Did we really love?
Or was it just a long war?
At the tangled memories, i smile and cry
More that any of the good memories with anyone else
I miss the time i spent with you
I want you so i'm stewing in sickness
#Flashback
"Jung yunho..." Teriaknya membahana diseluruh sudut kamar hotel yang baru saja ia rusak pintunya.
Kedua insan yang masih terlelap didalam mimpinya itu langsung membuka kedua matanya, sang pria hanya menjerapkan kedua bola matanya, lalu mendudukkan tubuhnya bersandar pada kepala ranjang king size. Sedangkan seorang yeoja yang ada disampingnya ntah siapa itu namanya langsung bangun dari tidurnya, menatap sekilas pria yang ada disampingnya dengan kesadaran yang masih belum pulih seluruhnya.
"Apa yang kau lakukan disini?" Pria yang bersandar pada kepala ranjang itu sedikit memijat pelipisnya karena kepalanya yang berdenyut parah. "Duduklah, jangan berdiri seperti itu kau bisa kehabisan darah dan kelelahan baby." Ucapnya mulai mengarang hal aneh. Bohong jika ia tidak terkejut dan takut jika sosok didepannya akan marah dan pegi begitu saja tapi ia tidak sebodoh itu jika mengingat mereka akan selalu bersama seburuk apapun yang ia lakukan. Ia bajingan ia tahu itu!
Sosok yang berdiri itu langsung duduk dipinggir ranjang, menatap sang yeoja dengan pandangan mata yang tajam. "Dia siapa?" Tanyanya dengan gerakan dagu yang mengarah kearah sang yeoja.
"Ehmm... Sebentar." Pria itu memalingkan wajahnya memperhatikan yeoja yang bersandar sama seperti dengannya, memperhatikan wajah yeoja itu beberapa menit. "Aku tidak tahu." Jawabnya lalu kembali memandang seseorang yang dipanggilnya baby tadi sedangkan sang yeoja seperti ingin membunuh pria yang ada disampingnya.
"Nama ku hyeorin. Kau bahkan melakukan hal yang lebih denganku tadi malam bagaimana kau sama sekali tidak mengingat namaku." Yeoja bernama hyeorin itu langsung mengeluarkan aura membunuhnya lalu menarik selimut dan pergi menuju kamar mandi.
"Berhentilah mabuk. Kau ingin mati dengan cara seperti itu?" ia mentap dengan pandangan penuh ketidaksukaan walau sekilas namun ada rasa sakit disana di dalam kedua obidias beningnya.
"Ani! Baby, kau kan tahu aku selalu seperti ini." Ia menarik sosok itu dalam dekapannya. "Katakan padaku kau menginginkan apa?"
"Aku hanya ingin diam di rumah bersamamu sambil menonton film." Ia tersenyum dengan luka menganga di dadanya.
Broken Glass...
Aku menadah kepalaku. Menatap luar jendela, sepertinya langit akan mulai menangis. TES~~ Hujan... Mata ku mengarah pada jendela. Ada empat mantan teman yang berada disamping duduk agak sedikit jauh dari ku. "Membosankan!" Batin ku.
"Sebentar lagi appa datang dan akan menuntut dia." Ucapnya sambil menahan rasa nyeri dibagian plipisnya yang sobek dan beberapa memar yang sebentar lagi akan tercetak ditubuhnya.
"Dia memang tidak tahu diri sama sekali. Sudah bagus kau membantunya mendapatkan tempat itu. Doojoon, kau terlihat begitu menderita."
"Diamlah,gikwang kau terlalu ribut disini." Doojoon menatap tidak suka pada dua sosok disampingnya rasanya ingin menonjok wajah sok lugu dan angkuh itu secara bersamaan. "Akan aku pastikan mereka berdua menderita dan membusuk disini."
"Itu yang seharusnya terjadi." Sosok yang baru saja berkata itu hanya melirik dua pria yang berada disampingnya dengan pandangan ingin membunuh. "Mereka hanya dua orang yang sok tahu,saja."
Kedua pria itu hanya menatap dengan pandangan tidak perduli pada tiga orang yang berada tak jauh dari mereka. Salah satunya menghela napas panjang lalu memalingkan wajahnya pada seseorang yang berada disebelahnya. "Mereka orang-orang yang sok lugu. Aku bahkan muak setiap hari harus mengirimkan pesan pada appanya karena semua permasalah ini yang semakin tidak diketahui kebenarannya."
"Biarkan saja. Aku harap appanya bersikap lebih dewasa dari pada anaknya. Tapi dari balasan yang aku terima mereka sepertinya sama saja. Membuatku pusing."
"Sudahlah,je... Yang terpenting keluarga kita tidak tahu sama sekali."
"Ehm.. ini masalahku bukan keluargaku." Junsu masih melirik ketiga pria yang membuatnya harus berada ditempat terkutuk ini. Apa yang akan dipikirkan oleh kelurganya jika tahu ia bersama sepupunya terdampar di kantor polisi dengan muka yang sedikit lebam dan masalah yang tidak selesai bahkan sejak tiga bulan yang lalu. Junsu menghela napas panjang. "Eh.. Doojoon cepatlah suruh appamu datang. Aku sudah tidak sabar untuk berjumpa dengannya. Aku muak jika harus menyelesaikan masalah ini hanya melalui pesan yang katanya sekertaris appamu yang membalasnya."
Doojoon memasang wajah tidak sukanya begitu juga kedua sahabatnya. Memandang junsu dengan pandangan ingin membunuh dan menambah lebam diwajah pria sok cute itu. "Diam kau kim junsu. Sudah cukup appa aku mau membantu kalian untuk membelikan bangunan itu!" Kata doojoon dengan kening yang bersengut-sengut.
"Hah?" Junsu memasang wajah tidak sukanya. "Kau seharunsnya yang mengatakan terlebih dahulu jika kau sudah membeli bangunan itu kepadaku atau jaejoong buka malah diam saja seperti itu. Kau yang membuat semua ini jadi semakin sulit." Rasanya junsu ingin meledak ditempat ini karena menahan emosinya yang meletup-letup.
"Appaku mengatakan secara tiba-tiba jika ia sudah membeli bangunan itu melalui agen properti yang ada dikantornya mengunakan semua uang. Aku tidak mengetahui apapun."
"Tapi setidaknya kau bisa memberitahukan pada kami dari awal."
"Kalian kira appa aku tidak berada ditempat yang sulit karena kalian berdua dan jangan bawa-bawa masalah mobil baruku. Itu sama sekali tidak ada sangkut paut dengan uang yang kalian yang digunakan untuk membeli bagunan itu."
"Tapi appamu sendiri yang mengakatan jika ia tidak bisa mengembalikan sisa uang kami setelah kami mengcancel membelian gedung itu. Appamu bahkan mengatakan keuangannya sedang falit dan kau bisa membeli mobil baru. Sunggu mengagumkan sekali doojoonshi!"
"Aku membeli mobil itu dengan uangku dan mobil itu tidak ada sangkut pautnya dengan kalian. Aku bahkan sudah cukup bersabar menghadapi masalah ini, kau tahu appaku bahkan bisa saja mempenjarakan kalian berdua. Dia sudah cukup pusing memikirkan pengembalian uang itu pada kalian. Dia bukan appa yang sama seperti appa yang lain. Appaku berbeda!" Kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut doojoon. Junsu sungguh bisa selalu membuat emosinya meledak seketika seperti bom waktu.
Jaejoong memutar bola matanya bosan. Rasanya mendengarkan doojoon berbicara sungguh memuakkan bahkan ia seperti ingin muntah begitu saja. Disini siapa yang harus disalahkan pun jaejoong sama sekali tidak tahu. Ia dan junsu bahkan tidak tahu dari awal jika doojoon sudah membeli bangunan yang akan mereka bertiga gunakan sebagai sebuah cafe. Hanya tiba-tiba saja saat jaejoong telah membeli sebuah bangunan lain dengan harga yang lebih murah membuat hal ini menjadi sebuah masalah yang tanpa ujung. Jaejoong bahkan sangat mengerti orang seperti apa yang sedang bermasalah dengannya saat ini dan jangan bicarakan lagi tentang appa doojoon hal itu bisa membuat jaejoong menghancurkan kantor polosi ini seketika. "Sudahlah,su. Kau hanya membuang seluruh tenangamu." Jawab jaejoong kalem.
"Kau Choi jaejoong. Kau sendiri membuat masalah yang lebih besar dengan mengatakan hal-hal yang tidak baik tentang appa doojoon di dunia maya." Gikwang menatap jaejoong dengan mata membunuhnya.
Jaejoong hanya diam melirik gikwang sekilas lalu menatap doojoon. "Soal masalah itu aku sudah mengurusnya dengan appanya dan sama sekali tidak mendapat tanggapan."
"Kau harus minta maaf. Apa appaku sudah memaafkanmu?"
Ingin rasanya jaejoong menghentakkan kepalanya pada meja kayu yang ada didepannya namun ia masih sayang pada wajahnya. "Appamu bahkan tidak merespon sama sekali jadi apa yang harus aku katakan lagi?" Sejujurnya jaejoong muak dengan semua masalah ini apa lagi junsu pernah mengatakan jika doojoon dulu pernah meminta sebagian uang yang berada padanya digunakan untuk memesan perlengkapan cafe dan lainnya dari sebuah situs web dan masalahnya jaejoong mengetahui sendiri jika harga yang dikatakan doojoon begitu mahal melebihi harga yang ditawarkan oleh staff yang membalas email jaejoong dari web tersebut. Sejak saat itu jaejoong sama sekali tidak mempercayai orang yang berada sedikit jauh darinya itu.
"Appaku hanya tidak suka jika anaknya terancam." Kata doojoon tiba-tiba. Jaejoong dan junsu sama-sama terlihat menguap dan mengantuk mendengarkan perkataan doojoon. Secara logika tidak akan pernah ada orangtua yang senang melihat anaknya terancam. Hal itu juga yang membuat jaejoong dan junsu mennutupi masalah ini dari keluarga mereka. Mereka tidak ada yang merasa terancam disini tapi karena sudah seperti ini maka mari menikmati apa yang akan orangtua mereka lakukan.
Jaejoong menatap appanya yang kini berada didepanya dengan senyum lebar dan junsu hanya bisa duduk diam menundukkan kepalanya begitu berhadapan dengan ahjushinya. Apa lagi dengan senyum seperti itu junsu bisa menebak jika mereka akan mengalami masa yang sulit setelah ini.
"Ehm.. Jadi kau yang bernama jaejoong dan junsu yang selalu menganggu ku dengan email kalian dan kau jaejoong yang mencemarkan nama baik ku didunia maya." Pria tua ini melihat jaejoong dan junsu bergantian dengan emosi yang meliputinya begitu pula ketika melihat wajah anaknya yang sudah bakbelur dan pelipis yang sobek. "Aku bisa saja menuntut kalian dengan semua yang kalian lakukan padaku terutama pada doojoon." Pria itu menghampiri jaejoong dan junsu duduk disamping keduanya. Sementara ayah dari jaejoong choi siwon berdiri agak jauh dari anak dan keponakannya itu hanya mengamati apa yang akan terjadi.
"Brakk!"
Bunyi pukulan tangan yang cukup kuat berhantaman dengan benda lain yang membaut jaejoong tertunduk seketika. "Orangtuamu seharusnya mengajarkan hal yang lebih baik padamu dan sekali lagi kau melakukan sesuatu yang mengancam anak ku aku tidak akan segan-segan memenjarakanmu." Jaejoong hanya diam di kursinya tidak berniat membalas sedikitpun begitu juga junsu. "Kau lihat bahkan wajahnya terluka seperti itu. HAH! Apa yang diajarkan kedua orangtuamu padamu?" Emosinya sungguh meledak-ledak bahkan menjadi sebuah keribuntan yang cukup menarik perhatian didalam ruangan itu.
Polisi yang menangani masalah ini langsung menghalangi appa doojoon untuk memukul jaejoong kedua kalinya. "Sudahlah tuan. Ini masalah anak-anak semua bisa diselesaikan dengan kepala dingin. Tidak perlu seperti ini." Ujar polisi itu dengan sabar.
"Tapi lihat apa yang telah dibuatnya pada anak saya." Kali ini Mr. Yoon masih menyalahkan kedua remaja yang masih duduk dalam diam itu. "Saya akan membawa masalah ini kepengadilan. Saya akan menuntut mereka berdua untuk bertanggungjawab. Sudah cukup saya bersabar menghadapi keduanya bocah ini dan satu lagi kemana orangtuamu. Apa kalian tidak memilikinya?" Tanyanya dengan suara yang penuh berat yang khas.
Jaejoong mengangkat wajahnya lalu menghela napas panjang. "Appa.." Ucapnya lirih sambil menatap Mr. Choi yang sejak tadi hanya memperhatikan dari jauh bahkan sebelum Mr. Yoon tiba disana. Mr. Choi berjalan pelan menghapiri anak dan keponakannya. "Saya Choi siwon appa dari Choi Jaejoong dan wali dari Kim Junsu. Anda Mr. Yoon orangtua dari Yoon Doojoon."
Mr. Yoon menatap pria dewasa yang sedikit lebih muda darinya dari ujung rambut hingga unjung kakinya. "Jadi anda orangtua dari anak ini. Saya harap anda mau memberikan pelajaran lebih terhadap anak anda bagaimana cara menghargai oranglain dan menjadi lebih dewasa."
Mr. Choi hanya mengulum senyum sedikit diwajahnya yang tampan. Bahkan tadi ia melihat pria yang ada didepanya ini begitu kasar dan berani memukul anaknya. "Ehm... Mr. Yoon lebih baik anda berbicara pada pengacara saya. Saya sudah menghubungi pengacara saya anda dapat mengajukan semua tuntutan anda melalui pengacara kami. Soal pemukulan ini dan soal media sosial. Saya juga sudah tahu tentang media sosial yang anda mengatakan itu mencoreng nama baik anda tapi anak saya sama sekali tidak mencantumkan nama anda disana. Jadi hal itu belum tentu merunjuk pada anda dan satu hal lagi jika anda menuntut anak saya maka saya juga bisa menuntut anda dan anak anda." Ucapnya panjang lebar dengan tenang.
"Silahkan, anda ingin menuntut saya dengan tuduhan apa? Saya yang merasa dirugikan disini."
"Bukankah tadi anda memukul anak saya. Saya bisa menuntut anda karena hal itu dan lagi anda masih harus mengembalikan satu perempat dari nilai total uang anak saya yang masih ada pada anda. Karena itu kesepakatan diawal."
"APA?"
Mr. Choi menarik jaejoong dan junsu untuk berdiri dari duduknya. "Selamat malam Mr. Yoon. Sampai bertemu dipengadilan." Mr. Choi membungkuk sedikit pada polisi yang menangani masalah ini. Sebenarnya sejak tadi Mr. Choi sudah terlebih dahulu menjamin jaejoong dan junsu sebelum menghampiri keduanya.
Mr. Choi menarik jaejoong dan junsu masuk kedalam mobilnya yang berwarna gelap mengkilap itu. Ketiganya bahkan terus masih saling membisu bahkan setelah mengantarkan junsu pulang ke rumahnya. Mr. Choi menghela napasnya panjang mengakhiri masa saling membisu ini. "Katakan pada appa kenapa kau menutupinya?"
Jaejoong memperhatikan appanya yang masih terus menatap jalan raya dan menyetir dengan kecepatan sedang dari sudut bola matanya. "Hanya tidak ingin appa dan eomma mencampuri urusanku." Jaejoong terlihat gugup mengatakan apa yang sebenarnya ada didalam benaknya, hanya saja jika seperti ini appanya akan menerka-nerka dan membuat semuanya semakin rumit. "Janji satu hal, appa tidak akan mengatakannya pada eomma apapun yang terjadi."
"Nde, appa janji." Jwab Mr. Choi cepat. "Tapi kau tahu sendiri eomma mu itu bisa mengetahui segalanya tanpa perlu diberitahukan."
Jaejoong memalingkan wajahnya menatap jalanan yang ada disampingnya menembus kaca pembatas pintu mobil appanya. "Karena aku tidak ingin mereka celaka. Melibatkan appa dan eomma sama saja seperti membunuh mantan sahabatku. Ya, katakan mereka dulu sahabatku tapi walaupun sekarang tidak. Aku masih tetap tidak ingin menyakiti mereka."
"Tapi setidaknya beri tahulah appa atau eomma sedikit saja. Bukan berarti walaupun seandainya mereka berasal dari keluarga yang lebih kaya dari kita mereka bisa menginjak-injak harga dirimu." Jawab Mr. Choi dengan santainya dan membuat jantung jaejoong berdetak puluhan kali. "Itu hanya jika mungkin saja terjadi."
"Jika melihat dari style mereka yang mereka tergolong lumayan. Tapi bukan berarti aku berada dibawah mereka appa. Hanya karena appa dan eomma yang selalu mengajarkan untuk hidup dengan lebih sederhana dari itu membuatku nyaman seperti ini. Orang tidak akan bisa menebak seperti apa kelurga yang ku miliki." Jaejoong menghembuskan napasnya. "Dont look book by cover."
"Jadi bicara soal ini, joongie. Kau tahukan jika sisa uangnya wajib kembali! Appa tidak mau kau memiliki hutang pada appa walaupun appa tidak akan meminta uang itu darimu dan jauhi mereka mulai saat ini. Apapun yang terjadi."
Jaejoong menautkan alisnya mencoba berpikir. "Ehm.. Joongie akan mengembalikannya walaupun mereka mungkin tidak akan mengembalikan uang itu. Joongie akan memakai seluruh tabungan joongie dan meminjam sisanya dari eomma." Kelurga itu hangat seperti ini walaupun Mr. Choi tidak melakukan apapun di kantor polisi tadi tapi jaejoong nyakin appanya akan melakukan suatu hal untuk membuat mantan sahabatnya menderita. "Appa bisa appa cabut tuntutan pada mereka."
Mr. Choi melirik anaknya selilas lalu memfokuskan kembali dirinya pada jalanan. "Akan appa usahakan tapi berjanji untuk tidak mudah mempercayai oranglain. Anggap ini sebuah pelajaran untukmu jika oranglain kadang akan memandang kita rendah namun mereka tidak akan sadar jika mereka bahkan lebih rendah dari kita dan satu hal lagi jangan sembarangan percaya pada oranglain karena jika mereka tulus membantu mereka tidak akan mengharapkan imbalan bahkan menolongmu."
"Nde, appa." Jawab jaejoong dengan lesu.
"Percayalah padaku,hyung. Kau tidak bisa terus seperti ini."
Jaejoong membalikkan kursi meja belajar yang sedang didudukinya menghadap ke arah dongsaeng tercintanya. "Apa yang harus aku lakukan? Kita hanya membuatnya seperti tampak baik-baik saja. Cuma itu yang bisa kita lakukan."
"Soal uang itu, pekerjaan dan kau bahkan tidak tahu yunho akan menjadi seperti apa!" Changmin memandang hyungnya dengan sabar. Pria didepannya ini bahkan sama sekali tidak tahu apa yang akan dilakukannya untuk masa depannya. "Satu hal lagi jung yunho. Kau sebaiknya melupakan pria brengsek itu."
"Jadi?" Jaejoong sama sekali tidak berniat membahas tentang pria itu. Tidak untuk detik ini, ia hanya ingin melupakannya untuk kali ini.
"Dia terlihat masih selalu sama brengseknya."
Jaejoong jadi teringat sosok mantan slavenya yang brengsek itu salah sebenarnya yunho itu adalah tunangannya tapi karena taruhan bodoh yang mereka berdua lakukan pria itu manjadi slavenya. Slave atau bukan tetap saja yunho akan melakukan semua yang jaejoong inginkan walaupun pada akhrinya pria itu tidak akan pernah tinggal hanya dengannya. "Entahlah,minnie. Aku malas memikirkan tentang beruang sialan itu. Dia tetap tidak bisa hanya berada disampingku bahkan setelah taruhan bodoh itu."
"Kalian sama-sama gila! Mana ada taruhan seperti bisa tidak seorang kim jaejoong meniduri adik kelasnya. Nah, sayangnya mungkin saja kau bisa hyung!" Changmin memasang tampang meremehkannya nada suaranya penuh frustasi. "Berhentilah bermain-main. Setidaknya mulailah serius dalam satu hal." Ucap changmin. "Kau tahukan apa yang akan terjadi jika eomma dan appa tahu ternyata yunho orang yang seperti itu atau sebentar lagi akan ada seorang wanita yang datang pada kalian dan mengatakan dia sedang mengandung anak yunho."
"Baiklah.. aku akan melakukan sesuatu kau memang adik yang sangat cerewet." Jaejoong mendengus tidak suka dengan sikap changmin yang selalu mencampurin urusannya. Bahkan changmin sering kali bersikaf lebih dewasa jauh melebihi usianya. "Kenpa harus aku yang menjadi korban? Ini semua kan salah jung sialan itu dan lagi apa coba maksudnya dia selalu berganti-ganti pasangan sementara aku selalu menjadi pelampiasan."
"Kau yang pabo sudah tau dia seperti itu kenapa masih mau bertunangan dengannya,hah? Jadi jangan salahkan siapapun." Changmin memukul kepala jaejoong sekilas. "Kau tahu gelas yang pecah hyung? Walaupun sudah di beri perekat, gelas itu tetap akan tidak berguna dan rusak sama seperti hubungan kalian."
"Apa kami terlihat begitu menyedihkan?" Tanya jaejoong dengan wajah antara cemas tak tahu. Mungkin memang dia yang tidak tahu apa yang terjadi dengan dirinya dan terutama hatinya. Semuanya begitu membingungkan ada sisi dimana ia nyaman dengan semua sikap yunho yang selalu memanjanya, sisi yang selalu membuatnya tak pernah bisa marah pada pria bermarga jung itu, dan sisi dimana ia menyembungikan semua perasaanya dengan sangat rapi.
Changmin mengangguk-angukkan kepalanya. "Tepatnya sangat. Apa kau tidak pernah berpikir tentang perasaan mu setiap melihat dirinya berganti pasangan? Apa itu tidak menyakitkan? Apa kau buta hyung?" Changmin mendorong jaejoong dengan pertanyaanya dan hanya dibalas gelengan kecil dari jaejoong. "Ayolah, aku tidak buta hyung. Kau hanya terlalu mencintainya hingga selalu memaafkan semua kesalahannya."
"Ani, aku tidak seperti itu." Sanggah jaejoong menutup kedua matanya, akal sehatnya, bahkan hatinya jika itu menyebabkan ia harus berpisah dengan yunhonya.
Changmin memasang wajah ingin membunuh melihat sikap hyungnya. "Kenapa tidak mencoba bermain balas membalas, Jika ia berbuat baik maka balas dengan kebaikan jika dia selingkuh maka selingkuhlah, jika dia berani menyentuh tubuh oranglain maka lakukan hal yang sama." Saran changmin. Sepertinya otak changmin sedang tidak dalam keadaan yang baik saat ini.
Jaejoong semakin menundukkan kepalanya mendengar saran changmin. Jika ia melakukan semua itu pada akhirnya tidak akan ada yang mengalah sedikitpun. Semuanya akan benar-benar hancur. "Aku pusing. Kau keluarlah minnie." Setelah mengatakan kata-kata itu jaejoong langsung berdiri dari duduknya dan membaringkan tubuhnya keatas ranjang miliknya. Memejamkan mata dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. 'yunho mencintai jaejoong.' Itu mantra yang selalu jaejoong ucapkan setiap saatnya.
Jaejoong mengutipi semua pakaian yang berserakan dilantai satu persatu sambil mengeret sebuah keranjang untuk pakaian kotor. Bahkan bukan hanya itu saja masih ada botol bir, bungkus snack, kertas, dan kondom. Dengan telaten ia membersihkan semuanya satu persatu dan ini merupakan bentuk dalam tanggung jawabnya didalam hubungan ini. Dua tahun seperti ini sungguh melelahkan untuknya bukan cuma raganya tapi jiwanya juga terkikis sedikit demi sedikit.
"Kreeaaakk..." Bunyi pintu yang terbuka tanpe perlu melihat pun jaejoong tahu siapa orang yang membuka pintu itu tepatnya pintu kamar mandi. Seorang pria tampan baru saja keluar dari sana. Ia mengenggam handuk dan mengeluskan benda itu pada jutaian rambutnya, ia juga memakai tshirt dan sebuah traning pagi ini. "Aku tidak tahu jika kau akan datang chg4iya."
"Apa aku perlu memberitahukan dulu jika harus datang?"
"Ani." Jawabnya sambil menggeleng lalu keluar dari dalam kamarnya. Perutnya mulai berbunyi minta untuk diisi terlebih dahulu belum lagi dengan kepalanya yang sedikit berdenyut ditambah lagi ia lupa sama sekali dengan apa yang terjadi tadi malam. Ia hanya ingat sudah berada diapartemennya dan bangun dengan keadaan yang menyedihkan.
"Jangan sentuh makanan sebelum aku selesai membersihkan kekacauan ini." Teriak jaejoong dari dalam kamar. "Jangan berani menyentuhnya." Ancam jaejoong lagi.
Pria tampan itu langsung tidak jadi mencoba makanan yang tersedia di meja makan dan lebih memilih berjalan keluar dari dapur yang hanya beberapa langkah dari ruang santainya merangkap menjadi ruang tamu itu. Ia duduk diatas sofa, mengangkat kedua kakinya diatas sofa, dan meraih remote televisi yang ada diata meja. Tangannya menekan-nekan tombol sampai akhirnya ia hanya melihat acara musik pagi ini. "baby, love you ..." Gumamnya sambil menatap televisi tanpa berkedip.
Entah bagaimana ia dan pria yang sedang membersihkan apartemenya itu bisa menjalin hubungan seperti ini, dingin namun saling membutuhkan satu sama lain. Tanpa terasa 2 tahun berlalu dalam hubungan ini dan 5 tahun mereka saling menyenal satu sama lain. Ia tidak pernah berpikir untuk mencintai oranglain selain pria itu tapi ia sendiri tidak bisa berada hanya pada satu orang walaupun pria itu selalu mengikat hatinya. Dia bahkan tidak pernah tahu bagaimana ia akan terbangun dengan yeoja atau pria dalam keadaan yang bisa saja membuat pasanganmu memutuskanmu begitu saja atau menghajar mu hingga mati tapi tidak dengan pria bernama choi jaejoong yang selalu berada disampingnya dalam keadaan apapun, bahkan seburuk apapun yang pernah ia lakukan pria itu akan selalu memberikan senyum dan pelukan hangat untuknya. Mengecup bibirnya dan bersikap seakan tidak terjadi apa-apa. Katakan kau masih bisa untuk meninggalkannya,hah?! "Mianhae..." ia menarik napasnya panjang lalu melepaskannya.
"Kau tidak lapar?" Mata bulatnya semakin melebar memperhatikan wajah pria yang ada tepat didepannya. Melamun itu yang pria itu lakukan dan dia sangat membencinya. "Jangan bercanda aku sudah memasaknya dengan susah payah hanya." Nada suaranya terkesan ketus.
Gulp...rasanya air liur didalam tenggorokannya membuatnya tercekat, cepat-cepat ia meraih sumpitnya dan memakan nasinya. "Aku lapar." Cicitnya dengan mulut yang berisi nasi.
"Makan dengan perlahan atau kau bisa tersedak." Jaejoong memakan makanannya dengan perlahan sebenarnya pria cantik itu sama sekali tidak lapar lagi. Terlalu banyak pikiran yang saling berdesakan di kepalanya. "Ehmm,,," Ia sedikit mengumam mencoba menarik perhatian pria yang ada didepannya. "Apa yang kau lakukan kemarin malam?"
Mati! Satu kata itu yang terbesit didalam kepalanya tapi sejahat apapun ia tahu jaejoongnya akan selalu memaafkannya. Kan sudah pernah ia katakan hubungan ini dingin namun saling membutuhkan dan kejujuran itu yang terbaik yang bisa ia berikan. "Hanya sedikit pesta dan mabuk."
"Yakin?" Tanya jaejoong dengan pandangan penuh menyelidik. Ia hanya ingin mendengar kejujuran dari pria ini. Hanya sebuah kejujuran yang bisa memmbuatnya percaya pada pria bermata musang yang selalu dicintainya. Ia bahkan tidak pernah berpikir sedikitpun jika mereka berpisah ia sudah merasa terbiasa dengannya dan rasa terbiasa itu yang membuatnya tidak menginginkan yang lain.
"Hanya itu selebihnya aku tidak ingat baby. Seriues, aku tidak berbohong sedikitpun." Wajah yunho berubah menjadi serius, mata musangnya langsung menatap mata doe itu tanpa berkedip. "Tidak ada wanita tau pria."
"Iya aku percaya." Jawab jaejoong lalu melanjutkkan kegiatan makannya. Mencoba menguyah makanan itu tapi rasanya tetap sama menyakitkan dan makanan ini terasa hambar baginya. "Jangan membuat ku khawatir."
Katakan dia orang yang paling tolol didunia ini tapi apapun yang terjadi asalkan pria itu mengatakan semuanya walaupun itu adalah sebuah kebohongan maka ia akan tetap percaya. Love is paintful, although love is paintful. I reapeat it like a fool, other's what i always do. But pain is beautiful it's same as you!
TBC
RnR,please :D
