Author: Athiya064/Kyung064
Tittle: Salary Day?
Cast: EXO Official Couple
Rated: T
Genre: Romance, Drama, etc.
Language: Indonesian
Desclaimer: I do not own the character(s) but the plots are mine.
Words: 5870
Contact Here: Athiya Almas (Facebook)
Athiya064 . wordpress . com
Happy reading
Kyungsoo merengut kesal, ini baru tiga jam dari jadwalnya bekerja di cafe yang lumayan ramai ini tapi otaknya terasa seperti terbakar. Atasannya itu marah-marah hanya karena ada pegawai yang kerjanya sedikit lambat. Tapi ia melampiaskannya ke Kyungsoo, 'Memang aku baby sitter para pelayan itu?'
Sebenarnya atasan Kyungsoo cukup baik, hanya saja kalau ia sudah mengomel dari matahari terbit sampai matahari akan terbenam rasanya omelan itu tidak akan berhenti. 'Mungkin memang semua orang tua itu emosian,' Kyungsoo berusaha menahan rasa kesalnya.
Ia beralih mengaduk sup di dalam panci besar itu, harusnya ini pekerjaan Lee Taemin tapi si anak berambut jamur itu hari ini ada tes mengemudi, jadi tugas ini beralih padanya. Kyungsoo adalah 'Employee of this month' begitu juga dengan bulan sebelumnya, bulan sebelumnya lagi, dan bulan-bulan sebelum bulan ini, semenjak awal cafe ini dibangun. Bahkan rasa-rasanya ia juga yang akan menjadi pegawai terbaik di bulan berikutnya. Ia jadi ingat salah satu episode spongebob squarepants tentang prestasi pegawai terbaik yang selalu dimenangkan Spongebob hingga wajahnya menghiasi beratus-ratus bingkai di Krusty Krab, ya Kyungsoo juga seperti itu.
Bedanya, bingkai pegawai terbaik di restauran ini hanya satu. Dan sudah berdebu karena foto Kyungsoo tidak pernah diturunkan.
Menjadi pegawai teladan itu menyenangkan, ia akan dihormati oleh juniornya. Tidak, ia tidak gila hormat, hanya saja menyenangkan saja semua orang seperti menghargaimu dan karyamu. Itulah pikir Kyungsoo pada awalnya, namun lama-lama ia jengah juga. Si tetua cafe bernama Kim KeyBum(sebenarnya Kim Kibum) itu selalu mengomel kalau pekerjaannya maupun pekerjaan pegawai lain akan disalahkan padanya.
"Oppa,"
Kyungsoo mengecilkan api kompor dan berhenti mengaduk sup itu, lalu menatap gadis cantik yang baru saja mendatanginya. Gadis itu terlalu cantik untuk bekerja sebagai pelayan di cafe ini, harusnya gadis itu menjadi model atau bahkan member girlband, begitu pikir Kyungsoo awalnya. Namun setelah tahu bahwa Sulli-gadis itu- tak sepenuhnya gemulai seperti bagaimana seharusnya ia, membuat Kyungsoo ragu. Mungkin lebih baik, Sulli memang bekerja dibawah komandonya di cafe ini.
"Kyungsoo oppa capek kan? Ini, aku bawakan juice dan strawberry cake. Berhenti saja dulu, lagipula cafe juga tidak terlalu ramai kok." Kyungsoo tersenyum, lalu meraih nampan yang dipegang Sulli. Sulli ini, ia memang tipe-tipe yeodeonsaeng yang diinginkan semua orang. Lagipula, Kyungsoo memang tak punya adik perempuan jadi ia selalu bersikap baik pada Sulli.
"Kau tak makan?" tanya Kyungsoo, mereka berdua duduk berhadapan. "Annio, aku sudah kenyang hehe." Jawab Sulli sambil tertawa kecil, "Kau itu sudah kurus, jangan diet lagi. Kau mau terlihat seperti tengkorak berjalan hm? Kau pikir jadi sekurus member SNSD itu baik? Kalau oppa sih cenderung takut melihat mereka, bisa-bisa ketika mereka menari menggunakan high heels mereka akan jatuh dan tulang-tulang mereka patah."
"Oppa!" teriak Sulli, Kyungsoo memang selalu menakut-nakutinya dengan fakta menyeramkan diet ketat, padahal Sulli tidak diet. Memang ia ingin kurus, tapi ia masih suka makan kok. Cuma dokter bilang, ia memang harus mengurangin makan dan mulai makan bergizi bila tidak suka olahraga, karena bisa-bisa ia sakit. Itu alasan kenapa Sulli terlihat jarang makan, dan hanya makan dengan porsi sedikit.
"Hehe, bercanda donsaengie~ aigoo neomu kyeowo." Kyungsoo mengacak rambut Sulli, gadis itu mendengus kesal. "Eh oppa, di sekolahku akan ada prom night kau mau tidak jadi pasanganku? Oppa tahu sendiri, jangankan pacar, orang yang aku suka aja belum ada,"
"Pergi saja dengan Amber, bukannya kau bilang ia king of party?" Sulli memukul dahi Kyungsoo dengan sedotan, "Bagaimanapun Amber hyung itu yeoja tahu," Sulli terkekeh, orang-orang suka terkecoh dengan penampilan Amber. "Takkan ada yang percaya kalau ia yeoja,"
"Pfft, hentikan. Jadi oppa mau tidak?" Kyungsoo menggeleng, baginya berdansa adalah hal kesekian yang ia ingin lakukan di dunia. Lagipula Sulli ini adalah gadis bertubuh tinggi, sekali ia menggunakan high heels maka Kyungsoo jadi lebih pendek darinya. "Jangan ngambek seperti itu, ajak saja Taemin, bukankah ia teman sekelasmu?"
"Taemin.. oppa?" Kyungsoo mengangguk, ia terkekeh melihat perubahan rona wajah Sulli. "Marhae, katakan padanya kalau kau suka dengannya, sebelum temanmu yang bernama Naeun itu mengajaknya duluan loh."
Dan Kyungsoo meninggalkan Sulli untuk mengganti tulisan 'OPEN' menjadi 'CLOSED' lalu kembali ke dapur, tapi sepertinya dewi fortuna sedang kelelahan membagikan keberuntungan pada manusia hari ini. Begitu ia kembali ke dapur, si kakek sihir –ralat Key maksudnya- sudah berkacak pinggang di hadapannya.
"YAK DO KYUNGSOO KALAU KAU MAU BERSANTAI MATIKAN DULU KOMPORMU!"
Baiklah, mungkin pegawai bulan depan akan jatuh ke tangan Sulli. "Jeongsohamnida, bujangnim."
. . .
Kyungsoo membuka payungnya dan merapatkan mantelnya, ia benci saat-saat seperti ini. Ia tidak benci semua musim, hanya saja ia benci ketika pergantian musim. Ia benci pergantian musim gugur ke musim dingin, musim dingin ke musim semi dan lain-lain. Seperti saat ini, ia sungguh sangat berharap agar musim semi cepat datang tanpa ia harus melewati sesi pergantian semi. Ia ingin ketika ia bangun bunga telah bermekaran dan salju telah habis, namun itu tidak mungkin.
Ia menimbang-nimbang, apakah ia harus jalan atau naik bis. Kalau ia jalan, bisa-bisa kakinya membeku dan ia akan alergi serbuk bunga yang akan tumbuh. Tapi kalau naik bis, akan lama menunggu bis berikutnya dan ia sedang membawa gajinya, ia takut uangnya jatuh atau bahkan dicuri. Bisa-bisa ia menunggak biaya kuliah lagi kalau seperti ini.
Halte mulai sepi karena orang-orang naik bis yang sebelumnya, dan sepertinya takkan ada orang yang mau menunggu bis berikutnya dengan berdiri dibawah atap halte di suhu minus sepuluh derajat celcius, kecuali Kyungsoo dan satu orang aneh di sudut halte..
Kyungsoo menutup payung hitam yang sedari tadi melindunginya dari salju, ia memutuskan untuk duduk lagi di halte tersebut. Ia meletakkan payung tersebut di sebelah sepatu hitamnya, ya kalau dalam penampilan memang Kyungsoo sedikit aneh, seperti tidak ada warna lain yang bisa ia pilih kecuali hitam.
"Chogiyo," Kyungsoo menoleh mendengar suara lemah tersebut, orang misterius itu berbicara sangat pelan. "Ada apa?" tanya Kyungsoo sedikit ketus, ini hari ia gajian, artinya ia harus waspada dengan setiap orang yang ia temui.
"I-Ini," orang itu menyerahkan sebuah minuman botol, Kyungsoo menggeleng. Tidak, bisa-bisa di minuman itu ada obat biusnya! "Aku tak haus, terima kasih ngomong-ngomong." Lelaki misterius itu menggeleng.
"Minum.. minum," orang itu semakin merapatkan dirinya ke dinding halte, entah karena kedinginan atau ia takut dengan pandangan menusuk milik Kyungsoo. "Iya, aku tidak ingin minum. Aku tidak haus!" Kyungsoo mulai naik darah.
"Uhuk! Buka, uhuk!" mata Kyungsoo menyipit, lama-lama ia baru sadar. "Ah, kau meminta tolong untuk membuka botol ini? Baiklah, kenapa tidak bilang dari tadi?!" meskipun marah-marah Kyungsoo tetap membuka botol minum itu, lalu memberikannya. Lelaki itu minum dengan tergesa-gesa hingga ia sedikit tersedak.
Kyungsoo membuka tasnya, mengeluarkan hoodie cadangan yang selalu ia bawa kemana-mana di musim gugur maupun musim dingin. Lalu memberikannya pada lelaki itu, "Lain kali kau harus perkirakan cuacanya. Di suhu sedingin ini tak seharusnya kau memakai pakaian tipis, kau pasti dehidrasi karena kekurangan cairan, bisa-bisa kau hipotermia."
Namun orang itu tak membalas ucapan Kyungsoo, bahkan hanya memeluk hoodie itu tanpa berniat memakainya. "Baiklah, sepertinya kau tak berkenan membalas ucapanku juga hehe. Syukurlah hujan saljunya sudah selesai, nan galkke."
Kyungsoo berdiri, lalu berjalan pelan-pelan menuju apartemennya. Ia lelah menunggu bis, kalau ia menunggu yang ada ia akan semakin larut sampai di rumah dan energinya akan habis esok hari. Dan ia masih akan bertemu Key, jadi ia tidak boleh lelah menghadapi semua omelannya.
Srekk.. srekk..
Lelaki pendek itu menghentikan langkahnya, perasaannya tiba-tiba tidak enak. Dan ia tidak akan berani menoleh kebelakang, sial! Kenapa semua kesialan selalu datang di hari ia menerima gaji? Kyungsoo mempercepat langkah kakinya, ia berlari hingga mendekati komplek apartemennya, tapi siapa sangka semakin cepat ia melangkah semakin cepat pula langkah kaki yang membayanginya.
Kyungsoo menunduk dan melepas sepatunya, kemudian ia berbalik. Jika orang itu macam-macam ia pasti akan melempar sepatu orang itu tepat di wajahnya. Namun ketika ia berbalik, bukannya seorang pencuri yang menodongkan senjata api padanya, melainkan lelaki aneh tadi.. lelaki yang ia temui di halte.
'Mau apalagi dia? Huh benarkan, tak seharusnya aku menolong orang asing..' ia mencengkram erat tasnya, takut-takut orang itu merampas tas miliknya. "Kenapa kau mengikutiku?!" suara Kyungsoo memecah keheningan, ia berteriak penuh emosi sampai asap khas musim dingin langsung mengepul dari mulutnya.
"Kau bukan tetanggaku, jangan mengikutiku!" Kyungsoo memilih berbalik namun baru beberapa langkah ia berjalan suara langkah kaki itu terdengar lagi. "YAK! Neo! Tidak baik mengikuti orang lain! Kau mau aku berteriak? Jangan ikuti aku lagi! Aku tidak punya uang dan aku juga bukan orang kaya, salah besar kalau kau akan mencopetku."
Namun orang itu menatap Kyungsoo dengan mata hitamnya yang tajam, namun dibalik ketajaman itu ada ekspresi memelas yang ia tampilkan. Tatapan mata itu benar-benar seperti anak anjing yang minta dipungut setiap orang yang melewatinya, tatapan penuh harap seolah berkata, 'Tolong-tampung-aku-meskipun-kau-meletakkanku-di-dekat-tempat-sampahmu' Kyungsoo menggelengkan kepalanya, kalau hewan piaraan mungkin Kyungsoo masih tega meninggalkannya. Tapi ini manusia, makhluk hidup yang sejenis dengannya, dan ia masih punya cukup hati untuk tidak meninggalkan seorang manusia di tengah dinginnya cuaca seperti ini. Tapi tetap saja, manusia kan bisa berbuat jahat.. bisa-bisa itu hanya akting, dan tujuan orang itu mengambil gajinya.
'Aish, aku ini tidak mata duitan. Tapi kalau menyangkut hari gajian aku akan jadi super sensitif, biar bagaimanapun ini adalah hasil kerja kerasku selama sebulan dan aku tidak mau ada orang yang mengambilnya dariku!'
"Ga! Aku akan menghitung sampai tiga dan ketika hitungan ketiga kau tidak pergi aku tidak perduli lagi! Aku akan berlari sangat cepat hingga kau kehilangan jejakku, arasseo? Setelah hitungan ketiga kau harus kembali ke arah rumahmu, Jangan ikuti aku!" bentak Kyungsoo lagi, "Hana.. jangan menatapku dengan pandangan seperti itu,"
"Dul, ish kau bisa dengar suaraku tidak sih? Aku bukan radio yang hanya berbicara satu arah, aku butuh jawaban." Lelaki misterius itu masih menatapnya, dengan ekspresi yang tidak berubah. Raut wajahnya datar namun matanya masih memancarkan harapan. –bahkan menurut Kyungsoo ia tidak melihat orang itu berkedip-
"Set!" hening, baik Kyungsoo maupun orang itu tidak ada yang bergerak. "Set?" Kyungsoo mencoba mengingatkan tentang omelannya. Akhirnya dengan pasrah Kyungsoo mendeath glare orang itu dengan tatapan 'Jangan-ikuti-aku-lagi' dan mulai berlari, tapi orang itu seperti sebuah bayangan. Ketika Kyungsoo bergerak maka secara reflek ia akan bergerak juga.
"Saekki! Aku sudah bilang jangan ikuti aku!"
Namun yang ia dapatkan adalah tatapan puppy yang sangat menggemaskan, mungkin bintang malam ini telah berpindah di mata lelaki itu. Kyungsoo menarik nafas panjang lalu menghembuskannya kasar.
"Baiklah, kau boleh ikut ke rumahku. Tapi esok, kau harus segera angkat kaki ketika aku pergi bekerja!" putus Kyungsoo akhirnya, entah keputusan itu benar atau tidak. 'Siapa yang akan tahan ditatap seperti itu?' sungut Kyungsoo, ia melangkah pelan-pelan hingga tiba di apartemennya.
"Ya! Ya! Ya! Nachseon sarami!* kau tahu sopan santun? Apa sebelum ini kau tinggal di planet lain seperti Do Minjun? Kalau masuk rumah orang, kau harus melepas sepatumu dan menata sepatumu seperti ini. Ayo ambil dan tata sepatumu seperti aku!" Kyungsoo mencontohkan bagaimana cara menata sepatu. Lelaki itu menatap, dan melakukannya semirip yang dilakukan Kyungsoo.
"Kalau begitu, sekarang kau mandi. Kau bisa menggunakan kran air panasnya, di malam hari air panas akan keluar lebih banyak. Cepat ya, aku akan menata tempat tidurmu." Kyungsoo memberikan sebuah handuk ke tangan lelaki itu, dan merasa sedikit lega ketika orang itu mulai mandi.
Lelaki yang tingginya bahkan tidak mencapai 175 senti ini mulai mempersiapkan kamar, untung saja di apartemennya ada dua kamar. Selesai ia mempersiapkan kamar, ia menyiapkan cokelat hangat untuk tamunya. Ia harus menghormati tamu, bagaimanapun keadaan tamu tersebut kan?
Klek!
"Sudah selesai mandi?" tanya Kyungsoo ketika lelaki aneh itu keluar dari kamar mandi, asap terlihat mengepul karena air panas yang suhunya tinggi. Lelaki itu mengangguk, Kyungsoo menyerahkan segelas cokelat hangat. "Minum ini, kalau sudah kau bisa meletakkannya di wastafel pencucian, dan pergi tidur di kamar yang pintunya berwarna putih itu. Aku mau mandi dulu, jangan menungguku." Kaya dia akan menungguku saja. Batin Kyungsoo.
Tamu misterius yang bahkan Kyungsoo tidak tahu namanya itu menurut, ia meminum cokelat hangat bikinan Kyungsoo dengan cepat. Namun matanya tak lepas dari pintu kamar mandi Kyungsoo, dan ketika si tuan rumah selesai mandi ia buru-buru meletakkan gelasnya di bak pencucian dan segera menuju kamarnya. Kyungsoo hanya tersenyum melihat lelaki itu, tingkahnya sungguh mirip anak kecil di tubuhnya yang sebesar itu.
. . .
Seorang lelaki cantik dengan kemeja berwarna putih terlihat sedang uring-uringan sendiri di pojokan cafe, ia meminum kopinya cepat. Rambutnya berantakan, matanya sedikit sembab, dan kantung mata terlihat jelas di wajahnya yang putih. Intinya, ia lebih mirip orang gila daripada lelaki cantik.
"Pelayan!" teriak orang itu, sampai hampir seluruh pengunjung cafe menatapnya aneh. Sulli datang tergopoh-gopoh sambil membawa menu di tangan kanannya. "Ada yang bisa saya bantu, tuan?" tanya Sulli seramah mungkin.
"Wine," orang itu menjawab datar. "Eh? Maaf tuan, kami tidak menjual yang seperti itu di cafe ini, sekali lagi maaf. Apa ada pesanan lain?" tanya Sulli, menurutnya orang ini sedikit aneh. Bukankah Wine dan minuman keras lain tidak ada di dalam daftar menu?
"Disini ada wine, ada di kulkas dapur." Sulli masih menggeleng, kalau orang ini bukan pelanggan mungkin Sulli sudah menendangnya dari tadi. "Cih, dasar yeoja polos. Mana Kyungsoo? Kyungsoo-ya!" tiba-tiba ia mengeraskan suaranya, Sulli makin bingung.
Kyungsoo baru datang beberapa saat setelahnya, terlihat raut lelah di wajah si pattisery yang kadang-kadang menjabat menjadi koki itu. Jelas saja ia lelah, pagi tadi ketika ia akan mengusir tamu asing di apartemennya, yang ada orang itu malah demam. Mau tak mau Kyungsoo harus rela orang itu beristirahat di tempat tinggalnya lagi. Untung ia sudah menyetorkan uang gajinya ke bank dan juga membayarkan biaya kuliahnya. Ia juga sudah mengunci apartemennya dengan kode khusus, jaga-jaga agar orang asing itu tidak kabur sambil membawa barang berharga Kyungsoo –seperti ia punya saja-.
"Luhan gege?!" pekik Kyungsoo, "Hei anakku~ wine jusseyo~" suara orang yang dipanggil Luhan tadi berubah imut, tanpa banyak berkata Kyungsoo berlari ke dapur dan membawakan sebotol Wine dan menyiapkan gelas berkaki. Sulli masih bingung, tidak mungkin orang di depannya ini sungguhan orangtua Kyungsoo kan?
"Ssul, nanti oppa jelaskan. Perkenalkan ini Luhan gege, pemilik cafe ini." Sulli membelalak, "Key bujangnim adalah managernya, dan ia yang bertugas memimpin cafe selama Luhan gege pergi. Jadi kalau kau bertemu dengannya lagi jangan merasa aneh dengan tingkahnya ya."
"O-Oh ne oppa. Mianhae sajangnim." Sulli membungkuk 90 derajat, "Jangan terlalu formal, kau membuatku terlihat tua. Panggil saja gege," Luhan mengedipkan matanya, Sulli hanya diam saja. "Jangan terpesona Ssul, dia hanya berlagak seperti cassanova padahal kehidupan pribadinya dengan seorang anak SMA selalu terombang-ambing. Oppa izin menemani gege curhat dulu, tolong kau ambil alih pekerjaan ya." Sulli mengangguk dan kembali ke dapur.
"Pegawai baru lagi?" kyungsoo mengangguk, Luhan memang jarang ada di cafe ini jadi ia tak terlalu tahu menahu semuanya karena sudah ada Key yang mengurus. Terakhir kali ia ada di cafe ini adalah tiga bulan lalu, seminggu sebelum Sulli bekerja, jadi gadis itu tak mengenal bosnya sendiri. "Dia terlalu cantik untuk jadi pegawai Kyung,"
"Sudahlah gege, jangan bertindak seolah-olah kau adalah cassanova. Kau hanya uke yang tertindas oleh anak SMA. Jadi bagaimana kabar Oh Sehun-mu itu?" tanya Kyungsoo jengah, Luhan hanya mau bercerita soal Sehun ke Kyungsoo. Biasanya ke Xiumin, sahabat baiknya, sayang Xiumin baru saja menerima beasiswa kuliah memasak di Prancis.
"Sehun mengabaikanku~ aku kesaaallll!" rengek Luhan, pengunjung lain nampaknya sudah tak memerdulikan tingkah aneh Luhan ketika Kyungsoo mengenalkan ia sebagai pemilik cafe. "Mengapa ia mengabaikanmu? Tiga bulan lalu ia mengabaikan gege karena ujian, apa sekarang ia akan ujian lagi?"
"Uhm! Ujian tengah semester sih, tapi yang lebih parah ia mengabaikanku karena kehilangan temannya!"
"Teman?" tanya Kyungsoo bingung. "Sehun itu punya teman dekat, tapi temannya itu sedikit aneh. Menurut dokter keluarganya ia menderita sedikit keterlambatan di pola berpikirnya, tapi entah mengapa ia justru sangat cerdas dalam pelajaran. Apalagi mereka berdua jago menari, jadi keduanya sangat dekat. Meski temannya tak berbicara selancar orang biasa, temannya itu adalah salah satu pewaris perusahaan terkenal di Korea. Dan Sehun kebingungan mencarinya, kalau anak itu tak ditemukan perusahaan bisa jatuh ke tangan yang salah." Luhan membicarakan teman Sehun, namun mengapa sepertinya ada nada kekhawatiran juga dalam suaranya?
"Kasihan sekali masih SMA sudah memikirkan hal serumit itu, aku sampai kuliah saja masih memikirkan bagaimana cara menambal biaya kuliahku yang semakin hari semakin mahal. Aku sih tidak terlalu pintar, kalau saja aku pintar dan bisa dapat beasiswa pasti tak sesusah ini."
"Kau juga, aku sudah berbaik hati mau menguliahkanmu hingga lulus tapi kau menolak." Gerutu Luhan, "Tidak mau ah ge, kalau aku menerima uluran tangan orang lain aku tidak pernah tahu bagaimana rasanya bahagia setelah memeras keringatku sendiri. Sudah jangan membahas ini, kenapa kau tak coba bicara dengan Sehun?
"Aku tidak tahu mau bicara apa.." Kyungsoo menepuk dahinya, "Sehun biar ia terlihat sibuk sebagai calon pewaris, tapi ingat ia masih anak kecil. Perbedaan umur kalian jauh, jadi gege hanya perlu bersabar menghadapinya. Di masa-masa SMA kebanyakan mereka adalah tipe pemberontak yang tak mau dikekang, namun mereka juga akan bertindak seperti anjing yang meski ia pergi jauh ia tetap akan kembali dan bermanja-manja pada pemiliknya. Gege perhatikan saja dia, dandanlah. Kalau kau tampil dihadapan Sehun seperti ini, jangankan ia mau lovey-dovey denganmu, mungkin ia akan berpura-pura tidak melihatmu."
"Ish Kyungsoo, pedasnya kata-katamu." Kyungsoo tertawa kecil, "Aku jamin kau pasti belum mandi. Mandilah, nanti jemput Sehun ketika ia pulang sekolah, dengarkan ia kalau ia mengkhawatirkan sahabatnya. Ia tidak mengacuhkanmu kok, ia hanya bingung, bagaimanapun yang hilang adalah sahabatnya jadi ia pasti panik."
"Benar juga, trims Kyung, kau sedikit membantu. Hah, sebenarnya dimana sahabat Sehun ini? Kau tak melihatnya?" Kyungsoo mengendikkan bahunya. "Gege tumben sekali khawatir, sebenarnya ia sahabat Sehun atau sahabatmu juga?" Luhan tidak menjawab.
"Lagipula aku tak punya tv, dan aku punya waktu yang sempit bahkan hanya untuk memikirkan siapa sahabat kekasihmu ge haha. Ya sudah, aku kembali ke dapur dulu!" Kyungsoo meninggalkan Luhan yang mulai menghabiskan wine secepat atlet yang butuh cairan penambah ion.
. . .
Kyungsoo sedikit bersyukur ia pulang lebih awal dan ada bis yang bisa membawanya sampai ke apartemen dengan cepat tanpa harus merasakan hawa dingin yang menusuk. Ia membuka kunci apartemennya dan mulai masuk, sejujurnya ia sedikit penasaran apakah si anak aneh itu masih bertahan di rumahnya atau tidak?
"Aku.. pulang?" sapanya ragu. Ia melihat selimut yang mungkin dibiarkan tergeletak berantakan di depan sofa. Kyungsoo merapikan selimut itu dan melipatnya, ia kemudian masuk ke kamarnya dan berganti dengan baju santai. 'Mungkin orang itu ada di kamar mandi.' Batinnya.
Prang!
Kyungsoo terlonjak, ia langsung menuju dapurnya yang memang letaknya agak sedikit dibelakang. Dan matanya membelalak melihat pemandangan kacau di hadapannya, wajannya sudah tak berbentuk dengan aroma gosong yang mengganggu penciuman, piring jatuh, beberapa sisa makanan mewarnai meja pantrynya. Dan sesosok manusia berdiri di sudut ruangan seolah tak tahu akan melakukan apa.
"A-APA YANG KAU LAKUKAN?!" jerit Kyungsoo pada akhirnya, ia benar-benar tidak bisa mentolerir kekacauan yang ada di hadapannya. Orang itu, tamu misteriusnya hanya menundukkan kepalanya.
"K-Kau menghancurkan dapurku! Apa yang kau lakukan di dapurku?!" jerit Kyungsoo, ia suka memasak dan membuat kue, dan ketika ada seseorang yang membuat kekacauan di dapurnya. Kyungsoo benar-benar tidak menyukainya.
Biarpun kemarahannya sudah sampai di ubun-ubun tapi Kyungsoo tak hanya diam berdiri, tangannya bergerak cekatan dan mematikan kompor. Ia langsung memakai sarung tangan memasak dan memindahkan wajan gosong ke bak pencucian dan menyalakan kran untuk mendinginkan wajan tersebut. Kyungsoo berdecak kesal, baru saja ia pulang kerja tapi sudah disuguhi pemandangan seperti ini.
Kyungsoo meraih pisau kecil dan mulai mengikis telur gosong di atas wajan itu, ia melakukannya dengan cepat dan berusaha menahan sumpah serapah yang bisa saja keluar dari mulutnya untuk si tamu asing tersebut.
Ketika ia selesai mencuci peralatan masaknya, Kyungsoo beralih mengambil sebuah sapu kecil. Berusaha menyingkirkan pecahan piring yang bisa melukai orang lain. Lelaki yang baru semalam datang ke rumah Kyungsoo itu ikut berjongkok dan mengambil alih sapu kecil itu.
"Kau duduklah di ruang tengah, biar aku yang bersihkan." Jawab Kyungsoo dengan suara rendah, tapi lelaki itu tak berpindah sedikitpun. "Kau mau melakukannya?" tanya Kyungsoo, lelaki itu mengangguk antusias. "Baiklah, kau rapikan itu aku akan merapikan yang lain. Kalau sudah selesai, kau bisa membuangnya disini." Kyungsoo menunjuk tempat sampah.
Ia kemudian berbalik, niatnya untuk merapikan kekacauan yang lain sebelum..
"Ah!" Kyungsoo menoleh, itu suara jeritan pelan milik lelaki asing. 'Ternyata ia tidak bisu.' Batin Kyungsoo, ia kira setelah kejadian di halte tamu asingnya itu tidak bicara lagi. Ternyata lelaki itu masih bisa mengeluarkan suara meski hanya berupa erangan. Lelaki yang lebih kecil itu berjongkok dan melihat darah mengalir di lantai apartemennya. "Ck, kau ini. Aku kan sudah bilang aku saja yang merapikannya. Berdirilah, cuci lukamu disini."
Lelaki itu menurut dan membasuh lukanya dengan air dingin, dan membiarkan Kyungsoo memakaikan plester luka di jarinya. Ia hanya diam dan menatap mata bulat Kyungsoo, juga kerutan-kerutan di dahi lelaki kecil itu. Ia sedikit menyesal membuat si pemilik rumah ini kesal padahal ia baru saja pulang kerja. Sebenarnya niatnya bukan ingin menghancurkan rumah Kyungsoo, justru ia ingin membuatkan makanan untuk mereka, tapi gagal.
"Kau bisa bicara yang lain juga ternyata, namamu siapa?" lelaki itu tidak menjawab. "Setidaknya kalau kau tidak ingin bicara padaku beri tahu aku namamu, aku juga perlu tahu namamu agar aku tidak meneriakimu dengan 'Hey' 'kau' dan yang lain. Memang kau senang aku tidak memanggilmu dengan namamu huh?"
Kruuukk~
Omelan Kyungsoo terhenti seketika ketika mendengar suara aneh itu. "Kau lapar?" tanya Kyungsoo, lelaki di depannya mengangguk pelan, wajahnya merona menahan malu. "Jadi kau membuat kekacauan ini karena kau lapar?"
Lelaki itu menggeleng, dan menunjuk Kyungsoo. "Oh, kau ingin membuatkanku makanan? Haha lain kali tidak usah, kalau kau lapar kau harus menungguku sampai aku pulang. Kalau kau begini terus lain kali peralatan dapurku akan habis, aku akan sangat sedih. Aku sudah menabung lama untuk memperoleh semua dan kau malah membuatnya gosong. Kau tunggulah di ruang tengah, aku akan membuatkan makan supaya demammu turun."
Tanpa membalas perkataan itu, si tamu asing bergegas duduk di ruang tengah. Ia bersyukur, Kyungsoo tidak mengusirnya. Dan sejujurnya ia baru sadar pula kalau di apartemen sempit ini tidak ada televisi, entah kehidupan seperti apa yang dijalani Kyungsoo sampai-sampai si tamu itu tidak melihat benda elektronik atau gadget yang berlebihan di sini. Ia merogoh sakunya sambil mengawasi pintu dapur, meraih sebuah ponsel keluaran brand nomor satu di dunia dan mengetikkan beberapa pesan disana. Kemudian buru-buru menyimpannya lagi ketika Kyungsoo datang membawa samgyetang dan nasi hangat.
. . .
TEET!
Suara bel yang memekakkan telinga itu membangunkan Kyungsoo dari mimpi indahnya, sangat mengesalkan! Seharusnya ia mengganti bel itu dengan suara yang lebih lembut, bel itu sudah sangat cempreng bunyinya akibat terlalu sering terkena tetesan hujan yang merembes karena atap lorong apartemennya yang jauh dari layak.
Padahal ia baru saja bermimpi Obama mendatanginya dan menawarkannya sebuah beasiswa memasak sebagai koki di white house..
'Geez mimpiku terlalu jauh, bagaimana mungkin Obama akan datang ke apartemenku yang kumuh sambil menyerahkan sertifikat memasak?' umpatnya pada dirinya sendiri, dengan rambut berantakan ia membuka pintu apartemennya.
Pria-pria berjas sedang berbaris di depannya, Kyungsoo membelalakkan matanya. Ia takut mereka adalah debt collector yang akan menyita apartemennya dan properti miliknya –seperti ia punya-.
"Apa nona Do ada?" tanya salah seorang dari mereka. Perlu beberapa detik bagi Kyungsoo untuk memproses pertanyaan tersebut. "Siapa?"
"Nona Do, nona Do Kyungsoo." Jawab orang itu, Kyungsoo mengerutkan alisnya bingung. "Disini tidak ada wanita bernama Do Kyungsoo, yang ada adalah lelaki bernama Do Kyungsoo dan itu aku."
"Oh benarkah? Saya pikir Do Kyungsoo adalah perempuan, karena ia baru saja memenangkan seperangkat kitchen set keluaran perusahaan KJ, chukkahamnida!" mungkin kalau bisa mata Kyungsoo sudah keluar dari rongganya saking kagetnya dia.
"A-apa?! T-tapi aku tidak ikut lomba apapun.." kata-kata Kyungsoo berubah sendu, ia takut ini semua hanya paket salah kirim. Bisa saja di apartemen ini ada yang bernama Do Kyungsoo lain dan ia adalah seorang wanita.
"Memang ini bukan hadiah perlombaan, KJ company baru saja memperluas cabang mereka di bagian properti dapur dan alat makan. Nah mereka melakukan undian melalui data penduduk dan diutamakan yang bekerja sebagai seorang koki atau yang berpengalaman di bidang masak. Di data dijelaskan anda adalah salah satu koki bukan?" Kyungsoo mengangguk. "Berarti ini benar untuk anda, selamat tuan Do. Taehyung! Youngjae! Bawa kitchen set itu kemari!"
Dan dua orang itu membawa sebuah kitchen set yang dimasukkan dalam kardus besar yang bahkan Kyungsoo yakin itu lebih besar daripada lemari pakaiannya. "Err.. maaf tuan-tuan, tapi aku tidak yakin benda sebesar ini bisa muat masuk pintuku."
.
.
"Ya, terima kasih.
Kyungsoo sedikit malu, karena pegawai berjas tadi harus kesusahan menata kitchen set tersebut. Bahkan mereka menawarkan Kyungsoo untuk mengganti lemari es yang bahkan tingginya tak sampai sepinggang Kyungsoo secara Cuma-Cuma. Tetapi biar bagaimanapun Kyungsoo adalah orang dengan harga diri tinggi –menurutnya- ia tak ingin orang-orang membantunya karena kasihan, bagaimanapun ia sangat suka ketika ia berhasil karena usahanya sendiri.
"Hua, aku sangat senang. Dengan peralatan sebanyak ini, lain kali aku harus upgrade menu masakanku. Masa aku sudah punya sebanyak ini tapi aku masih memasak Kimchi Spaghetti? Yang benar saja. Tapi ngomong-ngomong, Kjcompany? Perusahaan apa itu? Kenapa namanya asing sekali di telingaku. Apa mungkin Luhan hyung benar aku adalah orang yang gagap teknologi, jadi tidak pernah tahu keadaan luar. Ah biar saja, inikan hidupku."
Ia memasak ayam goreng dengan cepat, menyedihkan karena ayam adalah satu-satunya bahan makanan yang tersisa di lemari es yang bahkan sekarang suhunya sudah tidak terlalu dingin karena mesinnya sudah termakan usia. Hah, tentu saja lemari es ini memang sudah seharusnya rusak. Ia bahkan dapat gratis dari penghuni apartemen yang lama.
Grek!
"Ya Tuhan!" seru Kyungsoo, tiba-tiba ada sesosok manusia bersandar di dinding dapur Kyungsoo dengan selimut yang masih membungkus tubuhnya. Suara itu tadi diakibatkan pintu kamar tamu yang lama tidak diberi pelumas sehingga suaranya menakjubkan bagi orang aneh sepertinya.
"Aku lupa kau selalu datang diam-diam, kau mau makan? Aku hanya masak ayam goreng, maafkan ya. Aku sedang kehabisan bahan masakan, tapi kau tahu pagi ini ada orang-orang yang mengantarkan kitchen set kerumahku. Lengkap pula, jadi aku sudah tidak sedih meski kau menggosongkan wajanku. Aku bahkan telah membuang wajanku haha."
Kyungsoo berbalik, lelaki asing itu menatap sesuatu yang dipegang Kyungsoo dengan mata berbinar. "Kau suka ayam?" tanpa berpikir panjang lelaki itu mengangguk dan Kyungsoo menyerahkan ayam goreng itu.
"Kau ini, darimana asalmu? Kenapa kau selalu memakan masakanku seolah-olah kau tidak pernah makan apapun sebelumnya? Tapi aku senang kok, akhirnya ada orang yang bisa menutup mulut walaupun aku tahu masakanku tidak enak. Tinggal satu rumah denganmu ada enaknya juga, tapi tetap saja tidak enak aku selalu berbicara seolah kau tidak paham ucapanku." Kyungsoo terkekeh pelan.
"Padahal sebenarnya kau paham kan? Kalau kau memutuskan bicara, jangan ungkit soal perkataanku ya. Tapi sebenarnya kau ini siapa? Apa jangan-jangan kau adalah makhluk primitif yang selama ini tinggal di hutan? Tapi kalau kau tinggal di hutan kau tidak mungkin punya baju, oh ngomong-ngomong baju maaf karena kau hanya bisa memakai baju musim dingin dan baju olahragaku. Badanku tidak tumbuh seperti orang lain jadi ukuran bajuku kecil." Tamu asing itu hanya tersenyum dan mengangguk seolah mengatakan 'tidak-apa-apa'
"Wah, kau tersenyum. Oh ya, aku akan memanggilmu Kai! Aku lelah harus memanggilmu dengan 'Hey' dan 'Kau' saja. Kai adalah nama yang lucu, mungkin ini tidak sopan karena Kai adalah nama anjing peliharaanku ketika kecil. Tapi Kai sangat lucu, sehingga aku tidak bisa melupakannya. Jadi namamu adalah Kai, Kai-ssi."
Pembicaraan itu tetap berlangsung satu arah sampai Kyungsoo memutuskan untuk berangkat bekerja. Dan entah mengapa Kyungsoo tidak mengusir Kai lagi, menurutnya Kai boleh tinggal di apartemennya selama yang ia mau asal lelaki itu tidak menyentuh dapurnya.
. . .
"Cerah sekali wajahmu." Kyungsoo terkejut, Key berjalan di belakangnya. "Ne bujangnim, anda juga terlihat semangat sekali." Jawab Kyungsoo santai, ia tidak ingin berdebat dengan manajernya tersebut.
"Tentu! Minggu depan aku akan bertunangan, kau datang ya!" jeritnya heboh, hingga pegawai lain menatapnya aneh. Tapi dasar Diva almighty Keybum, mana pernah ia perduli dengan orang lain disekitarnya? Lelaki nyentrik yang heboh.
"Minggu depan? Aku tidak yakin, aku mulai masuk kuliah lagi." Dengusan kecewa langsung keluar dari mulut Key, "Tapi akan aku usahakan kok bujangnim." Kyungsoo tersenyum dan Key langsung menepuk pundaknya semangat.
"Di hotel KJ! Tanggal 16 jam 7 malam." Kyungsoo mengangguk, ada yang aneh di telinganya namun ia tidak perduli kata apa tersebut.
Ia merenung sambil menghias kue, ngomong-ngomong soal kuliah itu artinya ia akan menjadi sangat sibuk dan ia tidak suka itu. Menjadi sibuk bukanlah impian Kyungsoo, berarti itu artinya ia harus meninggalkan Kai lebih lama.
"Kyungsoo-ssi, Luhan-ssi memanggil anda." Kyungsoo tersadar dari lamunannya, kenapa ia tiba-tiba melamunkan Kai? Ia menggetok kepalanya sendiri dan buru-buru menghampiri Luhan yang ditemani kekasih SMAnya.
"Hai ge." Luhan tersenyum menyuruh Kyungsoo duduk di sebelahnya, "Kyung kenalkan ini Sehun," sapa Luhan berbasa-basi, ia menatap Kyungsoo seolah berkata 'Kau-sudah-tahu-siapa-dia-kan?'
"Ah, annyeong Sehun-ssi." Sehun hanya tersenyum tanpa ekspresi. "Dan Sehunnie, ini Kyungsoo, anakku kekeke." Luhan tertawa kecil, Kyungsoo selalu benci kenyataan Luhan menganggapnya anak. Jelas-jelas lebih awet muda muka Luhan daripada wajahnya sendiri.
"Aku tidak mau pacaran dengan orang yang sudah punya anak Lu." Luhan menggetok kepala Sehun kesal. Melihat Sehun yang masih mengenakan seragam dan Luhan yang berpakaian sangat rapi jelas ini adalah kencan mereka, dan Luhan mematuhi nasihat Kyungsoo. Kasihan sekali Luhan harus meminta nasihat pada anak yang umurnya tiga tahun lebih muda.
Tapi saran Kyungsoo sepertinya berjalan baik, buktinya Luhan dan Sehun bergandengan tangan, jauh lebih mesra dan sepertinya Sehun tidak mengacuhkan Luhan lagi. "Jadi, kau memanggilku kemari karena?" tanya Kyungsoo tak sabar.
"Kau mau ikut ke rumahku? Di rumahku ada acara makan malam bersama Sehun." Kyungsoo menggeleng, kalau ia ikut bersama Luhan mau makan apa anak yang ada di rumahnya itu? Kyungsoo terdiam, hidupnya sudah tidak seperti dulu lagi karena sekarang ia memikirkan orang lain, orang baru yang bahkan tidak pernah berbicara di dalam apartemennya. Orang yang selalu menyukai apa yang Kyungsoo lakukan.
"Kyung!"
"Eh?" sadarnya, Kyungsoo ingin memukul kepalanya karena bagaimana bisa ia melamunkan orang lain sebegitu lama? "Kau ada masalah?" tanya Luhan bingung, Kyungsoo menggeleng. Tapi Luhan tak sepenuhnya percaya, Kyungsoo memang pembohong yang buruk.
"Benar?" Kyungsoo mengangguk. "Oh ya, jadi bagaimana?" tanya Luhan lagi. Kyungsoo menggeleng pelan, "Mianhae gege, aku ada acara. Temanku nanti malam akan berkunjung, lagipula bahan masakanku habis jadi aku harus belanja."
"Ah, sayang sekali. Eh ngomong-ngomong, kita bisa pergi ke supermarket bersama-sama. Kau mau mengantar kan? Aku juga ingin membawakan bibi Oh sesuatu." Sehun mengangguk, Kyungsoo tersenyum lega. Dia kira Luhan akan marah, ternyata tidak.
. . .
Setelah acara belanja mereka berakhir, Sehun mengantar Kyungsoo ke apartemennya yang kecil tetapi masih memiliki beberapa tingkat. Sehun memarkirkan mobilnya di dekat taman, karena ia hanya mengantarkan Kyungsoo jadi ia tidak perlu masuk ke basement.
Kyungsoo menyampaikan salam perpisahan pada Luhan, sementara Sehun membantunya membawa barang belanjaan yang cukup banyak. Tapi Kyungsoo menyuruh Sehun masuk ke mobilnya, karena menurutnya ia bisa membawa barang itu sendirian. Setelah mengucapkan terima kasih, Kyungsoo masuk ke apartemennya.
Tanpa tahu seseorang sedang mengawasi mereka dari balkon apartemen.
. . .
Kyungsoo pergi, aku hanya diam sembari membiarkan ponselku yang terus bergetar tanpa henti. Untung saja aku punya kamar sendiri sehingga memudahkanku mengoperasikan ponsel tanpa Kyungsoo tahu.
Lelaki imut itu, entah mengapa aku tidak merasa risih dengannya. Ia seperti mengenalkan dunia yang sesungguhnya padaku, sedih rasanya aku harus berpura-pura diam di hadapannya. Tapi kalau aku berbicara bisa-bisa aku mengungkap identitas diriku yang sebenarnya.
Biarlah orang tahu bahwa aku, Kim Jongin, calon pewaris KJcorp hanyalah seseorang yang susah berkomunikasi dengan lancar. Supaya mereka mengira aku takkan bisa melanjutkan perusahaan dan menyingkirkanku, aku bahkan tidak perduli bila ayah mencoret namaku dari daftar pewaris. Karena sepertinya aku tidak ditakdirkan menjadi seorang pewaris. (tapi seenaknya saja si bocah kecil itu menamaiku Kai, nama yang sama dengan anjing peliharaannya dulu. Tapi sudahlah, toh nama itu terdengar menyenangkan di telingaku)
Hingga kemudian aku kabur, berhari-hari aku tinggal di salah satu apartemen yang kusewa dengan kartu member keluargaku. Tapi aku sadar, kalau aku tetap tinggal di tempat-tempat mewah orang suruhan keluarga lambat laun akan menemukanku.
Hingga seseorang mengajakku berbicara seolah-olah ia tidak mengenalku di halte. Aku kira ia tidak mengenaliku karena penyamaranku, tapi ternyata tidak. Ia benar-benar tidak mengenal aku, bahkan menganggapku datang dari tempat primitif haha. Itu lucu sekali. Ia bahkan menganggapku orang yang ingin mencuri uang gajinya, kalau saja ia tahu aku bahkan bisa membeli tempat ia bekerja.
Aku ingin terlihat baik di depannya, aku tidak ingin menyusahkan. Melihatnya setiap hari pulang sore dan kecapaian membuatku ingin membantunya. Tak pernah aku seperduli ini pada orang lain, hingga hari dimana aku menghancurkan dapurnya. Baiklah, memang salahku. Dulu di rumah –atau penjara berkedok istana- itu aku tak pernah sekalipun memasak. Bahkan sebelum aku bangun makanan akan tertata rapi di atas meja, entah itu dimakan atau tidak. Bahkan mereka mengirim makanan itu ke dalam kamarku, tapi ini adalah masa pencarian jati diriku. Aku harus mandiri!
Sayangnya, menggoreng telur saja aku tidak bisa dan berakhir dengan Kyungsoo mengomeliku sepanjang waktu. Lucunya, aku tidak bisa melawan. Cukup sehari saja di awal pertemuan aku berbicara padanya, lagipula mendengar seseorang mengomeliku. Rasanya sudah lama sekali..
Di rumah ketika aku melakukan kesalahan maka para maid yang akan merapikan kekacauan, mereka akan mengabaikan kesalahan yang aku perbuat dan hanya mengatakan 'Tidak apa-apa tuan muda, biar saya yang merapikan' hah, harusnya mereka juga menyalahkanku.
Aku senang Kyungsoo melakukannya, mengomeliku seperti seorang ibu yang memarahi anaknya. Oleh karena itu aku langsung menghubungi orang kepercayaanku untuk mengirim barang kitchen set untuk Kyungsoo, dan mereka langsung menurut-tentu saja- tapi mereka juga tidak akan tahu aku disini.
Kyungsoo adalah lelaki paling lembut sekaligus cerewet yang pernah aku temui, tapi ia hangat, apalagi ketika ia membalut jemariku dengan plester luka. Jarak tubuhnya yang begitu dekat denganku, ia memiliki bau seperti kue yang baru saja matang. Meski ia baru datang dan belum mandi. Mungkin aku gila, tapi ini nyata. Aromanya menenangkan, dan membuatku seperti kecanduan.
Aku hanya berharap, kelak ketika ia mengetahui identitasku yang sesungguhnya ia tidak berbalik membenciku. Aku tahu Kyungsoo bukan orang yang gila harta, jadi ketika ia tahu aku adalah anak orang kaya ekspresinya tidak mungkin bahagia seperti orang yang menemukan harta karun. Aku yakin ia pasti membenciku dan mengusirku dari apartemen ini..
Dan aku tidak ingin hal itu terjadi..
Aku melirik jam dinding bermotif pororo, 'Yaampun sebenarnya dia ini umur berapa?' kekehku. Sudah waktunya Kyungsoo sampai di rumah, tapi ia bahkan terlambat hampir satu jam. Aku jadi khawatir.
Kemudian aku memutuskan untuk melihat-lihat dari balkon ke arah bawah, hal yang sering aku lakukan selama aku tinggal disini. Memandanginya ketika datang sampai ia masuk ke apartemen. Sekitar lima belas menit kemudian aku terkejut, melihat sedan putih sport dengan lambang burung kecil di bagian depan.
Penglihatanku masih sangat jelas karena aku bahkan tidak minus, apalagi apartemen Kyungsoo tak begitu tinggi, aku benar-benar yakin dengan apa yang aku lihat. Dan bahkan aku melihat plat nomor mobil itu. Persis sama dengan seseorang yang aku kenal...
Bagaimana kalau ia datang dan menemukanku?! Aku belum siap pulang!
Keterjutanku bertambah ketika pintu mobil itu terbuka dan Kyungsoo keluar dari dalam! Bersama pengemudinya, aku melihat Kyungsoo tersenyum dan masuk ke dalam apartemen. Mulutku terasa kelu sementara jantungku berdetak tak karuan, sedikit lega ketika mobil itu perlahan meninggalkan wilayah apartemen.
'Tapi.. bagaimana bisa Kyungsoo mengenal Sehun?!' batinku. Benar saja, mobil putih tadi milik Oh Sehun Sungguh, Sehun sahabatku aku belum siap bertemu dengannya. Lagipula, ia juga salah satu alasan mengapa aku pergi dari kehidupan normalku.
Klek!
Pintu terbuka, aku terkejut mendapati Kyungsoo sudah datang. Aku mengambil belanjaan dari tangannya dan membantunya menata barang-barang di dapur. Tapi tetap saja, pikiranku tak lepas dari mengapa ia harus bersama Sehun?
Dan tunggu! Tadi Kyungsoo duduk di bangku belakang, berarti disamping Sehun pasti Luhan.. benarkan?
TBC
No edit=_=v
Oh iya ini two shoot hehehehehehehehehehehehehehe.
RCL, and keep/delete?
