"Usahaku untuk mencapaimu yang terdiam menunggunya. Tebak berapa?"

"Apa maksudmu? Lelucon lagi?"

"Seberapa keras aku mencoba untuk membuatmu sadar tentangku? Seberapa banyak hal yang aku korbankan untukmu? Jika kau hanya diam seperti ini, usahaku tidak berlaku. Bergeraklah, satu langkah saja menjauh darinya dan datang padaku."

My Attempts to Get You

Genre! Romance, Friendship, and many more..

Rating! T(+) MUNGKIN!

Warning! Yaoi, Plot pasaran, bad!Luhan, banyak flashback jadi berhati-hatilah karena tidak saya beri tanda.

Selamat membaca.

.

.

Untuk Kim Jong In,

Bagaimana kabarmu? Kuharap kamu baik-baik saja. Bagaimana Luhan? Pasti dia juga baik-baik saja.

Aku mendapat undangan reuni sekolah. Apa kau juga? Rasanya sangat rindu pada masa sekolah dulu. Hem, bagaimana wajah teman-teman kita dulu ya? Aku benar-benar penasaran. Kau ingat pada Jongdae? Si wajah kotak yang pernah memecahkan kaca lab biologi dengan suaranya. Kupikir itu bukan salahnya, kacanya saja yang sudah tua. Benar kan? Atau Minki yang wajahnya lebih cantik dari wanita itu. Kudengar dia transgender sekarang.

Tapi dari itu semua, kau adalah yang paling membuatku penasaran. Bagaimana kau sekarang. Bukan hanya tentang wajahmu, tapi tentang kehidupanmu, tentang pekerjaanmu, mungkin juga tentang Luhan. Apa kau masih dengannya? Apa kau sudah menikah dengannya? Aku tidak tahu harus tertawa dengan cara bagaimana Jong In. Aku hanya berharap kau hidup dengan bahagia.

Maafkan aku yang menghilang saat itu. Sebenarnya aku juga tidak berpikir kau mengkhawatirkanku. Hahaha… aku juga minta maaf baru memberimu kabar setelah sekian lama menghilang. Tenang saja, kabarku sangat baik.

Jong In, saat kita bertemu nanti kita bisa bicara lebih banyak lagi. Saat kita bertemu, jangan terkejut denganku yang sekarang ya. Dan juga akan kuceritakan semuanya tentangku, kamu juga Luhan. Kuharap kau tidak menganggap ceritaku ini sebagai cerita orang-orang yang minta dikasihani.

Aku mencintaimu.

Do Kyungsoo.

Pernah sesekali berpikiran untuk lari dari kenyataan lalu hidup tenang dalam negeri dongeng. Sesekali pula keinginan itu bagai tersampaikan pada Tuhan yang terwujud lewat bunga-bunga mimpi di malam hari. Hanya sesekali, karena sesekali pula dia terlelap di malam hari. Karena malam hari adalah harinya. Di bawah kedip lampu kota yang indah itu, dia berjalan dalam kesengsaraan yang tersembunyi. Menghibur jiwa-jiwa yang lapar akan sentuhan. Mempertahankan eksistensinya di dunia yang palsu untuk membayar hidupnya di masa lalu.

Suara bising dari mesin kereta itu membuat mata doe seorang pria terbuka perlahan. Ia melihat kesamping dimana seorang wanita berpakaian ketat dan mencolok duduk sembari menyesap rokoknya yang besar. Lalu pandangannya beralih pada pilar besar di sampingnya yang lain. Seorang pria terlihat menghimpit wanita seksi disana. Berniat mencumbu atau apapun namanya itu.

-Cih

Decihan itu terdengar cukup keras. Namun tak ada seorangpun yang peduli pada decihan kotor seorang pria yang terlihat sama kotor dengan decihannya itu.

Inilah yang paling Kyungsoo benci dari stasiun kereta di kotanya. Apa yang bagus dari tempat ini? Hanya ada satu rel kereta juga satu kereta yang siap mengangkut warganya keluar kota setiap harinya. Itu pun berangkat lebih dari tengah malam. Entah apa yang dipikirkan walikota botak itu hingga membuat jadwal keberangkatan kereta yang tentu saja merepotkan semua orang. Belum cukup dengan waktu keberangkatan yang mengganggu, tempat umum ini tak ubahnya tempat pelacuran di tengah kota sana. Tak jarang orang-orang yang tak mampu menyewa kamar hotel berbuat kotor disana tanpa memikirkan mata orang yang risih terhadapnya.

Kyungsoo tak bisa protes dengan keadaan. Dia sendiri yang memilih untuk tinggal di tempat yang biadab itu. Juga memilih untuk menjadi bagian dari mereka yang sama biadabnya dengan binatang. Dia juga hanyalah seorang-

Suara peluit kereta membuat Kyungsoo dengan cepat beranjak dari tempat duduknya. Ia tidak mau ambil resiko untuk tetap bertahan di sana sementara kereta satu-satunya siap meninggalkannya begitu saja. Di dalam gerbong kereta yang hanya satu itu, Kyungsoo menatap keluar, ke arah orang-orang yang terlihat begitu menyedihkan itu.

Kereta itu berangkat dengan perlahan membelah kesunyian malam yang mencekam. Butuh 3 jam untuk sampai di stasiun kereta selanjutnya. Tempat Kyungsoo harus turun dan melanjutkan perjalanannya dengan kereta lain. Ia sedikit bersyukur karena tidak harus pergi ke Seoul dengan kereta sereot ini.

Ingat akan sesuatu, Kyungsoo merogoh tas besarnya. Ia mengeluarkan sebuah kotak seukuran buku berwarna krem dari sana. Ia membukanya, dan onggokan surat tergeletak tak berdaya di dalamnya.

"Kenapa waktu berjalan dengan sangat cepat?"

Untuk Kim Jong In,

Hey Jong In bagaimana kabarmu?

Jong In aku ada di kota yang menyedihkan sekarang. Rasanya aku ingin berteriak minta tolong pada siapapun untuk mengeluarkanku dari sini. Setiap pagi menjelang yang terlihat bukanlah sinar matahari melainkan asap tebal pembakaran pabrik. Setiap malam kota ini penuh dengan lampu warna-warni. Lampu-lampu yang memenuhi tempat-tempat hina yang juga menjadi naunganku sekarang. Walau ini sudah menjadi pilihanku, tapi aku tahu pilihanku yang satu ini benar-benar buruk. Aku berharap bisa menyampaikan surat ini lalu kau datang menjemputku bagai pangeran berkuda putih.

Do Kyungsoo.

Masih segar dalam pikirannya, saat pertama kali menginjakkan kaki di tanah basah yang hitam di kota itu. Dia tidak bisa bernafas dengan baik karena rasa udara di sana benar-benar buruk dibandingkan Seoul yang bahkan banyak polusi. Dia hanyalah pemuda belasan tahun yang tiba-tiba terjebak dalam sebuah masalah yang sebenarnya tidak berhubungan dengannya.

"Ikut aku, Kyungsoo."

Kyungsoo yang ketakutan tidak bisa mengelak. Ia mengikuti langkah kaki besar pria paruh baya dihadapannya. Mereka masuk ke dalam sebuah bangunan yang dirambati tumbuhan di mana-mana. Keduanya masuk dengan ketenangan. Masuk lebih dalam dan akhirnya Kyungsoo melihat kenyataan bahwa tempat itu benar-benar asing dari tempat yang beberapa detik lalu dia masuki. Bar, dalam bangunan jelek ini?

"Milikku." Lirih pria paruh baya itu entah pada siapa. Tapi dari sana Kyungsoo mengerti bahwa tempat itu adalah milik pria yang membawanya kemari. Ia juga mengerti bahwa sebentar lagi dia akan menjadi bagian dari bar ini dan bar ini akan menjadi bagian dari kehidupannya.

Sedikit penyesalan menyelip di hatinya saat melihat betapa hina tempat yang tak jarang dipuja para umat manusia itu. Kaki pendeknya ingin sekali menjangkah panjang-panjang pergi dari tempat itu. Tangan pria disampingnya pun tidak menggenggamnya, dia bisa lari kapan saja. Tapi sebuah kesepakatan lebih mengikat dari pada tali. Lebih kuat mungkin dari pada cengkraman tangan pria paruh baya yang bahkan dia tidak tahu namanya.

Dalam diam, Kyungsoo muda menangis meratapi pilihannya yang benar-benar salah.

Kyungsoo Pov.

Kereta yang kutumpangi berguncang keras. Mungkin karena rel yang telah termakan usia hingga membengkok kesana-sini. Sekuat mungkin kutahan daging asap makan malam yang sudah sampai di kerongkongan. Tidak ingin ku sia-siakan makanan semahal itu untuk keluar dan membuat perutku kosong.

Malam ini hujan turun agak deras membasahi kaca gerbong kereta yang retak dimana-mana. Syukurlah tidak sampai merembes dan membasahiku. Malam ini juga, gerbong yang kutumpangi begitu lengang. Seperti kata seorang pedagang barang haram yang sering berkeliaran di kota. Mungkin dia satu-satunya orang kota yang pergi dengan kereta dua hari sekali. Aku sedikit heran dengannya yang bisa tahan dengan perjalanan menyakitkan ini. Dia bilang kereta ini paling penuh hanya berpenumpang sepuluh orang, dan malam ini hanya ada aku dan seorang wanita tua yang tengah menyesap cerutunya. Dasar wanita gila, sepertinya dia sama sekali tidak ingat dengan umurnya yang diujung galah.

Kilat kuning di ujung sawah sana terlihat sedikit mengerikan. Karenanya aku bisa melihat sekilas orang-orangan sawah yang berjatuhan di tanah. Sedikit terlihat seperti orang-orang yang mati di kota beberapa saat yang lalu karena wabah penyakit. Memikirkan kota itu membuatku terkadang harus rela makan hati. Mengingat alasan kenapa aku bisa terdampar di kota yang mengerikan itu adalah karena keputusan yang hanya ku pertimbangkan setengah matang.

Kuambil sepucuk surat dalam kotak di pangkuanku. Berwarna biru tua yang kini sudah memudar di makan usia.

Untuk Kim Jong In,

Halo Jong In. Selamat atas kelulusanmu.

Akhirnya kita lulus, beruntung bagiku bisa lulus di tahun yang sama denganmu. Syukurlah karena aku benar-benar bekerja keras untuk menyelesaikan semester pendek ini. Sayang, nilaiku tidak sesempurna milikmu. Kenapa kau benar-benar pintar sih?

Setelah ini kau akan mulai mengelola perusahaan keluargamu 'kan? Semoga berhasil. Aku juga akan mengejar mimpiku di sebuah tempat sebagai seorang dokter yang hebat. Semoga impianku ini bisa terkabul.

Jong In, aku ingin berpamitan padamu. Aku akan pergi kesebuah tempat, seperti yang kukatakan tadi, dimana aku akan berusaha untuk mengejar mimpiku. Mungkin setelah detik aku menyerahkan surat ini, kau tidak akan pernah bertemu denganku lagi. Tapi aku harap hal itu tidak akan terjadi. Karena aku tetap ingin bersamamu walau mungkin kau lebih menyukai orang lain untuk ada bersamamu.

Aku berharap kau makan dengan baik, aku berharap kau hidup dengan baik juga. Jaga Luhan. Aku tidak ingin mengorbananku ini sia-sia.

Do Kyungsoo.

Helaan nafas panjang terlontar dari bibirku. Surat lusuh yang tak tersampaikan padanya. Kadang aku bertanya-tanya kenapa seluruh benda dalam kotak ini tidak ada satupun yang sampai padanya. Apa gunanya aku menulis semua ini dulu, jika pada akhirnya seseorang yang seharusnya menjadi penerima tidak membacanya.

Semua kesialan dan kemalanganku ini berawal dari sana. Berawal darimu yang…

Kyungsoo Pov End.

Author Pov.

Semuanya berawal dari hari yang hujan saat itu. Semua orang berlarian menghindari air yang turun tiba-tiba dari langit itu menuju tempat berteduh. Terkecuali namja bertubuh kecil yang memilih untuk berlari menuju sekolah yang dia rasa sudah dekat jaraknya.

"Pagi-pagi sudah hujan. Menyusahkan saja," gerutunya entah pada siapa dengan tangan yang mengusak rambutnya sendiri.

Kyungsoo berjalan menyusuri koridor gelap dengan tenang. Kebetulan sekali tidak ada seorangpun yang menyapanya. Apa mungkin teman-teman berisiknya itu terjebak hujan hingga akan datang terlambat. Kyungsoo tidak peduli. Toh mereka tidak akan satu kelas lagi sekarang.

Pintu coklat di depannya membuat jantung Kyungsoo berdebar kencang. Tahun kedua di sekolah menengah itu terasa lebih mendebarkan dibandingkan tahun pertama. Mungkin karena sedikit banyak telah mengenal bagaimana watak orang-orang di sekitarnya, membuat hatinya sedikit takut kalau-kalau dia harus sekelas dengan orang yang wataknya tidak dia suka. Kyungsoo masuk kedalam ruangan itu dengan wajah menunduk. Dia merasakan seluruh pandangan mata dalam kelas itu tertuju padanya. Walau tak seberapa banyak, Kyungsoo tetap merasa bahwa tatapan orang-orang itu seakan menelanjanginya. Ia memutuskan untuk mengangkat dagunya perlahan.

"Jong In!"

Waktu berjalan cepat untuk orang yang tak memikirkannya. Kyungsoo termasuk orang yang tidak memikirkannya. Ternyata dengan cepat dia bisa berbaur dengan teman sekelas yang tak semuanya menyenangkan itu. Dalam waktu dua bulan di semester ini, dia berhasil membuat lebih dari setengah penghuni kelas mampu berbicara nyaman dengannya.

Kyungsoo tidak bisa berdiam diri lagi. Pencapaian pertemanan yang luar biasa ini, dia masih saja tidak bisa berbicara nyaman dengan orang yang bahkan pada tahun pertama pun sekelas padanya, Kim Jong In. Bukan karena dia memiliki sifat tertutup atau sifat mirip berandal. Tapi karena Kyungsoo selalu tersipu tiap menatapnya. Siapa peduli dengan gender mereka yang sama. Hal berbau sesama jenis tidak lagi aneh saat ini.

"Kenapa kau tidak bicara padanya sih?"

Pertanyaan Luhan, seorang temannya yang cukup dekat, membuat Kyungsoo hampir saja menjatuhkan pena di tangannya. Wajahnya mulai merah padam dan keringat dingin mulai muncul dari dahinya. Luhan sedikit terkikik dengan tingkah temannya yang satu ini. Bukan berarti dia tidak tahu bagaimana perasaan sebenarnya namja imut disebelahnya pada namja berkulit coklat seksi itu. Seisi kelas juga pasti langsung paham dengan perasaan Kyungsoo karena namja itu tidak pandai menyimpan perasaan.

"A-Aku tidak merasa cocok. Tapi aku selalu mencoba untuk berbicara dengannya kok."

"Hem, kau suka padanya?"

"Tidak! Hanya sedikit kagum saja. Ups.."

Luhan mengangkat sebelah alisnya dengan perkataan Kyungsoo yang kelewat jujur itu.

"Arraseo. Kau tidak perlu menjawab. Semua sudah jelas tertulis di jidatmu."

Seongsangnim datang dengan setumpuk buku di tangannya. Dia memandang muridnya dengan tatapan lembut sebelum akhirnya memberikan instruksi untuk membuat kelompok sesuai nomor undian. Dalam hati, Kyungsoo sangat berharap bisa satu kelompok dengan Jong In karena tugas kali ini adalah percakapan bahasa inggris, otomatis satu kelompok hanya berisikan dua orang saja.

"Kyungsoo jangan cemburu ya, aku dengan Jong In."

Baru beberapa saat yang lalu Luhan menggodanya tentang Jong In. Seakan-akan dia menyetujui perasaannya pada namja itu. Tapi sekarang Kyungsoo memandang Luhan seakan namja cantik itu akan menikamnya dari belakang.

Untuk Kim Jong In,

Kim Jong In yang sangat tampan, bagaimana harimu? Kau terlihat senang satu kelompok dengan Luhan. Kenapa kau lakukan ini, padahal banyak orang bilang bahwa semua penghuni kelas telah tahu perasaanku padamu, kamu juga tahu 'kan? Kenapa kamu malah menunjukkan secara terang-terangan rona wajah merahmu itu saat berdekatan dengannya?

Aku benci Kim Jong In!

Do Kyungsoo.

Tidak ada yang tahu tentang anomali perasaan seorang anak remaja. Terkadang mereka akan bilang asin saat merasakan manis dan bilang manis saat merasakan pahit. Mereka ingin mengungkapkan kepada dunia tentang apa yang dia mau sebenarnya, tapi dalam diri mereka yang mulai dewasa mereka mencoba untuk menahan diri karena berpikir sikap manja tidak akan merubah apapun. Hal ini yang membuat Kyungsoo terlihat seperti gadis labil yang mengalami cinta pertama. Malam insomnia, pagi pejam mata. Kadang menangis tiba-tiba kadang tersenyum bahagia. Beberapa kali ia berniat untuk bercerita tentang Jong In pada Baekhyun temannya, tapi ceritanya dia potong di tengah-tengah. Karena berpikir bahwa curhat hanyalah hal menggelikan yang dilakukan wanita saja. Semua hanya untuk sekedar memikirkan Kim Jong In yang dicintainya.

Tidak ada yang tahu juga kapan cinta akan tumbuh. Kadang dia tak hanya membawa harum bunga mawar namun juga serta merta durinya pada orang lain.

Kyungsoo meremas buku didepannya tanpa sadar saat Sehun berceloteh lebar pada Luhan tentang perasaan Jong In terhadapnya. Terhadap Luhan. Kyungsoo berusaha melempar tatapan maut pada Sehun tapi sepertinya namja itu tak mengindahkan kehadirannya.

"Dia benar-benar menyukaimu, Luhan. Sejak kerja kelompok Bahasa Inggris conversation sebulan lalu. Wajahnya selalu merah saat menceritakan segala hal tentangmu. Hahaha…."

"Wajahku juga tersipu setiap kali menceritakannya. Tidak! Setiap kali mengucapkan dan mendengar namanya, aku juga selalu tersipu!"

Kyungsoo ingin melimpahkan kekesalannya. Tapi tatapan penghuni kelas yang terlihat lebih antusias terhadap cerita Sehun tentang Jong In yang menyukai Luhan membuatnya diam. Tidak bisa dipungkiri bahwa ia mengakui ketampanan sekaligus kecantikan seorang Luhan. Siapa yang tidak terjerat dalam genggamannya? Jong In bahkan bukanlah pengecualian. Namja tampan itu terlihat begitu serasi dengan kecantikan luar dalam milik Luhan. Setiap orang yang melihatnya bahkan mungkin tidak sanggup untuk merasa iri. Berbeda cerita jika Jong In bersanding dengannya.

Kyungsoo menggeleng keras dengan pemikirannya.

"Bersanding dengan Jong In? Mimpi apa kau Kyung?! Kau jelek, pendek, juga bodoh. Jangan berharap banyak!"

Kyungsoo tidak mengerti kenapa dia bisa terjebak dalam situasi tidak nyaman seperti ini. Terakhir kali ia hanya mengingat bahwa ia mencintai Jong In dan Jong In mencintai Luhan. Tapi entah bagaimana dia berakhir dengan menyedihkan seperti saat ini. Luhan bercerita panjang lebar tentang Sehun. Tentang wajah kerennya, tentang rambut coklatnya, tentang kulit pucatnya dan semua tentang Sehun yang sangat namja cantik itu sukai. Padahal dengan sangat jelas mereka berdua sedang duduk di belakang objek yang tengah mereka bicarakan, lebih parahnya lagi Jong In juga ada di samping bahan pembicaraan mereka itu.

Kyungsoo hanya orang biasa di kelas itu. Tidak pintar, tidak tampan, tidak populer dia hanya seorang murid biasa yang tidak bisa berbuat apa-apa untuk sekedar pergi dari pembicaraan tak berperasaan Luhan. Dia masih sayang kehidupan remajanya, paling tidak dia tidak ingin menjadi target bully kelas hanya karena mengacuhkan Luhan yang sedang bicara. Walau Kyungsoo punya banyak teman sekalipun, jika dia berani berbuat masalah dengan diva itu maka hancur sudah hidupnya. Teman-teman yang selama ini menopangnya mungkin juga akan ikut lari.

"Akhir-akhir ini dia sangat peduli padaku. Dia mengirim pesan tiap malam untuk menanyakan kabar. Tidak seperti seseorang yang katanya suka tapi sampai sekarang tidak maju juga. Pengecut 'sih."

"Benarkah? Kau sangat beruntung ya punya banyak orang yang tertarik padamu, Luhan."

"Tidak juga. Kadang aku merasa terganggu dengan mereka. Apa lagi dengan orang yang hanya omong kosong. Aku merasa dipermainkan."

Kyungsoo memasang senyum palsunya sebaik mungkin. Tangannya yang mengepal kuat dia tahan untuk tidak memukul meja atau malah memukul wajah cantik Luhan sekalian. Wajahnya saat bicara itu benar-benar membuatnya muak. Tanpa dosa tanpa rasa bersalah. Padahal dari perkataan-perkataan itu sudah sangat jelas bahwa dia sedang menyindir Jong In. Ya, selama yang Kyungsoo dengar dari Luhan, Jong In tidak melakukan pendekatan apapun padanya. Hanya pernyataan cinta lalu mereka berhubungan seperti teman biasa. Tapi Kyungsoo tidak bisa mentolerir sikap Luhan yang kelewatan dalam menyindir itu. Belum lagi dia membawa-bawa kedekatannya dengan Sehun.

Kyungsoo tidak bisa membayangkan hubungan Sehun dan Jong In untuk kedepannya karena percakapan ini. Di lihat dari manapun, Kyungsoo bisa melihat bahwa mereka berdua duduk terdiam di kusi masing-masing. Tidak seperti biasanya yang membicarakan game atau majalah pria dewasa keluaran terbaru.

"Sudah cukup Lu,"

"Kenapa?"

"Didepan kita ada mereka berdua. Kau juga sudah sadar dari tadi 'kan? Tolong mengerti perasaan mereka."

Kyungsoo merendahkan volume suaranya. Luhan mencos pergi begitu saja.

Untuk Kim Jong In,

Aku minta maaf untuk kejadian beberapa waktu yang lalu. Mungkin kejadian itu membuatmu sakit hati. Luhan memang sedikit seenaknya sendiri, tapi sebenarnya dia orang yang baik. Kau tentunya tahu hal itu karena kau begitu menyukainya.

Aku juga sudah meminta maaf pada Sehun tentang hal ini. Semoga hubunganmu dengan Sehun ataupun dengan Luhan tidak berubah hanya karena sikap Luhan yang sedikit kekanakan ini.

Sekali lagi aku minta maaf.

Do Kyungsoo.

Lampu rumah-rumah sedikit menyinari kertas lusuh dalam genggaman tangannya. Beberapa saat lalu tangan kecil itu merematnya hingga tak berbentuk usai membaca isinya. Matanya yang bulat terlihat kosong menatap titik titik hujan yang tak lelah berjatuhan. Wanita tua dengan cerutu menatapnya aneh sesaat namun kembali pada kegiatannya mengisap racun bernama nikotin.

Kyungsoo mengembalikan lembaran kertas kusut itu kedalam kotak. Tangannya yang lain meraih ponsel dalam saku jaketnya lalu memainkan benda kotak itu.

Tak disangka, sebuah panggilan masuk tiba-tiba datang ke benda canggih itu. Tertera nama XXX di sana. Kyungsoo mendesah kecil. Sedikit bimbang untuk menjawab atau tidak. Pik!

"Yeoboseo?"

[Yeoboseo Kyungsoo!]

"Ne sajangnim,"

[Kenapa kau pergi tanpa pamit? Pelangganmu marah-marah padaku!]

"Aku ada urusan untuk beberapa hari kedepan. Aku juga sudah menitipkan surat ke salah satu bartender. Kau tidak menerimanya?"

[Justru karena aku menerimanya, aku menelponmu saat ini! Kembali kau sekarang! Tunggu, kau naik kereta?]

"Suara mesin bobrok ini terdengar sampai sana ya? Pemerintah benar-benar buruk dalam menangani transportasi di daerah kecil seperti kota kita."

[Aku tidak peduli dengan tikus-tikus kotor itu. Cepat kau kembali!]

"Selama lebih dari 7 tahun aku bekerja untukmu tidak pernah sekalipun kau memberiku hari libur sajangnim. Kali ini biarkan aku menyegarkan diri."

Kyungsoo bisa mendengar suara geraman dari seberang sana. Saat pulang nanti, Kyungsoo tidak tahu apa yang akan dilakukan untuk menghentikan amarah bos besarnya itu. Berharap saja pria gembul nan jelek itu tidak menyiksanya.

[Pulang dalam waktu seminggu.]

Pip!

Sambungan telepon itu terputus begitu saja. Kyungsoo bahkan belum mengucapkan salam perpisahan atau sekedar ucapan terima kasih.

"Lebih dari 7 tahun. Hahhh… Kira-kira berapa lama lagi?"

Untuk Kim Jong In,

Bagaimana perasaanmu saat ini?

Aku tahu kau tidak mendapatkan nilai yang kau harapkan. Bolehkan aku menyalahkan Luhan atas ini? Gara-gara memikirkannya kau menjadi tidak konsentrasi belajar. Bahkan di tahun ketiga seperti ini pun kau masih tetap berkutat padanya. Seakan-akan tidak ada hari esok untuk melihatnya, tidak ada hari esok yang harus dijalani sebagai seorang manusia dewasa.

Aku sangat sedih melihat wajah kecewamu saat kelulusan beberapa jam yang lalu. Jangan sedih! Lagi pula kau masih punya aku di universitas! Walau kita tidak dekat, tapi kau harus tahu bahwa aku selalu peduli dan memperhatikanmu. Di universitas nanti, bergantunglah padaku Kim Jong In.

Do Kyungsoo.

Hari kelulusan yang dinantikan terasa datang dengan sangat cepat. Tanpa sadar, sudah bertahun-tahun ia berkutat dengan buku dan guru tidak menyenangkan di sekolah yang luar biasa elit itu. Dengan nilai yang tidak bisa dibilang spektakuler, Kyungsoo hanya bisa menerima hasil kerja kerasnya selama tiga tahun ini dibayar dengan universitas pinggiran yang hampir tidak bisa dibanggakan. Paling tidak jurusan yang diambilnya cukup berkelas.

Kyungsoo bergabung dengan teman-teman sekelasnya yang berkumpul di pojok aula seusai upacara pelepasan. Wajah mereka mayoritas terlihat bahagia sambil membanggakan diri dengan nilai memuaskan yang tercetak dengan tinta hitam di ijasah mereka. Entah apakah hitam di atas putih itu akan dengan sukses membuat mereka berhasil di kemudian hari seperti yang mereka harapkan. Kyungsoo tidak tahu bagaimana harus berkata begitu mendengar teman-temannya berhasil masuk Universitas Nasional Seoul atau KIST atau Universitas Pohang bahkan si rangking satu berhasil masuk Harvard. Nyalinya tiba-tiba menciut.

"Kau diterima di kedokteran Universitas Seoul?"

"Ya begitulah. Ini berkat kerja keras dan doaku selama ini."

Kyungsoo tertarik dengan percakapan kedua teman yang berjarak sedikit jauh dengannya. Mereka Minki dan Luhan. Dua pria tercantik dikelas yang bahkan wanita pun akan merasa gagal menjadi wanita jika berhadapan dengan mereka. Kyungsoo tersenyum kecut mengetahui pria yang tidak bisa disebut baik seperti Luhan bisa memiliki kepintaran dan keberuntungan sebesar itu. Entah apakah Tuhan benar-benar memberikannya secara cuma-cuma atau Dia salah kirim takdir. Kedokteran Universitas Seoul katanya. Kyungsoo ingin sekali menangis saat itu juga.

Sebuah bahu tegap tiba-tiba saja menabrak bahu Kyungsoo hingga namja itu terdorong beberapa langkah. Sang pemilik bahu tegap itu meminta maaf dengan suara lirih lalu berniat untuk pergi. Dari suara dan sorot matanya, Kyungsoo bisa langsung tahu bahwa namja itu mungkin saja tak bernasib baik seperti dirinya untuk urusan universitas.

"Kau tidak apa-apa Jong In? Kau terlihat em… sedikit lelah." Ucap Kyungsoo pada namja itu dengan suara lirih. Sedari tadi dia tidak menunjukkan suara seraknya pada semua orang seperti biasa. Padahal biasanya dia terlihat begitu menonjol diantara anak-anak yang lain.

"Ya rasanya memang sangat lelah hari ini."

"Mau ke halaman belakang bersamaku? Tetap disini membuatku tidak nyaman. Yah harusnya kau tahu bahwa aku tidak mungkin membanggakan nilaiku dihadapan teman-teman kita ini 'kan?"

Tanpa diduga, Jong In ternyata mengiyakan dan terlihat cukup senang dengan tawaran Kyungsoo. Padahal sebelum ini, walau mereka sudah sekelas selama 3 tahun, Jong In tidak pernah sekalipun benar-benar dekat dengan Kyungsoo.

Entah siapa yang memulai percakapan gila diantara mereka. Tiba-tiba saja secara magis keduanya menjadi seperti sepasang sahabat yang telah berhubungan selama bertahun-tahun. Tidak ada keraguan atau kecanggungan diantara mereka. Hanya canda tawa dan beberapa argumen mengisi percakapan mereka yang tak terasa sudah berjalan sedikit lama.

Kyungsoo berpikir bahwa mimpi indah ini cukup disayangkan untuk diakhiri. Dia ingin yang dilihat dan didengarnya saat ini adalah nyata. Tertawa dan berbicara tanpa batasan dengan orang yang selama ini dia sukai diam-diam. Bahkan dihampir setiap harinya, Kyungsoo menulis surat tak tersampaikan untuk namja di hadapannya itu. Tapi begitulah Tuhan, selalu adil untuk mereka yang mau bersabar dan berusaha. Usaha Kyungsoo yang selama tiga tahun ini ternyata bukan hanya dihargai dengan universitas pinggiran, tapi juga Jong In. Yang di waktu-waktu terakhir menjadi temannya.

"Ternyata bicara denganmu cukup menyenangkan juga."

"Seharusnya kita mencoba untuk bicara seperti ini sejak lama. Yah itu isi otakku saat ini."

"Seandainya selama ini aku berteman denganmu, pasti hari ini tidak akan ada acara terpuruk segala."

"He? Kau terpuruk? Orang sepertimu bisa terpuruk juga ternyata. Dan apa itu 'terpuruk'? Melankolis sekali. Jadi seperti ini sosok Jong In sebenarnya, Jong In si mesum."

Jong In tertawa lagi dengan godaan Kyungsoo yang dilontarkan padanya. Sudah lama sekali rasanya ia tidak diejek "mesum" seperti itu. Setahun ini suasana kelas terasa begitu berbeda. Hanya ada masa depan dipikiran orang-orang berkaca mata itu. Tiba-tiba semua orang berubah menjadi kutu buku dan hampir tidak ada dari mereka yang sempat untuk bersenang-senang. Walau hanya untuk mengejek satu sama lain sekali pun.

"Setiap film yang kutonton itu bukan hanya berisi mesum, ada romancenya juga. Walau sering ku skip untuk langsung kebagian inti. Bagian ranjang."

Jong In melirihkan suaranya di kalimat terakhir. Walau tidak ada siapa pun di sana selain mereka, tapi namja itu sengaja melakukannya untuk membuat kesan nakal. Dan itu membuat Kyungsoo sukses mengeluarkan wajah derpnya.

"Hentikan pikiran mesummu! Hey Jong In ada yang ingin aku tanyakan padamu sejak tadi."

"Apa?"

"Kenapa kau terlihat sedih hari ini? Ya sebelum kita berbicara disini."

Air muka Jong In sedikit berubah. Namun sepertinya namja itu bisa mengontrol ekspresinya dengan baik. Orang yang tidak jeli akan menganggap Jong In bersikap biasa saja dengan pertanyaan itu, tapi Kyungsoo berbeda. Walau dia sedikit bodoh, tapi Tuhan memberikan penglihatan yang tajam untuknya.

"Karena aku tidak dapat universitas yang kuinginkan. Universitas Seoul."

"Benarkah?! Aku terkejut."

Kyungsoo mengucapkannya dengan wajah sedatar mungkin. Membuat Jong In gemas hingga mengacak-acak rambut hitamnya yang sedikit panjang.

"Kau tidak terlihat terkejut."

"Yah pada dasarnya itu hanya formalitas. Wajahmu tidak jauh beda denganku tadi, jadi sangat mudah ditebak apa yang sedang kau rasakan."

Kim Jong In tidak menanggapinya. Hal itu membuat Kyungsoo merasa buruk.

"Aku juga ingin ke Universitas itu dengan jurusan yang sama dengan Luhan."

"Kedokteran?"

Kyungsoo mengangguk pelan. Matanya menatap rimbun pohon apel yang tumbuh subur di halaman belakang sekolah.

"Aku merasa dia benar-benar jahat. Saat pendaftaran Universitas dia merahasiakan kemana dia akan melanjutkan sekolah padaku. Padahal kau tahu kan bahwa,"

"Tunggu! Kenapa kau membenci Luhan? Dia salah apa."

Jong In tiba-tiba saja mengurangi jatah bicara Kyungsoo dengan menyelanya. Terlihat kilatan tidak suka dari matanya ketika Kyungsoo menyebutkan kata jahat untuk Luhan.

"Makanya dengarkan yang benar alasanku. Aku bilang bahwa dia merahasiakan jurusan dan universitas yang akan dia ambil setelah lulus padaku. Padahal kau tahu sendiri jika seseorang tidak akan bisa masuk ke jurusan dan universitas yang sama dengan orang yang satu kelas dengannya. Belum lagi nilainya kan jauh lebih tinggi dariku. Benar-benar jahat!"

"Hei itu 'kan sebenarnya salahmu sendiri. Suruh siapa tidak menjadi lebih pandai darinya."

Kyungsoo menggembungkan pipinya begitu mendengar tanggapan Jong In yang sebenarnya tidak jauh dari perkiraan. Cukup jelas bahwa dia pasti akan tidak setuju dengan opininya terhadap Luhan. Jelas karena cinta yang menyelimuti otak namja itu membuat apapun menjadi baik jika bersangkutan dengan Luhan.

"Jadi kau melanjutkan kemana?"

"Universitas Busan jurusan Kedokteran. Tidak terlalu…"

"Tunggu! Busan?!"

Kyungsoo tidak tahu bahwa Jong In mempunyai kebiasaan buruk seperti menyela perkataan orang. Setahunya kebiasaan buruk Jong In hanya menonton film porno di kelas bersama Sehun.

"Iya memang kenapa? Kau juga melanjutkan kesana?"

"Iya. Wah kebetulan yang tidak biasa sekali."

Kyungsoo tidak tahu harus berkata apa lagi untuk menanggapi Jong In. Yang dia tahu sekarang adalah, Tuhan benar-benar sedang sangat bahagia sampai-sampai melimpahkan kebahagiaan padanya juga. Mau tak mau senyuman lebar terlukis di wajahnya. Seperti apa hari-harinya setelah ini. Bagaimana percintaannya setelah ini. Semuanya benar-benar terpikir secara indah dalam angannya.

Untuk Kim Jong In.

Malam yang dingin untuk kita yang memulai perjalanan panjang diatas kereta ekspres. Kau begitu terlihat berbeda di mataku sejak saat itu. Berbeda karena kau benar-benar tampan saat tidur. Sebenarnya kau harus tahu bahwa wajahku memerah saat menulis surat ini. Aku tidak bisa menahan senyum saat harus menulisnya diam-diam di hadapanmu yang terlelap karena kelelahan tertawa bersamaku.

Disana kau juga bercerita tentang perasaan tidak percaya diri dan irimu terhadap Luhan yang ternyata benar-benar pintar dan beruntung. Walau sepertinya dia mempermainkan banyak pria tampan, tapi sepertinya karma tidak pernah hinggap di pundaknya. Walau kau menyukainya ternyata kau punya sikap kompetitif juga. Sebenarnya aku sangat bingung dengan cara meladeni ucapan-ucapanmu tentangnya. Terkadang kau merutukinya tapi tak jarang pula kau membicarakannya hingga wajahmu memerah sendiri.

Aku merasa sangat senang bisa bersama denganmu lebih lama. Walau dipandang orang-orang tertinggal oleh orang lain, tapi selama ada kau disisiku, aku berpikir bisa menghadapi semuanya. Tetaplah disini bersamaku, selamanya.

Do Kyungsoo.

Kyungsoo Pov.

Keadaan benar-benar berubah. Walau aku berharap kau tetap bersamaku selamanya, tapi pada kenyataannya akulah yang meninggalkanmu. Seperti apa sebenarnya pikiranku ini? Mengingkari hal yang paling kuinginkan untuk sesuatu yang paling tidak kuinginkan. Sebesar apapun rasa penyesalan, waktu tidak pernah datang lagi.

Di dalam kereta yang jalannya lambat ini, aku bisa merasakan kehadiranmu yang sering menyandarkan kepala ke bahuku untuk sekedar tidur. Walau kereta ini sangat gelap dan saat itu keadaanya sangat terang, aku bisa memikirkanmu yang selalu pulang pergi Seoul – Busan bersamaku.

Kerinduan akan masa itu sepertinya akan terbayar. Tadi dengan harga yang pantas untuk itu, semoga kau tidak membuatku terluka atau sekedar mengecewakanku.

Kertas surat yang kutulis dengan penuh perasaan gembira itu kulipat kembali lalu menyimpannya dalam kotak.

Kyungsoo Pov end.

Hari sabtu biasanya menjadi hari yang paling ditunggu oleh semua orang. Pagi datang lebih siang dan tidak ada bunyi-bunyian jam weker yang merusak gendang telinga.

Namun panggilan telepon dari sang ayah membuat Kyungsoo menelan bulat-bulat perasaan bahagianya di pagi akhir pekan yang begitu cerah. Bukannya Kyungsoo begitu membenci orang yang membuatnya ada di dunia itu. Tidak sama sekali! Namun berita yang dibawakannya bersama dengan suara berat yang terdengar putus asa membuat Kyungsoo tak bisa mempertahankan senyuman palsunya lebih lama.

Dia tahu bahwa orang tuanya bukanlah orang berada yang memiliki perusahaan dimana-mana seperti orang tua Jong In. Kedua orang tuanya hanyalah pekerja kantoran yang mengabdi pada negara dengan gaji yang tidak terlalu besar. Selama ini mereka hidup dengan sangat cukup. Namun untuk menjadi mahasiswa kedokteran yang bahkan di Universitas menengah semacam Busan bukanlah perkara mudah dalam urusan kantong. Berkali-kali kedua orang tuanya terlambat mengirimkan uang buku atau bahkan uang bulanan sekalipun. Kyungsoo juga tidak berhak untuk menyalahkan mereka. Bagaimapun juga mereka telah berusaha yang terbaik untuk masa depannya.

"Tidak apa-apa. Aku akan cari tambahan uang dengan berkerja paruh waktu."

[Jangan! Kau belajar saja yang rajin. Appa akan usahakan yang terbaik untuk ujian praktekmu.]

"Aku tidak bisa membiarkan appa dan eomma menderita karenaku. Aku ini ingin jadi dokter untuk membantu kalian. Seung Soo hyung juga masih belum bisa hidup mandiri kan? Jangan memaksakan diri."

[Eomma dan appa malah merasa gagal jika kau tidak bisa menyelesaikan pendidikanmu dengan baik hanya karena dana.]

"Sudahlah, kita sama-sama berusaha saja. Ah! Jong In sudah memanggilku. Sudah dulu ya Appa."

Kyungsoo dengan terpaksa memutuskan kontak teleponnya dengan sang ayah. Jika tidak begini, ayahnya pasti tidak menyerah untuk membujuknya berhenti kerja sambilan padahal keadaan ekonomi mereka juga sedang memburuk.

"Dari ayahmu lagi?"

Kyungsoo mengangguk. Dengan paksaan, dia memasang senyuman palsu di wajahnya untuk membuat Jong In tidak merasa khawatir.

"Berhenti tersenyum. Aku tidak suka senyum palsumu. Benar-benar terlihat palsu."

"Tentu saja terlihat palsu namanya juga senyum palsu."

Keduanya terdiam bersama. Kamar Kyungsoo yang benar-benar rapi itu kini menjadi hening. Tak seperti biasanya yang selalu ramai dengan canda tawa kedua orang yang tangah terdiam itu. Jong In menatap Kyungsoo dengan matanya yang tajam.

"Kau bisa meminta ayahku untuk membantumu. Dia sangat menyayangimu, jadi tidak mungkin dia menolak permintaanmu yang satu ini."

Kyungsoo menggeleng keras. Desahan kasar yang keluar dari mulutnya membuat Jong In sedikit terkejut.

"Berapa banyak aku harus bergantung pada keluargamu? Aku tinggal di apartemenmu, kadang makan dengan makananmu, juga pergi ke kampus dengan mobilmu. Aku masih punya rasa tahu diri untuk tidak menuntut lebih Jong In!"

Entah kenapa emosi Kyungsoo tersulut begitu cepat. Jong In terkesan menyepelekannya dan menganggap uangnya adalah penolong satu-satunya.

"Tahu diri apanya?! Kita sudah seperti keluarga dan kau masih sungkan padaku? Kau memang makan dengan makananku tapi kau yang memasaknya, kau tinggal disini juga karena aku kesepian tinggal sendiri. Aku sama sekali tidak keberatan dengan itu karena aku juga membutuhkanmu. Dan untuk yang satu ini, aku tidak mengatakan kau bisa memintanya Cuma-Cuma. Dengan sifatmu yang keras kepala itu tidak mungkin kau mau menerimanya. Kau bisa mengembalikannya sedikit demi sedikit. Tapi yang penting kau lunasi dulu uang tes praktikmu."

Kyungsoo tidak bisa mengelak. Namun harga dirinya begitu mahal.

"Aku akan berusaha terlebih dulu."

"Terserah!"

Untuk Kim Jong In,

Kau yang menggunakan celemak hitam dan kemeja putih itu membuatku lupa diri. Entah berapa kesalahan yang kuperbuat hanya karena manatapmu yang tiba-tiba muncul di tempat kerjaku.

Tidak tahu seperti apa harus kuekspresikan perasaan ini. Senang, sedih, kecewa, khawatir, cinta. Semuanya bercampur jadi satu saat tahu kau melakukan itu untukku.

Do Kyungsoo.

Mata Kyungsoo seakan mau pergi dari tempatnya. Dia melototi Jong In yang dengan santainya masih membersihkan meja-meja kotor terkena ceceran makanan. Sudah tengah malam dan café tempatnya bekerja telah tutup. Seharian ini ia hampir selalu kehilangan konsentrasi bekerja karena kehadiran Jong In yang menjadi karyawan baru secara tiba-tiba. Setiap namja itu ditanyai tentang alasannya bekerja, bahunya yang naik turun digunakan sebagai jawaban. Kyungsoo sampai-sampai harus menahan emosi karenanya.

"Jawab aku Kim Jong In. Kenapa kau disini?"

"Mencari pengalaman Do Kyungsoo. Karena di perusahaan nanti aku pasti langsung dapat pangkat tinggi, sekarang saatnya aku merasakan pekerjaan yang benar-benar berada di bagian bawah."

"Bohong,"

"Lalu menurutmu apa? Demi membantumu mengumpulkan uang?"

"Iya."

"Memang itu tujuan utamanya."

"Ya! Kim Jong In!"

"Apa?! Do Kyungsoo. Kau tidak mau uang ayahku, kuberikan uangku!"

Jong In kembali melanjutkan pekerjaannya yang tertunda. Setelah mengelap bersih seluruh meja, kursi-kursi yang berantakan menjerit minta dirapikan juga. Baru dua kursi yang dia angkat ke atas meja, sepasang tangan pendek melingkar di perutnya dengan erat. Punggungnya yang berlapis kemeja putih tiba-tiba terasa basah dan terdengar suara isakan yang samar-samar. Jong In tersenyum.

"Kau itu sebenarnya sangat cengeng tapi berlaga sok kuat."

"Kenapa kau lakukan ini?"

Tangannya yang kecoklatan bergerak membelai tangan di perutnya yang begitu halus bagai kulit bayi.

"Karena kau temanku."

"Aku hanya temanmu."

"Karena kau spesial."

Kyungsoo tidak berkata apa-apa lagi. Dia hanya menangis sejadi-jadinya di punggung lebar Jong In yang terasa begitu nyaman. Aroma keringatnya yang begitu maskulin membuatnya hampir tak sadarkan diri. Jika saja ia tak sadar bahwa pria dalam pelukannya itu hanyalah temannya, mungkin ciuman mesra nan hangat sudah tercipta diantara mereka sedari tadi.

Cukuplah mereka yang merasakan kehangatan tubuh masing-masing. Beruntung tak ada seorang pun yang masih tinggal di café itu. Hingga keduanya bebas melakukan apa saja yang mereka inginkan.

.

.

TBC

.

Halo ini FF baru dan sekian. Hohoho becanda. Ini FF baru, dan rencananya mau rated dewasa tapi tiba-tiba aku sadar diri kalau aku ini masih dibawah umur *kedipkedip. Tapi ya entah kedepannya.

Disini aku membuat sosok Luhan dengan begitu jahat. Maafkan aku fansnya Luhan. Ini kulakukan karena jeng jeng! Udah lama gak buat FF yang ada tokoh beneran antagonis. Di FF sebelumnya Baekhyun jadi saingan tapi tetep baik. Yang satunya lagi Krys agak manja tapi dia gak jahat. Dan beginilah akhirnya!

Ada satu FF lagi yang aku ingin share. Tapi ceritanya hampir sama kaya ini. Kenapa? Hohoho… sebenernya aku menggunakan karakter manusia (?) asli dalam kedua fanfic ini. Jadi di dunia nyataku aku punya objek yang biasa aku amati terus aku jadiin FF. KYA! #slaped. Karena objek baru ini bakal bareng terus sama aku selama 2 tahun, maka Kedua FF ini pasti lanjut! Selama gue gak mati sih.

FF ini paling banyak 4 chapter (Jangan percaya! Gue biasa boong!) dan karena ini januari aku akan berusaha untuk BENAR-BENAR AKTIF dalam dunia Fanfic. Mungkin seminggu sekali updet FF. *mungkin

Terima kasih untuk semua yang sudah membaca fanfic ini. Nantikan kelanjutan ceritanya. Untuk yang teh teh itu masih dalam pengerjaan. (Maaf author lupa judul)

Last,

Mind to Review? ^^