Percayakah kau akan dunia yang lain; selain di mana kita berada? Di mana setiap 'kau' yang lain memiliki memori dan kisah yang berbeda?
x0x0x
Disclaimer: Harvest Moon doesn't belong to me.
Ayaka Aoi presents: Meant to be Together.
Warning! AU, maybe OOC and some typo(s), fast-plotted,based main character's POV, etc.
Inspired from Amnesia anime.
x0x0x
Chapter 1: Prologue (Scattered Memories)
x0x0x
Aku harus melakukan sesuatu…. Tapi… apa? Apa yang harus kulakukan?
Napasku semakin sesak, kurasakan asap mengisi paru-paruku secara perlahan. Aku menarik gagang pintu besar yang ada di hadapanku. Kutarik sekuat tenaga–percuma. Mendobraknya. Tetap tidak bisa terbuka. Aku menggedor-gedor pintu itu, berteriak, berharap ada seseorang yang datang mengeluarkanku dari sini.
Panas….
Temperatur di sini semakin meninggi.
Dan pintu kayu ini tetap tidak bisa dibuka.
Tidak ada lagi yang bisa kulakukan.
Tes
Sebulir air mata menuruni pipiku. Apa aku benar-benar berakhir di sini?
Aku membalikkan badanku ke arah belakang. Di sana api berkobar, memakan bangku-bangku kayu yang berderet rapi. Semua yang kulihat hanyalah api… merah… membara.
"Hmp–"
BRAKK
Aku yang jatuh terduduk, mengangkat kedua tanganku yang reflek melindungi kepalaku. Atap bangunan ini… runtuh.
Tepat di hadapanku. Nyaris.
"Hufh."
Aku menengadahkan kepalaku ke tempat di mana seharusnya atap itu berada. Tampak angkasa yang gelap disinari remang cahaya bulan dan manik-manik yang berkelip. Tidak seperti apa yang kulihat di depanku; yang kedua lensaku tangkap dari langit di atas adalah lukisan bercorak warna yang damai, dengan bintang-bintang yang berkilauan–
Bintang-bintang yang berkilauan terus terlihat menjauh. Aku mengulurkan tanganku, berusaha menggenggam secercah cahaya bulan yang menerangiku. Tetapi sia-sia, tubuhku tetap bergerak perlahan ke bawah, tertarik gravitasi. Tangan kiriku meremas baju yang menutupi tubuhku, dadaku terasa begitu sesak. Aku tersedak–tak terhitung banyaknya air yang terhirup olehku.
Aku menolehkan kepalaku ke arah belakang, mendapati ratusan, bahkan ribuan meter kubik air yang mengisi tempat ini. Di mana ruang terbentang luas.
Dan gelap. Tidak tampak adanya tanda-tanda kehidupan di sana.
.
..
Gelap.
.
Dalam.
Tubuhku terus tenggelam.
Aku tak sadar, lupa bagaimana caranya bernapas, hingga aku merasakan kakiku menapaki… dasar–tanah?
Tanah yang kupijak bergetar. Bukan getaran yang dapat dibilang cukup pelan, tetapi getaran ini mampu membuatku hilang keseimbangan. Lingkungan yang tidak mendapat cukup penerangan membuatku kesulitan untuk menemukan jalan keluar.
Ah! Sepertinya itu jalan keluarnya!
Aku bangkit dan berlari, mencoba untuk keluar dari tempat itu sesegera mungkin.
BRUKK
Aku meringis kesakitan, aku jatuh karena tersandung sebuah batu yang berukuran cukup besar. Celanaku robek, memperlihatkan lututku yang memar dan berdarah. Aku kembali berdiri dengan susah payah, dan melangkah tertatih-tatih.
BLASS
Jalannya… jalannya tertutup bebatuan yang runtuh!
Aku berlari menuju jalan keluar itu dan terduduk di depannya. Aku menggunakan kedua tanganku untuk menyingkirkan batu-batu yang ada. Bagaimana pun caranya aku harus keluar dari sini!
Ayo, cepatlah!
.
..
Hm?
Terdengar suara asing yang aneh. Aku menolehkan kepalaku ke belakang, dan kulihat sebuah batu besar berukuran tiga kali dari tubuhku yang sedang menggelinding ke arahku.
Aku bergidik ngeri, sementara tubuhku tidak bisa bergerak–
Tak bergerak, aku terdiam di perempatan jalan, di mana seharusnya aku berjalan mengambil salah satu arah. Jalan yang terbentang panjang. Entah menuju kemana.
Semua bayangan-bayangan akan kejadian di setiap tempat yang berbeda terus berputar-putar di kepalaku.
Enggan pergi.
Hiruk-pikuk yang berada di sekitarku; bukannya tak kurasakan. Hanya saja… seluruh perhatianku seakan tidak tertarik oleh lingkunganku.
Meskipun klakson-klakson mobil dan derap kaki terasa nyata–semua, semua yang ada di sekitarku, nyata–aku tetap tak mampu menguasai seluruh tubuhku untuk bergerak.
Bagaikan potongan-potongan film yang terus berputar di kepalaku, gambaran-gambaran kejadian itu terus menggangguku.
.
..
…
"–re?"
"–ire?"
Aku menolehkan kepalaku yang terasa berat, kulihat sesosok lelaki bertubuh besar yang berada beberapa meter di belakangku. Tampak tidak terlalu jelas, pandanganku kabur–menggelap. Tubuhku oleng, dan dadaku terasa sakit. Aku berusaha membuka mulutku–menanggapinya–dengan napas yang memburu.
"A–"
BRUK
"Hey–"
Terakhir, aku masih bisa merasakan lengannya yang besar mengalung di belakang leherku.
Dan jemari-jemarinya yang memegang erat tubuh mungilku–mengguncang-guncangku.
x0x0x
To be Continued
x0x0x
End of (the shortest) prologue. Yeay. Sepertinya akan menjadi multichapter terpanjang yang pernah saya buat XD (walaupun ga sampe sepuluh chapter, sih) author anti multichap, sebenarnya.
Makasih buat para reader(s) yang sudah menyempatkan waktu untuk mampir ke fiksi saya. Ya, saya tahu fiksi ini agak mengecewakan karena nulisnya juga agak… terburu-buru? *kicked* Maaf, readers… *bows*
Seperti yang sudah dibilang di atas, fiksi ini terinspirasi dari anime Amnesia. Habisnya saya kesel endingnya menggantung, terlepas dari konflik dan twist yang menurut saya memang mantep…
…Dan entah kenapa saya (hampir) selalu tertarik sama blonde boy… Oh Toma… Ikki walau bukan blonde, boleh juga, sih… abaikan
Itu anime tahun kapan ya? Saya baru nonton soalnya (juga karena boleh minta dari temen) XD Btw itu diadaptasi dari game 'kan? Boysnya kurang D:
Umm.. dalam hitungan hari UN SMA akan tiba, jadi sekali lagi minta doanya ya readers, semoga author malas ngetik dan malas *uhuk* belajar ini diberi kemudahan dalam mengerjakan soal-soal… Aamiin…
Err.. jadi… untuk update, mungkin paling cepat satu-dua minggu lagi… *mungut buku yang bertebaran* Maaf (lagi), readers! DX
Oh ya, ada yang punya pendapat nanti di bagian ending siapa yang bakal jadi 'ehem'nya Claire? Bachelor dari Mineral Town ya… Maaf fansnya Skye! *boys*
Kalau saya sih kepikirannya Cliff, setuju? Udah ya setuju aja… XD *kicked*
Wah curhat saya panjang bener ya… XD
Well, mind to review? ;)
