My Personal Guardian Angel
Chapter 1 - Gadis Menarik
By ShintaroChou
Cast:
-Kuroko no Basuke Charasters as themselves
-Reader/OC as Chou Camui
-Saitou Hajime 'Hakuouki Shinsengumi Kitan' as Saito Camui
-Yoshi 'Bunraku' Anime Vers as Yoshi
Disclaimer: Kuroko no Basuke © Tadatoshi Fujimaki.
Warning: Typos bertebaran.
"Bagus, Chou! Gerakanmu semakin cepat!"
Chou merunduk menghindari pedang kayu Yoshi dengan mudah, lalu berbalik dan memblokir dengan pedang kayunya. TAK!
Chou Camui menjalani hidup yang jauh dari kata biasa untuk seorang gadis remaja berusia 16 tahun. Ayahnya, Saito Camui, adalah kepala pengawal salah satu keluarga Yakuza tertua di Tokyo: klan Himuro. Chou sudah dilatih untuk menjadi seorang pengawal sempurna sejak umur 5 tahun.
"Terus menyerang! Kalau kau bisa membunuhku aku akan mengajakmu makan malam."
"Di Steak Bomer?" Chou menambahkan kekuatan ayunan pedangnya. TAK!
Yoshi menangkis ayunan pedang Chou padanya. "Di mana pun yang kau inginkan." Katanya diiringi senyum lembut.
TAK!
TAK!
TAK!
Keduanya begitu asyik dalam pertarungan hingga mereka tidak menyadari seorang pria berambut ungu gelap panjang tergerai dalam Kimono hitam melangkah memasuki ruang latihan. "Astaga kalian masih melakukannya."
"Saito-san, sepertinya putrimu benar-benar merindukanku." Sahut Yoshi.
"Hanya kemampuanmu yang sepadan denganku." Chou mencoba untuk mengenai dada kiri Yoshi, tapi pemuda berambut hitam yang selalu dikuncir tinggi ala samurai itu memiliki refleks menghindar yang sangat bagus.
"Tidak baik merendahkan kemampuan yang lainnya, kau tahu."
"Aku tidak merendahkan siapapun, ini adalah fakta."
"Sudah-sudah" Saito menghentikan pertarungan antara anak buah dan putrinya. "Maaf Yoshi, tapi aku harus bicara dengan Chou sekarang."
"Ada apa ayah? Aku baru saja akan mengalahkan Yoshi-kun."
Yoshi terkekeh sinis. "Itu lucu sekali."
"Ikut aku." Nada suara dan mimik wajah Saito memberitahu dengan jelas bahwa yang akan dibicarakan adalah hal serius.
Chou dan Yoshi saling membungkuk hormat.
Chou duduk berhadapan dengan ayahnya. Gadis berambut hitam dikuncir kuda itu menghabiskan air botol mineralnya dalam sekali tegukan. Tubuhnya basah oleh keringat. Chou berharap pembicaraan ini tidak akan lama karena dia ingin segera mandi.
"Lihatlah." Saito memberikan sebuah map coklat pada putrinya.
Chou membuka mapnya. Map tersebut berisi selembar kertas dan 3 lembar foto seorang anak laki-laki seusianya dengan perawakan sedang, berambut pendek pink kemerahan, dan.. Chou mendekatkan foto di tangannya untuk memperjelas penglihatannya.. Anak itu memiliki dua warna mata berbeda, mata kanannya berwarna merah dan mata kirinya kuning keorenan. Menurutnya mereka unik.
"Siapa ini, ayah?"
"Baca kertasnya, semua informasi yang kau butuhkan ada di sana."
Chou mengambil kertas yang dimaksud dan mulai membacanya.
Nama: Akashi Seijuro
Umur: 16
Berat: 64 kg
Tinggi: 173 cm
Tanggal lahir: 20 Desember
Golongan darah: AB
Hobi: Shogi, Wei-qi, Catur internasional, menunggang kuda.
Makanan favorit: sup tahu (Terus..)
Chou menghentikan matanya yang sedang fokus memindai tulisan dan mengangkat kepalanya untuk menatap ayahnya kembali. "Kenapa aku membutuhkan informasi ini?" Gadis itu bertanya dengan kening berkerut.
"Karena kau harus mengetahui semua tentang Nya." Saito menjawab tenang. "Akashi Seijuro adalah anak dari salah satu kerabat dekat Tuan besar. Kau akan menjaganya untuk 3 tahun kedepan." Jelasnya.
Mata Chou membesar. Sebuah tugas? Untuknya? Dia tidak bisa mempercayai hal ini.
"Apa ini sungguhan? Berarti.. Tuan besar mengangkatku menjadi pengawal keluarga ini, kan?" Chou menghembuskan napas panjang, senyum lebar terukir di wajah kecilnya. "Ayah, aku merasa sangat tersanjung tidak harus melalui seleksi."
"Karena kau memang belum diangkat." Kata Saito.
Kebangaan Chou seketika sirna terbang ke udara seperti balon gas.
"Tugas ini sepenuhnya dariku, bukan Tuan besar. Dan apa kau lupa, kau baru boleh mengikuti seleksi setelah lulus nanti."
"Darimu?" Chou tenggelam dalam kebingungan. Tapi masa bodo, tugas adalah tugas! Dan dia benar-benar bersemangat untuk itu. "Apa situasinya, ayah?"
"Tidak ada. Tuan muda Seijuro tidak dalam bahaya apapun. Ayahnya menjalankan bisnis sehat."
"Jangan bercanda denganku, ayah. Kalau dia tidak dalam situasi berbahaya lalu kenapa kau ingin aku menjaganya?"
"Melalui Tuan besar, ayahnya minta dicarikan seorang pengawal yang bisa membuat Tuan muda Seijuro nyaman ketika ia bersamanya."
Nyaman ketika ia bersamanya? "Itu terdengar tidak benar."
"Pengawal yang sebelum-sebelumnya selalu dipecat karena Tuan muda Seijuro tidak nyaman berada di dekat mereka. Sebagai seorang remaja, pasti tidak menyenangkan untuknya kemana-mana harus diikuti dan ditunggui oleh seorang pria garang berpakaian serba hitam."
"Dia sepenuhnya baik-baik saja, aku yakin dia tidak membutuhkan pengawal pribadi."
"Memiliki pengawal pribadi sama sekali bukan keinginan Tuan muda Seijuro, dia bahkan sangat terganggu karena itu. Ayahnya sangat protektif dan membutuhkan seseorang untuk memantau Tuan muda Seijuro 24 jam sehari hanya untuk memastikan anak tunggalnya itu hidup sesuai ketentuannya. Kau sempurna untuk.."
"Aku menolak," Chou memotong ayahnya. "Tugas ini terdengar seperti pekerjaan menjaga bayi. Aku tidak tertarik." Sama sekali tidak menantang.. Lagipula, Chou hanya ingin menjadi pengawal seorang Tatsuya Himuro saja.
"Aku tidak mengatakan kau memiliki pilihan. Aku sudah menerima pembayarannya dan aku melakukan ini untuk melihat konsistensimu."
"Konsistensi?"
"Kau akan pindah sekolah ke tempat Tuan muda Seijuro dan tinggal di rumahnya. Kau akan menjalani rutinitasnya setiap hari sampai kelulusan. Dengan mu berada di luar mansion ini, Apa kau masih akan berlatih seperti biasa? Apa kau akan bertambah kuat, atau melemah karena fokusmu untuk menjadi pengawal pribadi Tuan muda Himuro teralihkan? Kau tahu dia akan menjadi pewaris kelima dan hanya membutuhkan orang-orang kuat di sekelilingnya. Kalau kau tidak cukup kuat, maka kau tidak bisa berdiri di sampingnya seperti aku berdiri di samping Tuan besar sekarang."
Kata-kata ayahnya berhasil membakar dadanya. "Jika itu adalah tujuanmu," Chou memperbaiki posisi duduknya dan menunduk hormat. "Aku menerima tugas ini."
"Terima kasih. Kau boleh pergi."
Chou bangkit berdiri dan meninggalkan ruangan ayahnya.
3 hari kemudian...
Kepindahan sekolahnya ke SMA Rakuzan sudah beres, saatnya untuk Chou meninggalkan mansion Himuro. Semua pakaiannya yang tersimpan dalam dua koper besar sudah dimasukan ke dalam bagasi mobil oleh ayahnya yang kini menunggu di kursi kemudi, siap untuk mengantar putrinya.
"Jadi rupanya benar, kau akan pergi." Kata Himuro tanpa melihat orang yang memasuki kamarnya. Hanya dari aroma tubuh, pemuda berambut hitam sebahu dengan poni lempar yang menutupi mata kanannya itu tahu kalau yang baru melewati pintu kamarnya adalah Chou.
Mata Chou membesar, kaget mendapati Himuro. Padahal gadis itu berani masuk karena dia pikir Himuro tidak ada di dalam. "Himuro-sama, bukahkah anda seharusnya berada di sekolah?"
Himuro beranjak dari kursi meja belajarnya dan menghampiri Chou. "Aku tidak akan membiarkanmu mengucapkan selamat tinggal padaku dengan surat," Dipeluknya erat tubuh mungil gadis itu. "Hidup tidak adil," Himuro tertawa pahit. "Aku kembali dari Amerika untuk bersamamu. Sekarang aku di sini, tapi kita masih tidak bisa bersama."
Chou memasukan surat ditangannya ke dalam saku belakang celana Jeansnya. "Ini bukan perpisahan.."
"..Kau tidak akan berada di sekitarku lagi tentu ini adalah perpisahan." Himuro memotong.
Wajah Chou berubah merah dan jantungnya tiba-tiba berdetak sangat kencang.
Himuro melepaskan pelukannya dan mengambil kedua tangan Chou. "Janji kau akan selalu mengirim pesan dan meneleponku setiap hari, suruh aku untuk makan. Aku tidak akan makan sebelum kau menyuruhku."
Chou menatap bingung Himuro beberapa saat dan akhirnya mengangguk.
Chou menurunkan kaca jendela mobil, semilir angin pun menerpa kulit wajahnya. Ia menutup matanya dan berpikir: kenapa harus Himuro-sama tidak makan kecuali aku menyuruhnya?
"Apa yang kau pikirkan?" Ayahnya bertanya.
"Tidak ada. Aku hanya berharap waktu akan berjalan cepat."
Membutuhkan kurang lebih 40 menit untuk sampai di kediaman keluarga Seijuro. Rumah besar nan mewah ini dijaga dan diurusi oleh beberapa bodyguard dan pembantu.
Saito dan Chou membungkuk pada Akashi.
"Selamat siang Tuan muda, aku ke sini untuk mengantar pengawal barumu." Kata Saito.
Akashi meletakkan cangkir tehnya dan tersenyum. "Kau memberiku seorang gadis? Apa maksudnya?"
"Seperti yang tertera dalam kontrak, Chou dijamin sudah terlatih dan akan mengorbankan dirinya untuk anda dalam situasi yang diperlukan."
"Maafkan aku, sepertinya ayahku sengaja tidak memperlihatkan kontraknya. Tapi, ini masih mengejutkan seorang gadis melakukan pekerjaan seperti ini." Menarik, pikir Akashi.
Akashi menghampiri keduanya. "Selamat datang, tolong jaga aku dengan baik." Katanya pada Chou.
Chou mengangguk.
Chou mengantar ayahnya kembali ke mobil. Sambil berjalan Saito memberitahu beberapa hal yang belum sempat disampaikan pada putrinya.
"Kau harus memantaunya setiap hari, pastikan dia tidak melewatkan jadwal kegiatannya. Aktifitas sekolah, les, makan, tidur, tugas, mulai sekarang kau yang bertanggung jawab atas semua itu. Kau hanya boleh datang ke mansion untuk berlatih pedang setiap minggu, itu pun dengan izin Tuan muda.."
"Aku mengerti, ayah." Kata Chou saat mereka sudah di depan mobil.
"Terima kasih sudah melakukan ini. Mereka membayar tinggi untukmu, uangnya benar-benar berati bagi ibumu."
"Aku senang akhirnya bisa membantu."
Saito membuka pintu mobil dan mengambil pedang katananya. Katana yang dipegangnya adalah pedang pertamanya yang diberikan oleh seorang guru sekaligus pembuat pedang yang sangat dihormati semua kalangan, Aoshi Hajime.
"Ini." Saito memberikan katananya pada Chou, putri semata wayangnya itu menerima dengan bingung.
"Ayah.."
"Simpan dengan baik. Dan itu akan menjadi milikmu sepenuhnya saat kau lolos seleksi nanti."
Airmata jatuh dari pelupuk mata Chou dan perlahan mengaliri pipinya. "Aku sangat senang."
Di jendela lantai atas Akashi berdiri menonton mereka dengan sangat intens.
"Apa makanannya tidak enak?" Akashi bertanya setelah menyeka bibirnya dengan tisu. Mereka baru saja menyelesaikan makan malam.
"Makanannya sangat enak. Terima kasih untuk membiarkanku makan dengan anda. Aku seharusnya tidak berada di sini." Kata Chou, merasa tidak enak.
"Makanannya enak dan kau bersyukur bisa makanan denganku," Akashi menopang pipi kirinya, kini wajahnya miring menatap wajah Chou. "Lalu kenapa kau terlihat begitu sedih?"
"Ah.. maaf jika ekspresiku mengganggu anda." Chou tersenyum sendu.
"Jangan memberiku senyum palsu, aku sudah muak dengan itu. Ceritakan saja." Akashi sedikit menekan.
"Cc-ceritakan?"
"Kita seumuran. Dan akhirnya aku memiliki seseorang untuk diajak bicara di sini. Jika kau menyadari, tidak ada yang benar-benar hidup di rumah ini."
"Tapi sungguh, perasaanku sangat tidak penting."
"Aku akan marah kalau kau terus merendahkan dirimu sendiri."
"Tidak ada apa-apa," Chou terdiam beberapa saat. "Hanya saja makan malam ini sangat berbeda untukku karena aku biasanya makan malam bersama seluruh saudara dan paman-pamanku. Mereka benar-benar berisik."
"Kedengarannya sangat menyenangkan. Maaf karena mulai hari ini kau hanya akan makan denganku saja."
Himuro melamun duduk di meja belajar, menunggui handphonenya berdering.
"Kumohon, jangan ingkari janjimu." Himuro menejamkan matanya, berdoa sungguh-sungguh. Dan tepat saat dia membuka matanya lagi, handphonenya berdering.
1 pesan baru dari Chou, Himuro segera membuka pesan tersebut.
[From: Chou ]
Himuro-sama, aku harap anda makan malam dengan baik.
Himuro mengetik pesan balasan.
[Reply to: Chou ]
Terima kasih banyak.
Himuro menekan tombol Send dan tersenyum. "Hanya kau yang selalu menepati janji padaku."
Hari pertama Chou di SMA Rakuzan. Sekolah barunya ini lebih popular dari sekolah lamanya, SMA Yosen.
"Jangan panggil aku Tuan muda dan berbicara secara formal padaku." Kata Akashi saat turun dari mobil. Pagi ini begitu menyegarkan baginya karena tidak ada pria garang mengikutinya di belakang.
"Maaf tapi aku tidak bisa melakukannya." Itu hanya tidak sopan sekali, Chou membatin.
"Ini adalah perintah. Kau harus mematuhi perintahku kan?"
"Ya." Chou berujar ragu.
"Kalau begitu lakukan. Panggil aku Akashi-kun dan jangan bicara secara formal."
"Perkenalkan namaku Chou Camui. Aku pindahan dari SMA Yosen. Mulai saat ini, mohon bantuannya." Chou memperkenalkan dirinya di depan kelas.
"Perkenalan diri yang bagus, Chou." Puji wali kelas mereka yang berambut merah, Sanosuke Harada. "Ada pertanyaan mengenai Chou?" lanjut Harada dengan pertanyaan yang membuat murid laki-laki dikelas itu langsung ribut.
"Sudah punya pacar belum?"
"Boleh aku memiliki nomor ponselmu?"
"Apa facebook mu?"
Akashi menyeringai kecil. Seperti dugaannya, secara fisik Chou akan cepat terkenal dikalangan laki-laki di sekolahnya.
"Kalian ini!" Harada menggebrak meja. "Tanyakan pertanyaan yang lebih sopan."
"Huuuuuu!" Seru para murid laki-laki.
Harada menghembuskan napas lesu tanda menyerah. "Chou silahkan langsung duduk saja."
Chou mengangguk lalu berjalan ke tempat duduknya yang terletak di belakang tempat duduk Akashi.
Beberapa murid perempuan mengendus kesal saat Chou melewati mereka.
Di tengah pelajaran Chou menyempatkan diri untuk diam-diam mengirim pesan pada ayahnya.
[To: Otosan]
Ayah, apa aku boleh memanggil Tuan muda Seijuro dengaan nama pertamanya+Kun dan bicara secara tidak formal padanya?
Saito membalas cepat.
[From: Otosan]
Tidak. Bahkan jika itu perintah, kau harus tahu tempatmu.
Chou meletakkan handphonenya ke dalam laci meja dan mengembalikan fokusnya pada gurunya yang sedang menulis di papan tulis.
"Siapa yang bisa mengerjakan soal ini?" Harada tersenyum iblis sambil duduk di pinggiran mejanya. Murid-murid yang berada di kelasnya adalah para pelajar yang memiliki kecerdasan otak diatas rata-rata, tapi soal yang ditulisnya di papan tulis adalah soal 'kriminal(sangattttttt sulit)' yang sengaja dibuat untuk mengerjai anak-anak didiknya. Hari ini adalah hari ulang tahunnya dan ia ingin menghibur diri sedikit. "Aku punya hadiah kecil untuk siapapun yang bisa menyelesaikan soalnya."
Seorang murid perempuan berambut pirang mengangkat tangan kanannya.
"Ah, Temari! Silahkan maju."
"Tidak Sensei. Aku akan berbaik hati memberikan kesempatan ini untuk seseorang," Temari menoleh pada Chou. Tadi dia memergoki Chou bermain handphone, dan itu memberinya pemikiran bahwa Chou sepertinya tidak terlalu memperdulikan tentang sekolah. "Kenapa murid baru kita tidak maju untuk memperlihatkan kemampuannya?"
Harada tersenyum manis. "Itu ide bagus. Chou, apa kau ingin mencoba?"
Akashi menoleh kebelakang. Soalnya sulit sekali, apa dia bisa?
"Aku akan mencoba." Chou berkata pelan lalu beranjak untuk maju ke depan kelas.
"Ambil waktumu, tidak ada tekanan. Masih 30 menit sebelum istirahat." Harada melipat kedua tangannya di depan dada.
"Aku sudah selesai." Chou menutup spidol ditanganya dan berbalik.
Harada jatuh terjungkal karena syok. Ini bahkan belum 2 menit. Apa ini mimpi? Pria yang hari ini genap berusia 36 tahun itu segera berdiri dan memeriksa jawaban Chou. Benar. Dan dijawab dengan cara yang sangat rinci.
Semua orang di kelas tidak kalah terkejutnya dengan guru mereka. Bahkan murid terpintar di kelas Shinichi Watanabe sampai menangis histeris, saingan baruku cantik dan jenius: sadis sekali.
Harada mengambil arsip Chou yang belum sempat dilihatnya dari lacinya. 90, 90, 98, 100, 89, 100.. Nilai rata-rata Chou di sekolah lamanya sangat tinggi.
"Sensei, apa aku boleh kembali duduk?" Chou membuyarkan lamunan gurunya.
"Tt-tentu."
Semakin menarik, pikir Akashi.
Ring Ding Dong! Bel istirahat berbunyi.
Mengabaikan beberapa murid-murid yang mendatangi mejanya, tanpa mengatakan sepatah katapun Chou berlari meninggalkan mereka untuk mengejar Akashi yang baru saja keluar kelas.
"Seijuro-kun tampak tidak terganggu diikuti oleh Camui, apa mereka mengenal satu sama lain?"
"Entah.."
Sambil berjalan Chou mengirim pesan pada Himuro.
[To: Himuro-sama]
Jangan lupa untuk makan siang, Himuro-sama!
Akashi menghentikan langkahnya di depan pintu kantin. Ia berbalik dan memberikan beberapa lembar uang pada Chou. "Pergi beli makanan untuk makan siang kita."
Chou mengangguk. "Apa yang anda ingin makan?"
Masih bicara secara formal. "Apa saja. Aku akan menunggu di aula basket. Aku tidak suka makan di kantin," Akashi meletakkan tangannya diatas kepala Chou. "Terlalu banyak orang yang kubenci. Dan asal kau tahu, aku benci semua semua orang. Terutama yang tidak patuh padaku."
Akashi memasuki aula basket. Di dalam lapangan ada dua orang rekan setimnya, Reo Mibuchi dan Kotaro Hayama sedang iseng bermain.
"Sei-chan sini ikut main!" Reo berteriak penuh cinta.
"Aku hanya akan melihat dari sini." Akashi mendudukan tubuhnya di bangku bench. Ia berbikir keras tentang kejadian di depan kantin barusan. Akashi sama sekali tidak melihat rasa takut dalam Chou ketika ia menekan gadis itu.
Tidak lama kemudian Chou datang dengan membawa kantong kresek putih berisi dua kotak susu dan dua bungkus roti kacang.
Reo dan Kotaro berhenti bermain dan menatap satu sama lain dengan pandangan bertanya-tanya. Akashi menerima makan siang dari seorang gadis? Dan siapa gadis itu.. Sebagai murid Senior keduanya yakin betul mereka belum pernah melihatnya di sekolah ini sebelumnya.
"Ini untukmu, Seijuro-sama." Kata Chou sambil menyodorkan sebungkus roti dan susu kotak.
Masih memanggilku -Sama.. Akashi berdiri dan menatap tajam Chou. "Aku kecewa ternyata kau adalah tipe yang tidak patuh."
"Maafkan, tapi sebagai pengawal aku harus sadar tempatku." Chou menjelaskan.
"Sudah kubilang jangan merendahkan dirimu."
"Aku tidak.. Ayahku yang memerintahkanku."
"Ini terlihat tidak bagus." Kotaru berbisik pada Reo.
"Aku benar-benar penasaran siapa gadis itu." Kata Reo.
Akashi membungkuk dan mendekatkan wajahnya ke wajah Chou. "Jadi ternyata ada dua perintah. Kau memilih untuk tidak mematuhiku, aku tidak terlalu menyukaimu sekarang. Aku memberimu satu kesempatan untuk merubah pikiranmu. Perintah dari siapa yang akan kau laksanakan, majikanmu atau ayahmu?"
"Tentu ayahku." Chou menjawab penuh keyakinan, membuat orang di hadapannya siap meledak. "Tapi itu bukan berati aku tidak mematuhi anda. Pembahasan ini sangat tidak diperlukan. Aku hanya seorang pengawal yang bertugas menjaga Seijuro-sama. Aku tidak berbeda dari para pembantu dan bodyguard anda di rumah. Aku bersyukur atas kebaikan anda memperlakukan aku seperti teman. Tapi jika anda berpikir aku menyadari tempatku adalah merendahkan diri, maka bukankah seharusnya ada memperlakukan semua orang di rumah sama seperti sebagaimana anda memperlakukanku?" Chou mengambil selangkah mundur dan membungkuk setengah badan. "Maaf atas kelancanganku. Aku hanya tidak mengerti apa yang sedang anda coba lakukan."
Akashi menyeringai. "Berdiri untuk martabatmu, kau benar-benar sangat menarik." Katanya pada diri sendiri, sangat pelan.
"Apa?" Chou tidak mendengar jelas perkataan Akashi.
Akashi mengambil selangkah maju mendekati Chou dan dengan gerak cepat mencium bibir gadis itu.
"WAAAAAA!" Reo dan Kotaro berteriak kaget bersamaan.
Himuro tidak sengaja menjatuhkan mangkuk ramen yang dibawanya hingga pecah.
"Ada apa denganmu, Muro-chin?" Teman sekaligus rekan setim basketnya, Atsushi Murasakibara, bertanya dengan wajah dan nada malas.
"Kau duduk duluan saja, aku mau mengganti untuk mengkuknya dan memesan makanan yang baru."
"Baiklah." Murasakibara berbalik dan berjalan menuju meja kosong di sudut kantin.
Himuro menghembuskan napas berat, tidak melihat Chou di sekitar lebih sulit dari bayangannya.
"Apa ini karena kepindahan Camu-chin?" Murasakibara bertanya saat Himuro bergabung duduk dengannya.
Himuro menaruh kotak bentonya dan duduk. "Apa terlalu jelas?"
"Um, tidak juga," Murasakibara kembali memakan keripik kentangnya. "Hanya saja selain Camu-chin dan teman main basketmu di Amerika yang kau ceritakan siapa itu namanya...?"
"Taiga."
"Ya.. Itu.. Selain mereka berdua siapa lagi sih yang kau pikirkan."
"Atsushi, aku kehilangan alasan terbesarku untuk kembali ke sini."
Murasakibara memiliki ingatan yang tidak begitu baik. Ia bahkan tidak bisa mengingat nama orang-orang kecuali orang itu cukup dekat dengannya. Mengejutkan dia bisa mengingat momen tentang Chou: waktu itu di jam olah raga dia melihat Chou memasukan bola basket ke dalam ring dari luar lapangan. "Dia gadis yang menarik."
Himuro tersenyum sendu. "Menurutmu juga begitu?"
"Tapi.. bukankah Muro-chin dan Camu-chin tinggal satu rumah?"
"Tidak lagi." Himuro membuka kotak bentonya, sungguh kalau bukan karena pesan Chou tadi yang mengingatkannya untuk makan siang, Himuro benar-benar tidak akan makan.
See you next update!
