Almost
(Sequel of Almost is Never Enough)
Rated: T
Genre: Romance - Hurt/Comfort
Length: Chaptered.
Pair: YoonMin / lil-bit TaeGi and JiKook / TaeKook
Cast: Min Yoongi, Park Jimin, Kim Taehyung, Jeon Jungkook.
Warning! BL! YAOI! BOY X BOY
It's BTS YOONMIN FANFICTION!
Don't like, Don't read! NO BASH!
Itadakimasu~
.
.
.
Yoongi's Side
Yoongi menghela napas berat, beban dunia masih terasa dipundaknya. Ini sudah pukul sembilan pagi, dan dia masih belum beranjak dari tempat tidurnya.
Ia menutup kedua mata dengan lengannya, menahan tangis yang bisa pecah kapan saja. Ia tersenyum miring dengan ekspektasi; lengannya yang mulai basah. Meratapi betapa bodohnya dia. Ada sesuatu yang berat didadanya, perasaan sakit yang tak bisa diatasi.
Dengan malas ia mengubah posisinya menjadi duduk disisi tempat tidurnya setelah mendengar bunyi singkat dari iphone-nya.
Pesan.
Dari Taehyung.
"Hei, hyung? What's up? Aku belum melihatmu dengan iced chocolate mu di cafe beberapa minggu ini.. kau kemana hyung? Kau makan dengan baik kan? Atau kau masih belum bisa bangun dari tempat tidurmu? Perlu bantuanku? ^^"
Yoongi tersenyum kecil melihat pesan itu. Taehyung sangat perhatian padanya. Jari lentiknya menari di screen iphone-nya mengetik beberapa kata untuk balasannya kepada Taehyung dengan senyuman kecil yang masih tertempel dibibirnya.
Namun, saat ia berhenti... senyumnya memudar...
Jimin...
.
.
.
.
.
.
Jimin's Side
Tak ada yang bisa Jimin lakukan selain duduk dilantai disamping tempat tidurnya dan menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan kosong. Hampa.
Tak ada Yoongi yang mengisi bagian dari tempat tidurnya. Tak ada sapaan pagi yang manis dengan messy bed hair yang cantik dari Yoongi. Tak ada lagi yang bisa ia rayu dengan cheesecake. Tak ada kecupan manis. Tak ada pelukan hangat.
Tak ada Yoongi dengan pipi ranumnya. Matanya yang serupa mata kucing. Hidung mancungnya yang mungil. Bibir cherry tipisnya yang selalu Jimin resapi rasanya dan mengeksplorasi rasa manis dan mint didalamnya.
Jimin rindu. Semua rasa rindu dan frustasi itu karena Yoongi.
Ia merasa bersalah...
Saat ia menjemput Yoongi saat itu...
Flashback
Jimin tersenyum senang saat sudah berada di parkiran kampus Yoongi. Ia dan Yoongi masuk di universitas yang berbeda dan Jimin tidak begitu mengenal orang-orang yang tinggal di Seoul ini karena ia telah lama berada di Amerika dan sebelumnya ia mendiam di Ilsan bersama mantan kekasihnya. Jeon Jungkook.
Jimin berjalan perlahan ke arah ruangan kelas Yoongi sebelum ada sebuah tangan yang menepuk pundaknya. Itu Jungkook. Jeon Jungkook. Mantan kekasihnya yang baru putus dengannya seminggu yang lalu.
Seminggu.
"Hai, hyung.." Jimin tidak bisa menolong dirinya untuk tidak tersenyum saat Jungkook tersenyum. Senyum Jungkook itu adalah aset terbaik Jimin dulu. Sebelum mereka putus.
"Hei, what's up?" Jimin menepuk pelan bahu Jungkook, canggung. Kebiasaan baru. Biasanya Jimin akan memeluknya dan menciumnya tanpa ampun jika sedang bertemu seperti ini.
"Haha. Formal sekali, hyung.." Jimin kembali mendapati dirinya terperangkap saat Jungkook memeluknya.
"Harusnya kau memberiku ciuman seperti biasa." Jungkook terkekeh setelah melepaskan pelukannya dan melihat ekspresi Jimin.
"Ahaha.." Jimin tertawa hambar. Ia bingung harus berbuat apa.
"Tumben kau kemari, ada apa hyung? Kau merindukanku?" Jungkook kembali tertawa saat Jimin lebih banyak diam tidak seperti sebelum mereka putus.
"Ah, mungkin kau saja yang baru melihatku. Aku sering kemari untuk menjemput Yoongi-hyung." Entah ini perasaan Jimin atau apapun yang jelas ia bisa melihat pancaran kecewa dimata itu.
"Oh, Yoongi-sunbaenim ya? Hyung mudah sekali mendapatkannya... apa dia bersikap seperti jalang saat bersamamu, hyung?" Jungkook menunduk menyembunyikan seringai tipis dibibirnya.
"Tolong jaga bicaramu, Jungkook-ah... Yoongi-hyung itu kekasihku..."
"Ohh..." Jungkook mengangkat kepalanya dan menggaruk belakang kepalanya dengan canggung. Berpura-pura seolah tak melakukan apapun.
"Lalu apa kau tahu hari ini dia masuk dikelas apa?" tanya Jungkook dengan melebarkan seringainya.
"Ah. Aku lupa, sebaiknya aku menghubunginya dulu." Jimin mengeluarkan iphonenya dari saku celananya.
Jungkook menggigit bibir bawahnya.
Ia tak ingin Jimin pergi.
"Tunggu hyung! Biar ku antar saja kau ke kelas Yoongi -sunbae.." Jungkook menarik tangan Jimin dan mencengkramnya. Jimin refleks menjatuhkan iphonenya.
"Ah, maaf hyung. Takutnya saat kau menghubunginya dia sedang dikelas.." Jungkook mengambil kembali iphone Jimin dan mengembalikannya pada Jimin.
"Tak apa, Jungkookie... ah yeah, kau benar.." Jimin mengecek ponselnya sebentar dan terinterupsi lagi dengan ucapan Jungkook.
"Sebaiknya silent kan ponselmu, hyung. Mungkin saja Yoongi-sunbae masih ada tambahan jam.." ucap Jungkook. Jimin hanya mengangguk dan mengikuti Jungkook.
.
.
.
Jungkook sudah membawa Jimin berkeliling kampus hingga beberapa kali melewati parkiran tempat mereka bertemu tadi dengan banyak sekali alasan.
Lapar. Haus. Panggilan alam. Dan lain sebagainya.
Jimin sampai bingung pada apa yang Jungkook lakukan didepan ruangan kelasnya yang sudah kosong, dan sekarang sudah lumayan gelap. Hingga ia memberanikan dirinya untuk bertanya pada Jungkook.
"Jungkook-ah, apa yang kita lakukan disini? Bukankah tadi saat berjalan kau bilang kalau ini kelasmu? Untuk apa kita kesini lagi? Bukankah kau mau mengantarku ke—mmhh..."
Jimin tak sempat melanjutkan kata-katanya saat Jungkook menciumnya dan memaksa lidahnya masuk kedalam mulut Jimin dan mendorong Jimin serta dirinya sendiri masuk kedalam kelas itu dan menutupnya.
"Kau berisik, hyung" ucap Jungkook disela-sela ciumannya. Semakin Jimin mendorongnya, semakin dalam ciuman Jungkook itu.
Jimin tak bisa melakukan apapun saat Jungkook menghimpitnya didinding kelas itu. Ia juga tak merespon apapun yang Jungkook lakukan.
Tidak, hingga Jungkook menekan kejantanan Jimin dengan lututnya. Jimin mulai membalas satu persatu perlakuan Jungkook dengan nafsu. Tak ada cinta. Hanya nafsu.
Dan mereka berakhir disudut ruangan itu dengan Jungkook yang memanjakan kepemilikan Jimin.
Tanpa tahu apa motif Jungkook melakukan itu. Tanpa tahu ada Yoongi yang berdiri didepan pintu dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.
Hingga ia mendengar suara pintu yang dibanting dengan kuat yang beriringan dengan desahan panjang Jungkook yang mencapai puncaknya dan dirinya yang mengisi Jungkook dengan sempurna.
End of Flashback.
Jimin mengusak rambutnya entah untuk yang keberapa kalinya saat mengingat kejadian itu. Ditambah kata-kata Yoongi yang menyakiti dirinya sendiri.
Mengapa Jimin terdengar seperti meragukan seorang Min Yoongi? Apa yang sebenarnya ia inginkan? Lalu bagaimana dengan Jungkook?
Jimin mencoba menutup matanya hingga deringan telepon menginterupsi kegiatannya.
Dengan malas ia berdiri dan mengangkat gagang telepon rumah yang khusus dipasang dikamarnya itu.
"Halo?" lama tak ada suara hingga Jimin hampir mengira bahwa itu adalah telepon salah sambung dan menutupnya.
"Hi.." Jimin membeku ditempatnya berdiri. Ia tak bisa mengeluarkan sepatah katapun. Pasalnya ini adalah suara orang yang membuatnya depresi dalam waktu lama...
Min Yoongi.
"Y-Yoongi... w-what's happen?" suara Jimin kembali bergetar seperti malam itu.
Tak ada jawaban. Hanya hembusan nafas berat yang Jimin dengar.
"Ah.. maaf mengganggumu. I just want to pick up my stuff thats was leave in your house."
Jimin tersenyum pahit. Apa yang baru saja ia pikirkan? Yoongi ingin kembali padanya? In your dream, Park Jimin.
"Oh... kau sama skali tidak menggangguku, hyung." Jimin menatap langit-langit kamarnya dan duduk disamping tempat tidurnya.
"Dan, yeah... I will pack that up for you, if you want.." Jimin tidak ingin percakapannya berakhir. Ia masih ingin mendengar suara manis ini. Ia mencoba memperpanjang percakapan.
"Yah, if you know what the stuff that I just leave, it's okay.." hembusan nafas berat kembali terdengar, suara Yoongi terdengar pecah.
"Ah... do you want me to take that to your home?" Jimin masih ingin mendengar suara ini.
"If you know what time I was in home. That's okay.."
"I have your password, hyung. Aku akan menunggumu pulang.." Jimin tersenyum.
"Taehyung was change my password.." nafas berat Yoongi terdengar untuk kesekian kalinya.
Sebelum ia melanjutkan, "And Tae didn't want you to know..."
"Ah, maaf hyung. Sudah seharusnya seperti itu..." Jimin merasa ada beban ribuan ton didadanya. Sakit. Melelahkan. Menyesakkan.
"So, what's time?" tanya Jimin lagi memecahkan keheningan diantara mereka.
"Maybe around four, I'll be there... if you have a sched or something to do, you can just leave my stuff infront of your door..." pundak Yoongi mulai bergetar. Dia tersakiti dengan perkataannya sendiri. Ia tahu Jimin takkan melihatnya menangis, jadi ia terus meneteskan air matanya dalam diam.
"Hyung..."
"Ne?" Yoongi mengumpat didalam hatinya. Ia memecahkan suaranya.
"Don't cry, baby... you know how much it hurts me when I hear you cry..."
"Maaf, Jimin. Aku tak seharusnya menangis... m-maaf... a-aku akan segera kesana t-tepat waktu... ku harap kau tak terganggu... tap-tapi, k-kau bisa menyimpan barangku didepan pintumu j-jika kau—"
"Aku akan menunggumu, hyung."
Yoongi tertegun sebentar, namun setelahnya ia hanya menggelengkan kepalanya pelan, menghapus segala perasaan yang menyerbunya tiba-tiba, "See you.." ucapnya.
Telepon terputus. Jimin mengerang, dan berbisik tepat saat sambungan itu terputus...
"I miss you, hyung."
.
TBC
P.s; akhirnyaa Yoongi beraniin diri nelpon Jimin -_-
nah loh? Kok sequelnya jadi chaptered ya? Padahal tadinya jadi oneshot aja... tapi ya sudahlah... beras sudah berubah jadi beras plastik/? :v
ohiyaaa btw, aku udah slesai semesteraaann yeeeeyyyyy ~(,)~ *slap* #gakpenting
Gomawoo semuaanyaa yg udah mau read, review, follow, dn favorit ff aku gomawooo *bighug* mmuuaacchh :*
Sekali lagi ini masih kuraaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaang dan saya butuh masukan hehehe xD review please~
