Cast:
Kim Doyoung, Jung Jaehyun,
Lee Taeyong, Myoui Mina
and others;
Warning:
Yaoi!
…
…
…
—Lee Taeyong—
…
Doyoung menatap datar pemuda dengan senyum licik didepannya. Well, tak sampai satu menit yang lalu ia mengetahui nama pemuda itu. Dia Lee Taeyong, kakak tiri Kim Doyoung. Firasat Doyoung buruk soal pemuda ini. Sudah menit kelima, tapi tangan pemuda itu masih setia bertaut dengan miliknya. Doyoung memutar bola matanya jengah.
"Well, sekarang aku tahu namamu dan kau tahu namaku." Doyoung melirik tautan tangan mereka dan mencoba menariknya—tapi ia meringis karena pemuda itu semakin mengeratkan tautannya. Doyoung ingin mengumpat, tapi ia tak mau memberikan kesan pertama yang buruk.
Kendalikan dirimu, Kim Doyoung! batinnya mengingatkan.
Doyoung mengubah raut wajahnya, kali ini tersenyum tipis dan menatap lembut pemuda didepannya. "Aku dapat memanggilmu Taeyong hyung, benar?" tanya Doyoung.
Pemuda didepannya menyeringai, "Tentu." Dan Doyoung dapat bernafas lega karena akhirnya Taeyong mau melepas tangannya dari genggaman kuat pemuda itu. "Jadi, pasangan pengantin baru itu yang mengirimmu kesini?" Taeyong berbalik meninggalkan Doyoung untuk duduk di sofa coklat muda yang ada disana—Apartemennya.
Doyoung hanya mengangguk sebagai jawaban. Ia menatap sekeliling ruangan yang belum sempat ia lakukan sebelumnya karena acara mari berlama-lama berjabat tangan dengan Lee Taeyong. Ia mengangguk-angguk takjub dengan ruangan apartemen kakak tirinya ini. Dia laki-laki yang nampak urakan diluar, tapi apartemennya begitu rapi dan bersih. Syukurlah, setidaknya Doyoung akan betah berada disana sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Ah, Doyoung baru ingat tujuan utamanya datang ketempat ini menemui Lee Taeyong.
"Kau pasti sudah mendengar semuanya dari Ayah kan, Taeyong hyung?" Doyoung menatap kakak tirinya yang kini sudah sibuk menekan-nekan remote TV. Doyoung saja sampai tak sadar bahwa TV itu sudah menyala. Tanpa diminta, ia bergabung duduk dibagian kosong sofa bersama Taeyong.
Taeyong berhenti menggonta-ganti channel, dan menatap pada Doyoung yang sudah duduk manis disampingnya. "Hm." tanggapnya singkat dari pertanyaan Doyoung. "Aku sudah siapkan semuanya." Taeyong menunjuk pada pintu kayu berwarna coklat yang berada tepat dibelakang sofa yang ia dan Doyoung duduki. "Disana kamarmu." ujarnya, kemudian melanjutkan, "Dilemari sudah ada seragam sekolah baru, buku-buku, dan alat tulis. Kau mulai sekolah besok, kita sekelas."
Doyoung terkejut mendengar kalimat terakhir. "Sekelas?" tanyanya tanpa menyembunyikan raut bingung dan penasaran. Setahunya, ia dan Taeyong itu berbeda usia satu tahun. Jadi seharusnya pemuda itu berada satu tingkat diatasnya.
Taeyong mengedikkan bahu sebelum menjawab, "Aku tidak cukup baik dalam belajar, dan punya banyak surat peringatan tentang kelakuan buruk dari sekolah. Jadi—kau pasti bisa menyimpulkannya sendiri."
Doyoung terkikik dalam hati. Ah, ternyata dibalik wajah tampan dan kesempurnaan fisik yang dimiliki kakak tirinya ini, ia tak cukup baik dalam berprilaku dan belajar. Doyoung sih juga bukan anak baik disekolahnya yang dulu, ia juga sering mendapat teguran dan hukuman. Maklum, anak seusianya itu perlu banyak mencoba. Tapi prestasi cemerlangnya dalam belajar tidak perlu diragukan lagi. Ia Kim Doyoung si juara umum.
Doyoung paham sekarang. Alasan Ayah tirinya memintanya untuk pindah dari Guri ke Seoul, dan tinggal bersama kakak tirinya. Selain agar mereka dapat mengenal satu sama lain—karena sekarang mereka adalah keluarga, juga karena Ayahnya mengkhawatirkan masa depan putera satu-satunya—sebelum Doyoung datang sebagai putera kedua.
"Kalau bukan karena uang yang selalu secara rutin Ayah sumbangkan ke sekolah, aku mungkin sudah ditendang keluar dari sana." Taeyong berdecih, muak. Ia kini menatap Doyoung tajam. "Ayah tidak menjanjikan sesuatu padamu kan?" tanyanya penuh selidik.
Kali ini kening Doyoung yang berkerut, "Tidak." jawabnya singkat. "Lagipula aku juga tak mau bertanggung jawab pada masa depanmu. Kau dapat menentukannya sendiri." Doyoung bangkit dari duduknya dan meraih dua buah koper besar yang berisi barang-barangnya. Ia ingin menuju kamarnya, tapi berhenti sejenak untuk mengucapkan kalimat terakhir pada Taeyong. "Ketika kau sudah menemukan apa yang kau anggap penting—impian, kau pasti akan menjaganya sampai akhir."
Taeyong menyeringai seram ketika pintu dibelakangnya tertutup, "Tidak kusangka bahwa Kim Doyoung itu sangat menarik."
…
…
—Jung Jaehyun—
…
Doyoung tahu hidupnya di Seoul sudah pasti sangat berat dengan memiliki Lee Taeyong bersamanya. Dan Doyoung tidak mengharapkan bertemu yang lebih parah lagi. Tapi sekali lihatpun, Doyoung tahu bahwa pemuda didepannya ini akan berat untuk dihadapi melebihi Taeyong. Ia awalnya sudah mau melangkah pergi dari tempatnya berpijak saat ini, tapi suara berat pemuda didepannya menghentikan pergerakan Doyoung. Harusnya ia tak melewati jalan ini tadi, ah Doyoung sungguh menyesalinya sekarang.
"Sorry, kau bisa melanjutkan. Aku akan pergi sekarang juga." Doyoung ingin berbalik kemudian melangkah besar-besar, tapi lagi-lagi suara itu membuatnya harus kembali keposisi awal. Oh, ini tidak akan berakhir dengan mudah sepertinya, batin Doyoung nelangsa.
"Oh, kau siswa baru itu." Pemuda itu berkata sambil memperhatikan Doyoung dari atas hingga bawah. Doyoung merasa seperti ditelanjangi. Tatapan mata itu melebihi tajamnya milik Taeyong. Ah, kini Doyoung tahu bahwa Taeyong bukan satu-satunya orang yang punya tatapan tajam itu—yang didepannya ini malah lebih menakutkan.
"Kau kenal dia?" Ah iya, Doyoung lupa bahwa bukan hanya ada dia dan pemuda itu disini. Ada seorang gadis dalam pelukan pemuda itu, menatap penuh tanya.
"Ya." pemuda itu masih menatap Doyoung lekat. "Kami sekelas." ujarnya pada si gadis.
Gadis itu hanya mengangguk paham. Ia tersenyum sangat manis pada Doyoung, "Namaku Mina. Kau?"
"Doyoung." Doyoung ingin pergi saja secepatnya, daripada menjawab pertanyaan si gadis. Tapi mau bagaimana lagi, tatapan tajam pemuda itu membuatnya tak bisa bergerak barang seincipun.
Mina tersenyum sekilas, sebelum mengalihkan tatapannya pada pemuda yang memeluknya. Ia mengecup singkat bibir pemuda itu dan melepaskan diri dari pelukannya. "Sampai bertemu nanti." pamitnya, kemudian berlalu dari sana.
Suasana mencekam—setidaknya menurut Doyoung— menyelimuti tempat itu sekarang. Ia kini berhadapan dengan si pemuda.
Mari mengingat-ingat kembali bagaimana Doyoung bisa sampai pada situasi ini. Yang Doyoung ingat, ia baru saja dari ruang instrumen dan menerka-nerka jalan mana yang bisa membawanya kembali kekelas. Sekolah ini luas—dua kali lipat dari sekolah dia sebelumnya. Dan Doyoung terlalu muak berada disekitar Lee Taeyong setelah beberapa hari berada di satu sekolah, satu kelas, bahkan satu atap yang sama. Jadi ia memutuskan untuk kabur dan berkeliling sekolah sendirian. Tapi Doyoung sungguh menyesalinya sekarang. Ia salah berbelok dari lorong sana, dan berakhir ditempat ia berpijak sekarang, setelah sebelumnya menyaksikan pemuda didepannya saling berbagi pagutan bibir dengan gadis yang baru saja berlalu—ah, Mina namanya. Well, itu bukan salah Doyoung kan? Ia hanya kebetulan sial berbelok kesana dan melihat semuanya.
Doyoung mengingat-ingat lagi. Wajah pemuda ini tidak asing. Doyoung yakin ia pernah melihatnya. Dan sekarang Doyoung ingat. Ia pemuda yang menempati bangku disebelah Doyoung. Ia Jung Jaehyun, teman sebangku Kim Doyoung. Pemuda itu baru menampakkan wajah tampannya hari ini, dihari ketiga Doyoung berada disekolah.
"Well, sebenarnya aku tidak merasa bersalah sudah menyaksikan semuanya. Tapi untuk tak sengaja melihatnya, aku minta maaf." ujar Doyoung, mengalah.
Jaehyun didepannya masih menampakkan wajah datar. Doyoung jengah. Pemuda ini membuang waktunya.
"Terserah. Aku pergi." puncak dari kejengahan Doyoung, ia harus segera meninggalkan tempat ini—kalau tidak mau nafasnya semakin sesak karena merasa terintimidasi hanya dengan tatapan.
Oh, tidak lagi. Doyoung baru ingin mengumpat saat kali ini langkahnya untuk pergi kembali terhenti. Namun bukan dengan ucapan, melainkan dengan tarikan kuat pada tangannya sampai punggung berharganya menempel dengan keras pada tembok. Tubuhnya terhimpit diantara Jaehyun dan tembok putih yang baru saja membenturnya. Umpatannya tak pernah keluar karena bibirnya telah menyatu dengan milik Jaehyun. Bahkan sebelum sempat menyadari bahwa Jaehyun sudah merebut ciuman pertamanya, bibir berharga milik Kim Doyoung sudah digigit dengan keras hingga mengeluarkan darah segar. Tangan bebas Doyoung memukul dan mendorong dada Jaehyun agar menjauh, namun ringisan karena luka dibibirnya malah membawa lidah Jaehyun masuk kedalam rongga mulutnya. Doyoung mendesah tanpa sadar. Ia sekarang menolak untuk berontak. Permainan lidah Jaehyun didalam mulutnya ternyata senikmat ini. Tapi Kim Doyoung itu keras kepala. Meski menikmati, dia menolak untuk terlena. Penyatuan bibir itu berakhir dengan umpatan Jung Jaehyun dengan lidah menjulur keluar bersama darah. Doyoung menggigitnya. Oh, astaga!
"Lain kali akan kugigit sampai putus kalau kau berani melecehkanku lagi. Itu ciuman pertamaku, tahu?!" dan dengan itu Doyoung berlari sekuat tenaga meninggalkan Jaehyun yang menahan perih dilidahnya.
Tapi setelah berhasil mengatasi rasa perih dilidahnya, Jaehyun tertawa seperti orang kehilangan akal. "Ciuman pertama? Astaga! Ternyata Kim Doyoung itu menarik sekali."
…
…
…
Kkeut!
…
…
Hai… saya akhirnya menulis fanfic Jaedo dan Taedo pertama saya. Ini baru prolog yaa. Kalo responnya baik, akan saya lanjutkan dengan senang hati.
Sebenarnya saya bukan orang baru di fanfiction . net . Tapi akun ini special saya buat untuk Jaedo Shipper diluar sana yang belum saya kenal—mari berkenalan.
