KaiRei Fanfiction
Disclaimer: I love Kai and Rei but unfortunately they are NOT mine TT_TT beyblade is NOT mine either. But I DO have the other character in this fic :)
Pairing : KaiRei, slightly ReiMax (one sided)
Genre: friendship
Warning! This story may contain slightly BL elements. Don't like don't read!
Summary: I'm not good with this thing, just read it will you? ^^v
AN: Hai! Ini fanfic pertama aku heheh maaf ya kalo bahasanya belang – belang tadinya mau bikin fanfic pake bahasa inggris, tapi terlalu males buat ngetranslate maafkan m(_ _)m
Oia terus maaf ga dikasih judul yang jelas soalnya aku ga jago ngarang judul hhehehe (padahal males aja -_-;)
Yosh! Daripada curhat terus.. Kita mulai aja yuk ceritanya.. Enjoy :D
Chapter 1
Bip... bip... bip...
Bunyi alarm yang memekakan telinga terdengar dari sebuah kamar, membangunkan pemiliknya.
"Grr alarm sialan" gerutu pemilik kamar. Tangannya secara otomatis mematikan alarm dan kembali terlelap. Tepat saat dirinya akan memasuki alam mimpi, terdengar suara ketukan pintu.
"Rei-chan! Rei-chan! Ayo bangun!"
"..."
"REI-CHAAN!" teriak suara itu sambil menggedor pintu lebih keras
"Ugh.. Biarkan aku tidur 5 menit lagi" erang Rei sang pemilik kamar.
"Ayo bangun! Nanti kau terlambat sekolah!"
Rei menghela napas, sepertinya dia tidak punya pilihan lain selain bangun dan berangkat sekolah kalau tidak kakak sepupunya yang cerewet, Mao, akan terus menggedor pintuya hingga rusak.
"Baiklah aku sudah bangun sekarang" katanya sambil membuka pintu.
"Sarapan sudah siap" kata Mao dengan ceria
"Terima kasih, aku akan turun sebentar lagi" kata Rei membalas senyuman Mao.
"Pagi Rei" sapa Lee, suami Mao.
"Pagi Lee"
"Seperti biasa, tidak bersemangat di pagi hari, heh Rei?" tanya Lee sambil menahan tawa melihat adik iparnya duduk lemas di meja makan, masih terkantuk – kantuk.
"Mmm" hanya itu saja jawaban Rei.
Makan pagi pun dimulai seperti biasa dan setelah membersihkan piring – piring bekas makan pagi Rei pun berangkat sekolah.
"Aku pergi dulu" serunya dari gerbang pintu.
"Hati – hati di jalan" seru Mao dari dalam rumah.
Dengan itu Rei melangkahkan kakinya menuju sekolah sambil menguap sesekali. Kakinya secara otomatis berjalan melalui rute yang telah dilaluinya selama hampir dua tahun. Sengaja membiarkan pikirannya bebas dan hanya berkonsentrasi pada hembusan angin sejuk permulaan musim gugur yang menerpa wajahnya menghilangkan rasa kantuk dari matanya dan memainkan rambutnya yang luar biasa panjang.
"Pagi" sapa seseorang berambut pirang berseru tiba - tiba sambil bergelayut di lengannya.
"Pagi Max" sapa Rei sambil mengacak – acak rambut pirangnya.
"Ada kasus baru?" tanya anak bernama Max ceria.
"Sst jangan keras – keras! Sudah kubilang itu bisnis rahasia!" desis Rei
"Ups maaf" kata Max sambil menutup mulutnya.
"Sekarang tidak ada kasus baru. Bisnis sepi akhir – akhir ini" kata Rei lesu.
"Jangan sedih begitu! Kau kan masih punya banyak pekerjaan sambilan yang lain"
"Max!"
"Ups maaf, aku lupa... lagi" katanya sambil terkikik tampak tidak menyesal sama sekali.
"Lebih baik kau jaga mulutmu atau aku harus keluardari sekolah ini" kata Rei masam
"Tapi kaaan disini tidak ada seorang guru pun"
"Tapi kaaaan bisa saja seseorang mendengarmu lalu melaporkannya. Dan itu berarti bisa saja besok aku sudah dikeluarkan dari sekolah!"
"..." Max hanya terdiam , aura keceriaan yang biasa menyertainya tiba – tiba saja digantikan dengan aura kesedihan bahkan matanya tampak berkaca-kaca.
Melihat itu, Rei menghela napas, "maafkan aku sudah membentakmu" kata Rei lembut. Tapi temannya masih larut dalam kesedihan.
"Kau tahukan peraturan sekolah kita sangat ketat. Terutama, peraturan yang melarang siswanya untuk kerja sambilan" mendengar penjelasan itu Max mengangguk tapi kepalanya masih tertunduk sedih.
"Dan kau tahu aku tidak mau Lee dan Mao menanggung biaya sekolahku" lagi – lagi Rei hanya menerima anggukan maka dia pun meneruskan, "Kalau aku sampai dikeluarkan, maka aku harus mencari beasiswa lagi dan itu tidak mudah. Bahkan aku dapat membayangkan bagaimana ekspresi kecewa mere.." belum selesai Rei berbicara tiba – tiba saja Max memeluknya dengan erat.
"maaf..maaf..maaf" isaknya di bahu Rei.
"Sudahlah tidak apa – apa kalau kau sudah mengerti. Maafkan aku juga sudah membentakmu tadi" kata Rei sambil membalas pelukannya. Setelah kira – kira dua menit barulah Max mau melepaskan pelukannya dan kembali bergelayut di tangan Rei. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan ke sekolah. Sisa perjalanan dihabiskan oleh cerita Max tentang kura – kuranya yang bernama Draciel. Dan tanpa terasa mereka pun sampai di sekolah.
Sebelum mereka masuk ke kelas masing – masing, tiba – tiba Max berbisik di telinga Rei, "kau tahu Rei, walaupun orang – orang tahu kau bekerja sambilan, mereka tidak akan pernah melaporkannya pada siapa pun karena kami semua menyayangimu" seolah ucapannya belum cukup mengagetkan, dia mengecup pipi Rei kemudian dia berlari menuju kelasnya. Sebelum masuk ke dalam kelas Max melambaikan tangannya dengan gembira kearah Rei yang masih berdiri melongo sambil memegangi pipinya. Setelah Max menghilang dari pandangannya Rei menggelengkan kepala, bingung akan tingkah laku temannya, 'ada apa dengan anak itu?' pikirnya dan dia pun pergi ke kelasnya sendiri.
Tanpa terasa setengah hari telah berlalu dan bel makan siang terdengar nyaring memenuhi gedung sekolah. Segera saja semua siswa berjalan keluar dari kelas, berjalan bersemangat menuju kantin sekolah. Tapi alih – alih ke kantin, Rei melangkahkan kakinya menuju ruang komputer.
"Hai Rei! Kau datang lagi hari ini," sapa Keny, ketua klub komputer.
"Hai Chief" sapa Rei.
"Mau roti? Kebetulan aku punya lebih" Keny menyodorkan sebungkus roti.
Inilah salah satu hal yang rei suka dari ketua klub komputer itu, dia selalu menawarinya makanan.
"Benarkah boleh untukku?"
"Tentu saja ambillah kalau kau mau"
"Trims Chief" kata Rei sambil memasang senyum terbaiknya.
"Tidak masalah, lagipula aku senang ada yang menemaniku"
"Kenapa kau tidak ikut makan di kantin?" tanya Rei kaget mendengar pengakuan Keny.
"Ah! Itu.. itu.. mm.. itu.. yah karena kau tahu.." katanya gugup.
"Tidak aku tidak tahu. Dan kau tidak perlu menceritakannya kalau kau tidak mau" kata Rei lembut.
"Ah tidak bukan begitu. Hanya saja aku.. aku.. aku tidak terlalu suka berada di tengah orang banyak" katanya rasa malu mewarnai suaranya.
"Hmm kau sehausnya lebih percaya diri Chief kau tahu itu?" kata Rei ringan sambil menyalakan salah satu komputer.
"Yah aku sudah sering dinasehati seperti itu. Tapi.. tetap saja, aku merasa tidak nyaman" Keny menjawab sambil beringsut gelisah di kursinya.
"Kurasa tidak masalah kau tidak menyukai keramaian, itu mungkin memang karaktermu. Tapi, kau harus lebih percaya diri lagi karena kau kan salah satu murid terpintar di sekolah ini! Dan kurasa sebenarnya banyak orang yang mau berteman denganmu, buktinya saja kau tidak pernah diganggu kan? –maaf- tidak seperti beberapa anggota klubmu" kata Rei.
Wajah Keny memerah, "terima kasih Rei.. tidak pernah ada yang mengatakan hal itu padaku sebelumnya"
"Tidak masalah Chief. Itu gunanya seorang teman kan?"
Keny mengangguk, "tapi aku tidak mau disebut pintar oleh orang kesatu di sekolah ini" tambahnya sambil nyengir.
"Hmmph", Rei mendengus, semua orang tahu dia tidak suka dipuji menjadi orang terpintar di sekolahnya. Keny hanya terkekeh mendengar dengusan Rei. Mereka pun melanjutkan kegiatan masing – masing dalam keheningan yang nyaman.
Rei membuka blog miliknya, melihat apakah ada orang yang membutuhkan bantuannya. Tanpa sepengetahuan orang lain, setahun yang lalu dia memulai usaha serba bisa lewat blognya. Mulai dari hal – hal kecil seperti membetulkan peralatan elektronik, mencari anjing hilang, hingga menangani kasus penculikan. Dan sekarang yang mengetahui hal ini hanya teman dekatnya, Max. Itu pun karena tiga bulan yang lalu tanpa sengaja Max menjadi kliennya. Saat itu mereka belum saling mengenal, bahkan mereka tidak tahu kalau mereka bersekolah di sekolah yang sama. Sekarang bisa dibilang Max sudah menjadi asistennya (walaupun dia hanya mau membantu di saat – saat tertentu saja yaitu pada saat kasus yang Rei terima dirasa menarik), 'benar – benar asisten yang berdedikasi' pikir Rei.
Karena tidak ada klien, Rei pun mencari – cari info tentang kerja sambilan. 15 menit berlalu dan hasilnya nihil. Rei menghela napas dan membuka blognya kembali berharap ada klien baru, 'dan bayaran yang tinggi' tambahnya dalam hati.
Saat Rei membuka kembali blognya, teryata sudah ada tiga klien baru. Yang pertama, dari seorang wanita yang meminta untuk memata-matai suaminya. Rei mengerutkan alisnya, dia paling benci dengan permintaan seperti itu, tanpa pikir panjang dia langsung menolak pemohon pertama itu. Sedangkan permohonan kedua dan ketiga adalah permohonan mencari orang hilang. Karena daerah keduanya masih berada di sekitar kota tempat tinggalnya, dan yang terpenting adalah bayarannya cukup tinggi, maka Rei pun menerima kedua kasus tersebut. Segera saja dia meminta kedua pemohon untuk mengirimkan detail kasus ke emailnya.
