Halo semua...saya author baru, dengan fic pertama saya. Anda semua bisa memanggil saya Mitsu! Salam kenal! ^-^ *gak ada yang tanya*

Saya harap fic saya yang tidak bisa dibilang bagus ini, bisa diterima. Jadi, mohon dukungannya ya, readers !

Karena fic ini memakai karakter-karakter Naruto yang BUKAN punya saya sama sekali, tapi punya Om Kishimoto, so...PLEASE Om, Izinkan saya meminjam mereka sebentar saja! (o)

Kritik boleh, asal JANGAN FLAME!

Yosh...langsung saja, happy reading~

R 'n R please!

Don't like, don't read!

HIMITSU SECRET PRESENT:

.

.

.

A Naruto fanfiction,

~ONE OCTAVE~

Disclaimare: Masashi Kishimoto.

Main Pairing: NaruHina.

Genre: Romance, Friendship.

Rated: T

Warning: OOC, AU, gaje, baru prolog, abal, typo, judul gak begitu nyambung, juga ada OC dan crack pairing untuk keperluan cerita.

Chapter: 1 ( Sebelas A, Konoha Kottogako)

Pagi yang cerah saat Konoha Kotogakko, sebuah sekolah menengah atas terbaik di Konoha- Jepang, tengah ramai dengan hiruk pikuknya. Hari ini memang hari yang sangat sibuk, jauh lebih sibuk dan lebih ramai dibandingkan hari-hari biasanya.

Suara langkah kaki bertuankan para siswa-siswi Konoha Kotogakko yang berkerumun, menggema di tiap-tiap koridor sekolah yang setiap sudutnya dipenuhi orang. Suara obrolan dan suara-suara microphone pengumuman sekolah pun tak kalah memenuhi atmosfer Konoha Kotogakko.

Saat itu bel memang belum berbunyi. Jadi, para siswa belum memasuki ruang kelasnya masing-masing. Tidak, bukan itu alasannya para siswa Konoha Kotogakko yang biasanya tertib masuk kelas pada jam 08.20 pagi masih berkeliaran dan ribut-ribut di koridor.

Melainkan karena mereka belum mengetahui ruang kelas mereka masing-masing, karena ini tahun ajaran baru dan saat inilah seantero Konoha Kotogakko disibukkan oleh aktivitas yang sedari tadi meramaikan sekolah tidak seperti pagi di hari biasanya: pembagian kelas.

Yap, hal inilah yang rutin terjadi di minggu kedua tahun ajaran kedua, benar. Karena di minggu pertama ada MOS di Konoha Kottogako, jadi pembagian kelas dilaksanakan di minggu kedua.

Semua murid sibuk mondar-mandir di sepanjang koridor demi mengarahkan bola matanya ke selembar kertas yang ditempel petugas sekolah di kaca jendela tiap kelas. Apalagi kalau bukan daftar nama anggota kelas baru yang akan mendiami ruang kelas itu.

Ada yang sudah kelelahan mencari namanya di tiap kelas namun tak kunjung menemukannya, dan ada pula yang langsung menemukan sang nama di ruangan kelas pertama yang didatanginya. Memang susah-susah gampang mencari yang seperti itu.

Tapi bukan rasa lelah yang dipikirkan sekian banyak siswa, melainkan kekhawatiran. Kekhawatiran tidak satu kelas dengan teman dekat, atau satu kelas dengan orang yang tidak diharapkan atau dibenci, yang menjadi pikiran dan bahan perbincangan ratusan siswa Konoha Kotogakko.

Tidak terkecuali seorang gadis berambut indigo panjang yang memiliki bola mata indah berwarna senada, siswi Konoha Kotogakko yang tahun ini telah naik ke kelas sebelas dengan nilai yang, wow.. cukup untuk menjadikannya rangking terbaik di kelas sepuluh.

Ia, seperti siswa lain tentunya akan mencari di kelas manakah ia akan belajar tahun ini. Dan seperti pada umumnya pula, kekhawatirannya kian memuncak setiap detik ia melewati koridor. Ia yang telah akrab dengan teman sekelasnya di kelas sepuluh khawatir tidak dapat bersama lagi di kelas sebelas tahun ini. Ya, gadis yang satu ini rasa setia kawannya memang tinggi, ia juga baik hati dan punya banyak teman.

Sesampainya di sekolah, gadis bernama Hyuuga Hinata ini tidak langsung mengelilingi sekolah untuk aktivitas pembagian kelas seperti sekarang ini, tapi ia berkumpul di kelasnya yang lama bersama teman-teman kelas X B nya. Dan saat lembaran daftar nama itu mulai ditempeli oleh petugas sekolah, barulah ia dan teman-temannya berburu kelas seperti sekarang ini.

Hinata memulai pencarian nama dirinya dengan berjalan menuruni tangga dari kelas X B menuju ke areal yang biasanya digunakan untuk ruangan kelas XI. Ia berjalaan bersama teman-temannya dari X B dengan harapan yang disertai do'a nya, yaitu sekelas lagi dengan teman-temannya. Yang berambut pink sebahu, yang berkacamata, yang berkuncir kuda pirang panjang, dan lain lain.

Selain harapan itu ada harapan lain yang sebagian besar siswa Konoha Kotogakko inginkan termasuk Hinata. Masuk kelas unggulan yang dihormati dan dicap "anak emas" serta perlakuan istimewa oleh sekolah. Murid kelas XI berharap masuk ke kelas XI A yang turun temurun terkenal unggulan di Konoha Kotogakko. Banyak murid kelas XI dag-dig-dug apakah ia akan masuk ke sana atau tidak sampai saat pembagian kelas kali ini koridor depan ruangan XI A-lah yang paling pertama penuh sesak oleh siswa-siswi yang berharap masuk kesana.

Namun entah kenapa sedari kelas X Hinata telah berfirasat ia akan masuk ke XI A. Memang banyak temannya berkata bahwa Hinata pasti masuk kesana dengan mudah karena kecerdasannya dan karena dulu kelas X B juga dianggap kelas dengan nilai-nilai yang tinggi di tingkat kelas X.

Hinata dengan firasatnya yang tentu saja tak lupa berdoa, melangkah mantap menerobos kerumunan murid lain yang sedang berdesakkan demi melihat daftar nama kelas XI A. Dengan susah payah ia menyingkirkan tangan-tangan atau tubuh murid lain yang menghalangi pandangannya pada kertas yang ditempel di kaca jendela ruang kelas XI A.

Matanya mengurut dari bagian bawah daftar nama sampai ke atas. Di bola matanya terlukis beberapa nama yang cukup ia kenal, dan satu persatu nama teman dekatnya juga terlihat.

Hinata mulai galau akan hatinya yang mulai meragukan firasatnya yang salah, saat ia telah melihat sebagian besar orang yang namanya cukup familiar baginya tertulis di daftar sementara namanya belum terlukiskan di bola mata lavendernya. Ia cemas tidak bisa satu kelas dengan teman-teman dekatnya seperti yang ia harapkan. Sampai ia melihat deretan huruf H yang menenangkan hatinya.

"Akhirnya..." Hinata membatin setelah namanya terlihat.

"Hinataaaa... kita sekelas lagi...kita semua... horee..!" teriak seorang gadis berambut hijau toska yang bergaya harajuku dengan sebagian rambut di depan telinga kanan diikat bagian bawahnya, sehingga tampak seperti ikat rambut yang merosot dengan sisa rambut lainnya dibiarkan terurai sebahu dan urakan.

"Ah..i-iya senang sekali ya, Natsuki. Pasti tahun ini akan seru sekali!" balas Hinata pelan dengan senyum riangnya.

Saat ini koridor kelas XI A sudah mulai merenggang. Banyak murid yang tidak melihat namanya di daftar XI A beralih menuju kelas lain untuk mencari kembali sang nama di daftar nama kelas lain. Sementara ada juga murid lain yang berdatangan dari kelas lain ke kelas XI A untuk mencari namanya, begitulah seterusnya orang-orang bergantian datang dan pergi seperti siklus.

Keadaan seperti ini tidak saja terjadi di koridor XI A, tapi juga koridor kelas lain. beberapa yang beruntung namanya tampil di daftar nama kelas unggulan XI A berdiam di depan koridor mencari teman atau mulai memasuki kelas bersama teman karibnya.

Seperti yang sekarang Hinata lakukan. Gadis itu mulai mencari tempat duduk yang nyaman. Akhirnya ia segera menempati bangku paling depan sebelah kiri. Ia belum menemukan teman sebangkunya. Yah, karena 4 temannya dari kelas X B sudah memiliki teman sebangku. Sakura duduk dengan Shiho, Ino dengan Natsuki.

"Maaf ya Hinata, kami berempat sudah duduk berpasangan.. kau belum," ujar Sakura dari bangku di belakang Hinata.

"Tak apa ΜΆ "

"Hei, maaf.. apa aku boleh duduk denganmu disini?" tiba-tiba ucapan Hinata terpotong oleh gadis bercepol dua yang menghampirinya dengan tergesa.

"Bo-boleh saja..silahkan," kata Hinata ramah.

"Hai Tenten! Wah, kau telat ya?" tanya Sakura yang sepertinya sudah mengenal gadis itu.

"Begitulah, err..terimakasih ya! Hyuu-ga-sa n.." ujar gadis bernama Tenten kepada Sakura lalu Hinata. Sembari membaca nametag di seragam Hinata. Mereka pun berkenalan ria

Perlahan lahan hari semakin siang, murid-murid yang semula berkerumun mencari kelasnya di sepanjang koridor mulai menemukan kelasnya dan memasuki ruangan kelasnya masing-masing. Suasana pun meredup sepi. Para murid beradaptasi di dalam kelasnya yang baru dan wali kelas pun mulai mengisi kelasnya.

Hinata tidak kaget dengan suasana kelasnya yang baru, karena anggota kelasnya kali ini mayoritas berasal dari kelasnya yang lama saat di kelas X.

Tapi ada dua teman baiknya dari kelas X B yang terpisah. Yaitu Choji dan Kin Tsuchi yang terkenal rusuh dan heboh. Dan lagi-lagi di kelas XI harapannya untuk bisa sekelas dengan sahabatnya dari SD, Himawari, kandas di SMA ini. Itu mengecewakan hatinya.

Setelah wali kelas XI A, Kurenai-sensei selesai mengisi kelas dengan subyek 'perkenalan' di hari pertama masuk kelas, murid-murid kelas XI A mulai ramai oleh suara-suara obrolan.

"Baiklah anak-anak, sekarang saatnya pemilihan ketua kelas. Siapa yang mau mencalonkan diri?" kata Kurenai-sensei dari depan kelas.

Seluruh kelas berbisik-bisik riuh tanpa ada yang mencalonkan diri. Kurenai-sensei geleng-geleng kepala. Dan hal itu berbuntut penunjukan paksa oleh murid-murid XI A kepada seseorang.

"Hinata saja sensei...!" teriak Sakura yang diikuti oleh anak-anak lain.

Seisi kelas pun kembali ribut. Karena tidak ada calon lain dan karena Kurenai-sensei pusing mengatasi keributan kelas, akhirnya ia memutuskan agar Hinata saja yang menjadi ketua kelas.

"Ah, ta..tapi.. aku tidak mau. Aku ti-tidak bisa sensei. Ku- kumohon jangan aku," Hinata memohon. Ia tidak suka menjadi ketua, karena ia takut tidak bisa tegas dan karena berbagai alasan lainnya. Ia pun berulang kali bersikeras mengundurkan diri, namun itu sia-sia karena semua temannya telah setuju. Hinata menghela nafas panjang. Akhirnya ia menyerah.

Beberapa saat setelah semua pengurus kelas lain terpilih, Kurenai-sensei memberikan pengarahan tentang kelas pada Hinata. Hinata hanya mendengarkan dengan pasrah. Dan beberapa kali ia mengangguk tanda mengerti.

Akhirnya hari sekolah yang melelahkan itu berakhir, saatnya pulang. Hinata mendapat banyak kenalan baru di kelas barunya, yah..walaupun 75% sudah ia kenal sejak lama. Hinata memang anak yang ramah, walaupun pemalu. Sehingga ia punya banyak teman.

Hinata berjalan keluar kelas, dan di depan kelasnya sudah menanti sahabat baiknya sedari SD. Himawari Kazuki, gadis berambut kuning keemasan panjang diikat dua. Dengan mata biru shappire yang besar dan kulitnya yang kuning langsat. Hobinya adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia anime/manga plus musik, terutama musik soundtrack-soundtrack anime. Bisa dibilang dia ini maniak anime sejati.

Dan karena sejak SD sampai SMA berteman dengan Hinata, akhirnya Hinata tertular dengan hobi Himawari tersebut. Sampai sekarang kalau mereka bertemu, pasti langsung membicarakan tentang anime.

"Konnichiwa Himawari-chan...yaah.. pada akhirnya kita tidak sekelas lagi yaa.." sambut Hinata dengan ekspresi kecewa.

"Iya.. penantian kita dari SMP tidak pernah terwujud ya? Menyebalkan. Ah, lagian itu 'kan salahmu sendiri. Siapa suruh pintar, makanya kau masuk kelas unggulan mulu...aku yang bodoh ini jadi tidak bisa sekelas denganmu." Himawari mulai berkeluh kesah.

"Hah, memangnya menjadi pintar itu salah ya, Himawari-chan? Lagipula, aku kan tidak terlalu pintar. Dan mungkin ini memang sudah takdir kita tidak sekelas lagi, 'kan waktu SD kita selalu sekelas selama 6 tahun, ya 'kan?" ujar Hinata lembut. Ia berusaha menghibur Himawari dengan kata-katanya, yang sebenarnya juga untuk menghibur dirinya sendiri.

"Hei.. apa namanya kalau bukan pintar bila seseorang mendapatkan juara umum, hah? Haah... sudahlah, lupakan.. tapi yang tadi itu, kau benar juga..yang penting kan kita masih bisa pulang bersama, dan ke kantin, lalu..bla..bla...bla.." sambung Himawari.

"Eh, Hima.. hari ini, di kelas barumu, apa yang terjadi? Di kelasku, masa' aku ditunjuk menjadi ketua kelas. Padahal aku tidak mau. Uh, menyebalkan sekali~" kali ini Hinata yang berkeluh kesah. Namun tetap dengan nada 'seorang Hinata'.

Ya, selain memiliki hobi yang sama dengan Himawari, Hinata juga tidak segan menceritakan apa saja pada Himawari, begitu pula sebaliknya. Dan hanya pada Himawari, Hinata dapat bicara lepas dan tidak terbata-bata seperti pada orang lain. Mereka memang sangat dekat, seperti saudara.

"Aah, itu sih nasibmu...waktu kelas 6 kan kamu juga yang jadi ketua kelas. makanya kubilang jangan terlalu pintar, jadi semuanya mempercayaimu kan? Hahahahah.." ujar Himawari meledek.

"Uuh...Hima..!" seru Hinata kesal, wajahnya memerah karena malu dan kesal telah dipuji tapi dengan maksud menyindir.

"Hahaha...dasar Hinata, Ayo kita pulang! Eeh..eh.." ucapan Himawari tiba-tiba ditambah ungkapan kekaguman. Mata Himawari terlihat sedikit berbinar.

"Ada apa?" tanya Hinata. Ia melihat ke sekeliling mereka, namun Hinata tidak menemukan sesuatu yang janggal.

"Ah, tidak. Ayo!" ujar Himawari langsung menarik tangan Hinata dan pergi.

Hinata masih menyimpan tanda tanya, namun akhirnya ia tidak ambil peduli.

Saat mereka sedang dalam perjalanan pulang di bus, tanpa diminta Himawari bercerita tentang kejadian tadi.

"Hei Hinata, tadi itu aku lihat... cowok. Emm.. sebenarnya tidak terlalu cakep sih, lebih cakep mantanku dulu. Err... tapi lumayan juga sih..sepertinya dia sekelas denganmu..hahaha" Himawari mulai berbicara kacau.

"Ooh, bilang saja kamu suka padanya! Dan soal mantanmu, walau aku tak tahu, jangan bicarakan lagi! kamu ini aneh. Selalu saja membicarakannya, padahal katamu dia hanya cinta monyetmu waktu kecil 'kan?" goda Hinata.

"Ah, tidak. Kan hanya lumayan saja kataku. Heheheh.. Dia sekelas denganmu kan, Hinataa? namanya?" Himawari mengalihkan pembicaraan.

"Ah, kamu ini. Katanya tidak suka tapi terus bertanya. Ya, benar. Hmm.. tidak sulit menghafal murid cowok di kelasku. Karena.. hanya ada delapan siswa! Aneh kan, Hima?" ujar Hinata dengan 'sekilas info' darinya.

"Heh..?serius ? aneh sekali..berarti itu hanya delapan cowok terpintar di angkatan kita ya! Dasar cowok-cowok payah...masa' diantara ratusan cowok, yang masuk kelas unggulan cuma delapan ekor! Hahaha.. Lalu, namanya?" Himawari terkejut.

"Hahaha..yang benar delapan orang, Hima. Mmm..Namanya itu..Naruto, Uzumaki Naruto. Walau aku belum pernah bicara dengannya, kurasa dia itu cukup terkenal..kukira kamu tahu. Ah! Oh iya..aku lupa, di sekolah ini 'kan kamu hanya mengenalku saja ya? Hahaha," sambung Hinata.

"Oh.. Naruto ya. hah..soal itu aku tidak peduli! Hei, tapi setidaknya aku mengenal Kin Tsuchi, lalu...err..Sakura, Ino, Natsuki, eng..siapa lagi ya, temanmu itu..? aduh lupa. Dan, setidaknya aku kenal setengah kelas X C ku dulu. Hehehe.." Himawari menyebutkan sedikit nama teman-temannya yang, syukurlah, bisa ia ingat.

Dan itu pun rekor daftar teman terbanyaknya yang dapat membuat hatinya bertepuk tangan riang(baca: kegirangan sendiri). Bagi Himawari itu cukup menyelamatkannya dari argumen kejam Hinata barusan.

Mendengar itu Hinata sweatdroped. "Yah.. Kin Tsuchi sih, kau paling hafal..."

Himawari memang sering dianggap anti sosial, karena ia malas mengenal orang baru. Teman-teman Hinata, bahkan guru yang sering ia jumpai saja ia tidak hafal namanya. Apalagi orang lain. Anak populer pun, Himawari tidak berminat untuk sekedar mengetahui. Aneh.

"Secara.. dia kan otaku juga, jadi aku semangat mengenalnya!" ujar Himawari semangat.

"Hahaha..Hmmm baiklah, jadi kau mau kenalan dengan Naruto? Ahaha..aku comblangin deh.." ujar Hinata meledek.

"Cih..apa-apaan kau ini Hina? Aku tak bilang suka padanya! Hanya lu-ma-yan. Sudah, jangan bahas lagi!" lanjut Himawari cepat. Nada bicaranya mulai ketus.

"Ah.. kamu ini, mulai lagi memanggilku seperti itu. Hahaha, kesal denganku ya? Iya, iya, maaf." Hinata segera meminta maaf.

Tak terasa bus yang mereka tumpangi telah sampai di halte dekat rumah Himawari. Ia pun turun dan berpisah dengan Hinata. Sementara Hinata tiba di halte dekat rumahnya beberapa menit setelahnya.

Hari-hari pun berlalu dalam perjalanan sang waktu. Matahari berganti bulan, siang berganti malam, langit biru cerah berganti langit hitam bertabur bintang, musim semi yang indah nan sejuk pun hampir tergeser oleh teriknya mentari musim panas dan cowok-cowok playboy pun berganti pacar dalam perjalanan waktu. rupanya mereka tak mau kalah dengan matahari dan kawan-kawan.(?)

Sudah sebulan Hinata menjalani kehidupan di kelas barunya dengan semangat belajar tinggi, demi meraih tangga teratas di kelas unggulan yang persaingannya sangat ketat. ia berharap bisa membanggakan orangtuanya. Ia juga bergaul dan bermain dengan teman-teman yang dulu sekelas saat kelas X, dan yang berasal dari kelas lain.

Ada Sasame, Kiba dan Naruto yang sama-sama penggemar anime, Sakura yang jago bermain piano dan pintar, ada Temari, Shion, Tenten dari kelas tetangganya dulu, dan banyak lagi.

Siang itu saat jam pelajaran kosong, Hinata, Sakura, Shiho, Tenten, dan beberapa murid lainnya sedang main tebak-tebakkan. Sesekali mereka tertawa-tawa riang. Namun tak lengkaplah arti kumpul-kumpul bagi sekelompok siswi kelas dua SMA tanpa adanya sebuah agenda paling seru, yaitu Gossip.

Ya, apalagi kalau bukan itu. Tentu saja cewek-cewek ini mengakhiri 'acara' mereka dengan gossip bertemakan: kesan pertama tentang anak-anak kelas ini dan seluk beluknya.

Dalam hal ini, Sakura lah yang seakan-akan menjadi moderatornya. Maklumlah diantara teman sekelas Hinata dulu, Ino dan Sakura adalah Ratu gossip. Tapi tunggu, mengapa ada yang bergosip ria tapi hanya Ratu Sakura yang memimpin? Dimana Ratu Ino?

Hmm..rupanya saat ini bukan waktunya bagi Ino untuk memimpin gossip seperti biasanya, karena sebaliknya justru Ino-lah yang menjadi bahan perbincangan. Bukannya menghianati teman, tapi ini karena kelakuan Ino yang membuat temannya khawatir padanya.

Apalagi kalau bukan kasus pacaran, yang membuat Ino jarang berkumpul dengan teman-temannya seperti sekarang ini, dan merenggangkan tali persahabatan mereka. Hinata pun khawatir akan temannya itu.

"Eh..eh..lihat itu..mereka mulai lagi tuh! OMG, dekat banget!" Sakura memulai.

"Astaga!" ungkapan refleks itu keluar dari mulut Shiho.

"Ya..ampun Ino-chan" ujar Hinata lembut.

"Yaampun... memangnya mereka begitu ya, dari kelas satu? pacaran dalam kelas? ckckckc...dasar Ino," Tenten pun tak mau ketinggalan.

Mereka berempat melihat Ino dan...Sasuke berpacaran di barisan ketiga, Sasuke duduk di kursi urutan keempat dari depan, menghadap ke Ino yang berada di kursi belakangnya. Tangan mereka saling menggenggam erat diatas meja diantara mereka.

Mata Sasuke tidak lepas dari Ino yang tersenyum manja pada kekasihnya. Mereka berdua yang dari kejauhan, yaitu tempat Hinata dan yang lainnya duduk, di pojok kelas, terlihat mengobrol mesra.

Tapi lama-kelamaan, wajah mereka mendekat dan mendekat. Sampai mencatat jarak 8 cm saja. Dan tepat saat itu, kelompok 'penggosip' spontan berteriak. Sontak membuat Sasuke dan Ino menjauh, ketika Sasuke menoleh ke arah Hinata dan kawan kawan, mereka buru-buru mengalihkan pandangan secara serempak. Pura-pura tidak tahu, padahal teriakan mereka terdengar jelas di kelas.

Sasuke menatap mereka tajam. Ino hanya cemberut dengan tatapan judesnya. Setelah itu Sasuke dan Ino pun melanjutkan kegiatan mereka. Tanpa kapok, Hinata dan kawan-kawan juga terus memperhatikan Sasuke dan Ino yang makin mesra saja. Walaupun kejadian seperti tadi berkali-kali terulang dan berbuah pelototan sharingan(?) Sasuke.

"Iseng memang mengasyikkan! Hahaha.." kata Sakura.

"Ah, Sa- Sakura-chan ini..." sambung Hinata sambil menahan tawa.

Sementara yang lain tertawa diatas kejengkelan hati Sasuke dan Ino yang merasa dijahili.

"Huh, padahal dulu di kelas sepuluh mereka tidak mengaku sama sekali kalau mereka itu pacaran! Malah ternyata mereka CLBK dari SD lho! Dasar munafik! Aku tidak suka orang seperti itu!" Shiho melanjutkan bergosip.

"Emang tuh.. dulu sok jaim, eh sekarang nempel terus! Tiap hari lagi!" kata Sakura.

"Ta-tapi, aku jadi khawatir pada Ino, mereka terlihat berlebihan sa-sampai tidak ada jarak yang normal kalau sedang berdekatan. A..aku takut Ino terjerumus ke hal-hal yang lebih parah." Kata Hinata dengan rona kekhawatiran di wajahnya. Bagaimanapun Ino adalah temannya.

"Menurut kalian, Ino yang kegatelan, atau.. Sasuke yang . . .over?" lanjut Tenten yang sebenarnya baru mengenal Ino maupun Sasuke.

"Entahlah.. mungkin ..Sasuke, tapi sebelumnya aku tak pernah melihat salah satu diantara mereka begitu saat pacaran," sambung Shiho.

"Hm..menurutku awalnya Ino yang kegatelan sama Sasuke, karena itu Sasuke jadi terpengaruh. Tadinya sih mereka pacaran gak berlebihan kayak gitu, tapi..lama-lama.. huh, semoga saja mereka tak sampai di panggil guru. Disini 'kan, tidak diperbolehkan pacaran berlebihan," Sakura menambahkan opininya.

"Ngg.. se-sebaiknya kita bicarakan ini saja baik-baik dengan I-Ino-chan..katakan bahwa...mereka sudah berlebihan di mata umum," ujar Hinata menyarankan.

"Iya, dan lagi sekarang Ino jarang main sama kita. Kemana-mana Sasukeeee terus yang ditempelin!" sambung Sakura.

"Memangnya siapa yang duluan suka sih?" tanya Tenten.

"Yaampuun...gausah pake nanya deh! Ya jelas Ino lah, yang duluan deketin Sasuke. Dia kan agresif, jadi dia juga yang nembak! Mana mungkin Sasuke duluan! Secara dia itu idola cewek-cewek dan bintang kelas disini, walaupun dibawah Hinata siih..ah, tapi aku tidak termasuk diantara cewek-cewek itu ya! Dia bukan tipe ku!" Shiho langsung menyambar.

"Oooh, Ino yang ngejar-ngejar ya... Jadi kesimpulannya, Ino cewek yang beruntung ya? mendapatkan Sasuke," ujar Tenten lagi.

"Hmm.. menurutku tidak juga. Sasuke, walau populer di kalangan cewek-cewek, tapi.. aku masuk ke golongannya Shiho..hehe..Shiho?" kata Sakura dengan ekspresi datar. Shiho hanya tersenyum pasti.

"Walau tampan, yaaah..dia itu, menurutku tidak begitu baik. Apalagi sempurna seperti yang dibilang para fans-nya," sambung Sakura lagi.

"Daripada itu, lebih baik kita segera membicarakan ini pada Ino. Benar kata Hinata, Ino kan teman kita.. mengapa kita jadi malah membicarakannya seperti ini. Tidak baik!" usul Tenten.

"Aku setuju. Daripada kita seperti mata-mata gak jelas begini!" seru Shiho.

"Eh, ada lagi lho pasangan selain mereka di kelas ini! Masa' kalian tidak tahu?" sang Ratu gossip memulai topik baru.

"Memangnya siapa?"

"Yaampuuuuuuun, masa gak tahu...Itulooh, Naruto dan Shion!" kata Sakura sambil berpose innocent. Membuat teman-temannya merasa paling kudet dalam semenit.

"Dasar buoooodddohhh! Mereka itu udah mantan!" sambar Tenten dengan aura gunung berapi meletus dibelakangnya.

"I...iya sih.. aku tahu.. tapi, mereka masih sering bersama-sama kok. Mereka cocok lagi! Sama-sama maniis..." Kata Sakura dengan sedikit nada kagum.

"Wah... ba..bagaimana rasanya ya, sekelas dengan mantan, yang sebelumnya tidak sekelas? Pasti canggung," kata Hinata.

"Tapi kudengar Naruto itu playboy lho... pantas saja dia putus dengan Shion yang tak sembarang orang mendapatkannya. Hah.. dasar cowok!" ujar Sakura sambil memutar bola matanya bosan.

"Kelihatannya sih Naruto masih mengejar Shion. Yah, dia memang sangat cantik dan anggun sih," Shiho pun membuka suara.

"Kudengar Naruto juga masuk klub musik itu demi mendekati Shiho lagi 'kan?" Shiho melanjutkan.

"Yah..mereka memang cocok sih, sama-sama cakep dan populer, apalagi si Naruto itu... di mata adik-adik kelas dia sangat dikagumi lho..huh, apa bagusnya dia!" sambung Tenten.

"Naruto? tapi menurutku... dia tidak keren..tingkahnya saja yang berlebihan... huh, playboy pula.." Shiho berkata pelan.

"Disingkat: gak baanget deeeh...!" sahut Tenten tiba-tiba.

"Co-cowok yang eng..ngak banget . . tidak usah di omongin lagi, teman-teman," Hinata menutup pembicaraan mereka.

'Haaah...dasar teman-teman, ta-tadi katanya mau.. menasehati Ino, malaah gosip baru lagi,' Hinata membatin.

Mereka pun beranjak dari meja Shiho menuju kantin saat bel istirahat berbunyi.

"Terimakasih Hima!" ujar Hinata dengan senyum mengembang manis di pipinya. Tangannya menerima dua buah komik dari Himawari.

Pagi ini Himawari sengaja datang ke depan kelas Hinata untuk memberikan komik yang akan dipinjam Hinata, sekaligus untuk berbincang-bincang.

Himawari dan Hinata duduk di bangku panjang depan koridor kelas XI-A. Tak terasa perbincangan mereka harus berakhir karena bel masuk telah berbunyi. Hinata berajak masuk ke kelasnya sementara Himawari pergi ke lantai atas menuju kelasnya.

Masuklah wanita muda berambut ungu tua diikat tingi ke kelas XI- A. Tubuhnya yang tidak bisa dibilang kurus ataupun gemuk, dan juga bukan langsing berbalut kemeja putih dengan kerah sengaja dibiarkan terangkat keatas beserta rok hitam selutut. Dialah Anko-sensei yang mengajar Bahasa Jepang di kelas Hinata. Namun bukannya langsung mengajar, ia malah memperhatikan satu demi satu murid di kelas. Ia mengelilingi kelas seraya mencari pelanggaran pada murid.

Murid-murid yang sudah tahu gelagat Anko-sensei tidak berani beranjak sedikitpun dari tempat duduk mereka. Bahkan Sasuke dan Ino yang biasanya saling melirik saat jam pelajaran pun diam tegap saat Anko-sensei masuk kelas.

"Tuk..tuk..tuk.." hanya suara hak sepatu Anko-sensei yang terdengar jelas dalam kelas yang sunyi. Anko-sensei sendiri tak bersuara. Hanya menatap tajam pada murid-murid.

Tiba-tiba Anko-sensei berhenti di meja Naruto dan menarik rambut Naruto yang panjangnya melebihi telinga dan sekilas terlihat sejumput rambut Naruto yang ber-cat orange kemerahan.

"Ini, mengapa seperti ini? Hah? Aku tidak suka!" Anko-sensei berkata sambil mencengkram rambut Naruto. Matanya melotot tajam kearah Naruto. Naruto hanya meringis kesakitan.

"Aaakh...!aduh, sensei...maaf!" seru Naruto menahan sakit.

Semua murid bergidik ngeri atas aura neraka tingkat tiga belas yang dipancarkan Anko-sensei saat marah seperti ini dan mereka tidak berani berkata sedikit pun. Seluruh kelas diam mematung. Hinata pun merinding sambil membaca doa banyak-banyak di dalam hati, yang juga dilakukan teman-temannya.

'Akh! Dasar nenek sihir, ngapain sih datang kesini! Menyebalkan! Beraninya ia menjambak rambutku yang sudah ku cat keren begini.. huuuh!' batin Naruto mangutuki Anko-sensei.

"Aku tidak mau tahu. Pokoknya, besok harus sudah dipotong rapi! Tidak ada lagi yang ber-cat! Apa-apaan ini, pakai di cat segala. Mengerti kan, Uzumaki?" teriak Anko-sensei sambil melepas cengkraman tangannya.

"Kalau tidak, rambutmu ini akan kupotong dengan gunting rumput!" lanjut Anko-sensei.

Naruto makin gemetar.

Ia pun berjalan ke tengah kelas dengan mengumbar deathglare nya pada seluruh murid. Kelas XI-A pun dilanda merinding massal, karena takut mengalami hal yang sama seperti Naruto.

"Kutekankan lagi. Peraturan disini menyebutkan, rambut tidak boleh di-cat! Dan laki-laki tidak di perkenankan memakai perhiasan! MENGERTI?" teriak Anko-sensei ke seluruh kelas yang bahkan hampir terdengar seantero Konoha Kottogako.

Tiba-tiba mata Anko-sensei menatap tajam kearah bangku kedua dari belakang. Tapi ia tetap diam. Lalu dengan ekspresi yang sekejap berubah datar ia mengambil kapur dari bawah papan tulis dan dengan cepat melempar ke bangku tadi. TAKK!

Sekejap, bulu kuduk murid-murid lain berdiri melihat Anko-sensei tiba-tiba melempar kapur pada seseorang dengan background lidah api yang membara, sangat memancarkan aura neraka Anko. Tak ada satupun murid yang berani melihat ke belakang, walau mereka ingin sekali mengetahui siapa yang dilempar Anko.

'Yaa..yaampuun.. menyeram-kan se..se..kali, Anko-sen..sei ma..makin menjadi-ja..di. hiii!' gagap Hinata dalam hati. Ia merasa makin merinding saja.

"Aduuuhh... siapa sih, mengganggu saja!" kata 'seseorang' tadi dengan nada malas. Ia mengangkat kepalanya yang tadi tenggelam ditengah lipatan tangannya diatas meja. Ia mengerjapkan matanya yang baru saja terbuka karena bom kapur tadi sekaligus mengelap air liurnya yang mengalir bagai sungai ciliwung(?)

Dan ialah satu-satunya murid di kelas yang tidak menyadari sama sekali aura neraka Anko-sensei yang semenjak gurunya itu masuk sudah membuat seluruh temannya bergidik ngeri. Yah.. pengecualian baginya karena dengan tenangnya ia...tidur.

'Yaampuuuunn...hei,cepatlah sadar, Anko-sensei sudah seperti i..itu.' Hinata lagi-lagi membatin. Karena memang mustahil Hinata berani bicara lantang dalam situasi seperti ini.

Anko-sensei memang tidak beranjak menuju bangku orang itu. Ia hanya berkacak pinggang sambil men-deathglare muridnya yang ia lempari kapur tadi.

"NAARAAAAAAAA!" Anko berteriak kencang sekali dan berhasil membuat Shikamaru sadar.

Dengan jantungnya yang hampir copot, dan matanya yang masih mengantuk(baca: selalu mengantuk) Shikamaru mencoba tenang dan langsung duduk tegap. Kali ini ia merasakan aura neraka jahannam di kelasnya.

"SEENAKNYA SAJA KAU TIDUR DI KELAS! TIDAK MENGHARGAI GURU! HEEH? DAN LIHAT, TELINGAMU.. MASIH SAJA ADA ANTING ITU DI TELINGAMU, NARA? CEPAT LEPAS ANTING ITU ATAU AKU YANG AKAN MENARIKNYA DENGAN PAKSA! MENGERTI?" semprotan Anko-sensei menggema dari tempatnya ia berdiri sampai tempat Shikamaru duduk. Bahkan di tempat Hinata duduk di barisan depan dekat pintu pun hujan lokalnya terasa.

'Yaa ampuun... apakah hari ini Anko-sensei bisa lebih buruk lagi?' batin Hinata sambil menghela nafas panjang.

"Huh, percuma di kelas ini penuh dengan murid pintar tapi masih saja ada pelanggaran. Mulai sekarang, jika ada pelanggaran harus segera dilaporkan padaku. Uzumaki, Nara ! kalian akan ku hukum! Tunggu saja besok!" tegas Anko-sensei lagi.

"Dan, Ketua kelas?" sambung Anko-sensei. Matanya mencari-cari sosok ketua kelas.

Keringat dingin mulai turun dari kening Hinata. Dengan sangat perlahan dan gemetar ia mengangkat tangan kanannya. Tenten yang di sebelahnya pun ikut kaget.

"Sa...saya se-senn..sei..." Hinata tergagap plus gemetar. Tangannya terangkat ke atas.

"Besok pagi sebelum bel masuk, kau bawa Uzumaki dan Nara ke kantorku. Pastikan mereka sudah menghilangkan pelanggaran mereka, kau mengerti?" ujar Anko-sensei kali ini mulai tenang walau bicaranya cepat.

"Ha..hai!" jawab Hinata pasti. Tangan kanannya telah kembali terlipat di atas meja.

"Hn..baiklah, kita mulai pelajaran. Buka buku kalian!"

To Be Continue~

hmm..hm..bagaimana readers? Bagus kah? Abal kah? Aneh kah? REVIEW PLEASE!

Judulnya gak nyambung ya? Memang belum untuk chapter ini, tapi di chapter depan insya Allah akan terasa, permasalahnya pun akan mulai di chapter depan. Toh chapter ini kan baru prolog nya saja, jadi cuma perkenalan, mohon maklum ya readers!

Dan...kalau ada yang menganggap fic ini mengandung chara bashing, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya...! Asli, saya tidak bermaksud demikian! Ini semata-mata untuk keperluan cerita. Sekali lagi maaf...!KEEP READING, and... REVIEW! No flame please!

Doumo arigatou ^_^