Author : Susrama
Disclaimer : Naruto [Masashi Kishimoto]
Note : Beberapa sihir hasil pemikiran Author sendiri dan tidak terkait dengan fanfiction manapun, semirip apapun plotnya. Dan maaf apabila kebanyakan dari sihirnya tidak diberi penamaan.
Warning : Alternative Universe, Out Of Characters, Typo
Rated : T
Pair : Akan tersingkap seiring berjalannya cerita
Genre : Adventure, Fantasy, Action, Drama, Romance
Demon Flame
Chapter Satu :
To Be a Strong
Oeeek… Oeeek… Oeeek…
"Maafkan ibu Naruto. Ibu hanya dapat melindungi kau dari sini saja. Hiks.. Hiks.. Hiks.. Sebetulnya, ibu ingin selalu berada di sisimu. Hiks.. Hiks.. Merawatmu, menyayangimu, dan menjagamu selalu. Lalu melihat tumbuh dewasa. Hiks.. Hiks.. Hiks.." Ucap seorang wanita berambut merah.
"Tenanglah Kushina, kau masih dapat melihatnya dari atas sana. Sekarang Naruto, aku senang menjadi ayahmu. Walau hanya beberapa menit, tetapi tetap saja aku sudah sangat senang. Yang kuinginkan hanyalah, kau dapat melewati hari – harimu dengan baik dan tegar. Karena setelah ini, kau akan melewati hari – harimu dengan kesepian dan penderitaan Naruto. Tetapi, tetaplah tegar Naruto. Kami akan selalu mengawasimu dari atas selalu." Ujar pria berambut kuning jabrik.
"Kushina, masih adakah kata – kata yang ingin kau sampaikan kepada anak kita Naruto?"
"Sebenarnya masih ada banyak Minato. Tetapi aku tahu, waktu kita sudah tidak banyak lagi. Lanjutkan saja ritualnya Minato."
"Jika itu memang maumu Kushina." Minatopun merentangkan kedua tangannya. Kedua telapak tangannya diselimuti aura berwarna biru. Kemudian, ia menyentuh sebuah kuku yang menembus perutnya dan perut Kushina. Dengan perlahan, aura biru yang ada di telapak tangannya perlahan berubah menjadi oranye. Lalu, iapun menarik tangannya dan mengarahkannya ke sesosok bayi mungil berambut kuning jabrik dan seketika itu pula aura oranye tadi menuju ke perut si bayi.
Perlahan – lahan, kuku yang menusuk mereka berdua perlahan memudar menjadi aura berwarna oranye diikuti tubuh pemilik aura itu.
"Sialan kau, Minato! Tunggu saja pembalasanku Minato! Tunggu saja! Aaarrgghh!" dengan teriakan terakhirnya, ia segera melebur menjadi aura berwarna oranye dan meresap masuk ke tubuh si bayi.
Bruk..
Minato dan Kushina menjatuhkan diri disamping si bayi, memeluknya dengan erat sampai ajal menjemput mereka berdua.
.
.
.
6 tahun kemudian
"Paman, aku minta apelnya satu ya!" minta seorang anak berambut kuning jabrik.
"Ya ya ya, ambillah sesukamu." Jawab si penjual buah dari dalam dengan seenaknya.
Mendengar jawaban dari paman tadi, anak tadi langsung mengambil beberapa buah apel dan jeruk lalu dimasukkan ke kantung belanja yang disediakan took buah tersebut. Merasa buah yang diambil cukup untuk mengganjal perutnya, anak tadi langsung berjalan dengan senang kembali ke apartemennya.
Sekembalinya dari dalam took, paman tadi terlihat kebingungan. Entah kenapa barang dagangannya yang penuh satu kotak, teah berkurang seperempatnya. Dengan cepat, paman tersebut berlari ke luar took dan berusaha mencari siap yang berani – beraninya mencuri dagangannya. Sepasang matanya menangkap sesosok anak yang sedang membawa dua kantung belanja yang berasal dari tokonya. Karena memang, kantung belanja miliknya memiliki warna yang khas. Melihat siapa yang membawa kantung itu, ia langsung geram.
"Semuanya! Ada monster yang sudah mencuri daganganku! Ayo, kita tangkap dia!" Teriak paman tadi.
"Dia berulah lagi ya!?" Tanya seorang pedagang di depan took paman tadi.
"Iya benar. Aku sudah muak melihat wajahnya."
"Kalau begitu, tunggu apalagi? Ayo, kejar dia!" Teriak salah seorang tetangga paman penjual buah.
'haaah, beruntungnya aku. Bisa dapat buah gratis. Kurasa ini juga cukup untuk beberapa hari kedepan.' Batin anak berambut jabrik. Anak tersebut hanya dapat membayangkan betapa beruntungnya dia.
Tidak jauh di belakangnya, terlihat massa yang sedang berali ke arahnya dengan amarah yang meluap – luap. Karena suara berisik di belakangnya, anak tadi segera membalikkan badan . Entah karena ketakutan atau merasa beban yang ia bawa terlalu berat, anak tersebut segera meninggalkan bawaannnya dan segera berlalri secepat yang ia bisa.
Di belakangnya, warga yang sedang mengejar anak itu semakin bertambah marah tatkala anak tersebut berlari menjauhi mereka.
"Dasar monster, kemari kau!"
"Berhenti kau monster!"
"Jangan kabur kau!"
Teriak warga yang semakin marah, karena teriakan mereka tidak digubris sama sekali oleh anak tadi.
Karena kakinya merasa pegal dan ia sudah kelelahan, anak berambut kuning itu tidak sadar bahwa ada batu di depannya.
Bruk
Mendapati mangsa mereka yang tidak berdaya karena terjatuh, para warga yang mengejar anak itu langsung mengerumuninya dan tanpa babibu lagi, anak itu langsung mendapat pukulan di sekujur tubuhnya.
"Hentikan, hiks.. hiks.. Memangnya, apa yang sudah kulakukan? Aku hanya mengambil beberapa buah yang diberikan oleh paman pedagang buah itu."
"Haaaaah! Bukan itu saja kesalahanmu, dasar monster!"
"Hiks.. Hiks.. Hiks.. Tolong, siapa saja, tolong aku. Hiks.. Hiks.. Hiks.."
Sinar Sang Surya yang berwarna keemasan perlahan – lahan berganti menjadi oranye, lalu merah. Tugas Sang Surya kini digantikan oleh Rembulan. Pertanda bahwa malam telah tiba. Di atas patung para raja Konoha dahulu, nampaklah sesosok anak berambut kuning sedang duduk sendirian hanyut dalam lamunannya. Siang berganti malam. Lampu – lampu pendudukpun mulai menyala satu – persatu. Kini, gelapnya malam telah dihiasi berbagai lampu dari rumah penduduk.
Sadar bahwa malam telah tiba dan angin yang bertiup semakin dingin, anak tersebut segera meninggalkan tempatnya melamun dan pergi menuju apartemennya.
"Aku pulang."
Di apartemennya, anak itu melakukan rutinitas sebelum tidur. Yakni makan malam, cuci muka, dan menikmati keindahan kota tempatnya tinggal. Namun, hanya satu yang kurang, ia hanya sendirian tanpa ada yang menemani.
Di tempat tidurnya, ia menatap ukiran kayu di meja kecil tepat di samping tempat tidurnya. Ukiran kayu itu bertuliskan "Uzumaki Naruto" nama pemberian dari kedua orangtuanya, yang bahkan ia sendiri tidak tahu siapa dan bagaimana sosok orang tuanya itu.
.
.
.
1 tahun kemudian
"Paman, ramen jumbonya satu." Teriak anak kecil berambut kuning jabrik.
"Aaahhh, kau lagi Naruto. Pesananmu akan segera datang." Ucap paman Teuchi.
Di kedai ramen Ichiraku, Naruto sedang mampir untuk sarapan. Selesai saran, Naruto berjalan – jalan mengelilingi Kota Konoha.
Langkah kakinya berhenti di sebuah taman bermain. Di sana banyak anak seumurannya yang bermain dengan senang. Sayangnya ia hanya dapat melihatnya dengan tatapan sedih. Melihat ada seorang anak yang berdiri tidak jauh dari taman bermain, salah satu dari anak – anak yang bermain itu pergi mendatangi Naruto, lalu mengajaknya untuk ikut bermain bersama mereka. Mendengar tawaran untuk bermain bersama mereka, Naruto dengan senang ikut bermain bersama mereka juga. Merupakan hal yang wajar apabila anak – anak seumuran Naruto senang bermain. Apalagi dengan semakin banyaknya teman di sekelilingnya.
Siang harinya saat jam makan siang tiba, anak – anak yang bermain di taman bermain itu perlahan – lahan tinggal sedikit. Hal ini dikarenakan orang tua dari anak – anak tersebut menjemput anaknya untuk makan siang bersama. Tetapi, lain halnya dengan Naruto. Dia hanya dapat melihat wajah bahagia dari teman – teman seumurannya ketika mereka dijemput orang tuanya. Sakit rasanya saat Naruto melihatnya, ditambah ia tadi mendengar dari beberapa orang tua bahwa mereka melarang anak mereka untuk bermain lagi dengan seorang monster. Dengan perlahan, Naruto bangkit dari duduknya dan berjalan meninggalkan taman bermain menuju kedai Ichiraku untuk mengisi perutnya yang lapar.
"Hei Naruto, ada apa denganmu? Apa masakanku kali ini tidak enak?" Tanya paman Teuchi.
"Aah, tidak paman. Masakan paman selalu enak." ujar Naruto.
"Lalu apa? Ceritakan saja padaku."
"Sebenarnya aku iri dengan mereka semua paman. Lihat saja mereka, dimanapun mereka berada pasti akan ada yang mengkhawatirkan mereka. Saat ada bahaya, pasti ada yang melindunginya. Aku iri dengan mereka paman, aku iri kenapa orang tua mereka ada sedangkan aku sama sekali tidak tahu siapa orang tuaku." Tanpa sepengetahuannya, setetes air baru saja jatuh dari wajah Naruto. Disusul tetesan lain dan yang lainnya.
"Ooooohh begitu rupanya," ucap paman Teuchi. "Hiraukan saja perkataan mereka Naruto. Lihat saja ramenmu itu. Lihatlah uap yang mengepul dari mangkuk itu. Lihatlah mi yang sudah direbus sampai kenyal. Lihatlah bagaimana semua bumbu itu dimasak. Mereka juga merasakan apa yang kau rasakan Naruto. Hanya saja mereka tidak memedulikannya dan terus melangkah maju. Namun, ada juga yang menyerah dengan keadaan dan hasilnya mereka menjadi gosong dan rasanya menjadi tidak enak. Lalu, saat bumbu tersebut telah jadi, bumbu itu dicampur dengan mi yang kenyal tadi di sebuah mangkok. Tidak berhenti sampai situ saja, mereka lalu disiram dengan kuah kaldu panas dan mereka terus saja melangkah maju dan lihatlah hasilnya, lihatlah semangkuk ramen yang enak. Yang berhasil melalui rintangan tanpa menyerah sekalipun."
Mendengar penjelasan panjang lebar dari paman Teuchi, Naruto kembali teringat dengan apa yang sebelumnya terjadi dengan dirinya. Ia juga merasa seperti bumbu di ramennya. Sama – sama mengalami rintangan yang berat. Sadar bahwa ia akan menjadi gosong dan tidak enak, mulai saat itu juga Naruto berjanji bahwa ia akan berubah menjadi kuat untuk diakui seluruh penduduk Konoha. Seperti ramennya yang digemari semua orang.
"Haaah... Terima kasih paman, mulai saat ini aku akan menjadi kuat seperti ramen ini." Ucap Naruto dengan mantap.
"Naaahh.. Itu baru Naruto yang kukenal. Sekarag, cepat habiskan ramenmu sebelum dingin."
"Baik."
.
.
.
2 tahun kemudian
Di sebuah training ground di pinggiran Kota Konoha, nampaklah seorang anak kecil berambut kuning jabrik sedang berlatihdi sana. Hal itu terlihat dari peluh yang menetes menuruni wajahnya. Naruto berlatih tanpa kenal lelah. Dari pagi sampai siang, istirahat sebentar untuk makan siang, lalu kembali melanjutkan lathannya sampai sore.
Di balik salah satu pohon di sekitar training ground itu, ada sepasang mata yang diam – diam selalu melihat Naruto berlatih. Melihat kesungguhan Naruto berlatih, terbentuklah senyum di wajah seseorang yang mengintip Naruto berlatih.
"Paman, ramen jumbonya satu." Ucap Naruto
"Naruto ya, baru selesai latihan?" Tanya seorang perempuan dari dapur.
"Sebenarnya, aku hanya istirahat makan siang saja Ayame," jawab Naruto. "Selesai makan siang, aku akan kembali melanjutkan latihanku."
Perempuan itu hanya dapat ber-Oh-ria.
Setelah kenyang dengan makan siangnya, Naruto kembali melanjutkan latihannya di training ground biasanya. Akan tetapi, betapa terkejutnya ia saat melihat sebuah keranjang di bawah pohon tempat biasanya ia mengistirahatkan tubuhnya yang kecapaian selepas latihan rutinnya. Ternyata keterkejutannya tidak hanya sampai di situ saja. Setelah ia membuka keranjang tersebut, ia mendapati sebuah perkamen, sebuah surat kecil, dan beberapa nasi kepal. Merasa itu semua untuknya, karena memang training ground itu tidak pernah dipakai oleh orang lain selain Naruto karena mungkin tempatnya yang agak jauh dari kota.
Naruto, di dalam perkamen ini ada sebuah sihir yang dapat memadatkan elemen yang kau punya menjadi sebuah senjata. Tapi sebelum itu kau harus tahu apa dulu elemen yang kau miliki. Dengan begitu, kau dapat semakin mudah mempelajarinya. Oh iya, ini ada beberapa nasi kepal untukmu. Karena kupikir sihir ini akan menguras banyak tenagamu. Okey, selamat berlatih.
Setelah membaca isi dari surat kecil itu, Naruto merasa senang karena dengan begitu ia telah maju selangkah lagi untuk menjadi kuat. Dan melihat saran dari penulis surat itu, ia merasa bahwa belum – belum ini ia pernah menggunakan elemennya secara tidak sengaja. Merasa bahwa sihir ini cocok untuk dirinya, dengan segera Naruto membuka perkamen tersebut dan mempelajarinya sampai Sang Surya terbenam di sebelah Barat.
.
.
.
3 tahun kemudian
Ssshhh! Ssshhh!
Tangan Naruto yang sebelumnya diselubungi api, dengan perlahan membentuknya menjadi sebuah belati. Dan sekarang, di kedua tangan Naruto terdapat sebuah belati dengan panjang 30 cm berwarna merah bagaikan api yang dicetak menjadi belati. Narutopun berlari menuju papan target yang berjarak sekitar 30 m. Sambil berlari, Naruto melempar belati itu satu – persatu ke papan target. Disetiap lemparan belati ke papan target, disaat itu pula muncul belati lainnya di tangan Naruto menggantikan belati yang sudah terbang menuju papan target.
Merasa jaraknya dengan papan sudah semakin dekat, Naruto segera menghentikan larinya dan melompat mundur sambil melempar dua belati. Setelah mendarat dengan mantap menggunakan kedua kakinya, Naruto segera berlari lagi menju papan target. Sekali lagi tangannya diselubungi api, tepatnya tangan kanannya. Satu detik kemudian, terbentuklah sebuah pedang dengan panjang 1 m di tangan kanannya. Sekitar 5 m dari papan target, Naruto memegang erat pedangnya dengan kedua tangannya dan melompat kea rah papan target.
Jraassshh
Batang kayu yang menjadi tempat menempelnya papan target terpotong menjadi dua dengan arah potongan diagonal. Bekas potongan kayu tersebut memancarkan warna merah sesaat seperti bekas terbakar, lalu padam menyisakan warna hitam di daerah bekas tebasan pedangnya Naruto. Sedangkan untuk papan targetnya sendiri terdapat bekas habis terbakar tepat di tengah – tengah target tersebut.
Dengan menghilangkan kontrol atas sihirnya, Narutopun melenyapkan pedang apinya tersebut. Lalu, dengan bantuan beberapa bunshinnya, Naruto memindahkan potongan batang kayu ke samping training ground, disusul dengan sisa batang kayu yang masih berdiri di ujung lain training ground tersebut. Setelah terkumpul menjadi satu, Naruto memotong – motong batang kayu itu dengan pedang apinya menjadi potongan - potongan yang lebih kecil dan mudah dibawa untuk persediaan kayu bakarnya.
Setelah menugaskan beberapa bunshin untuk membawa potongan kayu itu menuju apartemennya, bersama dengan bunshin yang tersisa Naruto mengambil sebatang kayu baru untuk dipasang menggantikan batang kayu yang telah ia tebas tadi. Setelah terpasang dengan sempurna, Naruto menghilangkan bunshin yang membantunya memasang batng kayu, disusul dengan bunshin yang membawa potongan kayu ke rumahnya yang sudah menunggunya di ujung lain training ground tempatnya berdiri. Akan tetapi, ia menyisakan satu, dua bunshin untuk tetap membantunya latihan.
Di tengah – tengah training ground, Naruto dan satu bunshinnya tengah berdiri disana. Keduanya membentuk sebuah pedang api di tangan kanan dan memasang kuda – kuda. Dengan perlahan, Naruto dan bunshinnya berjalan melingkar ke kanan sambil menatap lawannya dengan waspada.
Setelah sampai di tempat mereka berdiri sebelumnya, angin berhembus cukup kencang membuat kedua rambut berwarna kuning jabrik bergerak – gerak seirama dengan arah angin. Angin itu juga membawa dedaunan terbang, sampai ada sepucuk daun yang terlepas dari pengaruhnya. Sepucuk daun itu melayang – laying sebelum jatuh ke tanah.
Wuuusshh! Wuuusshh!
Saat sepucuk daun itu menyentuh tanah, mereka berdua langsung melesat ke arah lawannya. Suara desingan pedang beradu dengan pedang kian terdengar. Pada suatu kesempatan, Naruto berusaha menyerang balik dengan mengayunkan pedangnya secara vertikal ke arah bunshinnya. Dengan sigap, bunshin Naruto menahan serangan itu dengan pedangnya. Adu kekuatanpun terjadi, suara desingan pedang yang sebelumnya terdengar, langsung hening seketika saat kedua pedang api itu saling beradu untuk menentukan siapa yang terkuat diantara keduanya.
Karena bunshin Naruto berada di posisi yang tidak diuntungkan karena sekarang posisi pedangnya mendatar untuk menahan pedang dari Naruto. Si bunshin ini dengan sekuat tenaga mendorong mundur Naruto dan melompat ke belakang. Sekrang kembali terlihat jarak dianatar keduanya.
Karena kelelahan, mereka berdua terengah – engah sebentar seperti saat bermulanya latihan ini. Merasa kekuatan mereka seimbang dalam hal berpedang, Narutopun menghilangkan pedangnya. Sebagai pengganti pedang, Naruto membuat armor api di kedua tangannya. Armor itu melindungi lengan atas, lengan bawah, dan jari – jarinya. Jadi, armor itu tidak tersambung menjadi satu tetapi terbagi menjadi tiga bagian. Dengan ukiran lidah – lidah api sebagai hiasannya.
Puas dengan hasilnya, Narutopun melesat ke arah bunshinnya. Menyadari Naruto mendekat, si Bunshin Naruto segera menyiapkan pedangnya.
Craaasshh!
Tinju melawan pedang. Karena kekuatan mereka sebelumnya imbang, sekarang beda lagi. Sebelumnya, kekuatan mereka disalurkan melalui pedang, sekarang hanya bunshin Naruto saja yang memegang pedang. Dengan begitu, kekutan yang sebelumnya setengah saja, kini telah dikeluarkan semua oleh Naruto.
Perlahan – lahan, bunshin Naruto terdorong ke belakang. Sadar kesempatan tidak datang dua kali, Naruto menggunakan tangan kirinya yang bebas untuk memukul perut baunshinnya. Karena kedua tangannya sedang memegang erat pedang, bunshin Naruto hanya dapat pasrah menerima pukulan tuannya.
Bunshin Narutopun terlempar ke belakang. Melihat tuannya lebih unggul saat memakai armor api, bunshin Narutopun mengganti pedangnya dengan armor api juga. Tapi ia lupa satu hal.
Bag! Bug!
Suara dari pertarungan mereka kembali terdengar lagi. Namun, jalannya pertarungan ini tidak seperti saat mereka memakai pedang lagi. Badan bunshin Naruto sudah babak belur terkena pukulan – pukulan dari tuannya.
Karena sudah kelelahan, bunshin Naruto langsung terlempar saat beradu tinju dengan Naruto. Melihat keadaan bunshinnya sudah dalam keadaan mengenaskan, Naruto segera mengakahiri latihannya.
"Hei Naruto, kenapa aku bisa kalah darimu?" Tanya bunshin Naruto. "Padahal kitakan sama. Dan seharusnya hasil dari latihan inikan berakhir dengan imbang. Tetapi, bagaimana aku bisa kalah darimu?"
"Haaah? Kukira kau sudah menyadarinya," Jawab Naruto sambil menggendong bunshinnya ke bawah pohon dimana bunshinnya yang satu lagi duduk di sana. "Begini, saat kau pertama kali terkena pukulanku tadi, secara tidak langsung keadaan fisikmu sudah mulai turun. Sedangkan aku yang sama sekali belum terkena serangan, bisa dikatakan kalau fisikku masih prima. Dengan keadaan fisikmu yang sudah tidak prima lagi, aku dapat dengan mudah menyerangmu."
Mendengar penjelasan singkat dari tuannya, bunshin Naruto hanya dapat ber-Oh-ria.
"Kalau begitu, kita akan istirahat sebentar dan melanjutkan sesi 2 latihanku." Ucap Naruto kepada dua bunshinnya.
"Juga untuk kau," tunjuk Naruto kepada bunshinnya yang baru saja melawan dirinya. "Janganlah menghilang dulu. Kalau kau menghilang, maka rasa sakit di tubuhmu akan berpindah ke tubuhku."
"Ya ya ya ya." Jawab salah satu bunshin Naruto dengan seenaknya.
Malam harinya, saat Naruto sedang tertidur pulas, ada seseorang yang mengendap – endap masuk kamar apartemennya. Sosok itu seperti sosok yang selama ini mengawasi latihan Naruto selama 3 tahun belakangan ini. Walaupun gelagatnya terlihat mencurigakan, selama 3 tahun ini Naruto tidak mendapat hal yang macam – macam darinya. Meskipun begitu, tetap saja sosok itu terlihat mencurigakan.
"Sekarang kau semakin bertambah kuat saja Naruto," ucap sosok itu. "Yang bisa kulakukan sekarang Cuma ini Naruto," sambil meletakkan sebuah amplop di meja makan milik Naruto. "Aaahh melihat rambut kuningmu mengingatkanku dengan seseorang Naruto."
Keesokan paginya di meja makan salah satu apartemen di Kota Konoha, terlihat seorang anak kecil berambut kuning jabrik sedang menatap sepucuk surat. Di surat itu tertulis bahwa Uzumaki Naruto dinyatakan sebagai siswa dari Akademi Konoha dan diharapkan untuk segera masuk.
Tanpa piker panjang lagi, Naruto langsung bersiap – siap menuju ke akademi. Naruto segera membersihkan meja makan tempatnya sarapan dan segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
Beberapa menit kemudian, nampaklah anak kecil berambut kuning jabrik berdiri sambil memandangi ukiran namanya. Naruto memakai T-Shirt berwarna oranye polos dengan logo klan Uzumaki di belakangnya. Sebagai bawahan, Naruto mengenakan celana pendek berwarna putih. Sedangkan sebagai alas kaki, ia mengenakan sandal ninja berwarna biru.
'Dengan begini, aku dapat belajar sihir untuk menjadi kuat dan akan kubuktikan ke seluruh penduduk kota ini bahwa aku ini bukanlah monster yang hanya bisa membuat masalah.' Seulas senyum terbentuk di wajah Naruto. Ditambah 3 kumis di pipi kanan dan pipi kirinya, membuatnya semakin tampan.
Sesampainya di Akademi, senyuman Naruto semakin melebar. Bagaimana tidak? Untuk beberapa tahun ke depan, ia akan belajar sihir. Dengan begitu, ia dapat menjadi kuat dan akan segera diakui oleh penduduk Kota Konoha.
"Akhirnya kau datang juga Uzumaki-san. Kukira kau tidak akan datang."
Suara tadi mengagetkan Naruto yang sedang hanyut dalam lamunannya. Dengan perlahan, Naruto mencari sumber suara itu dan mendapati sesorang sedang bersandar di balik gerbang Akademi.
"Ano, anda siapa ya? Dan kenapa anda bisa tahu nama saya?" Tanya Naruto dengan penasaran.
"Maaf – maaf. Sebelumnya perkenalkan, namaku Umino Iruka. Dan soal bagaimana aku dapat mengetahui namamu," jawab Iruka sambil berjalan perlahan menuju ke tempatnya. "Kemarin aku dipanggil oleh Sandaime Hokage. Beliau memberitahuku bahwa kemungkinan, besok pagi akan ada murid baru bernama Uzumaki Naruto."
"Ooooohhhh…"
"Baiklah, mari ikuti aku. Aku akan mengantarmu ke kelas."
"Baik Sensei."
Tap! Tap! Tap!
Di lorong Akademi yang sudah mulai hening dan hanya terdengar suara – suara dari kelas, nampaklah dua sosok manusia sedang berjalan dalam hening. Berjalan dengan perlahan menuju ke kelas yang berada di ujung lorong itu.
'Memangnya sejak kapan aku kenal dengan Sandaime Hokage? Aku rasa, selama ini aku belum pernah bertemu dengannya sama sekali. Tapi kenapa sepertinya dia sudah kenal lama denganku? Dan dilihat dari surat tadi pagi, sepertinya surat itu juga darinya.' Batin Naruto yang masih bingung mengenai penjelasan Senseinya tadi.
"Kau tunggulah sebentar di sisni. Setelah aku memanggilmu, masuklah ke kelas. Oke?"
"Baik Iruka-sensei"
Di dalam kelas yang dimasuki Iruka, terlihat suasana kelas yang ramai. Walaupun Iruka sudah sampai di meja gurunyapun, suasana kelas masih ribut, bahkan semakin keras saja suara ributnya seakan – akan tidak ada guru yang mengawasi kelakuan mereka.
"Selamat pagi anak – anak." Ucap Iruka-sensei. Kelas yang tadinya ramai langsung sepi dalam sekejap.
"Selamat pagi juga Sensei." Ucap seluruh murid dengan serentak.
"Sebelumnya Sensei minta maaf karena keterlambatan Sensei."
"Tidak apa – apa Sensei." Ucap salah satu murid.
"Baiklah, semuanya, hari ini kita kedatangan murid baru."
Suasana yang sebelumnya hening, kembali menjadi ramai karena berita dari Iruka-sensei. Banyak yang mulai berdebat apakah murid baru itu laki – laki atau perempuan.
"Uzumaki-san, kau boleh masuk sekarang."
Pintu kelas terbuka dan seorang anak berambut kuning jabrik berjalan masuk ke dalam kelas. Sepasang mata biru samudra mengedarkan pandangan ke seisi kelasrumah.
"Silahkan memerkenalkan diri Uzumaki-san." Ucap Iruka mempersilahkan.
"Baik Sensei. Perkenalkan , namaku Uzumaki Naruto. Salam kenal."
"Kyyaaaaa, tampan sekali!" jerit siswa perempuan.
"Baik Naruto, silahkan duduk di samping Shikamaru."
"Yo Shikamaru, Choji." Sapa Naruto.
"Yo Naruto." Jawab Shikamaru sesaat, lalu melanjutkan kembali tidurnya.
"Baik anak – anak, materi kali ini tentang macam – macam sihir elemen, dan bla.. bla.. bla.." terang Iruka.
Tanpa Naruto sadari, sepasang iris lavender selalu memandanginya sejak Naruto masuk ke kelas. Sedangkan di luar kelas, di sebuah pohon yang rimbun di halaman Akademi, terlihat seseorang yang terlindungi lebatnya daun sedang mengawasi salah satu kelas di Akademi tersebut.
"Akhirnya kau pergi Akademi juga ya Naruto."
Setelah mengucapkan kalimat itu, sosok itu langsung menghilang bersamaan dengan angin yang berhembus. Merasa ada yang mengawasi, Naruto mengedarkan pandangannya ke seisi kelas dan pandangan terhenti di sebuah pohon yang berdiri dengan kokoh di halaman akademi. Sesaat yang tadi ia merasa ada seseorang berdiri di salah satu dahannya dan sesaat kemudian sosok itu tiba – tiba menghilang.
"Apakah ada masalah Naruto?" Tanya Iruka.
"Ahh, tidak ada apa – apa Sensei. Aku hanya mengistirahatkan mataku sebentar." Kilah Naruto.
Iruka hanya dapat ber-Oh-ria mendengar jawaban dari salah satu muridnya tersebut.
Sepulang dari akademi, Naruto berlatih di training ground yang biasanya ia gunakan untuk latihan. Tetapi, sebelum latihan Naruto mampir dulu ke Kedai Ichiraku untuk makan siang.
Menu latihan Naruto sebenarnya bisa dibilang sederhana dan tidak macam. Ia membagi latihannya menjadi 2 sesi. Sesi pertamnya, Naruto akan latihan taijutsu(bela diri) atau latihan fisik, atau bisa diartikan sesi pertama ini untuk meningkatkan fisiknya. Selanjutnya pada sesi kedua, Naruto akan berlatih sihir yang ia kuasai ataupun mempelajari sihir yang belum ia kuasai. Walaupun sederhana, latihan seperti ini juga terbukti efektif dalam meningkatkan kekuatannya dalam 3 tahun terakhir ini. Baik dari segi fisik, maupun sihir.
Walaupun di training ground itu sepi, Naruto biasanya ditemani beberapa bunshinnya. Baik untuk latih tanding, maupun berlatih fisik dan sihir. Dan itu juga merupakan salah satu alasan kenapa kemajuan daridar latihan yang Naruto jalani meningkat pesat. Karena, setiap ada bunshin yang menghilang baik terkena serangan, menghilang sendiri, dan dihilangkan, semua ingatan, keadaan tubuh, dan semua yang telah dirasakan bunshin itu juga akan dirasakan oleh Naruto.
Malam harinya, Naruto sedang duduk di tepi kasurnya dan membaca sepucuk surat yang ia temukan di atas meja makannya. Surat itu tidak sendirian. Di sebelahnya ada sebuah perkamen dengan sampul luar berwarna kuning keemasan.
Naruto, kali ini aku akan memberikanmu sebuah sihir lagi. Bedanya, kali ini sihir ini begitu khusus dan special. Dan kurasa hanya kaulah yang layak untuk mempelajari sihir ini Naruto. Sihir ini kuanggap khusus dan special, karena sihir ini merupakan hasil dari latihan salah satu muridku. Kuharap kau dapat segera menguasainya.
Raut wajah Naruto yang sebelumnya lesu karena kelelahan segera bersemangat setelah membaca surat itu. Dengan segera, Naruto membuka perkamen sihir itu. Sesaat kemudian, iris biru laut milik Naruto langsung melebar. Naruto terkejut bukan main ketika membaca nama dari sihir ini sendiri. Nama dari sihir ini merupakan salah satu dari sihir kelas atas yang pernah ia baca saat berkunjung di Perpustakan Konoha. Dana namanya sendiri adalah,
Hiraishin.
.
.
.
.
Bersambung…
Yosh, akhirnya selesai juga mengerjakan chapter satu ini. Yak semuanya, ini merupakan karya pertama saya. Jadi mohon bantuannya. Sekian, terimakasih.
See you again in chapter 2!
-Susrama-
