cairan bening berkumpul di pelupuk matanya.

Padahal adik-adik Ichigo Hitofuri itu lucu sekali.

"Yamanbagiri Kunihiro-san—"

Yamanbagiri memejamkan kedua matanya. Kedua tangannya yang berada di atas pangkuannya mengepal. Bersiap menerima cecaran dari sosok tachi bersurai biru muda itu.

Dia harus meneguhkan hatinya.

"—ijinkanlah aku memelukmu sebentar saja,"

He?

...

...

Sosok Yamanbagiri Kunihiro membeku di tempatnya duduk. Dengan wajah pucat dan kedua matanya yang membola. Pandangan matanya mengarah pada sosok tachi karya Awataguchi Yoshimitsu yang kini tengah ber-ojigi di depannya—dahi tachi tersebut sejajar dengan lantai tatami.

Mulut Yamanbagiri terbuka. Namun tenggorokannya yang terasa seperti tercekik itu tak dapat mengeluarkan sepatah katapun. Masih terdiam dengan berbagai ekspresi yang tergambar di wajahnya—takut, ragu dan malu.

Apakah yang di depannya ini penyusup?

"Onegaishimassu, Yamanbagiri Kunihiro-san,"

Sekali lagi suara Ichigo terdengar. Membuat Yamanbagiri harus menelan ludahnya dengan susah payah. Wajahnya yang semula pucat pasi itu berubah memerah dengan perlahan.

Menelan ludah sekali lagi, kali ini untuk membasahi kerongkongannya yang kering, Yamanbagiri berusaha untuk tidak menatap pada sosok Ichigo Hitofuri yang masih ber-ojigi di depannya.

"K-kau pasti melantur—"

"Aku seratus persen yakin, Yamanbagiri-san," tatapan sepasang mata citrine yang kini menatapnya, setelah menyudahi acara ojiginya tersebut, membuat Yamanbagiri tidak nyaman. Terbukti dari sikapnya yang seakan ingin hengkang dari kamarnya sendiri.

Menggelengkan kepalanya, Yamanbagiri menggumam untuk dirinya sendiri, "Aku pasti bermimpi,"

"Ini kenyataan, Yamanbagiri-san,"

Yamanbagiri sudah tidak bisa mengatakan apapun setelah tiu. Tatapannya menatap pada wajah Ichigo yang menunjukkan keseriusan. Bibirnya bergetar ketika mendapati tatapan tajam dan intens yang dia dapatkan dari sosok tachi bersurai biru muda tersebut.

Kepala Yamanbagiri menggeleng pelan—berusaha mengembalikan sikap tenangnya.

"A-aku...tidak bisa—aku masih harus membantu pekerjaan aruji,"

Yamanbagiri beranjak untuk berdiri dari bantal duduknya. Dia lalu menatap pada sosok Ichigo yang masih duduk dengan ekspresi terkejut yang tergambar nyata di wajahnya.

"Kalau kau sudah tidak ada kepentingan lagi, lebih kau kembali ke tugasmu saja," begitu kata Yamanbagiri.

Sosok uchigatana itu lalu berjalan ke arah pintu keluar. Meninggalkan Ichigo yang masih berada di dalam ruangan itu sendirian.

"Kalau begitu bagaimana kalau nanti malam?"

Syutt...

Pertanyaan tak terduga yang berasal dari belakang tubuhnya, sukses membuat Yamanbagiri kehilangan keseimbangan akibat kulit pisang imajiner yang tiba-tiba muncul di lantai.

Dengan kata lain, Yamanbagiri tersandung udara.

Semacam itulah.

"YAMANBAGIRI-SAN!"

...

...

Dua orang yang kebetulan melewati lorong rumah dimana kamar Kunihiro bersaudara itu membeku di tempat mereka berdiri. Pakaian khas dan regal yang masih mereka kenakan membuktikan bahwa keduanya baru saja kembali dari misi mereka ke masa lalu.

Dua touken danshi yang bisa dianggap sebagai kakek dan cucu tersebut terkejut—sangat. Tentunya dengan ekspresi mereka masing-masing.

Tsurumaru Kuninaga tak bisa menghentikan seberapa lebar mulutnya tersebut terbuka. Menatap dengan kedua mata hampir lepas dari tempatnya berada pada dua sosok touken danshi yang berada di lantai.

Mikazuki Munechika—ekspresinya benar-benar tersembunyi dengan apik di balik lengan kimono biru tuanya. Namun sekali lihat, kedua mata heterochrome itu menampakkan kesenangannya tersendiri ketika melihat bagaimana sosok Ichigo Hitofuri berada di atas Yamanbagiri Kunihiro.

Pose yang sempurna.

Kemudian, si bangau putih yang budiman tersebut membuka keheningan di antara mereka—sekaligus menambah kesalah pahaman yang terjadi di depannya.

Bagaikan menyiram minyak tanah ke api yang sudah berkobar.

"Etoo—" Tsurumaru bersuara, sebelah tangannya terangkat untuk mengelus tengkuk belakangnya, "—setidaknya tutup pintunya. Bagaimana kalau yang lewat ternyata para tantou—GWAHH!"

Terjangan di ulu hati dari kaki jenjang yang mengenakan celana training merah itu membuat sosok Tsurumaru berguling-guling di lantai dengan memegangi perutnya.

"M-M...Man-ba..."

Suara pilu Tsurumaru hanyalah angin lalu.

...

...

Mikazuki Munechika memilih untuk berjongkok dengan satu kaki di depan tachi bersurai biru muda yang menatap kepergian Yamanbagiri dengan tatapan tak mengerti—benar-benar mengabaikan cucunya yang tengah sekarat di sampingnya.

Mikazuki lalu mengulurkan sebelah tangannya kepada Ichigo Hitofuri. Senyuman yang semula tersembunyi di balik lengan kimononya sekarang terpampang bebas. Sementara Ichigo menatap uluran jabat tangan dari sosok Tenka Gouken itu dengan bingung.

"Selamat datang di klub, Ichigo Hitofuri yo,"

Ah, begitu rupanya.

Sebuah senyum lalu tersungging di bibir Ichigo Hitofuri. Tangannya lalu menyambut uluran jabat tangan dari Mikazuki.

"Mohon bantuannya, Mikazuki Munechika-dono,"

...

...

Di lain tempat, Kogarasumaru tengah meminum teh dengan damai bersama Shishiou, Urashima dan Genji bersaudara. Sebuah senyum manis tersungging di bibirnya setiap kali dirinya bersama dengan 'anak-anaknya'.

Namun sepasang abu-abu gelap tersebut kemudian bergulir ke arah pintu ruangan yang terbuka. Sosok yang mengenakan kain putih jelas sekali melintas di lorong ruangan. Namun karena terlalu cepat, Kogarasumaru hanya bisa melihat ujung tudungnya saja.

Shishiou yang melihat 'ayahnya' bangkit berdiri lalu membuka suara untuk bertanya, "Eh, mau kemana?" tanyanya.

Sebuah senyum—yang kali ini berbeda sekali dengan yang biasanya ditunjukkan oleh Kogarasumaru tersungging, "Hoho, menemui beberapa orang," jawabnya kemudian.

"Beberapa...orang?" kini giliran Urashima yang bertanya.

"Umu,...bukankah wajar kalau seorang ayah ingin mengenal calon pasangan anaknya, hm," perkataan Kogarasumaru itu terasa berat ketika diucapkan di suasana minum teh yang sebelumnya tenang tersebut.

"Hai', akan kami ingat, Chichi-sama,"

Sebuah perkataan kelewat santai dan tanpa beban itu terlontar dari Genji besaudara yang lebih tua.

"Anija!"

Kogarasumaru menganggukkan kepalanya dengan puas.

"Kalau begitu Chichi berangkat—anak-anakku,...hohoho..."

Lalu suara tawa Kogarasumaru yang menggema di lorong.

Gulp...

...

...

...

...

...

End

.

.

.

.

.

Ehhh...etooo...seharusnya ini cuma 1K...but kenawhyyy?! /garuk dinding/

Seharusnya juga saya ngerjain revisi saya, tapi halah sudahlah...besok aja, kkk...gedeg saya denger aja /disleding/

Well, okeh, seperti itu reader-san, hehe...terimakasih karena sudah membaca fanfic kebutan saya /sungkem/

Saya akan menunggu kesan dan pesan yang reader-san tuliskan di kotak review. LONG LIFE MANBAHAREM! /angkat bungkus molt*/

Salam,

ym