"Nama saya Uchiha Sasuke," katanya di depan kelas sambil menatap seluruh anak anak, seluruh wajhnya jelas asing. Kelas begitu hening, bahkan untuk beberapa sekon ke depan tidak ada satupun orang yang bertanya padanya pindahan dari mana atau bagaimana. Karenanya, Sasuke langsung menghampiri kursi yang paling pojok itu, disisahkan untuknya sebagai orang baru.


Disclaimer – Masashi Kishimoto

Rated – T 12. Harap bimbing anak anda yang masih di bawah umur dalam membaca fic ini.

Genre – Mystery, Friendship, School-life (kalo tersedia di ffn).

Summary – C1: Bau Busuk : Sasuke pindah ke sekolah yang baru, pastinya akan ada hal hal baru juga, dan biasanya menyenangkan, apalagi di sekolah sebelumnya dia adalah orang yang populer. Tapi tidak, anak anak di kelas barunya mengacuhkannya seperti menolak keberadaannya. Memang sepertinya ada sesuatu yang tidak Sasuke ketahui tenntang kelasnya sendiri. Akhrinya dia hanya punya teman dari kelas lain.

Kode Merah (sabda Skipper : "Berharaplah kau hidup tidak untuk melihatnya..") - OOC-DOC, CCD, AU (?), cerita membingungkan anda pasti sulit menyerap isi dari fic ini. Mystery kacau, Friendship di kelas main chara nggak ada, mungkin agak LIGHT shonen-ai, dan lagi miss type serangkai bersarang di sini. Semua itu karena authornya pelarian Saarne Institute. Bagi anda yang hanya membaca fic fic kece badai harap tutup tab ini atau kembali ke Naruto archive, karena fic ini bukan yang macam itu. Penting buat anda bahwa perusahaan yang menghandle fic ini tidak memberikan asuransi jiwa buat anda jika otak anda terbakar saat membaca seperti Patrick. Produk ini tidak disarankan untuk orang orang normal, takutnya abis baca ini langsung nggak normal. Bahasa nggak formal terdeteksi : 50%. Terakhir yang anda harus tau jika menyukai fic ini harap bacakan di kelasmu besok pagi, jika tidak suka, silahkan lindas gadget anda dengan truk sampah ehm— ralat, lindas aja authornya dengan tronton (audience : HOREEee..!).


Pengacuhan Anak Baru :

Case 1

Bau Busuk

Ide

Ho-Wah

(Mourice : dan seterusnya, hore semua… *tampang malesin*)


Mungkin biasanya anak-anak baru pada awalnya akan merasa asing saat pindah ke sekolah baru, dan anak anak yang lain juga belum mau mendekatinya, tapi situasi yang seperti ini lama kelamaan akan berubah dan akhrinya anak baru bisa berbaur, apalagi kalau anak baru ini sebelumnya adalah orang paling populer nomer 1, seperti Sasuke Uchiha, tapi sepertinya dia tidak bisa mengibarkan kebesarannya di sini.

"Yahh..! Masa semester 2 nanti kamu pindah, sih, menyebalkaaan!" Suara Ino yang nyaring penuh rengekan itu teringat kembali, Sasuke masih melamun di mejanya.

"Apa tidak tanggung, di semester 2 ini pindahnya? Sebentar lagi kan akan lulus," lalu Suigetsu juga.

Sasuke tidak menyesal pindah ke sekolah baru ini, sebenarnya ini adalah kemauannya sendiri. SMPN 1 Konohagakure, dirasanya memiliki kualitas pendidikan yang agak rendah, maka itu demi masa depannya dia mencari kekuatan dan pindah ke sekolah baru, yang letaknya lebih jauh dari rumahya, tapi masih di Konoha. Mungkin memang bagus kalau seorang anak ingin memajukan prestasinya, Sasuke juga tidak terlalu mementingkan di sekolah baru nanti ada temannya atau tidak, menurutnya itu hanya bonus. Dan inilah, memang benar benar dia tidak dapat bonus itu di sini. Disorganisasi teman sekelas, proses sosialisasi yang tidak sempurna.

Kalau sebelumnya istirahat makan siang Sasuke akan dikerumuni anak anak, terutama perempuan untuk makan siang bersama, tapi sekarang tidak, situasinya terbalik. Sebenarnya ingin dia pergi ke kantin atau keliling melihat lihat, sudah 1 minggu lebih ini sebenarnya dia belum mengeksplor pengetahuannya tentang sekolah, tapi rasanya malas sekali, berjalan sendiri keluar, rasanya FA banget. Sebelumnya dia juga tidak pernah bawa bekal, karena biasanya dapat dari orang orang. Sasuke akhrinya hanya bisa termenung di mejanya yang paling mojok dan dipojok itu, akhirnya setelah bermenit menit dia menyenderkan kepala pada meja, dia mengangkatnya dan mulai mengeluarkan buku buku dari kolong meja, buku pelajaran. Pada dasarnya, Sasuke memang pintar, dia tidak kewalahan mengejar pelajaran di Vibishana, hanya saja dia menyadari dengan cepat, yang pintar itu bukan hanya dia saja di sini. Kalau biasanya dia dapat 90 yang lain heboh, di sini ada 10 orang lebih yang mendapat nilai yang sama atau lebih. Saingannya bertambah banyak.

Membosankan. Hanya satu kata itu saja, Sasuke juga bingung mau belajar pelajaran apa, yang dipilihnya, matematika. Dibukanya lembaran lembaran itu, tangannya tidak berhenti, sekalinya berhenti di sebuah halaman, dilihatnya sebentar, lalu ditutup lagi. Alias nggak belajar ujung ujungnya. Sasuke memandang seisi kelas, kalau hubungan anak kelas dengan yang lain sih kelihatannya baik baik saja, mereka ngobrol dan berinteraksi layaknya teman sekelas yang normal. Sasuke juga bukan orang tipe yang akan memulai berkenalan duluan, dia tidak mencari cari bonus yang berupa teman itu, dan tidak ada anak anak yang mendekatinya juga, tidak terjadi kontak sosial.

Sasuke bangkit dari kursinya, dia berjalan pergi dari sana keluar kelas, dan diam diam anak anak dari belakangnya melihatgerak geriknya dengan tatapan yang tidak menyenangkan. Sekolah ramai sekali saat istirahat, anak anaknya banyak yang keluar, sudah pasti. Karena bosan juga hari ini, Sasuke ingin berkeliling sekitar, sendiri saja. Dilihatnya wajah anak anak Vibishana begitu asing, wajar saja, begitu juga mungkin dengan tatapan mereka terhadap Sasuke, mereka pasti tidak pernah melihatnya.

Sebenarnya Sasuke belum tau pasti dia akan melangkahkan ke mana kaki ini. Kalau ketemunya belokan, maka dia akan berbelok, dia juga tidak tau di mana sesungguhnya letak kantin atau fasilitas sekolah lain berada. Berjalan seperti ini, dalam hatinya, seperti orang yang kebingungan, tersesat. Konyol kalau dia kembali ke kelas sekarang, berjalan belum sampai 20 meter juga, tidak punya kepentingan juga, sih. Sasuke meninggalkan koridor dan berjalan ke pinggir lapangan yang dibatasi oleh pagar yang menjulang tinggi. Mata hitamnya yang dapat memantulkan gambar seperti kaca riben itu melihat anak anak laki laki yang bermain sepak bola di panas terik seperti siang ini. Itu mengingatkannya akan masa di SMP 1, dulu Sasuke juga sering melakukan permainan olahraga seperti sepak bola.

DUNG!

Sasuke diam di tempat, dia lalu membuang nafas lega, tadi ada bola yang datang ke arahnya, untung saja ada pagar. Merasa dirinya mulai terancam, Sasuke segera meninggalkan tempat dan kembali ke kelas saja.

Renungannya yang lain adalah, sekolah di sini, apa tidak ada sesuatu yang menarik, ya? Kalau dulu bisa jadi orang yang populer, bisa menjadi seauatu hal yang menarik. Sudah, sudah, Sasuke berusaha membuang pikiran itu, tujuan dia datang ke sekolah ini untuk belajar, belajar yang lebih baik, sisanya hanya bonus.

Kerugian paling besar yang diterima Sasuke karena pengacuhan dirinya ini adalah tertinggal. Karena tidak ada komunikasi antara anak anak kelas dengannya, kadang kadang kalau bukan Sasuke yang bertanya duluan maka dia yang akan tertinggal. Seperti mengumpulkan tugas kali ini, tentu, dia akan bertanya soal yang penting penting saja, dia terlambat, yang lainnya sudah diberikan pada guru sepertinya, Sasuke menghela, posisinya di sini semakin tidak mengenakan. Terbaca juga saat Sasuke bertanya pada anak kelas, misalnya tadi, ke mana mengumpulkan buku, jawaban anak kelas yang entah siapa namanya ini sangat seperti malas menjawab atau sebaiknya tidak usah menjawab saja, suaranya juga pelan sekali. Itu adalah kode keras, bahwa posisi Sasuke di sini sangat tidak diterima, untuk beberapa orang yang ditanyainya, dan mungkin juga dengan yang lain.

Buku itu bisa dikumpulkan ke kelas 9-3, Sasuke cepat cepat menuruni tangga walau dia ragu, sekolah ini sudah sepi karena sudah waktunya pulang, apa masih ada anak yang tersangkut di kelas? Dirinya berjalan perlaan sambil mencari di mana kelas 9-3 itu, ketemu, tidak terlalu jauh. Dan begitu ditengok, sepi, kelasnya saja yang pulangnya belakangan sudah pulang semua. Langit sudah sore walau cerah, sengatan mataharinya begitu khas. Akhirnya dia pergi ke ruang guru sekalian, biar jelas.

Pulangnya naik bus, memang jauh dari rumah, saat di SMP 1 Sasuke bisa pulang jalan kaki padahal. Selama di sini, Sasuke banyak melakukan perbandingan memang, dari berbagai aspek, seperti aspek keterjangkauan seperti ini. Dilihatnya jalanan dari halte, banyak kendaraan yang lewat, tapi itu bukan bus yang dinantinya. Menunggu busnya memang agak lama atau terkadang lama beneran, apalagi saat Sasuke pulang lebih lama seperti ini. Dirinya hanya bisa menikmati hari hari di Vibishana entah itu susah atau senang, walau sampai saat ini belum ada yang menyenangkan.

"Anak Vibishana, ya?"

Sasuke merasa terpanggil dari samping, berhubung pengelihatannya dari tadi hanya terus ke jalan. Dia menoleh pelan dan nggak sedikitpun mengibaskan rambutnya yang emo itu, ditemukannya sosok yang mencurigakan baginya, berseragam khas Vibisaha seperti dirinya, Sasuke lalu menatap ke mata orang asing ini yang biru berlian menyala. Anak itu agak kagok ditatap Sasuke, mungkin tatapan Sasuke yang tidak mengenakan berhubung juga dengan pertanyaannya yang belum dijawab. Anak ini tidak pernah dilihat Sasuke dan sepertinya bukan dari kelasnya juga.

"Ya, ada apa?" Sebenarnya Sasuke ingin menjawab, ya, memangnya kenapa atau ya, memangnya ada urusan atau ya, memangnya masalah? Tapi itu sepertinya terlalu tidak sopan.

"Oh, sama, dong," kata anak laki laki itu sambil sedikit tersenyum, dalam pikiran Sasuke anak ini bodoh sekali, siapapun bisa melihatnya karena dia mengenakan seragam Vibishana dengan tulisan 'VIBISHANA' caps semua di bet yang terpasang di kantong. Sudahlah, ini basa basi, namanya.

Sasuke tidak melanjutkan pembicaraan, seperti sikapnya yang sudah sudah. Dia juga tidak bisa langsung akrab dan mengobrol seharian dengan orang yang baru ditemuinya langsung, DOC banget. Dia memandang kembali jalanan.

"Kelas berapa..?" Interupsi lagi.

"9-1."

"Aku 9-3, tapi aku tidak pernah melihatmu, kamu anak baru?"

"Ya."

"Oh, jadi kamu anak baru dari 9-1 yang itu, ya."

Jeda sebentar. Sasuke melirik anak itu dari sudut matanya, memangnya kenapa dengan 9-1? Itu pertanyaan dalam hatinya.

"Memangnya setiap hari pulang lewat sini?"

"Ya."

"Kok, kita baru bertemu kali ini, ya, padahal aku juga setiap hari lewat sini."

Pembicaraan antara mereka berdua sangat kontras, yang satu sepertinya enggan yang satu impresif. Mereka berdua lupa menanyakan nama sepertinya.

Bus datang dan mengubah segalanya, Sasuke naik kedalamnya, begitu juga dengan anak yang tadi berbicara dengannya. Dilihatnya kosong, banyak tempat duduk yang kosong, Sasuke keduluan dengan anak itu, dia sudah mengambil tempat duduk. Akhirnya Sasuke mencari tempat duduk yang lain, mereka berjauhan, entah kenapa hanya saja dia ingin menjauhi anak itu. Mungkin moodnya sedang tidak enak, atau memang sifat aslinya begitu.

Perjalanannya agak jauh dan Sasuke bertaruh kalau anak itu akan turun lebih dulu dari pada dirinya. Sasuke selalu mencoba untuk tidur di bus, maksudnya memanfaatkan kesempatan untuk istirahat.

Matanya terbuka sedikit, dan seperti biasa perasaan lemas (males) yang selalu menghampiri saat baru bangun, bis yang jalannya agak gujlak-gajluk menggoyang kesadarannya, pandangan di depan masih samar dan buram, beberapa saat kemudian, saat kesadarannya mulai bangkit, dirasakannya sebuah sensasi yang begitu lain. Kepalanya pusying, sekujur tubuhnya sakit, dan perasaan lemas sesungguhnya karena sistem organ, yang tergaggu, kesimpulannya adalah dia jatuh sakit. Tapi Sasuke tetap tenang dan tabah sepertinya, mengingat kondisi dia masih ada di perjalanan, belum lagi turun dari bis dan jalan lagi jauh, baru sampai ke rumah. Dia hanya bisa bersabar sambil menahannya, menguatkan diri sendiri. Diliriknya ke jalanan, sebentar lagi dia akan turun, baiklah. Lagipula ada apa gerangan ini dengan badannya, sepertinya belakangan ini Sasuke tidak melakukan sesuatu yang melelahkan sekali.

Bus berhenti di halte pemberhentian, dengan langkah yang agak lamban, Sasuke membawa dirinya dan tas, berdiri, berjalan, dan keluar dari bus. Setelah keluar, dia duduk dulu di halte tersebut, untuk sejenak.

Karena sikapnya yang kayaknya letoy banget, seseorang bertanya, "Eh, kamu akan naik bis lagi..?" Sasuke menoleh, mendongak ke atas. Anak itu lagi, berdiri di depannya. Dia sempat terlupakan. Ah, dia menanyakan pertanyaan, lagi, padahal situasinya lagi tidak enak begini. Beberapa detik ke depan pun, rasanya Sasuke malas atau tidak sanggup menjawab.

"Hei, kau?" Kata anak laki laki itu. Mendekatkan wajahnya pada Sasuke untuk melihatnya lebih jauh, no, jaraknya deket banget, Sasuke mengalihkan pandangan dengan menunduk.

"Huh, aku tidak dihiraukan."

"Aku tidak naik bis lagi, kau pulang saja duluan," anak itu memaksa, akhirnya Sasuke menjawab, dengan nada suara yang lebih kecil, karena kondisinya.

"Oh, terus kenapa.."

"Aku sedang tidak enak badan, kau pulang saja duluan," kau pulang saja duluan, kau pulang saja duluan. Pertanyaan anak itu belum terselesaikan, tapi Sasuke bisa membacanya. Oh, terus kenapa kau masih diam di sini? Pasti berbunyi seperti itu, walau pertanyaannya berbelit belit dan menyelidik, tapi Sasuke tidak bisa jengkel sekarang. Perasaan lesu dan berat itu menahannya.

"Serius, kamu sakit?" Laki laki itu menundukan badannya lalu memegang lengan Sasuke, 'Apa apaan anak inii..?!' Sasuke langsung menepis tangannya dengan kasar, ya, kondisi itu akan terjadi kalau Sasuke sehat, tapi tidak sekarang, berterima kasihlah sama authornya. Tangan anak itu lalu merambat ke tangan Sasuke, yah, lumayan lama juga untuk merasakan sensasinya. "Sakit sungguhan ternyata!"

Pada dasarnya, Sasuke makin lemas, tidak peduli, pasrah sekarang, dia tidak berpikir dirinya akan marah, atau menganggap anak di depannya ini bertindak terlalu jauh, atau menepis tangannya, kondisinya sepertinya makin memburuk. Sasuke tidak bertatapan dengan anak itu, karena wajahnya tertutup rambut yang emo itu menunduk. Tapi tiba tiba yang emo itu tersibak, tangan seseorang-lah pelakunya, milik laki laki blonde yang asing yang perhatian. "Hei?" Katanya untuk memastikan keadaan Sasuke masih sadar sekarang.

Mata Sasuke yang ditatap laki laki itu yang tadi tertutup membuka perlahan, "Kau pulang saja duluan," kata Sasuke, lagi. Jarak wajah mereka begitu dekat, walau Sasuke hilang kuasanya sekarang, tertera jelas pada wajahnya yang makin pucat, sementara laki laki yang masih asing ini terus menatapnya dengan serius, dan wajahnya ceria sekali, mata mereka juga kontras, untungnya halte itu sepi dan lingkungan sekitarnya juga sepi karena sudah dekat dengan perumahan, lagipula mulai gelap sekarang.

"Aku tidak bisa melakukan apa apa, tapi," anak yang hingga pembicaraan yang keberapa ini masih belum diketahui namanya mengambil langkah untuk duduk di sebelah Sasuke. "Aku akan menunggu hingga kau pulih di sini."

Sasuke tidak menjawab, entahlah, apa yang akan dilakukan anak laki laki itu, sudah diperingatkan 2 kali juga, bodo amat.

"O iya, namaku Uzumaki Naruto," katanya seraya menoleh, oh, jadi namanya Naruto.

Sasuke masih menundukan kepalanya, dan menyembunyikan ekspressinya, ini misterius sekaligus membahayakan, kalau dia tiba tiba saja pingsan dan jatuh. "Kalau kamu sudah merasa baikan, bilang padaku, ya," kata Naruto harap harap cemas. Dia lalu menempelkan tangannya pada dahi Sasuke, sebenarnya untuk mengecek keadaannya apakah benar benar panas.

Ini seperti alaram yang langsung membangunkannya untuk segera benar benar bangun dan dertindak agar skinship ini tidak terlalu jauh nantinya, Sasuke berdiri dengan segera, total, tangan Naruto otomatis terlepas dari dahinya. "Ya, aku mau pulang sekarang," katanya, Naruto hanya bisa menatapnya.

Sasuke melangkah keluar dari halte itu, tapi sebelum terlalu jauh dia menoleh ke belakang "Terima kasih," dengan agak datar, lalu dia kembali berjalan ke depan.

Terdengar suara langkah kaki berlari lari kecil dari belakang, siapa pelakunya sepertinya bisa ditebak. Sasuke menoleh ke sampingnya dan ada anak itu, Naruto. "Hm.. maaf, ya tadi mungkin aku berlebihan," katanya tiba tiba. Sasuke yang kesadarannya mulai pulih dan berjalannya lambat, mulai berfikir, ya, dia lumayan jauh juga bagi seorang Sasuke untuk menatapnya deket bener, memegang tangannya, lalu dahinya dalam porsi orang yang baru ditemui perama kali. Tapi rasanya dia tidak berterima kasih sekali kalau malah mengomelinya.

Sasuke tidak berkomentar, sementara Naruto hanya bisa tersenyum seolah tidak terjadi apa apa. Terus, hening. Lalu tiabalah pada persimpangan, mereka berpisah. Naruto lurus, sementara Sasuke belok ke kanan.

"Hei!" Sebuah panggilan tiba tiba terdengar dari belakangnya, baru saja Sasuke berpisah dengan Naruto, atau merasa tenang sedikit, belum sampai 10 meter. Sasuke menoleh dan menatapnya dengan penuh tanya.

"Dadah!" Katanya dengan ceria, hanya itu saja. Sasuke lalu mengangkat tangannya sebelah, tak melambai, dengan ekspressi yang sepertinya tidak bisa diubah, datar.

Saat Sasuke beristirahat di kamarnya untuk memulihkan keadaan jadi benar benar fit total, dia berfikir, jadi sekarang dia punya teman, ya, ya.. bisa dibilang teman walau dari kelas lain. Tunggu, kata 'kelas lain' itu mengingatkannya pada.. berarti apa hanya kelasnya saja yang begitu padanya, bahkan ada anak kelas lain yang langsung akrab padanya. Hanya anak anak kelasnya yang mengasingkannya. Ya, ada apa dengan itu sebenarnya? Apa memang mereka sekelas itu memiliki phobia pada anak baru, apa 1 kelas itu tidak ada yang ramah sedikit saja seperti Naruto? Sasuke hening sejenak. Apa ini, dia mencemaskan sesuatu dengan berlebihan, walau ini hanya kemungkinan saja. Apa ini hanya karena dia bertemu dengan Naruto? Dirinya mungkin terlalu banyak berpikir sekarang. Entahlah, tapi bagaimanapun juga Sasuke menaruh sedikit prasangka pada kelasnya sendiri, bahwa, sepertinya ada motif di balik kenapa dirinya diacuhkan, di luar itu semua, ada sesuatu yang tidak diketahuinya.

Karena sekarang sudah tau Naruto itu siapa dan dari kelas mana, mereka jadi sering bertemu, ditambah dengan permintaan Naruto untuk agar mereka pulang bersama setiap harinya, ya, mereka jadi terlihat makin akrab. Bahkan anak anak kelas Naruto sepertinya sudah tidak asing lagi dengan Sasuke yang sering datang ke kelasnya. Sebaliknya, Sasuke pun mulai mengetahui nama anak anak kelas 9-3, seperti Tenten, Lee, Kiba, dan Choji. Hari hari Sasuke pun rasanya jadi tidak terlalu hambar sekarang. Bonus, bonus.

"Cari Naruto, ya?" Seorang perempuan tiba tiba muncul dari balik pintu, tapi untuknya, Sasuke tidak mengetahui namanya.

"Iya."

Begitulah, anak anak kelas 9-3 kalau melihat Sasuke ke kelasnya, pasti mencari Naruto.

"Nama-mu siapa?" Sementara menunggu Naruto yang belum keluar juga, perempuan itu mengisi waktu.

"Uchiha Sasuke," seperti biasa, yah, tepat sasaran, singkat dan padat jawabannya.

"Hm? Dari kelas berapa?" Nama anak anak yang lumayan populer akan banyak dikenal orang, misalnya hingga ke kelas yang lain. Tapi, perempuan berambut merah muda ini sepertinya tidak pernah mendengar nama Sasuke sebelumnya.

"9-1."

"Aku tidak pernah dengar di 9-1 ada murid yang namanya seperti itu."

'Anak baru,' bathin Sasuke. Pasalnya, seperti awal pertemuannya dengan Naruto, orang orang sepertinya sangat asing dengan dirinya.

"Dia anak baru itu," Naruto tiba tiba muncul dari belakang, Sakura langsung menoleh ke arahnya.

"Oh, pengganti dia, ya?"

Ha? Apa maksudnya? Pengganti? Sepertinya ini menyangkut dirinya, Sasuke jadi ingin tau.

Naruto melihat kalau ada Sasuke, "Nah, ada apa Sasuke?"

"Maaf, apa aku boleh tau, tadi maksud kalian aku menggantikan siapa?"

Sakura agak terdiam awalnya, lalu dia menatap wajah Sasuke yang penuh dengan rasa ingin tau. "Ahaha, tentu saja boleh, ayo, masuk saja, jangan di depan pintu."

Sebenarnya agak tidak enak masuk masuk ke kelas orang lain, apalagi situasinya sedang ramai begini, istirahat, Sasuke hanya mengikuti dari belakang ke mana 2 orang ini akan duduk.

"Memangnya Sasuke belum pernah dengar sebelumnya? Atau diberi tau?" Naruto yang memulai pembicaraan duluan.

"Belum."

"Hmm.. padahal ini lumayan heboh juga gossipnya," kata Sakura. Naruto duduk di atas meja, gayanya memang rokes, Sakura duduk di kursi, sementara Sasuke tetap berdiri saja.

"Mungkin, kamu bisa bersekolah di sini karena sebenarnya ada yang meninggal 1 orang, dari 9-1 itu," kata Naruto, "Dia meninggal karena over dossis."

Tidak ada yang terpikirkan dalam benak Sasuke, hanya sekedar 'oh' saja. Dia kira awalnya tadi ada sesuatu yang benar benar serius, tapi hanya berita kebenaran yang tidak begitu penting dan sesuatu yang tidak diketahuinya tentang kenapa dia bisa masuk ke sini. Sasuke bukanlah tipe seseorang yang terlalu menghebohkan sesuatu atau cenderung percaya pada hal hal mistis.

"Yah, tapi sudahlah Sasuke, biarkanlah arwahnya tenang ke Nirwana!" Naruto bermaksud untuk menghibur mungkin, agar Sasuke tidak takut, sebenarnya tidak sama sekali.

"Siapa namanya?" tanya Sasuke.

"Kalau kuberi tau juga, kamu pasti tidak mengenalnya," tutur Sakura, bukannya dia bermaksud untuk menyembunyikannya, dia sejujur jujurnya berpikir seperti itu.

"Jadi, Sasuke, sebenarnya ada apa ke sini..?"

Setelah mengetahui dia adalah seorang 'pengganti' Sasuke biasa saja, bahkan untuk berfikir apa karena dia menggantikan seseorang yang mati jadi dia diacuhkan di kelas? Karena baginya kalau itu memang alasannya sangat bodoh, memangnya yang membuat anak yang entah siapa namanya itu mati adalah dia? Sasuke juga tidak terlalu memikirkannya atau merasa anak anak kelasnya ini sangat membosankan pun sekarang tidak begitu. Sasuke dan kelasnya saling mengacuhkan diri masing masing. Mungkin seharusnya saja dia masuk ke 9-3 dan bergabung dengan anak anak yang lebih menyenangkan.

Sasuke, duduk di paling pojok dan selalu mojok di sana, sayangnya di sampingnya tidak ada jendela besar dengan hordeng panjang yang menyibak nyibak ketika angin datang serta menyediakan pemandangan langit biru, di sebelahnya hanya ada tembok. Dia sudah selesai mengerjakan tugas kali ini, tugas geografi, karena sengaja dia ngebut mengerjakannya dari anak anak yang lain karena ingin bersantai, tapi jadi bosan juga. Iseng iseng, dirnya melihat ke kolong meja yang gelap, dan meraba raba ada apa di sana, apa ada harta karun atau sampah, tapi maniknya melihat ke bawah kolong meja, ada denda aneh yang tertempel di permukaan bawah mejanya. Dikiranya benda itu mudah copot, tetapi setelah digoyangkan beberapa kali dengan sedikit tenaga, tidak mau lepas.

Dari plastik, seperti benda kotak kecil putih, saat menggoyangnya, Sasuke merasa permukaanya tidak rata dan memiliki beberapa celah seperti lubang ventilasi. Sasuke langsung menengok pada meja sebelahnya, apakah yang lain memiliki benda yang sama sama tertempel di bawah meja, sepertinya tidak. Pikirannya lalu mengarah pada, mungkin pemilik bangku ini sebelumnya, karena dia sendiri tidak pernah iseng seperti ini lagipula benda apa ini sebenarnya. Pemilik bangku sebelumnya, mungkin anak yang sudah mati itu? Bisa jadi.

Akhrinya Sasuke mulai mengacuhkan benda asing itu dan tidak menanggapinya dengan serius.

Tidak ada, benda asing itu tidak ada lagi di baawah mejanya, sebenarnya hanya sekilas terlihat. Sasuke jadi curiga, apa ada anak lain yang mengambilnya, tapi itu memangnya benda apa sebenarnya? kamera tersembunyi atau alat penyadap? Sasuke mulai berfikiran macam macam karena pengaruh terlalu banyak menonton film action dan main game action, dia menghentikan pemikiran konyol itu karena kalau memang benar juga, selama 9 jam dia duduk di sini, dia mau bicara apa dan melakukan hal apa? Apakah itu penting? Kalau kamera tersembunnyi juga, kenapa diletakkan di titik mati?

Sudahlah, mungkin hanya benda biasa. Tidak ada yang perlu dicurigai.

Sasuke bingung sendiri, baru kali ini dia mengalami remedial (sepanjang sejarah kelas 3), menyedihkan memang kalau kita sedang berada di bawah, dan sepertinya ini disebabkan oleh kinerja (?) Sasuke yang menurun. Pasalnya, nilainya sangat parah, baginya, 40, memang agak sulit soal kali itu, tapi seingatnya dia tidak terlalu kepayahan dalam mengerjakan soal tersebut hingga mendapat nilai di bawah 5. Seperti ada yang salah. Entahlah, sepertinya Sasuke saja yang sebenarnya tidak belajar dengan baik, atau dia terlalu kelelahan di sini dan menyalahkan keadaan. Singkat kata, dia tidak bisa mengikuti pelajaran di sini karena level dirinya masih rendah, dia terbiasa di SMPN 1 yang levelnya masih rendah. Sasuke hanya bisa mengacak ngacak rambutnya sendiri sambil memikirkan soal nilai, dan memandangi kertas di tangannya yang mulai lecek itu, nanti istirahat makan siang dia harus menjalani remedi tersebut. Sepertinya anak anak yang lain dikelasnya tidak ada yang remedial, hanya dialah seorang. Karena dalam sejarahnya dia adalah orang yang pintar, dia lumayan syok mendapatinya.

"Nilai Matematikamu berapa?" Nyess... Sasuke tidak bisa menjawabnya, tidak, itu sangat menyiksa. Sementara Naruto yang berjalan di sebelahnya masih sangat mengharapkn jawaban. Ada angin apa anak ini tumben sekali bertanya pelajaran.

"Yah, seperti itu-lah," dia menutupi nilainya, Naruto menilai, pasti ada yang tidak beres, seperti nilai kecil.

"Ah, berapa? Sebutkan saja! Bagaimanapun juga, pasti nilai-ku lebih rendah dari Sasuke! Tidak perlu malu!" Tapi sepertinya Naruto sangat ingin tau bagaimana nilai seorang, ini menyesakkan, padahal sudah ditolak juga, Sasuke jadi ingin tidak pulang bersama dengan anak berambut blonde itu.

"Aku remedial."

Naruto kicep, hanya satu, terkejut. Yang dipikirkannya adalah ternyata Sasuke tidak sepintar yang dia bayangkan. Karena sebenarnya sejauh ini mereka berdua tidak mengetahui kemampuan masing masing, atau mendiskusikan hal soal pelajaran, yang dibicarakan hanya hal hal yang tidak penting saja. "Oh, hahahah! Aku juga, remedial."

Pengakuan yang bagus, Sasuke merasa kalau bukan hanya dia yang mengalami perasaan ini. Walau sebenarnya tidak juga karena dia masih syok, sementara Naruto tetap terlihat girang saja. "Hampir separuh kelasku, remedial."

Tatapan tidak percaya Sasuke langsung mengarah pada Naruto, serius? "Hm.. anak kelas 3-1 memang pinter-pinter, sih, dari dulu seperti itu, berbeda dengan kelas yang lain."

'Oh, jadi..' Sasuke baru mengetahuinya. Ternyata dirinya bisa masuk ke kelas yang bagus, yah, syukurlah, tapi itu juga berkat ada seseorang yang meninggal di sana, jadi dia bisa mengambil kesempatan dari bangku kosong itu.

Kalau dipikir pikir juga, 1 bulan ini dia masih banyak tidak mengetahui soal kelasnya sendiri, malah lebih mengenal kelas orang lain. Jujur saja, Naruto pasti akan cerita soal kelasnya, seperti anak anak di kelasnya seperti apa, soal rengking, dan guru-guru di kelasnya, seolah olah saja dia adalah anak 3-3. Apa sebaiknya begini saja? kadang kadang saat memasuki 3-3 karena ada keperluan, Sasuke brfikir juga, apa tidak apaa apa ini, dirinya yang bukan kelas 3-3 bisa masuk seenaknya, malah lumayan mengenal murid murinya, dan tau soal cerita ceritanya. Entahlah, sepertinya anak 3-3 tidak keberatan dengan itu, sepertinya anak anak kelas mereka baik baik semua, hal yang seperti ini, selalu, membuat Sasuke membandingkan kembali kelasnya dengan kelas orang lain. Walau tidak begitu terfokus, ini hanya sebagai pembanding kalau mungkin hanya kelasnya saja yang aneh.

"Bagaimana sekolahnya..?" Kenapa, kenapa semua orang sepertinya, menanyakan tentang sekolah Sasuke saat dirinya sedang mendapat nilai yang jelek itu? Pandangan Sasuke langsung singit pada kakaknya, baru juga masuk dan melepas sepatu, tiba tiba dirinya dicegat. Itachi pun heran dengannya.

Sasuke melewati Itachi begitu saja, "Buruk, buruk sekali, nii-chan."

Dia berjalan ke dalam ruang tamu, membanting tasnya begitu saja, lalu duduk di sofa. Itachi masih melihat kelakuan Sasuke yang agak kurang baik itu dari tempatnya, memang belakangan ini Sasuke terlihat selalu lelah saat sepulang sekolah, sebenarnya Itachi tidak tau betul apa yang sebenarnya terjadi di sekolah adiknya, tapi kita semua tau Sasuke sekarang berada di level yang lebih tinggi.

"Itu bukannya keinginanmu sendiri untuk sekolah di sana?" kata Itachi.

Sasuke melirik Itachi dari sofa, "Siapa yang mengeluh?" , "Aku juga tidak kesusahan sekolah di sana."

Fake, nilai Matematikanya ancur juga.


Bagaimana? Kalau responnya bagus, akan saya lanjutkan ^^ sampaikan lewat reviuw, yah.

Yey, saya bisa move on sekarang #nggak kenapa napa juga sih sebenernya.

Yup. Saya baru di fandom ini


GOD BLESS~