# GLOOMY #

Chapter1: Headbanger

Dislaimer:

Shingeki no Kyojin©Isiyama Hajime

Gloomy©Kim Victoria

Genre:

Suspense, Horror, Romance

Rating: M (untuk jaga-jaga, karena ada beberapa kata yang tak pantas)

.

.

.

Don't Like? Don't Read!

.

.

.

A/N: Halo, ini fic pertama saya di , saya mau coba-coba dulu membuat fic dengan lagu acak seperti ini. Dan untuk genre, ya... gimana ya? Saya juga ngak ngerti kenapa harus memilih ke tiga genre diatas. Mungkin karena bawaan hidup mati saya yang suka genre nyerempet gore seperti itu. Pairing di fic ini mutlak RiRen, ok. Dan maaf kalau typo bertebaran, saya ini rada buta dan tuli soalnya?.

Yak! Cukup basa-basinya, selamat membaca!

.

.

.


.

=Tracklist One: Headbanger by BabyMetal=

.


Petir datang menyambar, hujan menguyur dengan deras, mungkin badai akan segera datang. Tapi bukannya meringkuk dalam kamar, disinilah aku.

Di dalam gang sempit dengan pisau carving berlumur darah di tangan kananku. Dan melempar balok kayu runcing di tangan kiriku yang sama-sama berlumur darah.

Huh, terkejut?

Lupakan saja jika kau takut, ini adalah hal biasa sekaligus menyenagkan untukku. Lihat mayat-mayat kotor nan menjijikkan di bawah kakiku ini. Ingin sekali aku patahkan kedua kaki mereka, memotong tangan kotor mereka untuk anjing-anjing liar di luar sana, menebas leher mereka hingga putus, menguliti kulit mereka dan menjadikannya keset rumah, mencongkel mata mereka, memotong lidah mereka, membelah kepala mereka dan mengelurakan isi otaknya.

Tapi ini saja sudah cukup. Mereka sudah tak berdaya. Bersujud di bawah kakiku, mati ditanganku.

Kenapa aku melakukan semua ini?

Cuma alasan sederhana. Ku simpan pisau ku lalu menyisir helai ravenku dengan jemari, ah... rambutku jadi penuh cairan merah kotor menjijikan ini. Ck, sampai rumah aku harus keramas.

Kubalik badanku, di pojok sana dia menungguku.

Siapa?

Dia kekasihku, sudah jelas kan?

"Eren, ayo kita pulang kerumah." Kurengkuh tubuh ringkingnya dalam pelukanku. Mengendongnya ala bridal style dan melangkah keluar dari gang sempit itu. Dia bisa sakit jika terus terguyur hujan deras seperti ini.

"BERHENTI KAU BRENGSEK!" ah, suara wanita pengganggu itu. Ku putar tubuhku menghadap wanita itu. Huh, ternyata dia tak sendirian di bersama dengan segerombol polisi.

Aku menatapnya tajam dan dibalas tatapan tajam juga olehnya. "KAU CEPAT KEMBALIKAN EREN!" Raung wanita itu marah. Ck, kau selalu mengganguku saja Mikasa.

"Tidak." Mendengar jawabanku wanita itu menggeram kesal bercampur amarah. "Sir, Rivaille lebih baik anda menyerahkan diri sekarang juga!" ucap tegas pemimpin segerombol polisi itu. Aku tak peduli. Mereka hanya menggangguku dan Eren. Ku sandarkan Eren pada tembok bangunan sekitar. Mengelus rambut hazelnya perlahan penuh sayang. 'Tunggu sebentar, aku akan segera kembali.'

Mengembalikan fokus pada para pengganggu di depan mataku. Ku keluarkan pisau andalanku. Berlari menyerang mereka. Menebas, menusuk, mengoyak tubuh mereka satu persatu. 'Enyahlah kalian.'

Sudah hampir semua pasukan polisi ku enyahkan. Sebentar lagi tidak akan ada yang menggangguku dan Eren.

"HENTIKAN BODOH! EREN SUDAH MATI! DAN INI SEMUA KARENAMU BRENGSEK!" ku tolehkan pandangan penuh nafsu membunuh pada wanita sialan itu. Ku lihat wanita itu menatapku nanar sambil menggigit bibir bawahnya dan sambil menunjuk Eren. Eren sudah mati? Huh, apa kau gila? Eren belum mati, dia masih menungguku sambil beristirahan sejanak disana.

BUAKKK

Cih, sialan wanita itu berhasil menyerang kepalaku, pisauku terlepas dari tanganku. Membuatku tersungkur di trotoar jalan. Kepalaku terasa pening.

Tapi, ah... sepertinya dewi fortuna mamihak padaku...

"Nona, apa anda baik-baik saja?" tanya salah satu anggota polisi yang masih selamat. "Ya, saya baik-baik saja. Bagaimana dengan Eren" Balas wanita itu –Mikasa- datar namun menyiratkan kesedihan. "Su- NONA AWAS!"

CRASS

Pengganggu harus mati, musnah, hancur berkeping-keping. Aku robek punggu wanita itu.

"Berhenti kau atau kami tembak!" seru satu, dua- lima orang polisi yang masih belum ku bunuh. Ku eratkan peganganku pada balok kayu runcing yang sebelumnya aku pergunakan untuk membunuh bajigan-bajingan kotor di gang sebelumya. Dewi fortuna memang memberkatiku hingga menemukan benda ini lagi.

Kalian fikir bisa mengeretakku dengan pistol-pistol payah itu. Sayangnya tidak. Aku berlari kesetanan menuju arah polisi-polisi sialan itu. Tusuk, robek, belah. Cabik semuanya. Persetan dengan penampilanku yang telah berlumuran merah dan terguyur hujan ini. Pengganggu harus di hancurkan.

Aku menyeringan, sudah, sudah selesai, kini aku bebas dengan Eren, Erenku sayang.

Ah ya, pisau carving-ku. Disitu dia...

Kuambil piasu kecil itu di samping kaki Eren.

"Eren..." aku menoleh padanya yang tengah bersender di tembok dingin di tepi jalan. "Ayo kita pulang." Mengendongnya ala bridal style lagi, ku cium puncak kepalannya. Hm, bau anyir. Tapi tak masalah.

Melangkahkan kakiku menjauh. Sekarang hanya ada aku dan Eren. Tidak akan ada penggangu'kan sayangku?

.

.

.


Kini aku tengah bersama dengan kekasihku, Eren Jaeger. Kami tengah berjalan-jalan di sore hari di sisi trotoar kota Trost. Aku menghentikan langkahku saat ku rasa Eren tidak mengikuti lagi. Membalikkan badanku, ternyata Eren tengah melihat-lihat barang dagangan pedangang yang lewat.

"Paman yang ini berapa?" kudengar di bertanya harga suatu barang.

"Dua puluh lima dollar nak," pedangang itu tersenyum. "Aku beli yang ini." Eren mengeluarkan uang dari dompetnya dan menyerahkannya pada pedagang itu. Dia tersenyum riang kearahku sambi membawa barang itu. Mau saja kau dibohongi pedangan jalan Eren, mana ada pisau carving yang sampai berharga dua puluh lima dollar?

"Rivaille, kau ingin menjadi carvener yang handal kan? Suatu hari nanti buatkan aku carvingan buah indah dengan pisau ini ya! Ukh, mungkin ini hadiah ulang tahun yang sepele tapi ku mohon terimalah!" ucapanya panjang, disuguhkannya pisau kecil itu padaku. Wajahnya tertunduk kulihat rona merah menjalar di kupingnya. Manis. Puh, ada-ada saja.

"Kapan pun kau mau, aku akan membuatkannya untukmu Eren." Ku ambil pisau kecil itu tapi, ternyata pisau carving ini berbeda. Pantas saja harganya mahal. Pisau carving ini sudah diasah, bersarung pula dan ada ukiran sayap di sebelah kanan kirinya, yang dikanan ukiran biasa dan yang kiri ukirannya huh? Berwarna hitam. Hm, pisau yang bagus.

"Benarkah?!" kulihat raut wajah gembira diwajahnya dengan rona merah dipipinya, senyumnya merekah, manik jadenya berkilat bahagia. "Tentu." Jawabku sambil tersenyum singkat. "Eren bisa kau tunggu disini sebentar? Aku meninggalkan handphoneku di cafe tadi, ck, merepotkan." tanyaku dan diresponnya dengan mengangguk.

Aku melangkah menjauh darinya, menolehnya sejenak yang melambaikan tangganya untukku. Ku balas dengan senyum -tipis- lalu kembali memacu langkah kearah cafe yang baru ku tinggalkan dengan Eren.

Akhirnya aku mendapatkan handphone ku lagi, ku lirik jam tangan di pergelangan tangan kiriku. Ternyata jarak tempuhnya cukup jauh hingga menbutuhkan waktu 10 menit aku untuk kembali ketempat Eren.

Setelah jalan-jalan ini usai, aku akan melamar Eren di rumah, rumah kami. Ya, hal sederhana namun itulah rencanaku, di hari ulang tahunku yang ke 30 ini. Sudah dua tahun aku menjalin hubungan dengan Eren, dan sekarang aku ingin memilikinya seutuhnya.

Kupercepat langkahku. Tinggal beberapa langkah lagi aku akan sampai di tempat Eren.

Tapi...

Aku tidak melihat Eren disana. Kosong itulah yang ku dapat. Kemana Eren?

"Hahahaha, bocah ini boleh juga! Benarkan Jean?!"

"Heh, benar tapi sayang sekali di berontak jadi sekarang dia merasakan akibatnya, Reiner."

"Tapi aku cukup kasihan. Kau sampai tega menebas kepalanya sampai setengah putus seperti ini. Padahal mata jadenya itu cukup menarik."

DEG

Suara-suara itu terdengar dari arah belakangku. Dari dalam gang sempit di belakangku.

"Hey Jean, apa tidak apa-apa kita biarkan saja?"

"Tentu saja Berthold! Memang kau ingin membawa mayat ini menemui orang tuamu dan memperkenalkanya sebagai calon istrimu? Jangan konyol!"

"T-tentu saja t-tidak bodoh!"

Melangkah mendekati gang sempit itu menoleh -sangat- perlahan. Aku terbelalak melihat pemandangan dalam gang itu. Walau gelap bisa kulihat tiga orang pemuda tengah berdiri angkuh di hadapan seonggok mayat. Mayat yang angat familiar untukku. Rambut hazelnya berantakan, pakaiannya berantakan dan ada beberapa bagian yang robek, dilehernya terdapat luka menganga bekas tebasan. Darah segar membuncrat dan mengenai sebagian wajah dan pakaiannya.

Tapi yang membuat hati ini terasa hancur adalah saat manik jade itu terbuka lebar. Bukan menampakkan cahayanya lagi melainkan kehampaan. Jejak air mata yang mengering terlihat pipinya yang agak membiru.

'Eren kau'kah itu...?'

Entah mengapa semua terasa gelap, hampa, senyap. Hanya satu kata yang terlintas di pikiran. 'Bunuh. Semuanya.'

.

.

.

The End

.

.

.


"OMAKE"

Aku melambaikan tanganku pada Rivaille yang malangkah menjauh. Ah, dia tersenyum walau samar aku bisa melihatnya. Senyum itu, hah entah kenapa aku sangat menyukainya.

"Tiiit, Tiiiit, Tiiit!"

Ku keluarkan handphone ku dari saku celanaku. Ada telphone dari –mantan pacarku- Mikasa. Tumben sekali, setelah kami putus kami bahkan tidak pernah berkomunikasi lagi. Ku angkat panggilan itu. "Halo?" ucapku untuk orang diseberang telphone.

"Eren kau dimana? aku ingin bertemu dengan mu, bisakah kita bicarakan lagi tentang hubungan kita?" seharusnya aku sudah menduga apa yang akan dibicarakannya ini. "Aku sedang berada di kota Trost. Kurasa tidak Mikasa, aku sudah memilih Rivaille." Ucapku tegas. Ku tengadahkan kepalaku melihat langit, sepertinya akan turun hujan.

"Apa kau bodoh Eren! Dia itu bajingan! Dia tidak pantas untukmu, kau tau!?" saat ini pasti Mikasa tengah melampiaskan amarahnya dengan memukul benda-benda terdekat hingga remuk, aku tau itu. "Tapi Mikasa! Kau tau kan aku tidak bisa! Aku menyukaimu hanya sebatas saudara! Tidak lebih!" ku naikkan satu oktaf suaraku.

Apa dia tidak tau, dia sudah terlihat seperti sosok kakak sekaligus ibu untukku yang yatim piatu ini? aku tidak bisa membayangkan jika hubungan kami berjalan lebih intim lagi. Aku tidak bisa.

"Tapi Eren! Setidaknya jika kau tidak menginginkanku cari lah orang yang lebih baik dari Rivaille. Dua tahun ini kau sudah di tipu Eren! Rivaille tidak sungguh-sungguh mencintaimu!"

"Cukup Mikasa! Rivaille tidak seperti itu! Dia-"

"Hey, manis sedang apa kau disini sendirian?" aku mematung di tempat, ada tiga orang asing mendekatiku.

"Eren? Ada apa Eren?! Siapa itu?!" kudengar samar suara -teriakan- Mikasa dari handphoneku. Aku harus secepatnya pergi dari kepungan orang-orang ini, perasaanku tidak enak. Ditambah lagi jalanan yang sepi karena sudah menjelang malam. Sialan.

Saat kakiku melangkah menjauh, salah satu dari tiga pemuda –orang asing itu- menghalangi jalanku. "Jangan pergi dulu manis, kami hanya ingin berkenalan saja." Kata pemuda berwajah kuda itu. "Maaf, tapi aku harus pergi." Jawabku, aku kira akan bisa langsung pergi tapi kedua pemuda di belakangku memengangi kedua tanganku. Pemuda paling tinggi membekap tangan kananku, sedankan yang berbadan besar membekap tangan kiriku. Handphoneku telah jatuh entah kemana.

"Eren!?"

"Apa mau kalian?!" tanyaku berteriak kearah mereka. "Aku sudah mengatakannya kan? Kami hanya ingin berkenalan denganmu manis." Tangan pemuda bermuka kuda itu menarik daguku. "Aku tidak sudi." Desisku yang ditanggapi wajah mengeras dari pemuda itu.

BUAKK

Perih, sialan pemuda itu meninjuku tepat di ulun hatiku. Aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Mulutku mengap-mengap mencari pasokan udara untuk paru-paruku. "Lancang sekali kau manis... ayo kita makan si manis ini kwan-kawan." Pemuda itu menjambak rambutku hingga membuatku mendongak. Ku lihat dari ujung mereka semua mengeluarkan seringai menjijikan. Pemuda di depanku melepaskan cengkramannya pada rambutku.

"Lepaskan aku!" aku mencoba memberontak, tapi mereka menyeretku masuk kedalam gang sempit yang berjarak beberapa langkah dari tempatku menunggu Rivaille barusan. Rivaille...

Mereka menghempaskan tubuhku di ujung gang sempit itu. Seringai mereka makin melebar. Sialan punggungku sakit. Tiba-tiba mereka serentak mengunci pergerakanku. Membekap mulutku. Aku membelalakkan mataku, aku harus segera pergi dari sini!

Aku berontak terus mencoba untuk memberontak. Mereka telah merobek sebagian pakaianku, menyentuh kulitku yang terespose dengan tangan-tangan mereka. Bagaimana ini apa yang harus ku lakukan? Kumohon siapa pun tolong aku! Rivaille tolong aku!

"Hnn!" aku mengerang sakit. Pemuda berbadan besar mengingit leherku keras. Air mataku menetes turun dari mataku. Aku tidak mau! Orang pertama untukku hanya Rivaille!

"Hhnmm!" aku mencoba berontak lagi. Salah satu dari mereka mencoba melepas celana jeansku. Dan berhasil, aku berhasil menendang pemuda bermuka kuda itu dari hadapanku. Kulihat tendangan kakiku membuat hidungnya berdarah.

"BANGSAT KAU!" pemuda itu menamparku setelahnya aku terkejut melihat pemuda itu mengeluarkan pisau lipat dari saku celananya. Mengeram marah mendekatiku.

CRASS

Dan dengan cepat semuanya terasa gelap.

.

.

.

(Beneran) The End


A/N: Sungguh akhirnya fic ini jadi! #tepar

Ini fic jadi kemarin sih... Walau butuh waktu lima jam untuk membuat fic ini. Dua jam pertama saat pagi sebelum berangkat sekolah yang sukses hampir buat saya lupa berangkat kesekolah. Dan tiga jam selanjutnya saat malam saat pulang sekolah yang buat punggung saya encol seketika lama-lama duduk didepan komputer.

Ngenes. Saya kira, saya bisa buat fic 5 lagu acak dalam oneshort. Ternyata tidak. Saya malah buat berchapter karena kuping ngak mau nganti lagu dulu sampe feel saya keluar semua (intinya fic ini jadi multichap). Dari awal sampai akhir, dan juga omakenya yang memberitau kenapa Mikasa tau kalau Eren kenapa-napa.

Dan soal "Carvener" hehehe saya agaknya tertarik dengan dunia carving. Apalagi saya sudah beli pisau carving, kurang diasah aja terus dijampi-jampi dikit buat ngebacok orang. #plak

Saya juga agak mengarang harga pisau carving di certa ini, wong pisau carving harganya cuma 3ribu saya bilang 5 sampai 25 dollar, saya sampai mau ngakak sendiri ngebaca ulangnya.

Hmhmhm, tapi sebenarnya fic ini saya buat untuk ngetes apa saya masih bisa buat fanfic atau ngak. Melihat kenyataan saya sudah 2 tahun ngak nulis fanfic lagi dari tahun 2011. Kalau responnya bagus, saya akan lanjutkan semua fic saya. Kalau responnya kosong, saya mundur dan jadi reviewer saja. Tapi kalau ada flamer, demi titan Hanji yang saya mimpikan dengan wujud abstark itu... saya bakal update fic tiap minggu! (jika sempat). #sarap

Kritik, saran, sisipan, keresahan dan kedukaan? Anda akan saya terima. So, would you to REVIEW my fic please?