Disclaimer: NARUTO © Masashi Kishimoto
Plot is my own. Terinspirasi dari OST Anime, lagu-lagu J-pop, and manga 'Kiniro no Corda / La Corda d'Oro~' by Yuki Kure. Author tidak mengambil keuntungan materil apapun dalam pembuatan ff ini.
.
Tittle : Hikari no Yume - North Wind and Sunshine
Genre : Drama, Angst, Fantasy, Friendship, Romance
Rating : T
Pairing: NaruSaku, slight! MenmaSara.
Summary : Setiap beberapa tahun, Seiso Academy yang bergengsi menjadi Tuan Rumah Kompetisi Musik, tetapi hampir dapat dipastikan bahwa hanya genius dari Departemen Musik yang menjadi kontestan. Lalu, bagaimana jadinya apabila tahun ini ada dua orang dari Departemen Umum yang bergabung? (Terinspirasi dari manga Kiniro no Corda) / NaruSaku and MenmaSara /
Warning! : AU, OOC, typo(s), dan kekurangan lainnya. Don't Like? Don't Read. Please Leave This Page!
Enjoy and Hope You Like It!
.
Prolog
.
Ini benar-benar hanya sebuah cerita kecil. Sebuah kisah nyata dari masa lalu….
Ada seorang pemuda yang ingin menyebrang lautan ke barat. Pemuda itu sangat menyukai budaya barat, terutama musik. Sejauh pemuda itu memerhatikan setiap hal kecil yang bisa dia lihat adalah dunia yang sepenuhnya luar biasa.
Tibalah suatu hari ketika sebuah pertemuan aneh terjadi….
Sebuah perjumpaan tak disengaja di sebuah taman, betapa kecil dan misteriusnya makhluk itu. Pemuda itu sangat terkejut. Namun sifat ramah yang dimiliki pemuda tersebut tak lantas membuatnya mengabaikan makhluk kecil itu ataupun berlari ketakutan karenanya.
"Apakah kau terluka?" tanya pemuda itu.
Makhluk kecil itu menggeleng, "Tidak. Kau hanya hampir menduduki ku!"
"Oh, I'm sorry about that."
"Di negeri ini, aku tidak pernah melihat makhluk sepertimu sebelumnya. Rambut berwarna hitam dan mata yang juga berwarna gelap. Kulit yang sepenuhnya berbeda dengan kulit orang-orang sini. Tubuh yang lebih kecil dan lebih pendek daripada orang-orang itu. Apakah kau berasal dari dunia lain? Apa tujuanmu datang ke sini?" tanya makhluk itu terlihat penasaran sekaligus heran.
'Eh? Seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Jelas-jelas dia adalah makhluk paling aneh yang pernah kulihat….' pikir pemuda itu dalam hati.
"Oi! Aku bertanya padamu!" teriak makhluk itu.
"Aku datang dari sebuah negeri yang disebut Jepang. Di masa depan, adalah impianku untuk membangun sekolah musik di negara ku. Itulah mengapa aku melakukan berbagai hal yang nekat, seperti menyebrang lautan menuju negeri barat ini dan rajin belajar. Banyak musisi dan seniman terkenal yang lahir di negeri Eropa ini seperti; Mozart, Chopin, Beethoven. Aku sangat mengagumi mereka karena kecintaanku terhadap musik," cerita pemuda itu panjang lebar.
Makhluk kecil berambut light brown dan bermata green emerald itu tersenyum. "Aku berhutang padamu. Aku menyukaimu. Aku akan memberkati sekolah masa depanmu dengan hidupku. Aku peri musik, omong-omong."
"Peri musik? Jadi peri itu benar-benar ada, ya? Siapa namamu?"
"Namaku Emily, panggil saja aku Emy! Aku sungguh terkejut. Tak kusangka ada orang yang bisa melihatku saat aku sedang tidak menggunakan sihirku."
Pemuda itu tersenyum dan mengulurkan jari telunjuknya pada makhluk itu. Sang peri memeluk jemari pemuda itu dengan kedua tangannya yang mungil, seperti saling berjabat tangan sebagai tanda persahabatan mereka.
Itu benar-benar pertemuan yang aneh dan mengherankan.
Pemuda itu kembali ke negaranya setelah itu untuk memenuhi impiannya membangun sekolah musik. Dan kemudian waktu terus berputar. Sekali lagi pertemuan lain akan terjadi.
.
Chapter : 1
.
.
SKY
Biru jernih… berhiaskan iringan awan
Ternodai guratan petir, tersinari matahari
Atau membingkai lukisan lembayung
Tetap saja bernama langit, tak terbantahkan
Tapi… mengapa bagiku tidak?
Desahan nafasku bahkan tak akan sampai mengubah semuanya
Mengusir senyapku pada bayangan lampau yang melilitku tanpa ampun
.
"Pedih sekali…." gumam seorang siswi dengan blazer hitam dan pin berwarna gold yang tersemat di dasi merahnya refleks, membuat seorang siswa yang tengah duduk di sana dengan blazer putih dan pin berwarna gold di dasi merahnya berjengit, mendongak kaget ke arah siswi itu.
"Ah! Sudah kuduga kau Namikaze-kun. Memang siapa lagi di sekolah ini yang memiliki rambut pirang sebagus milik kalian?"
"Apa yang kau lakukan?" tanya siswa itu sewot.
Siswi tersebut mengedikan bahu. Tadi ia memang tak sengaja hendak mengambil anak panahnya yang terjatuh keluar pagar kyudojo, ternyata malah ada Namikaze yang sedang duduk di bawah pagar sambil menulis puisi, terbaca sebagian olehnya sih… tapi kan tidak sengaja.
"Ah, aku tahu! Kau ini si 'North wind' bukan 'Sunshine', makannya cara bicaramu ketus begitu."
"Kau siapa sih? Sok kenal!"
"Puisimu bagus, Namikaze Menma-kun. Kau buat sendiri?" tanyanya penasaran, tapi tatapan Menma seperti menuduhnya melakukan tindakan kriminal.
"Bukan urusanmu!" jawabnya, lalu dia berlalu.
"Lha… kau itu kenapa sih? Namaku Haruno Sakura, omong-omong!" teriak siswi tersebut.
.
Sakura melangkah santai menuju cafeteria sekolah. Berhubung ia ikut klub memanah dan sering dapat jadwal kegiatan klub pagi-pagi, ia dan teman-teman satu klub-nya biasanya sudah tiba di sekolah pagi-pagi sekali. Latihan pagi baru selesai lima menit yang lalu dan ia lapar berat, jadi sebelum berganti hakama dengan seragam… ia putuskan mampir ke cafeteria sekolah untuk sarapan.
Belum sempat kakinya melewati ambang pintu cafetaria, Sakura melihat sebuah jendela terbuka lebar. Duduk di kusennya laki-laki yang marah padanya beberapa saat yang lalu. Namikaze Menma, dengan fisik setampan itu jarak tak jadi halangan untuk mengenali sosoknya yang berkarisma. Dia satu-satunya siswa dari Music Department yang sering mampir ke gedung Regular Department ini, entah untuk apa? Ada temannya yang masuk jurusan yang sama dengan jurusannya ini, mungkin? Mungkin karena itu guru-guru memberinya pengecualian dengan mengizinkan dia sering berkeliaran di gedung ini. Namun itu hanya praduga Sakura saja sih, mungkin ada alasan lain?
Entahlah, yang pasti cowok yang berbeda jurusan dengannya ini diam-diam cukup populer diantara cewek-cewek Regular Department. Yah, bagaimana tidak? Dia karismatik, keren, tampan, tinggi, dan pintar pula. Meski sedikit anti sosial dan cenderung menghindari siapapun, contohnya tadi pagi.
'Um, tapi kalau kupikir-pikir dia berhak tersinggung karena aku membaca puisinya. Tindakanku tak sopan dan mungkin melanggar privasinya….' pikir Sakura.
"Yosh!" gumamnya pelan. Baiklah, ia memutuskan untuk meminta maaf.
Setelah membeli dua bungkus roti dan dua kotak susu, Sakura beranjak mendekatinya. Namikaze duduk sambil melipat sebelah kakinya. Dia seperti menerawang, melamun kah?
"Ohaiyo!" sapa Sakura hati-hati, tak mau terlalu mengagetkannya. Namun tetap saja laki-laki itu terlonjak kaget.
'Berlebihan sekali, kan aku tak menggebrak meja atau hal-hal seperti itu. Lagipula, di koridor tak ada meja….' pikir Sakura pula.
"Yang tadi, gomen ne?" kata Sakura. Laki-laki itu menatapnya curiga. Ia sodorkan roti melon dan susu vanilla ke arahnya.
"Untuk menebus salahku~" lanjut Sakura singkat. Lalu, siap-siap beranjak pergi. "Tapi puisi mu memang bagus, kok. Ja ne!"
Sakura masih bisa merasakan tatapan laki-laki itu. Mungkin dia heran.
"Ah, biar saja! Yang penting aku sudah meminta maaf," gumam Sakura yang kemudian pergi.
"Cewek aneh! Tapi… dia lumayan imut. Puisi? Puisi apa? Aku tak pernah menulis puisi!" kata laki-laki itu yang kemudian menatap heran roti melon dan susu di tangannya.
Tiba-tiba seorang siswi dengan blazer hitam dan pin berwarna platina yang tersemat di dasi merahnya menepuk pundaknya.
"Naruto, apa yang kau lakukan? Aku kan sudah bilang kalau bentou mu ketinggalan dan aku disuruh Kushina-bachan untuk memberikannya padamu, makanya kusuruh kau untuk datang ke gedung Regular Department dan menungguku di sini. Mengapa kau malah membeli roti melon dan susu vanilla?" kata siswi tersebut tanpa jeda.
"Aku tidak membeli ini, Karin-Neesan. Tadi ada cewek yang memberikannya padaku. Katanya sebagai permintaan maaf. Kupikir dia salah mengenali aku dengan Menma-Nii."
"Oh begitu. Yah, wajar saja sih soalnya kalian berdua kembar identik dan Menma sering sekali berkeliaran di gedung ini, entah untuk menemuiku atau meminta nasihat dari Kurenai-sensei."
"Mm! Yah, Menma-Nii memang sangat mengagumi Kurenai-sensei. Waktu mendengar kabar kalau Kurenai-sensei tak akan mengajar di Music Department lagi… dia terlihat sangat kecewa."
"Menurutku Menma terlihat lebih menyukai Kurenai-sensei daripada mengagumi," ujar Uzumaki Karin.
"Eh? Mungkinkah cinta bersebalah tangan?"
"Maybe? Who know! Forbidden love, maybe?" katanya sambil mengedikan bahu.
"Ah, hentikan imajinasi liarmu itu Karin-Nee! Mana mungkin Menma-Nii jatuh cinta dengan wanita yang 14 tahun lebih tua darinya. Lagipula, Kurenai-sensei itu tunangannya Asuma-sensei."
"Aku ini anak klub drama! Wajar, kan, kalau aku penuh dengan imajinasi?"
"Ya, terserah Nee-san saja. Tadi aku sedang latihan pagi, jadi aku harus segara kembali ke gedung ku sendiri."
"Untuk apa kau latihan piano lagi, Naruto? Di rumah kau kan sudah sering berlatih, masa di sini juga masih mau berlatih sih? Buang-buang waktu saja! Lagipula, kau baru pindah ke sini minggu lalu kan? Seharusnya kau habiskan waktumu untuk jalan-jalan ke Shibuya, misalnya? Dan di Eropa sana… kau itu sudah menjadi pianis profesional dengan tarif 10,000 Dollar per performance, kan? Jadi untuk apa latihan lagi? Omong-omong, jadi berapa kalau dalam Euro atau dalam Yen?"
"Hitung sendiri saja! Aku sedang malas. Yang pasti kalau dalam hitungan Yen… tarif per performance ku setara dengan gaji dokter bedah anak selama 5 bulan."
"Eh? Serius?"
"Entahlah, itu Okaa-san yang bilang. Aku bahkan tidak tahu berapa gaji dokter bedah anak di Jepang ini per bulannya. Siapa yang tahu kalau dia hanya melebih-lebihkan, kan?"
"Padahal kau sudah menjadi seorang pianis pro. Kau bahkan sudah cukup terkenal di sana. Mengapa malah kembali ke Jepang? Apakah ada sesuatu yang terjadi padamu, Naruto?"
"Aku kan sudah bilang, Okaa-san punya rival baru dan rival-nya itu baru 19 tahun. Jadi Okaa-san sangat frustasi dan memutuskan untuk tidak memperpanjang kontraknya."
"Kalau hanya itu alasannya, mengapa kau tidak tinggal bersama Caroline-grandma saja? Cukup dengan Kushina-bachan saja yang kembali ke Jepang, kan? Kau tidak perlu sampai menyia-nyiakan bakatmu seperti ini. Kau bisa tetap melanjutkan mimpimu sebagai seorang pianis professional di sana."
"Aku tidak membuang impianku, Karin-Nee, dan aku juga masih ingin mengembangkan bakat musik ku… karena itulah aku mendaftar di sekolah ini."
"Kau terlihat sering melamun akhir-akhir ini, seperti ada sesuatu yang mengganggumu."
"Maaf Karin-Nee, tidak lama lagi bel masuk akan berbunyi jadi aku harus segera kembali ke kelasku. Pembicaraan ini kita lanjutkan nanti saja," kata Naruto yang kemudian membungkuk singkat pada Karin sebelum berlari menuju anak tangga.
"Lagi-lagi menghindar, dasar adik sepupu tak sopan!" kata Karin yang kemudian berbalik dan berjalan menuju kelasnya sendiri.
.
-HnY-
.
Di Seiso Academy ini, kompetisi musik diadakan setiap beberapa tahun. Para siswa/siswi yang telah mengambil bagian dalam kompetisi ini sebelumnya, banyak yang menjadi sukses di belahan dunia. Oleh karena itu, siswa-siswi dari jurusan musik sangat tertarik untuk dapat berpartisipasi dalam kompetisi.
"Aku butuh dua orang lagi. Yup, hanya dua orang lagi."
Makhluk kecil berambut silver dan bermata crystal blue itu terus terbang kesana-kemari dan menyapa setiap murid yang baru memasuki gerbang Seiso Academy.
"Sebentar lagi akan diadakan event besar di sekolah ini. Hei, apakah kalian tertarik?"
Namun tentu saja tak ada seorang pun yang menyadari keberadaannya.
"Bisakah kalian mendengarku? Oi!"
"Ohaiyo, Shion-chan!" sapa seorang murid dengan blazer hitam, kemeja putih, dasi merah, dan rok hitam.
"Ohaio, Amaru-chan!" jawab seorang murid dengan blazer putih, kemeja putih dengan rompi hitam, dasi merah, dan rok hitam.
"Omong-omong, hari ini kertas pengumuman tentang partisipan yang akan mengikuti event besar sekolah kita akan segera ditempel di madding."
"Ah, itu benar. Aku penasaran siapa saja yang akan terpilih?"
"Aku yakin yang terpilih pasti seseorang yang memiliki nilai tertinggi."
"Namikaze-kun pasti akan terpilih, kan?" sambung Shion dengan ekspresi senang di wajahnya.
"Namikaze yang mana?" tanya Amaru.
"Dua-duanya, mungkin?"
"Um, itu tidak adil. Kalau seperti itu… bisa-bisa kau tidak terpilih, Shion-chan."
"Nilaiku juga cukup tinggi, tahu? Jadi kupikir aku memiliki kesempatan, setidaknya 78 persen?"
"Haha… hati-hati jangan terlalu berharap lho, nanti jatuhnya sakit."
"Ano ne, event besar sekolah itu apa? Pin gold yang mereka berdua kenakan itu… tanda kalau mereka sudah kelas 2, kan?" kata seorang siswi kelas 1, kalau dilihat dari pinnya yang berwarna silver.
"Ya, mereka senior kita. Hm? Kalau tidak salah event besar itu adalah kompetisi musik yang biasanya di langsungkan setiap dua atau tiga tahun sekali di sekolah ini. Aku pernah dengar tentang ini dari Kakak perempuanku yang merupakan alumni," jawab seorang siswa yang merupakan temannya.
"Ya, aku juga tahu tentang event itu dari Nii-san. Dia juga alumni sini. Kudengar hanya murid-murid dari Music Department saja yang terlibat di dalamnya," sambung teman cowoknya yang satu lagi.
"Jadi murid dari Regular Department seperti kita, sudah pasti tak akan terpilih?" tanya siswi itu pula.
"Itu tidak benar. Kau juga akan mendapatkan posisi itu jika menyadari keberadaanku!" kata sang peri.
"Ohaiyo! Apa yang sedang kalian bicarakan?" tanya seorang siswi yang baru saja datang.
"Tidak banyak, benarkan Chisa-chan?" jawab salah satu teman cowoknya.
"Ya begitulah, Momo-chan. Kami hanya membicarakan tentang event yang kemungkinan besar tak akan melibatkan kita di dalamnya," sambung siswi yang bernama Chisa itu.
"Yeah! It's no big deal, Tsukusima!" sambung teman cowoknya yang satu lagi.
"N… No big deal? That's so cruel! Why? Why is it? Why can't anyone… my voice is not reaching. Nobody can see me!" kata sang peri pula, kini ekspresinya terlihat sedih. Ia pun terbang tinggi, meninggalkan para murid yang nampak tak tertarik tersebut.
.
.
"Haah… itu benar-benar terlalu jauh untuk dijangkau!" kata seorang siswi yang kemudian menghela nafas panjang.
"Ohaiyo!" sapa Sakura pada teman-teman sekelasnya sambil ngos-ngosan.
"Ohaiyo!" balas mereka.
"Sakura, dengar…." kata siswi yang tadi menghela nafas.
"Ada apa, Ino? Apa yang ingin kau bicarakan? Dua menit lagi bel masuk akan berbunyi, kan?"
"Kau berkeringat dan terdengar ngos-ngosan, Sakura. Habis berlari sampai sini, ya? Hari ini Kurenai-sensei tidak masuk karena sakit, jadi sekarang jam bebas untuk kita…." sambung seorang siswi dengan rambut cokelat bercepol dua.
"Eh? Benarkah itu Tenten? Tidak ada tugas atau yang lainnya? Padahal aku sudah berlari ke sini!"
"Tidak ada. Lagipula, Kurenai-sensei itu kan guru musik. Jadi tidak ada tugas sama sekali. Kita hanya disuruh untuk melatih vocal untuk pelajaran minggu depan," jawab siswi bernama Tenten itu.
"Nah, jadi bagaimana kalau kita mengobrol saja?" kata Ino.
"Ah, ya! Tadi kau mau mengatakan sesuatu, kan? Jadi ada rumor apa lagi nih, miss gossip?" tanya Sakura setengah menyindir karena sahabatnya yang satu ini memang senang sekali menggosip.
"The fairy violin romance…? How about it?" tanya Ino tampak excited.
"Eh?"
"Kau tak pernah mendengar sebuah cerita dibalik event besar sekolah kita?" kini ekspresi gadis berambut blonde dan bermata aquamarine itu tampak terkejut sekaligus heran.
"Maksudmu Concours? Itu adalah kompetisi musik yang selalu dilangsungkan oleh sekolah kita setiap dua atau tiga tahun sekali, kan? Dan kalau tidak salah biasanya akan dipilih 5-7 orang peserta."
"Iie. Masih ada lebih banyak hal lain," kata Ino pula.
"Kau benar-benar menyukai rumor itu, Ino? Kapan kau akan merubah kepribadianmu yang suka bergosip itu?" tanya Tenten yang kemudian menghela nafas.
"Jadi ada seorang peri yang bersembunyi di sekolah kita…." ujar Ino, tak mempedulikan pertanyaan Tenten.
"Peri ini membantu romansa diantara dua orang partisipan. Cinta diantara dua orang rival. Bukankah itu mengagumkan? Dan kupikir mereka berdua adalah violinis. Jadi, itu akan seperti sebuah kisah romantis antar violinis!" lanjut Ino dengan wajah berseri-seri.
"Bagaimana kalau misalnya bukan hanya dua orang partisipan saja yang terlibat dalam cinta lokasi nantinya?" tanya Tenten yang nampaknya mulai tertarik.
"Kisah romance mereka katanya akan berakhir seperti permen lemon. Manis, asam, tapi juga pahit. Padahal yang berdua itu kisahnya akan berakhir seperti permen strawberry. Asam manis gitu."
"Hii, kowai!" komentar Tenten.
"Oke, sudah cukup kalian berdua. Itu hanyalah sekedar rumor, kan? Mungkin penyebar rumornya hanya ingin membuat lelucon. Aku tidak tahu tentang peri atau apapun itu, dan aku juga tak percaya kalau peri itu ada. The concours hanya melibatkan Music Department, kan? Mereka bahkan memiliki gedung yang terpisah dan seragam mereka juga berbeda dengan kita. Kita bahkan tak pernah satu kelas dengan mereka, jadi kalau pun rumor itu benar adanya… kita tak akan punya kesempatan untuk menyaksikan kisah romansa atara dua rival itu!" kata Sakura panjang lebar.
"Nampaknya partisipan tahun ini tak hanya dari jurusan musik saja," sela seseorang.
"Eh? Really?"
"Aku dari klub jurnalis dan Tayuya-senpai membicarakan hal ini. Katanya, siapun yang bisa melihat peri itu akan dipilih sebagai peserta. Yah, walaupun aku tidak percaya kalau peri itu benar-benar ada. Tapi seperti yang kalian semua lihat, di main gate sekolah kita ini ada patung peri. Mungkin orang yang membuat patung itu pernah melihat makhluk mungil itu."
"Benarkah itu, Matsuri-chan? Kita juga mempunyai kemungkinan untuk terpilih?" tanya Tenten.
"Ya. Meskipun demikian kita mungkin akan berakhir kalah. Bagaimana pun anak-anak jurusan musik memiliki standar yang jauh lebih tinggi dari anak jurusan umum seperti kita. Kurasa akan sangat sulit untuk mengalahkan mereka. Dan hadiah untuk pemenang dalam kompetisi ini adalah belajar di luar negeri, dan itu bisa menjadi batu loncatan untuk menjadi seorang professional di dunia musik. Partisipan-partisipan dari tahun-tahun sebelumnya, baik yang menang ataupun kalah… mereka berakhir menjadi orang sukses," jawab Matsuri panjang lebar.
"Wow! That's so romantic. Wouldn't it be great if I were picked? I wonder if there would be any good looking guys around…."
"Oh, come on Ino… kau terlalu banyak mengkhayal!" kata Sakura pula.
"Ah, itu mengingatkanku! Kupikir Namikaze bersaudara akan terpilih dan aku yakin 100 persen," kata Tenten.
"Bagaimana bisa kau seyakin itu, Tenten?" tanya Sakura.
Tenten kemudian bercerita kalau Ayah mereka—Namikaze Minato— adalah pianist. Suatu hari Namikaze Minato mengalami kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan tangan kanannya terluka parah. Karirnya sebagai seorang pianis profesional pun harus berakhir begitu saja. Minato tentu saja sangat sedih karena impiannya hancur. Meskipun demikian, ia tidak ingin berhenti dari dunia musik. Ia pun membangun sebuah perusahaan di bidang entertainment sekaligus menjadi CEO di sana. Sebagai pimpinan Agency, Minato tentu saja bisa menemukan orang-orang berbakat yang kemudian sukses menjadi Artis mereka. Bukan hanya itu saja, Ibu mereka—Kushina rupanya adalah seorang Penyanyi Seriosa sekaligus Bintang Opera. Nenek mereka—Caroline, dulunya adalah seorang violinist terkenal.
"Mereka berdua sudah pasti akan diperlakukan istimewa di sekolah ini, kan?" tambah Tenten.
"Yah, aku tidak meragukannya. Kakak sepupu mereka saja—Karin-senpai… bisnis keluarganya di bidang ikebana, kan? Darah seni sudah sangat melekat dalam diri mereka," sambung Ino kemudian.
"Eh? Jadi Uzumaki Karin itu saudara sepupu mereka?" tanya Sakura sedikit terkejut. Pantas saja ia sering melihat Namikaze Menma berkeliaran di gedung Regular Department.
.
-HnY-
.
"Aduh, buku yang mana ya yang resep pastry-nya lengkap? Aku butuh buku itu untuk mata pelajaran Tata Boga besok," gumam Sakura sambil terus berjalan di depan rak buku tentang masak-memasak.
Sakura kini mendengar bisik-bisik para cewek di perpustakaan yang seharusnya hening ini. Penasaran, Sakura pun melihat arah pandang gadis-gadis itu.
Namikaze Menma masuk ke perpustakan tanpa memperdulikan siapapun. Entah mengapa sejak tanpa sengaja membaca puisinya dua hari yang lalu, Sakura jadi suka diam-diam memerhatikannya setiap kali secara kebetulan ia berjumpa dengan Menma. Entah itu di area parkir, halaman belakang sekolah, atau perpustakaan seperti ini.
'Apa dia sedang punya masalah, ya? Puisinya kok pedih sekali, seperti ia sedang kesakitan yang teramat sangat. Tapi memang orangnya agak aneh sih… introvert begitu. Aku jadi curiga, jangan-jangan ia tak punya teman?!' pikir Sakura.
Jurusan Sakura dan Menma berbeda, jadi Sakura tidak tahu bagaimana sikap Menma kalau di dalam ruangan kelas. Ia bisa tahu namanya juga karena Menma lumayan populer di sekolah. Menurutnya, cewek mana sih di sekolah ini yang tidak tahu Namikaze Menma? Yah, meskipun jarang sekali yang bisa akrab dengannya.
'Um, hidupnya nampak misterius sekali bagiku!' pikir Sakura pula.
Menma beranjak ke rak buku sastra, sepertinya sedang memilah-milah buku.
'Namikaze-kun suka baca buku sastra, ya? Pantas dia bisa membuat puisi walaupun dia anak jurusan musik.'
Tiba-tiba sebuah ide melintas begitu saja di benak Sakura. Tanpa pikir panjang, Sakura mengambil sebuah buku yang akhirnya ia putuskan untuk dipinjam lalu melangkah mendekati Menma.
"Hey!" sapa Sakura ringan.
Menma menoleh sekilas, lalu kembali menatap buku-buku.
"Kau suka baca buku sastra?" tanyanya, tapi Menma diam tak peduli.
"Aku tidak terlalu paham buku sastra sih, tapi aku suka sesuatu yang bersifat drama. Jadi, aku mengagumi Karin-senpai. Walaupun gaya hidup keluarganya sangat tradisional… dia memilih bergabung dalam klub drama, bahkan acting-nya sangat hebat."
Menma masih tidak merespon walaupun Sakura menyinggung soal saudara sepupunya. Namun sikapnya itu malah membuat Sakura semakin penasaran.
"Baru tadi pagi aku menyelesaikan 'Eclipse' karangan Stephenie Meyer. Kau suka novel populer seperti itu juga tidak? Atau yang banyak puisinya seperti 'Lord of The Ring'? Ah, aku sih lebih baik nonton film-nya. Pusing kalau mengikuti gaya bahasa Tolkien."
Sakura masih mengoceh, menolak menyerah karena lawan bicaranya tetap diam.
"Omong-omong, sebagai murid jurusan musik… spesialismu apa, Namikaze-kun? Vocal seperti Ibumu atau violin seperti Nenekmu? Saudara kembarmu spesialisnya piano, kan? Apa dia bisa menyanyi juga? Lalu, apa kalian berdua suka menciptakan lagu?"
Akhirnya Menma berhenti dari aktivitasnya melihat buku, lalu berbalik menghadap Sakura. Wajahnya menggernyit, tampak terganggu.
"Apa sih maumu?" tanyanya ketus.
Sakura terlihat begitu senang karena berhasil membuat cowok itu berpaling.
"Membuatmu bicara padaku," jawabnya sambil mengerling.
"Yatta! Bukankah aku berhasil membuatmu bicara padaku?" tambahnya sambil tersenyum, lalu melambai ke arah Menma dan pergi.
'Bagus juga kalau dia sedikit rileks seperti itu. Hm, akan sangat assik sekali kalau bisa berbincang–bincang dengannya. Aku jadi berpikir untuk memprogres ide itu, pasti menarik….' pikir Sakura pula.
Berhubung masih jam istirahat, Sakura pun berjalan ke arah taman belakang. Ia memutuskan akan membaca bukunya di sana.
Saat ia baru duduk di bawah pohon maple, ia mendengar seseorang bernyanyi. Sakura terpaku, suara orang itu indah. Namun lagu yang ia nyanyikan… terdengar kemarahan di sana. Perasaan yang Sakura rasakan saat mendengar lagu berbahasa inggris tersebut adalah perasaan dingin dan membeku seolah itu bergema di langit yang kosong.
Sakura tanpa sadar menjatuhkan air mata saat ia mendengar lirik selanjutnya.
.
Di danau tanpa dasar, aku seakan terus tenggelam
Dan aku pun lupa caranya bernafas
Semakin aku berjuang, semakin menyakitkan
Aku terus ditarik ke dalam hutan yang gelap
Sebuah jalan yang tak berujung
Jika aku pergi ke sana akan berapa lama?
Kamu yang disebut cahaya… aku bisa bertemu denganmu, kan?'
.
Kurang lebih seperti itulah arti lirik lagu tersebut. Setidaknya itulah yang bisa ia tangkap dengan kemampuan bahasa inggris-nya yang pas-pasan. Lirik selanjutnya, Sakura tak begitu mengerti apa artinya.
Lalu ia mendengar suara seseorang bergumam,
"Sekarang, aku berdiri di mana? Apa yang aku pikirkan? Apakah lebih baik aku menjemput hari esok? Semakin kuat cahaya, aku melihat bayangan yang semakin gelap. Meskipun aku ingin lari, di balik mata ini tersebar warna biru yang gelap. Aku tidak bisa melepaskan diri. Sekali aku mengetahui suara kehangatan, setiap saat aku menjadi kesepian. Dan hal itu menembus ke dalam hatiku."
'Apa itu hanya imajinasiku saja? Mengapa aku seperti mendengar suara yang begitu kecil, begitu pelan?' pikir Sakura.
"Aah… sungguh lagu yang sedih. Satu dari orang-orang yang ku pilih… di dalam hatinya ternyata menyimpan perasaan yang menyakitkan seperti itu. Dan aku bisa melihat aura tak biasa dalam dirinya. Aura apa ini? Aku ini peri musik, bukan pembaca aura, jadi aku tak begitu paham. Hanya saja warna aura itu…."
'Di mana? Dari mana datangnya suara itu?' Sakura semakin penasaran dan matanya mulai bergerak kesana-kemari seperti mencari sesuatu atau seseorang.
"Oh, God! The time is… I don't have anymore time. Hurry… I have to be discovered soon! Why can't anyone see me? He definitely can see me, but..."
"Eh?" Sakura berguman, ia terheran-heran saat akhirnya tatapan matanya terpaku pada sesuatu yang samar di atas kepalanya.
"Oh? Ohh…!? Kau bisa melihatku? Kau bisa melihatku, kan? Luar biasa!"
'Apa itu?' pikir Sakura dan ia langsung jatuh terduduk karena kaget saat sesuatu yang samar di kepalanya kini semakin terlihat jelas. Itu adalah makhluk mungil bersayap dan tampaknya ia memegang sebuah tongkat sihir.
"Namaku adalah Rosemary. Kau akan menjadi orang ke-enam. Ne, kau mendengar seseorang yang tadi bernyanyi, kan? Sebenarnya ia adalah orang pertama yang kupilih. Yah, tapi kupikir belum saatnya untuk menampakkan wujudku padanya.…" kata makhluk itu dengan senyum lebar, matanya bahkan ikut tersenyum
'Aku… aku pasti sedang bermimpi!' kata Sakura yang langsung berlari meninggalkan sang peri.
"Ne, o namae wa?" tanya sang peri yang kemudian tersadar, "Huh! What? She's not here. That was rude!"
'Apa itu? Makluk apa tadi? Mengapa penampilannya mirip sekali dengan patung peri di main gate? Mungkinkah itu adalah ayakashi? Ya, itu pasti penampakkan! Aah, tidak mungkin… tidak mungkin makhluk gaib itu benar-benar ada. Itu pasti hanya imajinasiku saja. Yeah, hanya imajinasi semata.'
Sakura terus berlari dengan panik hingga menabrak seseorang di depannya.
"Gomenna, Namikaze-kun. Omong-omong, mengapa kau tiba-tiba ada di sini? Bukankah kau tadi di perpustakaan? Sibuk memilah-milah buku sastra~" tanya Sakura semakin linglung.
"Ano, aku tidak suka buku sastra dan terus terang saja… aku tidak sering pergi ke perpustakaan."
"Aku mengerti sekarang, kau bukan Namikaze Menma-kun?!"
"Ya. Aku Namikaze Naruto."
"Mungkinkah yang tadi bernyanyi itu adalah kau? Ternyata selain spesialis piano, kau juga hobi menyanyi ya?" tanya Sakura penasaran.
"Omong-omong, cewek-cewek sering sekali membicarakan kalian. Mereka sampai menyebutmu 'Sunshine' dan menjuluki Namikaze Menma-kun 'North Wind'!" tambahnya.
"Kau mendengarku menyanyi?"
"Ya. Suaramu sangat bagus. Aku tidak sepenuhnya mengerti lirik lagu yang kau nyanyikan tetapi meskipun kau menyanyikan lagu dalam Bahasa Inggris, itu benar- benar menyentuh hatiku. Aku sampai menjatuhkan air mata."
"Tidak penting untuk membahas tentangku sekarang. Saat ini kau yang perlu dikhawatirkan. Wajahmu pucat, apa kau baik-baik saja?"
"Aku baik-baik saja. Hanya sedikit pusing," jawab Sakura. Sebenarnya ia tidak suka berbohong tapi apa lagi yang harus ia katakan? Ia bahkan tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi beberapa saat lalu.
"Mau aku antar ke ruang infirmary? Wajahmu merah dan kau juga berkeringat. Apa mungkin kau terkena flu?"
"Yeah, maybe. Jika kau tidak keberatan, tolong antar aku ke sana Namikaze-kun!"
"Baiklah, ayo!" kata Naruto yang kemudian memapah Sakura yang sudah lemas, sepertinya gadis ini memang sedang sakit.
"Kita sudah sampai, masuklah! Aku harus segera kembali ke kelas."
"Hai. Arigatou gozaimasu," kata Sakura membungkuk singkat kemudian segera memasuki ruangan.
Naruto sendiri lekas pergi menuju kelasnya.
.
Dokter Sekolah sudah memeriksanya dan katanya ia hanya shock dan akan kembali bugar setelah beristirahat. Jadi, Sakura memutuskan untuk tidur. Namun tiba-tiba saja sang peri masuk ke dalam ruang perawatan lewat ventilasi jendela dan makhluk kecil itu langsung mengomel.
"Jangan pergi begitu saja ketika seseorang tengah berbicara padamu! Kau benar-benar tidak punya sopan-santun!"
'Apakah makhluk mungil di hadapanku ini benar-benar nyata? Ini bukan ilusi? Apa yang harus kulakukan?'
"Ini memang sangat tidak masuk akal, tapi… tidak ada seorang pun yang bisa melihatku saat aku sedang tidak menggunakan kekuatan sihirku, kecuali kau."
"So stupid, I mean why a fairy…? Fairies are non-existent! Just calm down…." Sakura bergumam dengan wajah yang semakin penuh dengan keringat.
"Tidak sopan! Baiklah, mari kita kembali pada pembicaraan kita sebelumnya! Siapa namamu?" tambahnya.
Sakura tidak kuat lagi menahan semua keanehan ini, ia pun pingsan sebelum sempat menyebutkan namanya.
"No manners at all," gerutu sang peri.
"Tapi ini bagus. Sekarang, aku hanya perlu menemukan satu orang lagi. Dan akhirnya aku bisa menyelesaikan misi ku!" tambahnya.
.
Sakura merinding sampai tidak bisa tidur. Hari ini di sekolah dia bertemu dengan peri. Para peri, mereka adalah makhluk cahaya. Sakura pikir mereka lebih elegan seperti dalam film-film tetapi ternyata aslinya sedikit menakutkan. Sangat cerewet dan suka menggerutu dan sepertinya mereka juga suka memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya tak ingin mereka lakukan. Apakah mereka suka mempermainkan orang lain juga?
"Ahh! Stop! Stop! Just sleep already!" ujarnya. Itu tak seperti sebuah jawaban akan muncul begitu saja.
Pada akhirnya Sakura tidak bisa tidur sampai pagi.
.
-HnY-
.
"Sakura, berita besar!" seru Ino yang langsung menyeretnya saat ia hendak memasuki ruang kelas mereka.
"Eh?"
"Ikut aku sebentar! Cepat! Cepat!"
"Kita akan peri ke mana, piggy?" tanya Sakura kesal, ia sampai menyebut sahabat baiknya itu babi.
"Ikut sajalah!" kata Ino sambil terus menyeret Sakura berlari hingga akhirnya mereka tiba di depan madding.
"Ah! Ini adalah sesuatu yang kau bicarakan kemarin? Itu hanya daftar peserta yang akan mengikuti kompetesi, kan? Lalu apa maksudmu menyeretku sampai sini saat aku baru saja tiba di depan kelas?"
"Iya, tapi… coba kau lihat di sana. Dari yang paling bawah," sahut Ino. Namun Sakura malah melihat dari daftar nama yang paling atas.
.
Inter-School, Musical Concours
Participants :
Musical Department 1st Year Group A Moriyama Hikaru
Musical Department 2nd Year Group A Namikaze Naruto
Musical Department 2nd Year Grup B Namikaze Menma
Musical Departement 3rd Year Group A Yamazaki Anzu
Musical Departement 3rd Year Group B Uchiha Sasuke
Additional Participants :
Regular Department 1st Years Grup 2 Akazawa Sara
Regular Departmen 2nd Years Grup 1 Haruno Sakura
.
'Eh? Mengapa? Mengapa namaku ada di sana?' pikir Sakura heran sekaligus kaget.
Sementara itu di lain tempat, di ruang kelas 1-2… seorang siswi berkata sambil tersenyum, "Mereka sudah mencantumkan daftar nama para partisipan concours."
"Benarkah? Jadi bagaimana hasil akhirnya?" tanya seorang teman sekelasnya.
"Akazawa telah terpilih dari kelas kita."
"Wow!Itu mengagumkan! Dari regular department? Huh! Bukankah ini adalah sesuatu yang langka?"
"Akazawa, ya?" kata seorang siswa yang kemudian melirik seorang siswi berambut scarlet yang tengah tertidur di atas mejanya.
"Jadi, apakah si 'sleeping beauty' sudah tahu tentang hal ini?"
"Mungkin belum…." kata seorang siswi yang kemudian mencoba membangunkan sang puteri yang tengah tertidur di depan bangkunya. "Hey, Sara-chan! Akazawa Sara!"
Gadis itu terbangun tetapi masih dalam kondisi setengah sadar.
"Ah, dia bangun! Hey, Akazawa! Dengar, aku mempunyai berita besar untukmu!" kata seorang siswa.
"Nani? Nemuri…." gumamnya malas.
"Kau terpilih menjadi peserta untuk kompetisi musik tahun ini! Congratulation!"
"Matte! Apa maksud kalian? Yah, walaupun aku menyukai musik. Tapi selama ini posisiku hanya sebagai penikmat saja. Mungkinkah ini adalah sebuah kesalahan?"
"Kurasa itu bukan sebuah kesalahan. Senpai kita dari kelas 2-1 juga terpilih lho…."
'Tapi mengapa aku? Aku tidak mengerti! Aku bahkan tidak tahu-menahu soal musik. Dan aku juga tidak pernah memainkan sebuah instrumen sebelumnya. Aku benar-benar tidak tahu bagaimana caranya memainkan beberapa alat musik,' pikir Sara.
"Momo-chan, aku benar-benar tidak mengerti mengapa aku bisa terpilih? Kau juga tahu sendiri, kan, kalau aku ini hanya orang awam di dunia musik?" bisik Sara pada sahabat baiknya, Tsukusima Momo.
Keduanya memang sahabat masa kecil. Selain dengan Momo, Sara juga lumayan akrab dengan Fuyumi Chisa, teman sekelasnya yang membangunkannya tadi.
"Mungkinkah kau terpilih karena bisa melihat 'itu'?" bisik Tsukusima Momo tak kalah pelan.
"Apa maksudmu dengan 'itu'?" tanyanya tak mengerti.
"Josei. Kau bisa melihat mereka, mungkin?"
"Oh, Josei. Ya, aku kemarin menyelamatkannya di taman belakang sekolah saat dia dikejar-kejar oleh kucing gemuk dan hampir dimakan…." jawab Sara polos.
"Eh? Jadi makhluk itu benar-benar ada?" Momo tampak terkejut.
"Ya. Ada satu, yang sering berkeliaran di sekolah ini. Warna rambutnya perak, matanya biru kristal, dan dia mengenakan pakaian imut berwarna ungu. Warnanya benar-benar mirip dengan bunga rosemary. Saat aku berkomentar seperti itu, dia bilang namanya memang Rosemary. Demo sa… itu kepanjangan. Jadi aku memanggilnya Rossy. Ano ne, dia cantik sekali lho… imut juga. Kawaaii~" jawab Sara panjang lebar.
Tsukusima Momo hanya melongo tak percaya. Namun dia tahu dengan pasti bahwa Sara tidak sedang membual. Sahabatnya yang satu ini selalu berterus-terang dan bersikap apa adanya. Ia bahkan agak naïf dan terlalu polos. Kalau dibandingkan dengan anak-anak lain, Sara bisa dibilang sedikit bodoh dan kekanakkan. Kepribadiannya terbentuk demikian karena Akazawa Sara adalah anak tunggal yang selama ini terlalu dilindungi oleh kedua orangtuanya. Gadis itu bahkan tidak pernah melihat ataupun mendengar orangtuanya bertengkar.
Kepribadian sahabatnya itu benar-benar sangat bertolak belakang dengannya. Sejujurnya, keluarga Tsukusima bisa dibilang bukan keluarga yang harmonis. Hampir setiap hari ia selalu melihat dan mendengar orangtuanya bertengkar. Jika membandingkan antara kehidupannya dengan Sara, dia bahkan tidak yakin kehidupan siapa yang lebih baik? Sara bahkan tidak pernah merasakan bagaimana susahnya mencari uang. Sedangkan dia sendiri adalah seorang pekerja keras dan memiliki dua pekerjaan part time. Pekerjaan sebagai seorang pengantar pizza dan juga pelayan café. Ia jadi sedikit mengkhawatirkan masa depan sahabatnya itu. Dia hanya bisa berdo'a, semoga suatu hari nanti ada seseorang yang bisa mengubah sifat Sara tersebut
"Sara-chan, kitte! Aku hanya ingin memberimu sedikit nasihat, boleh?"
"Nani?"
"Bagi murid reguler seperti kau dan Haruno-senpai yang terpilih sebagai salah satu partisipan, kalian mungkin… tidak lama lagi akan merasakan betapa kejamnya dunia ini."
"Eh? Apa maksudmu, Momo-chan?"
"Selama ini the concours hanya melibatkan murid-murid dari jurusan musik saja. Jarang sekali ada murid reguler yang terpilih. Di sana ada banyak sekali orang-orang berbakat dalam bidang musik tetapi tidak bisa menjadi peserta. Bisa dibilang, kesempatan mereka telah dicuri olehmu dan juga Haruno-senpai. Jadi, mulai sekarang kau harus kuat. Mungkin akan ada banyak orang yang iri pada kalian berdua. Kalian mungkin akan direndahkan, dicela, dibully. Alasannya bukan hanya yang satu itu saja, tapi masih ada alasan lain. Seperti yang kita semua tahu, partisipan lainnya adalah orang-orang terpopuler di sekolah ini. Mereka seperti seorang selebriti. Sudah pasti fans mereka akan merasa muak pada kalian berdua. Jadi aku hanya ingin memberimu sedikit nasihat, Sara-chan. Siapkan mental mu dari sekarang."
Sara jadi khawatir. Momo nampak serius sekali. Gadis itu sampai berbicara panjang lebar begitu. Apakah yang dia katakan itu benar? Atau mungkin sahabatnya itu hanya menakut-nakutinya saja?
.
.
Seiso Academy akan mengadakan kompetisi musik setiap beberapa tahun. Meskipun siswa/siswi dari departemen reguler dan musik dapat berpartisipasi. Pada kenyataannya, hanya siswa-siswi dari departemen musik saja yang berpartisipasi setiap waktu. Namun untuk konser tahun ini akan ada sedikit perubahan yang terjadi.
Sakura sama sekali tak pernah berharap kesempatan tersebut akan datang padanya. Di departemen reguler ini pasti ada sebagian orang yang berharap untuk terpilih juga dan mungkin kemampuan mereka dalam bidang musik lebih baik darinya. Memang benar ia menyukai musik dan juga bisa bermain biola meskipun masih terbilang amatir. Namun bila dibandingkan dengan Hyuuga Hinata yang notabene sudah belajar saxophone sejak masih kanak-kanak, ia merasa tak pantas. Jika membandingkan dirinya dengan Inuzuka Kiba yang mahir bergitar, ia merasa lebih tak layak lagi untuk mendapatkan kesempatan langka ini. Apalagi, jika membandingkan kemampuan bermusiknya dengan anak-anak berbakat di departemen musik... ia—Haruno Sakura, sama sekali tidak percaya diri.
'Uh, aku pasti akan ditertawakan. Atau yang lebih buruk lagi, dibully. Bagaimana mungkin aku terpilih sebagai salah satu peserta? Masih ada banyak orang yang kemampuan bermusiknya melebihiku!' pikir Sakura, kepalanya sampai sakit memikirkan situasi ini.
'Oh, iya. Mungkin telah terjadi printing error. Yah, bagaimana pun kejadian seperti ini tidak mungkin terjadi. Aneh. Benar juga, kompetisi sepenting ini seharusnya memiliki seorang guru yang akan menjadi penasihat kami nantinya. Dia mungkin juga terlibat dalam pemilihan ini. Nampaknya aku harus menemui guru itu secara pribadi dan bertanya padanya mengapa bukan Kiba atau Hinata saja yang terpilih?'
Pada saat jam istirahat Sakura pun pergi ke ruang staf.
"Kompetisi musik?" tanya seorang guru.
"Ya. Saya hanya ingin menemui guru yang bertanggungjawab dalam event tahun ini?"
"Oh, Hatake-sensei kalau tidak salah."
"Hatake-sensei?" tanya Sakura merasa asing dengan nama itu.
"Ya. Hatake Kakashi, dia adalah salah seorang guru yang mengajar di departemen musik. Dia sepertinya tak pernah mengajar murid-murid regular department. Wajar kalau kau tak mengenalinya."
"Ano, seperti apa ciri-cirinya?" tanya Sakura pula.
"Ah, itu dia!" kata guru tersebut sambil menunjuk seorang guru yang baru saja memasuki ruangan.
"Hatake-sensei, ada seorang siswi yang ingin bertanya padamu tentang event besar tahun ini," lanjut guru tersebut membantu menjelaskan maksud kedatangan Sakura.
"The concours?"
Sakura berterimakasih pada guru yang membantunya tersebut dan lekas menghampiri Kakashi-sensei, yang entah mengapa menggunakan masker wajah dan juga menutupi sebelah matanya dengan penutup mata yang warnanya senada dengan masker tersebut.
"Ya, mohon maaf karena mendatangi anda tiba-tiba, sensei. Saya Haruno Sakura dari kelas 2-1."
"Haruno?" tanya Kakashi. "Oh… kau adalah salah satu peserta juga, bukan?"
"Ya. Mengenai hal itu, saya merasa bahwa saya tidak seharusnya terpilih. Bolehkah saya bertanya, mungkinkah anda salah mengira saya dengan orang lain?"
"Tidak. Tidak ada kesalahan tentang itu. Itu memang kau."
"…tapi hal seperti ini seharusnya tidak terjadi. Di kelas saya ada Inuzuka Kiba dan juga Hyuuga Hinata. Mengapa harus saya yang terpilih?"
"Meskipun kau berkata seperti itu, percuma saja. Bukan aku seorang yang memilihmu sebagai salah seorang partisipan. Ditambah lagi, mengapa juga harus aku yang dipilih untuk menjadi penanggungjawab kalian? Itu pasti akan sangat merepotkan!"
'It's useless telling me this, sensei….' kata Sakura dalam hati.
"Alasan mengapa kau terpilih… pastinya karena kau bisa melihat 'itu', kan? Betapa menyedihkannya. Aku bahkan merasa kasihan padamu… *sigh*, tetapi bagaimanapun juga cobalah untuk ikut dan berusahalah semaksimal mungkin. Dan jika kau masih ingin mengajukan beberapa komentar ataupun masih memiliki banyak pertanyaan, pergi saja dan bertanya pada 'itu'. Aku sangat sibuk."
"Kumohon tunggu sebentar, sensei! Jangan bilang, sensei bisa melihat 'itu' juga?"
"Aku? Aku tidak bisa. Aku hanya menceritakan padamu tentang apa yang kudengar dari Kepala Sekolah."
'Kepala Sekolah? Jadi Kepala Sekolah bisa melihat makhluk itu juga?'
"Ah, aku hampir lupa! Kepala Sekolah memintaku untuk menyampaikan sebuah pesan. 'Itu' mungkin berada di sana, kan? Dia memintamu untuk pergi ke ruang latihan yang berada di dalam gedung departemen musik. Pergilah ke sana setelah pulang sekolah."
"Hai. Arigatou gozaimasu," kata Sakura yang kemudian undur diri.
.
.
Gedung ruang latihan berada di jantung departemen musik. Ini pertama kalinya Sakura datang ke sini, jadi ia tidak tahu ruangan mana yang harus ia masuki meskipun ia sudah capek-capek berlari ke sini. Lalu, ia mendengar suara biola. Tentu saja Sakura menghela nafas sebab jika dibandingkan dengan permainannya sendiri, permainan biola anak-anak departemen musik jelas berada di tingkat yang jauh lebih tinggi.
"Um, mereka masih butuh latihan sepulang sekolah? Sungguh, itu tidak mudah. Itu sulit untuk mereka. Apakah mereka bahkan memiliki waktu untuk istirahat saat sudah pulang ke rumah masing-masing?" gumam Sakura.
"Are… are! Haruno Sakura. Itu namamu, kan? Kau datang?"
Sakura menghela nafas panjang. Ternyata benar yang dikatakan Kakashi-sensei, sang peri ada di sini. Dan kini dia sedang melayang sekitar 50 cm di depannya sambil menyunggingkan senyum lebar.
"Aku punya sesuatu yang penting untuk dikatakan kepadamu," tambah sang peri.
"What the…." teriak Sakura.
Sakura sebenarnya ingin kabur, tapi peri di hadapannya ini pasti akan mengejarnya terus seperti kemarin. Ternyata tak perlu menghabiskan waktu untuk mencarinya karena rupanya sang peri langsung muncul di hadapannya begitu saja. Sunggung peri yang lincah.
"Kau selalu berteriak setiap kali melihatku. Itu sangat kejam, tahu!" protes sang peri dengan ekspresi jengkel bercampur sedih di wajahnya.
"Siapa juga yang merasa normal jika melihat sesuatu yang tak biasa? Lagipula, kamu itu apa?"
"Aku? Namaku Rosemary, salah satu dari kaum elf."
"Sejenis elf?"
"Ya, ada beberapa orang yang memanggilku peri musik!" jawab sang peri.
Ia kemudian mulai bercerita panjang lebar pada Sakura.
Peri itu mengatakan bahwa para elf lainnya dan juga dirinya sedang mengemban misi menggunakan musik untuk membuat semua orang di bumi terpesona dan kemudian memberi mereka kebahagian, karena elf memendam niat baik. Mereka dapat menggunakan apa pun yang mereka ketahui untuk memungkinkan semua orang di dunia ini mendapatkan kebahagiaan dari musik dan mengarahkan mereka ke bentuk eksistensi yang paling besar.
Sakura tentu saja tidak begitu memahami maksud dari perkataan sang peri. Ekspresi kebingungan terlihat jelas di wajahnya.
"Tunggu, tunggu sebentar! Tolong berikan penjelasan yang sederhana!" pinta Sakura.
Peri itu pun menjawab, "Begini… apakah kau pernah mendengar bahwa sebuah impian akan memberikan kita kekuatan untuk hidup?"
"Ya."
"Menurut kami kebahagiaan merupakan impian terbesar setiap manusia yang hidup di dunia ini."
"Lalu? Apa hubungannya dengan musik?" tanya Sakura.
"Ah? Kami berpikir bahwa semua yang ada di bumi ini dapat mencapai kebahagiaan melalui musik. Oleh karena itu, musik adalah sumber dari kebahagiaan. Itulah mengapa banyak dari kita demi mengisi dunia ini dengan kebahagiaan, menyebarkan musik ke seluruh penjuru bumi."
"Mengapa?"
"Untuk mencari orang yang dapat melihatku. Itu berarti untuk mencari manusia yang kompatibel dengan kehadiran elf. Di masa lalu, hanya dengan melemahkan kekuatan sihirku, ada banyak manusia yang dapat melihatku. Namun manusia sekarang bahkan tidak bisa merasakan kehadiranku. Waktu benar-benar berubah. Tapi kau dan orang yang dipanggil Akazawa Sara itu berbeda. Itu sebabnya kalian telah dijadikan peserta."
Sakura jadi sedikit prihatin. Rosemary terlihat begitu sedih saat berkata manusia di zaman sekarang bahkan tidak bisa merasakan kehadirannya. Peri kecil ini pasti sangat kesepian. Bagaimana pun dianggap tidak ada itu pasti rasanya tidak enak. Itu menyakitkan. Hanya dengan membayangkan jika ia berada di posisi Rosemary saja, rasanya sangat menyesakkan. Sebenarnya ia ingin menghibur Rosemary tetapi ia terlalu gengsi untuk melakukannya. Ia tak ingin Rosemary menjadi bergantung padanya.
"Lalu bagaimana dengan peserta lainnya?"
"Mereka juga bisa melihatku ketika aku melepaskan sihir ku di depan mereka. Namun ketika aku tidak melepaskan sihir bersembunyi ku, satu-satunya yang bisa melihatku adalah kau dan juga Akazawa."
"Meski begitu, kau tidak bisa hanya memintaku untuk bergabung dengan concours, kan? Kau cukup mencari seseorang di departemen musik."
"Tujuannya di sini adalah untuk membuat musik yang menarik, bukan? Itulah mengapa musik adalah sesuatu yang dinikmati oleh semua orang. Bukan hanya mereka yang berasal dari departemen musik saja yang bisa melakukannya. Aku harap kau mengerti maksudku. Aku harap kau bisa merasakan musik dengan cara yang lebih dalam, seperti orang itu."
"Maksudmu Akazawa?"
"Bukan. Maksudku dia yang kemarin bernyanyi. Hanya dengan mendengar nyanyiannya yang penuh penghayatan saja, aku bisa langsung tahu bahwa orang itu menyukai musik lebih dari apa pun. Dia mencintai musik dengan sepenuh hati. Aku juga diam-diam suka memerhatikannya bermain piano. Skill-nya luar biasa."
"Oh. Maksudmu Namikaze Naruto-kun? Ya, aku setuju denganmu. Dia sepertinya sangat menyukai musik… tapi dia dari music department sedangkan aku—"
"Orang luar dari departemen reguler?" potong sang peri. "Itu tidak masalah, karena kau adalah salah satu dari sedikit orang yang cocok dengan bidang kehadiranku. Ketika bidang kehadiran dapat digabungkan bersama, itu berarti kau memiliki beberapa bakat di bidang musik. Itulah mengapa kau adalah pilihan yang sempurna."
"Bagaimana dengan Akazawa? Apa dia punya bakat di bidang musik juga?"
"Tidak. Dia bahkan tidak tahu bagaimana caranya menggunakan alat-alat musik, tapi itu tak masalah karena dia juga menyukai musik dan hobinya adalah bernyanyi di kamar mandi. Jadi, aku akan memberikannya hadiah. Sebuah violin ajaib. Aku juga akan menyatukannya dengan peserta yang merupakan violinist dari departemen musik."
'Eh? Itu persis seperti yang dikatakan Ino. Fairy violin romance? Huh!'
"Bagaimana denganmu Sakura? Instrument apa yang biasa kau mainkan?"
"Huh? Aku bisa bermain biola tapi aku masih pemula, soalnya aku baru belajar biola sekitar satu setengah tahun yang lalu. Dan terkadang aku suka menggubah lagu. Aku bahkan punya beberapa lagu yang kubuat sendiri, tapi aku tidak percaya diri. Di kelasku bahkan ada Kiba dan Hinata yang lebih hebat dariku. Jadi mengapa harus aku, Rosemary?"
"Mereka tidak bisa melihatku. Mungkin karena rasa suka mereka terhadap musik tidak sebesar kau."
"Begitu, ya?"
"Jika kau mau bekerja sama, aku akan memberkatimu dengan sihirku. Jadi, kau bisa bermain biola dengan baik bahkan bisa menjadi seorang professional hanya dalam waktu singkat."
"Bukankah itu curang? Terhadap peserta lain?"
"Apakah kau mengatakan bahwa kau tidak ingin memenangkan gelar juara dalam kontes? Bagimu mungkin tidak baik untuk datang dan berpartisipasi? Event ini sangat berharga bagiku. Sebuah perintah dibuat oleh pria yang memulai sekaligus mendirikan sekolah ini. Dan ibuku… dia sangat menyukai orang ini. Menurut mereka, ketika orang baik yang mencintai musik dengan sepenuh hati datang, sebuah kenangan indah akan tercipta. Aku harus menjaga janji itu, itulah mengapa aku harus memberi sekolah mu berkat musik yang dijanjikan. Orang-orang… untuk orang-orang yang suka di sini, dan sebagainya… aku ingin membuat tempat di mana siapa saja yang menyukai musik dapat menikmati dan mempelajarinya. Meskipun demikian, untuk melakukan ini… orang-orang harus bekerja sama."
Sakura mencelos. Sang peri menangis. Ia tak menyangka Rosemary bisa membuat wajah seperti itu. Kini, ia merasa tergerak. Ia ingin menjadi bagian dari mereka… orang-orang yang menyukai musik dengan sepenuh hati dan melakukan yang terbaik demi sekolah ini.
"Aku mengerti. Aku mengerti, jadi jangan menangis lagi karena aku akan berpartisipasi mulai sekarang."
"Really!? Did I really hear you say that? Yahoo~!"
"Eh?"
"You can't take it back!"
Astaga, sang peri bisa kembali pulih secepat itu? Apakah tangisan yang ia lihat tadi adalah sungguhan? Atau mungkin ia hanya dijebak? Entah yang tadi itu sungguhan atau tidak, ia sudah mengambil keputusan.
Haruno Sakura, saat ini berusia 16 tahun. Hobi? Bakat khusus? Tidak ada! Tapi sekarang… Hobi. Bakat khusus : Biola.
.
To be Continued
.
A/n : New Story dengan tema musik (again). Fanfiction ini terinsipirasi dari manga 'La Corda d'Oro / Kiniro no Corda' karya Yuki Kure, OST Anime, and lagu-lagu J-pop. Yah, saya tahu kalau saya masih punya banyak utang FF yang juga belum di update lanjutannya. Yah, tapi melanjutkan sebuah ff itu butuh mood. And mood author yang satu ini, lagi pengen bikin fanfiction baru. Jadi mohon maaf buat kalian yang sudah lama nunggu lanjutan ff lain. Kalau lagi ada mood dan kebetulan sedang tidak sibuk di RL pasti dilanjut, kok. See you later, minna! ^^
.
