Hola Minna. Ada yang bosen ketemu fic baru (lagi-lagi) saya? Semoga nggak ya.

.

DISCLAIMER : TITE KUBO

.

RATE : M For Safe

.

Warning : OOC (banget), AU, Gaje, Misstypo (Nongol mulu), Gak karuan.

.

Attention : Fic ini hanyalah fiksi belaka. Apalagi terdapat kesamaan atau kemiripan situasi atau tokoh atau apapun itu dengan cerita lain dalam bentuk apapun itu, adalah tidak disengaja. hehehe

.

.

.

Rukia… tolong aku…

.

.

.

.

.

*KIN*

.

.

Mimpinya selalu sama.

Sejak tiga bulan terakhir, terkadang mimpi itu selalu muncul di dalam tidur Rukia.

Rukia sendiri tidak tahu alasannya mengapa mimpi itu muncul begitu saja. Padahal sepertinya Rukia sama sekali tidak begitu memikirkannya.

Setidaknya ketika dirinya masih merasa baik-baik saja.

"Besok kau sudah bisa masuk sekolah. Byakuya-san sudah mendaftarkan namamu di sekolah yang baru."

Perempuan yang memiliki wajah serupa tapi tak sama dengan Rukia ini adalah kakak kandung perempuannya. Namanya Hisana.

Sebenarnya Rukia sendiri agak canggung untuk mengobrol akrab dengan Hisana. Karena sesungguhnya, mereka berdua memang belum lama ini bertemu. Rukia sejatinya berasal dari sebuah panti asuhan yang jauh dari sini. Sekarang, Rukia bersama Hisana yang telah menikah dengan seorang laki-laki bernama Kuchiki Byakuya telah membawanya pindah kemari.

Rukia dan Hisana terpisah sejak kecil karena orangtua mereka bercerai dan masing-masing membawa satu dari mereka. Hisana ikut ayahnya dan Rukia terpaksa ikut ibunya. Tapi ketika Rukia menginjak usia enam tahun, sang ibu meninggal karena kecelakaan dan terpaksa menitipkan Rukia kecil di panti asuhan. Rukia sendiri berada di panti asuhan itu sampai usianya 12 tahun dan akhirnya Hisana menemukannya. Umur Hisana dan Rukia terpaut cukup jauh yakni 11 tahun. Makanya sekarang Hisana sudah menikah dan ikut suaminya juga. Marga Hisana sudah berganti dan karena itulah Hisana memutuskan untuk mengadopsi Rukia mengikuti marga suaminya agar nantinya segala proses administrasi yang dibutuhkan jauh lebih mudah dilakukan.

Ibu mereka pun ternyata sudah menikah lagi dan memilih untuk tinggal jauh di ujung kepulauan Jepang bersama suami barunya. Bahkan ibunya sendiri telah memberi amanat bahwa Hisana-lah yang nantinya akan bertanggungjawab mengenai Rukia. Hisana sendiri tidak keberatan dengan hal itu karena dirinya juga sebenarnya sangat menyayangi adik semata wayangnya itu. Karena itulah Byakuya selaku suaminya menyetujui keputusan Hisana untuk mencari adiknya dulu ke tempat tinggal mereka.

Ketika Hisana memutuskan mencari Rukia, begitu tiba di panti asuhan itu, Rukia nyaris saja akan diadopsi oleh seseorang. Beruntungnya Hisana datang tepat waktu dan berhasil membawa Rukia pulang karena Hisana sebenarnya adalah walinya yang sah dan berhak atas Rukia.

Ketika Rukia untuk pertama kalinya bertemu dengan Hisana, Rukia sempat merasa takut dan gugup. Sudah lama mereka tidak pernah bertemu satu sama lain, apalagi usia Rukia saat itu masih sangat kecil. Pelan-pelan Hisana mencoba mengakrabkan diri dengan Rukia untuk membuatnya nyaman bersama Hisana. Semua usaha itu tidaklah mudah karena Rukia orangnya benar-benar pendiam.

Beruntungnya sifat pendiam itu pelan-pelan bisa berubah dan Rukia mulai sedikit demi sedikit terbuka pada Hisana. Apalagi Hisana memperlakukan Rukia dengan sangat istimewa untuk membuat adiknya itu betah bersamanya dan melupakan semua masa lalu yang terbilang pahit di antara mereka karena orangtuanya.

Tapi sayangnya, setahun yang lalu Rukia mengalami kecelakaan parah yang menyebabkannya mengalami koma hingga sepuluh bulan lamanya.

Setelah pasca pemulihan itu, Rukia terpaksa harus mengulang pelajarannya dari awal lagi karena absensi Rukia selama setahun. Bertepatan dengan itu, Byakuya mendapat perintah untuk dimutasi ke kota lain setelah sebelumnya mereka menetap di Tokyo. Jadilah sekarang mereka akhirnya menetap di Karakura mulai hari ini.

Byakuya juga sudah mendaftarkan sekolah baru untuk Rukia dimana dirinya akan mengulang kembali SMA tahun keduanya.

Rukia hanya berharap di tempat ini semuanya akan baik-baik saja.

"Rukia, kau baik-baik saja kan?" tanya Hisana ketika mereka memulai sarapan pagi ini.

Rukia tertegun ketika Hisana memanggilnya. Byakuya baru saja pergi ke kantornya pagi-pagi sekali. Rukia tidak sempat bertemu kakak iparnya itu karena Rukia tadi baru saja selesai mandi.

"Oh, ya aku baik-baik saja," ujar Rukia dengan canggung.

"Akhir-akhir ini kau lebih banyak melamun. Mau cerita sesuatu denganku?" Hisana mencoba menawarkan perhatiannya pada Rukia.

Rukia tertegun bingung.

Sebenarnya Rukia tak mau merepotkan Hisana dan Byakuya terus menerus karena dirinya yang payah ini.

Sejak Rukia terbangun dari komanya itu, Rukia mulai menyadari jika ada yang aneh dengan dirinya. Rukia terus menyangkalnya dan menganggap itu cuma kebetulan. Tapi semakin hari, keanehan-keanehan itu semakin nyata dan membuatnya ketakutan sendiri. Rukia sudah berusaha menjelaskan keadaannya yang sekarang ini setelah dirinya bangun dari koma pada Hisana, tapi baik Hisana maupun Byakuya pun tidak mengerti apa yang salah dengan adiknya ini.

Mereka sudah mencoba membawa Rukia kemana-mana, bahkan ke dokter yang paling hebat sekali pun, tapi kondisi Rukia saat ini sudah benar-benar baik dan sehat.

Akhirnya Rukia sendiri mengerti jika memang dirinya memang aneh.

Makanya Rukia lebih banyak diam dan melamun jika Rukia sendiri. Tapi saat-saat seperti itu pun sangat menakutkan untuk Rukia. Makanya Rukia lebih banyak menghabiskan waktu dengan mendengarkan musik dan membaca buku untuk mengalihkan pikirannya yang aneh ini.

"Aku tidak apa-apa, Nee-san," ujar Rukia akhirnya dengan senyum mengembang di wajahnya.

"Kau tidur dengan baik semalam? Kau tidak mimpi buruk?"

Rukia menggeleng pelan dan melanjutkan makannya lagi.

"Kau tahu kau bisa menceritakan segalanya padaku kan? Aku ini kakakmu, jadi jangan merasa sungkan. Aku tidak mau terjadi sesuatu padamu, Rukia…"

Rukia kemudian mengangkat kepalanya dan tersenyum sembari menganggukkan kepalanya.

Justru karena Hisana yang begitu mengkhawatirkannya seperti inilah Rukia merasa takut.

.

.

*KIN*

.

.

"Onii-chan, ayo cepat makan!" seru Yuzu lagi setelah melihat jam menunjukkan pukul setengah delapan pagi. Mereka hampir terlambat kalau tidak bergegas.

"Ichi-Nii, semalam kau pulang jam berapa?" tanya Karin ketika kakak laki-lakinya itu telah duduk tepat di sampingnya di meja makan.

"Sudah kubilang jangan tunggu aku selagi aku kerja sambilan," balas Ichigo, sang kakak sulung.

"Habisnya semalam Otou-san pulang terlambat dari rumah sakit, makanya aku menunggu kalian pulang. Di rumah benar-benar sepi," gerutu Karin.

"Sudah, sudah. Ayo kita sarapan, aku akan membangunkan Otou-chan dulu ya!"

"Ah, Yuzu! Biarkan Oyaji tidur, dia baru saja pulang subuh ini. Sepertinya dia tidak punya jadwal hari ini," cegah Ichigo.

"Oh begitu, baiklah~ mari kita makan."

Keluarga Kurosaki yang terdiri Kurosaki Ichigo, kakak sulung dan si bungsu yang berwujud kembar, Yuzu dan Karin. Ichigo adalah siswa tahun kedua di SMA Karakura. Adiknya, Yuzu dan Karin baru saja masuk ke SMP Karakura tahun pertama.

Keluarga mereka adalah keluarga yang harmonis sebenarnya. Mereka semua bahu membahu dan saling membantu satu sama lain. Bahkan karena persaudaraan yang begitu kuat, mereka semua begitu akrab dan dekat sebagai saudara.

Ayah mereka Kurosaki Isshin adalah seorang dokter bedah di rumah sakit umum Karakura. Sebenarnya sih Isshin bisa saja mendapatkan tawaran untuk pekerjaannya di kota besar macam Tokyo. Tapi Isshin sayang meninggalkan rumahnya di sini bersama dengan semua anak-anaknya. Apalagi mereka juga lebih memilih untuk bekerja dan menetap di sini dan mencari tempat tinggal sendiri jika mereka telah masing-masing bekerja. Ichigo selalu bertanggungjawab mengenai keluarga kecil mereka. Sebagai kakak tertua, tentunya Ichigo harus menjadi kakak yang dapat diandalkan kapanpun dan dimana pun. Apalagi kedua adiknya adalah perempuan, tentunya sebagai kakak Ichigo harus melindunginya dengan maksimal mengingat pekerjaan ayah mereka yang memerlukan waktu jauh lebih banyak ketimbang pekerjaan biasa. Sedangkan ibu mereka, Kurosaki Masaki hanyalah seorang ibu rumah tangga. Mereka semua menyayangi sang ibu yang begitu lemah lembut dan baik hati ini. Mungkin salah satu alasan juga kenapa mereka semua berat meninggalkan tempat ini.

Ya, mungkin juga pasti ada saatnya bagi mereka semua meninggalkan tempat ini, tapi kemungkinan itu tidak berada dalam waktu dekat seperti ini.

Yuzu menyelesaikan tugas paginya dibantu dengan Karin. Mereka berdua kemudian pergi ke arah yang berlawanan dengan Ichigo karena kebetulan sekolah mereka agak dekat dari rumah Kurosaki.

"Onii-chan sudah dengar kalau kita kedatangan tetangga baru?" ujar Yuzu.

"Tetangga? Memang siapa yang pindah dari sini?" tanya Ichigo cuek.

"Huuu, bukan pindah. Tapi mereka menempati rumah kosong yang baru dijual bulan lalu. Itu rumahnya. Aku penasaran seperti apa keluarga yang datang ke blok ini," kata Yuzu lagi.

"Sudahlah, kita bisa terlambat Yuzu, Ichi-Nii, kami pergi dulu," sambar Karin.

Tetangga baru?

Haa, untuk apa tetangga baru di komplek yang sepi ini.

Ichigo akhirnya pergi dengan langkah santai menuju sekolahnya. Beruntungnya sekolah di daerah sini lumayan dekat. Hanya beda beberapa blok dan hanya perlu berjalan selama 15 menit. Ichigo tidak perlu repot-repot mengeluarkan uang untuk ongkosnya sekolah. Dia bisa lebih banyak menghemat untuk keperluan lainnya.

Tak berapa jauh dari rumahnya, Ichigo melihat sebuah botol kaca yang berisi setangkai bunga krisan putih yang telah layu.

Dan di sampingnya ada anak kecil yang duduk jongkok sambil menangis. Dia terus mengusap matanya dengan kedua tangan kecilnya itu. Sepertinya anak itu menangis karena sesuatu.

Tapi Ichigo sungguh tak ingin peduli.

Untuk apa dia peduli?

Kadangkala dirinya melihat apa yang seharusnya tidak dia lihat.

.

.

*KIN*

.

.

"ICHI-GOOOOOOO~~~~"

Asano Keigo berlari kencang ke arah Ichigo yang baru saja tiba di koridor kelas mereka. Dengan sekali gerakan, Ichigo merangkul leher Asano dengan satu tangannya dari depan dan membuatnya terkapar begitu saja.

"Pagi, Keigo," kata Ichigo malas seraya masuk ke kelasnya.

"Pagi, Ichigo!" sapa Mizuiro yang merupakan teman sekelas Ichigo, sama dengan Keigo barusan.

"Pagi," balas Ichigo pula.

Seperti rutinitas biasanya di kelas. Karena bel masuk belum berbunyi, banyak anak-anak yang berkumpul untuk memulai bercengkerama. Seperti apa yang dilakukan oleh kelompok Ichigo pagi ini. Mizuiro lebih dulu mendekat diikuti dengan Keigo yang sedikit protes karena Ichigo meninggalkannya begitu saja. Lalu ada Sado Yasutora yang memiliki nama panggilan Chad, di kelas itu pun ikut berkumpul. Mereka membicarakan mengenai game terbaru yang akan dirilis bulan depan.

Ya, karena ini adalah awal tahun pelajaran baru yang baru saja terlewati satu bulan pertama, jadi tidak begitu banyak pelajaran yang mengganggu. Mereka masih bisa sedikit bersantai karena awal tahun pelajaran seharusnya ada lebih banyak kegiatan menyenangkan yang bisa dilakukan.

Tak lama kemudian bel masuk pun berbunyi.

Ochi Sensei, wali kelas mereka pun masuk dengan sangat tepat waktu. Tapi karena Ochi Sensei, mereka masih bisa bersantai karena memang guru single satu ini terkenal sangat akrab dengan semua anak muridnya.

"Baiklah, semua duduk kalau tidak mau kursi melayang di kepala kalian. Aku akan mulai mengabsen," ujar Ochi Sensei seraya duduk di mejanya.

Ochi Sensei kemudian membuka buku absennya dan melihat sekilas deretan nama-nama siswa di kelasnya. Lalu kemudian beralih melihat isi penduduk kelasnya sendiri dengan seksama satu per satu.

"Sepertinya kalian semua sudah ada. Ok, hari ini ada kejutan menarik untuk kalian," ujar Ochi Sensei kemudian.

Serempak semua anak-anak membuat suara gaduh dan sibuk melempar pertanyaan pada Ochi Sensei mengenai kejutan yang dikatakan olehnya itu.

"Kalau kalian tidak mau diam, aku akan melempar kejutan itu ke kelas lain saja," ancam Ochi Sensei.

Sekali lagi terdengar keluhan dari anak-anak sekelas.

Ichigo yang mendapat tempat duduk tepat di pinggir jendela dan berada di barisan belakang nomor dua itu pun tak begitu acuh. Dirinya hanya fokus melihat ke jendela kelasnya. Kebetulan kelas mereka ada di tingkat yang lumayan tinggi untuk melihat pemandangan di luar.

Selagi kelasnya sibuk berkomentar apapun, Ichigo terus melihat jendelanya dan kemudian tak sengaja melihat seseorang berlarian di lapangan itu dengan buru-buru.

Sepertinya itu salah satu siswa yang terlambat.

Kalau dia bertemu dengan Aramaki Sensei, si guru olahraga yang cerewet itu, anak itu pasti akan berakhir mengenaskan kalau ketahuan terlambat. Biasanya Aramaki Sensei sering memberikan hukuman yang unik kepada siswa yang terlambat. Salah satunya push up di koridor kelas sampai guru yang ditunjuknya melewati koridor itu, barulah hukuman selesai.

Terakhir kali, Keigo yang sial mendapatkan anugerah itu. Keigo terlambat dan bertemu dengan Aramaki Sensei. Alhasil Keigo mendapatkan hukuman berjalan dengan sepatu hak tinggi di tangga. Dia harus naik turun tangga yang sama sampai guru yang ditunjuknya melewati tangga itu.

Dan sialnya, semua guru yang ditunjuk oleh Aramaki Sensei selalu mengajar di jam kedua. Kalau kau pikir bisa membolos dari hukuman ini, sayangnya itu hal yang mustahil. Setiap tiga menit sekali Aramaki Sensei yang mengeceknya. Jika kau ketahuan melarikan diri, kau bisa berakhir membersihkan toilet terkutuk di sekolah ini.

Konon katanya, itu adalah toilet paling bau di sekolah ini yang beruntungnya berada jauh dari gedung utama. Ichigo sendiri heran, kenapa ada toilet seperti itu di sekolah seperti ini.

Sejak berkelana dengan pikirannya sendiri, Ichigo tak begitu fokus dengan apa yang terjadi dengan kelasnya. Tapi sejak tadi kelasnya memang menjadi terlalu berisik dan ribut. Tidak biasanya kelasnya bisa begini ribut di pagi hari. Memang Ochi Sensei sering melempar guyonan pada siswanya. Seperti berpura-pura marah tapi Ochi Sensei malah mengeluarkan kata-kata konyol dengan nada serius.

Setelah beberapa saat yang ribut itu, akhirnya seluruh kelas tiba-tiba mulai berhenti bersuara dan hanya terdengar gerakan-gerakan siswa yang mengeluarkan buku dan alat tulis. Suara ketukan di papan tulis pun sudah terdengar. Hanya ada satu suara anak perempuan yang terdengar dari arah depan, tapi Ichigo tak begitu fokus mendengarnya karena sekarang dirinya malah melihat sesosok anak laki-laki yang memainkan bola basket sendirian di lapangan itu. Anak laki-laki itu sejak Ichigo masuk sekolah selalu bermain basket sendirian di lapangan itu di jam pelajaran. Dia begitu serius berlatih, Ichigo bahkan mungkin berpikir dia bisa saja menjadi pebasket profesional dengan gerakannya yang hebat itu.

"Ichigo kan?"

Di saat kelasnya tiba-tiba mulai hening dan hanya terdengar Ochi Sensei yang bersuara untuk memulai pelajaran, ada suara seorang perempuan yang menegurnya dari dekat.

Ichigo menoleh dan mendapat seorang anak perempuan yang duduk di bangku tepat di sebelahnya.

Anak itu melambaikan tangan pada Ichigo dan tersenyum tipis. Karena linglung, Ichigo menoleh kanan kiri dan kemudian menunjuk dirinya sendiri.

"Kau memanggilku?" tanya Ichigo bingung.

"Tentu saja. Namamu Ichigo kan? Kita tetangga baru loh," sapanya lagi.

Perempuan itu bermata besar dan dengan rambut hitam pendeknya. Setahu Ichigo kursi di sebelahnya itu selalu kosong. Apa dia melihat halusinasi pagi ini? Yang benar saja.

Tapi sebelum ini, Ichigo tak pernah benar-benar berinteraksi dengan halusinasinya. Apa dia sedang bermimpi sekarang ini?

"Kau sungguhan kan?" ujar Ichigo kemudian.

"Apa maksudmu?" tanya perempuan itu bingung.

"Ehem, Kuchiki, Kurosaki. Kalau mau pendekatan saat jam istirahat saja nanti. Aku tahu Kurosaki itu populer, tapi sekarang kita harus fokus belajar dulu kan? Bukan begitu, Kuchiki?"

Serentak satu kelas langsung tertawa karena kata-kata Ochi Sensei dan mulai mengeluarkan suara-suara ledekan lainnya.

Perempuan yang dipanggil Kuchiki oleh Ochi Sensei itu kemudian menunduk malu dan tak berani mengangkat kepalanya lagi. Ichigo sendiri bingung pada dirinya.

Jadi benar perempuan di sampingnya ini sungguhan. Ochi Sensei bahkan memanggil namanya.

Tapi tunggu…

Bagaimana gadis ini tahu nama Ichigo sedangkan Ichigo sendiri baru hari ini melihatnya?

Apakah memang selama ini Ichigo tidak tahu bahwa kursi di sebelahnya ini memang ada pemiliknya?

Masa sih?

.

.

*KIN*

.

.

"Hahahahah! Lalu kau pikir Kuchiki-chan itu hantu hah?" ledek Keigo ketika jam istirahat sekolah baru saja dimulai.

Ichigo serasa seperti orang bodoh karena baru saja sadar bahwa gadis yang bernama Kuchiki ini adalah anak baru di kelasnya. Tentu saja dia mengatakan kalau Ichigo adalah tetangga barunya. Dia sendiri adalah anak baru.

Ichigo tak percaya mendengar fakta barusan ketika Keigo dengan agresif mendekati Kuchiki itu dan terang-terangan mengaku kalau Keigo menyukai tipe perempuan seperti itu. Yang benar saja.

Karena sebagai penghuni baru, tentu saja banyak anak yang tertarik untuk mendekati si anak baru itu. Terlebih lagi anak perempuan di kelas Ichigo yang menyambut baik kedatangan Kuchiki karena kelas ini sebenarnya lebih banyak anak laki-laki daripada perempuan. Jadi datangnya satu anak perempuan tentu saja mencerahkan kehidupan kelas ini. Tapi siapa juga yang peduli sebenarnya tentang itu?

"Baiklah, aku keluar dulu. Ayo Chad, Mizuiro!" Ichigo segera beringsut dari tempat duduknya dan mengajak Chad juga Mizuiro yang kebetulan duduk di depan tempat duduk Ichigo untuk pergi keluar dari kelasnya yang tiba-tiba berisik itu. Maklum saja berisik karena ini memang jamnya istirahat sih. Ichigo dan anak Kuchiki itu sempat bertatapan sebentar sebelum akhirnya Ichigo dengan cuek memilih keluar.

Si Kuchiki itu juga sibuk meladeni beberapa ajakan anak perempuan yang beramai-ramai ingin mengajaknya pergi ke kantin sekolah.

Ichigo, Chad, Mizuiro juga Keigo akhirnya berhasil membeli makanan ringan mereka dan menuju atap sekolah. Sebenarnya tempat ini terlarang untuk didatangi oleh siswa mana pun. Tapi sayangnya tak ada tempat selain atap sekolah yang menarik seperti ini. Makanya Ichigo dan Chad yang bertugas untuk membobol pintu atap. Beruntungnya sejauh ini mereka sama sekali tidak pernah ketahuan melakukan perbuatan tercela ini.

"Hei, kau sungguh tidak tahu kalau gadis yang duduk di sebelahmu itu anak baru?" tanya Keigo penasaran karena Ichigo sama sekali tidak tertarik ingin tahu mengenai penghuni baru mereka.

"Tentu saja, aku tidak dengar," jawab Ichigo cuek.

"Tapi tadi aku sempat dengar dia menyapamu tetangga baru, apa kalian sebelumnya memang saling kenal? Dia bahkan tahu namamu," celetuk Mizuiro.

Ichigo diam sejenak.

Gadis itu memang tahu nama Ichigo, tapi Ichigo merasa sama sekali tidak pernah mengenalnya dan tidak pernah bertemu dengannya sebelum ini.

"Haaa? Apa jangan-jangan kau sudah tahu informasi tentangnya sebelum ini?" tuduh Keigo.

"Mana mungkin! Aku tidak kenal gadis itu! Aku juga tidak tahu kenapa dia tahu namaku," gerutu Ichigo.

"Tapi dia kelihatan manis kan? Dia pasti cocok sekali memakai pakaian lolita~~~" gurau Keigo dengan angan-angan palsunya itu.

"Hei, membayangkan seorang gadis mengenakan pakaian lolita itu termasuk mesum tahu!" sambar Mizuiro.

"Enak saja! Memangnya salah berkhayal seperti itu! Maksudku—"

"Mesum!" lanjut Mizuiro lagi.

Keigo langsung berteriak tak terima dan mulai marah-marah untuk menyangkal pernyataan Mizuiro barusan. Ichigo sendiri diam sambil memperhatikan kedua temannya ini beradu mulut.

Sudahlah, mungkin semuanya memang hanya kebetulan.

.

.

*KIN*

.

.

Rukia cukup senang dengan kelas barunya.

Setidaknya mereka semua terlihat ramah dan baik. Apalagi ketika mereka mendengar kalau Rukia datang dari Tokyo. Mereka langsung berbondong-bondong menanyakan semua keingintahuan mengenai Tokyo pada Rukia. Ada yang berkata kalau setelah lulus nanti mereka akan mencari universitas mana saja yang ada di Tokyo. Ada juga yang pernah liburan ke sana dan menikmati beberapa tempat wisata yang menarik. Ada juga mereka yang ingin tahu dimana tempat tinggal Rukia di Tokyo dulu dan SMA dimana sebelum ini.

Rukia juga mengatakan dengan jujur kalau sebenarnya Rukia ini harusnya sudah masuk tahun ketiga di SMA, tapi karena dia kecelakaan parah Rukia terpaksa mengulang tahun keduanya. Banyak yang terkejut dan mulai bertingkah berlebihan dengan mengkhawatirkan keadaan Rukia, karena mereka terlalu terkejut mendengar Rukia sampai koma selama sepuluh bulan lebih karena kecelakaan itu. Tapi tentu saja Rukia langsung mengatakan kalau dia sendiri sudah sangat baik dan sehat-sehat saja.

Karena kenyataan itu, banyak dari mereka yang sedikit sungkan memanggil nama Rukia secara langsung. Bahkan mereka sempat ingin memanggil Rukia 'senpai'. Sayangnya Rukia mengatakan kalau mereka boleh memperlakukan Rukia seperti teman sekelas lainnya.

Dan hanya sampai di situlah Rukia memberikan informasi mengenai dirinya.

Sebenarnya Rukia tak mau memberitahu dirinya secara lengkap seperti itu. Tapi Ochi Sensei sudah memberitahu di awal perkenalan mereka tadi kalau Rukia harus mengulang kembali pelajaran tahun keduanya. Tentu saja semua orang bertanya-tanya mengenai itu.

Makanya Rukia baru menjelaskan mengenai sebab alasan dirinya harus mengulang seperti ini. Tapi untungnya mereka begitu antusias dan bersemangat membantu Rukia. Seperti dugaannya, anak-anak dari kota lain jauh lebih ramah ketimbang anak-anak di kota besar macam Tokyo.

Rukia juga akhirnya mendapatkan teman perempuan barunya.

Ada Arisawa Tatsuki yang terlihat tomboy tapi sangat ramah dan selalu melindungi anak perempuan lain yang dijahili oleh anak laki-laki. Tatsuki mengikuti kelas karate dan sudah memegang sabuk hitam. Dia bahkan pernah ikut kejuaraan regional dan nasiona.

Ada juga Inoue Orihime, gadis tercantik di kelas ini yang begitu baik hati. Suaranya yang lembut itu dapat membuat siapa saja langsung menyukainya dalam sekali lihat.

Dan banyak anak perempuan lainnya yang Rukia tak begitu ingat nama lengkapnya karena mereka bergerombol begitu banyak. Tapi Rukia senang karena dirinya benar-benar diterima di kelas ini. Tadinya Rukia pikir dirinya akan diasingkan karena sebenarnya Rukia lebih tua satu tahun dari mereka semua, tapi sepertinya itu sama sekali tidak berpengaruh. Rukia diperlakukan seperti teman sebaya mereka.

Rukia juga tak menyangka dirinya benar-benar akan bertemu dengan anak laki-laki berambut orange itu. Bahkan mereka satu kelas.

Tapi karena sepertinya anak laki-laki berambut orange itu terlihat dingin dan cuek, Rukia jadi segan untuk kembali menegurnya. Sepertinya dia cukup kaget ketika Rukia langsung memanggil namanya.

Tapi bagaimana lagi, Rukia tidak tahu nama keluarganya. Tapi seperti kata anak-anak di kelas ini, laki-laki orange itu memang sedikit dingin dan cuek pada orang lain apalagi anak perempuan. Makanya tak ada satu pun anak perempuan yang berani mendekatinya meskipun dia punya tampang yang lumayan. Apalagi secara langsung Ochi Sensei mengatakan kalau dia itu sebenarnya anak yang populer di sekolah ini.

Walaupun dia populer, tapi jika sikapnya menyebalkan seperti itu tentu saja Rukia jadi sedikit… canggung lagi.

Setelah Rukia menegurnya pertama kali tadi dan melihat respon yang tak cukup baik dari anak orange itu, Rukia jadi sungkan untuk menegurnya lagi.

Selama satu hari ini, Rukia sedikit menahan diri karena berbagai hal baru yang dilihatnya hari ini. Ternyata sekolah ini jauh lebih menarik dari sekolah lamanya dulu. Bahkan di setiap sudut sepertinya banyak cerita yang cukup menarik apabila diceritakan pada anak-anak di kelas ini. Tapi jika Rukia menceritakan hal seperti itu, pasti Rukia akan dianggap aneh lagi. Lebih baik Rukia diam saja.

Hari pertama sekolahnya baru saja selesai.

Banyak anak yang beramai-ramai ingin pulang bersama Rukia, tapi sayangnya rumah mereka begitu berlawanan dari arah rumah Rukia. Bahkan beberapa ada yang sampai naik bus untuk pulang. Karena rumah Rukia tak begitu jauh dari sini, makanya Rukia bisa pulang dengan berjalan kaki saja.

Setelah berpisah dan mengucapkan salam perpisahan pada teman-teman barunya, Rukia akan berbelok ke blok rumahnya.

Tapi ternyata anak berambut orange itu ada tepat di depannya dengan jarak lima meter.

Karena kesan pertama yang tidak enak tadi pagi, Rukia jadi tidak berani lagi untuk menegurnya. Mungkin saja kali ini Rukia akan dipandangi dengan menyebalkan.

Makanya Rukia berusaha menjaga jarak aman agar tidak diketahui oleh si anak orange itu. Yang jelas jangan sampai disangka tukang kuntit.

Rukia pun akhirnya tiba di dekat jalan yang ada botol kaca itu. Tadi pagi Rukia hampir terlambat karena harus mencari bunga segar untuk mengganti bunga yang ada di botol kaca itu. Tadinya juga Rukia tak mau mengurusi botol di tepi jalan itu, tapi dirinya merasa tidak enak dan kasihan karena anak kecil itu sepertinya sedih tidak ada yang memperhatikannya. Makanya Rukia harus pergi buru-buru mencari toko bunga terdekat dan membeli bunga segar untuk mengganti bunga layu itu.

Tak jauh dari keberadaan botol itu, tiba-tiba seorang anak kecil berlarian ke arahnya dan memeluk kakinya dengan erat,

"Eh?"

"Terima kasih Onee-chan, aku senang sekali Onee-chan bisa melihatku," ujarnya dengan bersemangat.

"Hah? Oh…" Rukia sungguh bingung untuk berkata-kata saat ini.

Ini pertama kalinya dia bertemu hal baik seperti ini. Biasanya Rukia selalu bertemu hal menakutkan jika berhubungan dengan situasi seperti ini.

"Onee-chan mau kan memperhatikanku setiap hari?"

"Hah… apa?"

Tiba-tiba pandangan anak itu berubah jadi menakutkan dan mulai menarik erat kaki Rukia sampai membuat Rukia merasa sakit bukan kepalang.

Rukia baru akan berteriak, tapi tiba-tiba bayangan anak itu menghilang sepenuhnya ketika seseorang memegang lengannya sehingga membuat bayangan anak kecil itu hilang seketika seperti tersapu asap.

"Hei, kau tidak apa-apa?"

Jantung Rukia baru saja akan putus begitu saja karena mengira dirinya benar-benar akan berada dalam masalah.

Ternyata orang yang memegang lengannya dengan erat itu adalah teman sekelasnya yang baru. Laki-laki orange itu.

"Oh, a-aku tidak apa-apa," ujar Rukia gugup.

Tunggu, kenapa dia ada di sini?

Ichigo menghela napas panjang dan melihat sekelilingnya dengan seksama lalu melepaskan genggaman tangannya dari lengan gadis itu.

"Hei, apa yang kau lakukan di sini? Kau mengikutiku?" tuduhnya lagi.

Benar kan!

"Tidak kok! Aku tidak mengikutimu!" bantah Rukia.

"Lalu apa yang kau lakukan di sini? Apa rumahmu di dekat sini?"

"Iya rumahku di dekat sini! Aku kan sudah bilang padamu tadi pagi kalau aku tetangga barumu!" gerutu Rukia.

"Hah? Tetangga baruku? Bukannya kau bilang begitu karena tempat duduk kita bersebelahan?"

"Aku tidak bilang begitu! Rumahku memang di dekat sini kok! Kau benar-benar berbeda seperti yang dikatakan oleh ibumu!" gerutu Rukia lagi.

Ichigo tertegun bingung. Wajahnya gugup bukan main. Dirinya diliputi rasa penasaran yang berlebihan ketika bertemu dengan gadis ini. Dirinya merasa ada yang sedikit janggal dengannya. Terutama mengenai hal tadi.

"A-apa kau bilang? Kau bertemu ibuku?"

Rukia tiba-tiba diam.

Sebelum pergi ke sekolah tadi, Rukia memang bertemu dengan wanita berambut orange yang sangat cantik. Wanita itu sepertinya tetangga Rukia. Dia tersenyum pada Rukia karena melihat seragam Rukia. Pagi itu, wanita cantik itu bilang kalau Rukia memakai seragam yang sama dengan anak laki-lakinya yang bernama Ichigo. Wanita itu juga bilang kalau mungkin Rukia akan bertemu dengan anaknya yang baik dan tampan.

Tunggu… apa mungkin…

"Tunggu, aku juga tidak pernah bertemu denganmu sebelum ini. Aku juga tidak pernah memberitahu namaku padamu. Kenapa tadi pagi kau tahu namaku? Siapa yang memberitahumu?" lanjut Ichigo lagi.

"Wanita cantik berambut orange itu yang memberitahu namamu padaku. Tadi pagi dia berdiri di depan rumahmu," ujar Rukia gugup.

Ichigo membelalak tak percaya. Selama ini dirinya memang tak pernah percaya, Ichigo juga menolak percaya meskipun dia mengakui hal-hal aneh kadang terjadi padanya. Ichigo tak pernah bertemu orang aneh lainnya yang juga ikut mengakui hal-hal aneh seperti ini. Tapi melihat kenyataan di depan matanya ini…

"Kau… bisa 'melihat' rupanya," gumam Ichigo.

"Hah? Bisa… melihat? Melihat apa?"

"Ibuku sudah meninggal delapan tahun yang lalu. Itulah alasan kenapa anak itu menunggumu kan?"

"Hah? Jadi… jadi apa yang kulihat…"

"Kau tidak perlu berbuat baik pada hal-hal yang tidak terlihat seperti itu. Kalau kau ceroboh mereka bisa membahayakanmu tahu! Apa kau baru tahu hal-hal seperti ini?"

"Jadi… kau juga bisa melihat mereka?"

"Pokoknya aku sudah memberitahumu! Kau bisa pulang sendiri kan?"

Ichigo langsung berbalik meninggalkan Rukia begitu saja.

Rukia yang masih diliputi oleh perasaan yang tak terkatakan ini benar-benar dibuatnya bingung. Ini pertama kalinya ada orang yang bisa diajak berbicara oleh Rukia tentang hal-hal aneh tak kasat mata ini.

"Hei! Kau juga bisa melihatnya kan?! Kan?!" pekik Rukia kemudian.

Rukia kemudian mengejar Ichigo yang mulai menjauh dan terus bersemangat mendekatinya. Sepertinya Ichigo pun sama seperti Rukia.

Mereka mampu melihat hal yang seharusnya tak dilihat.

.

.

*KIN*

.

.

TBC

.

.

Hola minna, maaf ya menambah fic yang harus diselesaikan hehehe kayaknya saya jauh lebih semangat kalo punya banyak fic yang perlu diupdate ya heheh

Sebenarnya ide fic ini muncul secara dadakan sih, dan menurut perkiraan fic ini gak akan terlalu banyak chapnya. Bisa kurang dari 10 atau di bawah 15. Pokoknya gak begitu panjang juga.

Fic ini saya sengaja taruh di rate m karena emang khusus buat suspend dan crimenya. Saya lagi nyoba dua genre sekaligus yang gak pernah saya bikin sebelumnya. Horror dan suspend. Jadi bisa dibilang ini fic perdana sih hehehe. Soal romancenya, mungkin ada tapi gak akan seintens fic saya yang biasanya. Hanya muncul ala kadarnya aja hehehe.

Oh ya, bagi yang pernah tahu tentang artikel seorang dokter yang mengadopsi anak panti asuhan buat dibikin boneka ***, tolong kasih tahu lengkapnya ke saya ya. Saya pernah baca itu dan karena itulah akhirnya saya nyoba bikin genre ini. Tapi sayangnya artikel itu gak saya simpen. Cari di gugel pun gak dapet sampe sekarang. Kalo ada yang tahu bisa sekalian pm saya boleh kok.

Makasih yang udah ngeluangin waktunya buat fic saya.

Jaa Nee!