Apa kau tahu betapa buruk efeknya,

Melihat wajahmu yang tengah tertawa,

Andai kau tahu rahasia jantungku dalam dada,

Ia mendentam keras karena sihir mencinta.

.

.

Gravitasi

Untuk SUGAR-E, S untuk Sweet

Naruto © Masashi Kishimoto

.

.

.

Jika saja Sakura tahu, bahwa ia adalah poros di mana pemuda itu berotasiinti gravitasi yang selalu menariknya untuk kembali...


Pintu diketuk, dan Naruto terkesiap. Ia menyingkirkan segala kertas menggelikan itu dengan serampangan, asal-asalan menjejalkannya ke dalam laci, menyusupkan salah satu yang ia anggap paling memalukan ke dalam saku jubah oranye kebanggaannya, kemudian membetulkan posisinya—se-keren mungkin, mendadak serius dengan gulungan-gulungan yang diberikan Ketua Anbu tadi malam.

Ia tahu siapa yang kini berdiri di balik pintu. Karena itulah saat ini ia tidak boleh terlihat tengil.

"Masuk," ia mendengar wibawa dalam suaranya, serta merta ia bersorak dalam hati, bangga kepada dirinya sendiri.

Pintu terbuka, dan walaupun ia telah mengantisipasinya sejak awal, ia tidak bisa mencegah jantungnya agar tidak berhenti berdetak saat menangkap sosoknya yang peduli-tidak peduli melangkah melintasi bagian kosong di Ruangan Hokage, tidak pernah melepaskan tatapannya dari berlapis-lapis kertas dalam genggaman kedua lengannya. Laporan dari tim medis Rumah Sakit, ia menebak. Lagi...

Ia mengangkat garis tatap emerald-nya, dan Naruto menahan napas kala seluruh entitas dalam dirinya seolah tersedot ke dalam pusaran hijau di mata Si Gadis Musim Semi. Ah, betapa ia bisa begitu menghanyutkan...

"Ini proposal yang kukatakan kemarin, yang diajukan oleh Shishou itu—kau mendengarkanku, Hokage-sama?"

Bahkan suaranya yang melantun jernih itu mampu mematikan indera pendengarannya, membuatnya tidak bisa menangkap suara apapun kecuali nada indah dari Si Iryoo-nin cantik. "Tentu saja aku mendengarkanmu, Sakura-chan." Ia tidak menyadari dirinya yang kini tengah tersenyum lebar.

Gadis itu mengernyit. Jelas-jelas menangkap gelagat aneh yang ditunjukkan Sang Rokudaime Hokage.

"Jadi, bagaimana?" Sakura menatap Naruto lekat-lekat. "Kau mau membacanya atau tidak?"

"Hm? Membaca apa?"

Dan Sakura disergap rasa khawatir saat dirasakannya Naruto mulai kehilangan fokus, menambah intensitas di sorot matanya yang mampu membuat Sakura menghangat. Ia berusaha mati-matian untuk tidak menampar dirinya sendiri. "Proposal yang diajukan Shishou, katanya ia membutuhkan beberapa alat medis baru untuk menggantikan alat yang—eh, kau yakin tidak apa-apa, Naruto?" ia semakin merasa was-was saat Naruto benar-benar terlihat kosong—tidak, Naruto tidak terlihat kosong, sejujurnya. Ia hanya terlihat tengah tenggelam, dan Sakura bisa melihat bayangannya sendiri di bola mata Naruto yang sebiru lautan di musim panas.

Sakura tidak lagi bisa menyembunyikan semburat merah di wajahnya. "Na-Naruto?"

Awalnya, Sakura menyangka Naruto telah kehilangan dirinya saat ia tidak menggubris panggilan Sakura kepadanya, namun dirinya terkejut sendiri ketika tanpa aba-aba Naruto membenturkan kepalanya ke meja, cukup keras hingga membuat Sakura merinding mendengar suara benturan itu. Gadis itu menelan ludah.

"Naruto?"

Hokage muda itu mengangkat kepalanya, terlihat benar-benar membenci dirinya sendiri. "Ya?"

Sakura hendak mengangkat suara ketika tiba-tiba saja seseorang berseragam Anbu bertengger di jendela, tepat di belakang Naruto, mengucap permisi sebelum membisikkan sesuatu di telinganya, dan sikap Naruto mendadak serius.

Ia menatap Sakura kembali. "Gomenna, sepertinya aku harus undur diri sebentar, Sakura-chan, kau bisa menaruh proposal itu di mejaku, akan kubaca nanti malam."

"Tapi, Naru—"

Dan Naruto menghilang, hal terakhir yang Sakura lihat darinya hayalah kibaran oranye dari jubahnya yang nyentrik

—Juga secarik kertas yang melayang keluar dari saku atribut resmi Sang Hokage.

Kertas itu mendarat di tepi lengan Sang Kunoichi Medis, terlihat sederhana dengan warna biru pucat dan aroma kayu manis yang lembut. Ada beberapa baris kanji di sana...

Di tatasurya ada konstelasi bulan dan planet,

Juga milyaran bintang,

Dan matahari bertindak bijak sebagai pusatnya,

Maka di hatiku ada kau dan berbagai hal tentangmu,

Juga merah biru kenangan kita,

Dan kau tetap menjadi gravitasi, setinggi apapun aku terhempas, terlempar,

Aku akan terjatuh kembali kepadamu...

Teruntuk Haruno Sakura, pusat semestaku...

.

.

.

.

.

Aku payah sekali, ttebayo!

Ia mengutuki dirinya sepanjang perjalanan kembalinya dari Kedai Ramen Ichiraku, menendangi kerikil, mendumeli tiang, memelototi setiap serangga malam yang melintas di hadapannya. Hari telah gelap, dan mentalnya telah benar-benar jatuh.

Mengapa dirinya begitu menyedihkan? Kenapa ia tidak bisa menyingkirkan sisi bodohnya ketika berhadapan dengan gadis itu?

Sakura-chan menyukai pria keren, dan kenapa aku tidak bisa bertingkah keren, ttebayo? Salahnya sendiri mengapa ia begitu mempesona... 'kan aku jadi tidak bisa menahan diri, ttebayo...

Ia menghela napas. Dan kau berpikir jika puisi cukup keren, hah?

Ia merogoh saku jubahnya, mengaduk-aduk isinya, berusaha menemukan coretan memalukan yang berhasil ditulisnya dengan susah payah setelah berkonsultasi dengan Shikamaru—

Naruto mematung. Kertas itu tidak ada di manapun.

.

.

Ia mendobrak pintu ruangannya di Menara Hokage, dan menemukan kertas itu tergeletak di atas meja kerjanya, tepat di samping proposal yang dibawa Sakura. Firasatnya mengatakan jika Sakura—atau siapapun—telah membacanya.

Ia meremas rambut di belakang kepalanya, melenguh frustasi. Habis sudah, setelah ini pastinya gadis itu tidak lagi sudi menemuinya.

Baka-mono...

Ia meraih kertas itu dengan lemas, dengan semangat nyaris nol, saat disadarinya kanji-kanji lain membayang di bagian lain kertas akibat cahaya pelita, ia membaliknya dengan tidak sabar...

Jika di tatasurya ada konstelasi bulan dan planet,

Juga milyaran bintang,

Dan matahari Si Pembijak,

Jika di hatimu ada aku dan segala kenangan tentangku, gravitasimu...

Maka biarkanlah tetap seperti itu, aku gravitasi, medan magnetmu,

Dan kau batangan besiku, tetaplah kembali kepadaku...

Teruntuk Namikaze Naruto yang membuatku berarti...

Naruto tak bereaksi.

Tetapi ketika detik-detik Sang Ibu Waktu berputar dan menarik dirinya kembali ke kenyataan, perlahan dirinya dialiri gelenyar panas yang menyenangkan, sebuah perasaan haru biru, saat cengirannya perlahan-lahan tertarik—dan inilah dia sekarang, berteriak seperti seorang sinting di puncak Menara Hokage.

Semoga Kiba atau siapapun tidak menyaksikan tingkahnya saat itu.

.

.

Fin

.

.

A/N: Sumbangan seadanya dari saya untuk event Sugar-E, maaf kalau tidak terlalu sweet. By the way, happy NaruSaku Fanday, Minna :D

Akhir kata, Review, onegai?