[Chaptered]
[Sequel : You Can't Hear]

Title : Love, Dream and Happiness
Chapter : 01/?
By : Gatsuaki Yuuji
Main Cast : Uzumaki Naruto, Uchiha Sasuke
Disclaimer : All Chara punya Papi Kishi. FYI, Papi Kishi itu Papiku.
Genre : Shounen Ai
BGM : Exile - Love, Dream and Happiness


Yuhuuuu Tadaima ( ˆ ³ˆ)


Uchiha Sasuke.
23 tahun.

Konoha Airport.
Setelah hampir 10 jam mengambang di udara, akhirnya aku mendarat juga di Konoha.

Di landasan yang luas, aku berlari dan merentangkan kedua tanganku, merasakan angin Konoha yang menerpa wajah imutku yang menggemaskan.

"TADAIMAAAA! KONOHA, I MISS YOOOOU!", teriakku melampiaskan kerinduan pada Konoha, tanah kelahiranku.

Tidak peduli pada orang-orang sekitar menertawakanku betapa noraknya aku. Yang norak itu aku juga, bukan mereka.

"Anda hampir saja melupakan Kurama-chan", kata Kakashi-san, waliku selama di Jerman.

Kakashi-san tampak kesulitan membawa ransel dan jaketku sambil menggendong Kurama-chan, boneka rubah besar pemberian Dobe.

Ah! Dobe!
Sedang apa ya dia sekarang? Apa dia masih mengingatku? Apa dia merindukanku? Apa dia semakin jelek?

Aku mengambil Kurama-chan dari Kakashi-san. Kupeluk Kurama-chan dengan gemas.
"Ah~ I miss You~", gumanku sambil membenamkan wajahku ke kepala Kurama-chan yang halus dan lembut.


Kami bertemu dengan aniki di pintu kedatangan.

"Kau bertambah tinggi, otouto!", aniki menepuk-nepuk kepalaku.

Perasaanku sama saja, tinggiku masih setelinga aniki. Apa mungkin aniki juga bertambah tinggi?

"Kau bertambah tua, aniki!", aku menyentuh lingkar mata aniki yang samar-samar berwarna hitam.

Aniki memelukku erat.
"Aku terlalu banyak merindukanmu", canda aniki.
"Kau jarang perawatan wajah", ejekku.

Aku memainkan rambut aniki. Rambutnya tetap sepanjang dulu. Apa dia memotong rambutnya sedikit?

"Apa kau mau aku menyaingi ketampananmu?", goda aniki.
"Huh", dengusku.

Aniki tertawa pelan, dia balas mengelus-ngelus rambut unikku. Meskipun rambutku pernah kupangkas habis, tapi tetap saja tumbuhnya seperti ini, seperti model pantat ayam.

"Aniki, gendong~", pintaku.

Aniki melepaskan pelukannya.
"Kau bercanda?", tanya aniki.
"Aku memang suka bercanda, tapi kali ini aku serius", jawabku.
"Di sini tempat umum, kau tidak malu dilihat orang banyak?",
"Aku tidak peduli. Aku ingin seharian ini, semua mata tertuju padaku!", tegasku.
"Tidak hanya padamu, tapi juga padaku, pada kita", ralat aniki.

Aniki mencubit gemas pipiku. Dia berbalik memberiku isyarat untuk menaiki di punggungnya. Akupun langsung menempel di punggungnya.

"Kau berat", kata aniki.
"Hn!", gumanku.

Kusandarkan kepalaku di bahu aniki, tanganku usil memainkan rambut panjang aniki lagi. Rambutnya halus dan wangi.
"I miss you", bisikku.
"I miss you too", balas aniki.


Sepanjang perjalanan, aku terus berceloteh, aku ingin aniki puas mendengar suara indahku.

"Bagaimana dengan Dobe kesayanganmu?", tanya aniki tiba-tiba.

Aniki sudah tahu kalau adiknya yang imut dan menggemaskan ini seorang gay, begitu pula dengan otou-san. Mereka tidak mempermasalahkannya, asalkan aku bahagia itu sudah cukup.

"Entahlah. Sudah 2 tahun aku tidak mengabarinya", jawabku.
"Kalian putus?", tanya aniki.

Aku menggeleng kemudian mengangguk. Bingung mau menjawab apa?

"Mungkin dia sudah punya pacar atau mungkin dia sudah menikah", tebakku.
"Dia tidak menghubungimu?",
"Dia terus menghubungiku hingga aku bosan",
"Lalu?",
"2 tahun yang lalu, aku memblacklist semua teman-temanku, termasuk dia. Aku tidak ingin mereka menghubungiku, aku ingin mereka melupakanku",
"Alasannya?",
"Karena...", aku mengepalkan kedua tanganku, kenangan itu muncul lagi.

Kenangan saat Sasori, teman sebayaku -teman sebelah kamarku juga- meninggal. Sasori juga mengidap penyakit yang sama denganku. Dia meninggal di awal musim dingin, saat salju pertama turun di jerman, padahal kami berjanji akan bermain lempar bola salju. Dokter bilang penyakit Sasori sudah memasuki stadium akhir, tubuhnya terlalu lemah dan tidak bisa bertahan. Aku tidak percaya jika sakitnya separah ini. Selama ini dia selalu tersenyum dan memberiku semangat hidup.

Ketika menghadiri pemakaman Sasori, kulihat anggota keluarga dan teman-teman menangisi kepergiannya. Ibu dan kakak perempuannya berteriak histeris ketika peti jenazah Sasori di turunkan ke dalam liang. Semuanya berduka termasuk aku yang bukan siapa-siapanya, aku hanya teman seperjuangannya.

Kemudian pikiran gila inipun muncul.

Aku memblacklist semua teman-temanku, kecuali otou-san dan aniki. Aku merasa cepat atau lambat aku akan menyusul Sasori. Aku tidak ingin teman-temanku menangis karena kehilanganku, aku tidak ingin mengecewakan mereka yang setiap hari memberiku dukungan dan semangat, tapi pada akhirnya aku akan kalah melawan penyakit ini. Ini sama saja memberi mereka harapan palsu. Dan Dobe, aku takut dia akan menangis meraung-raung karena kepergianku.

TuuuuK
Aniki menyentil dahiku dengan kuat.

"Baka-otouto! Apa yang kau takutkan? Kau kuat! Semua tahu kau kuat! Semua menyemangatimu karena mereka yakin kau pasti sembuh! Kalau kau pesimis, itu sama saja kau menggagalkan harapan mereka!", marah aniki.

Aku hanya menunduk menahan isakan ketika aniki memarahiku habis-habisan.

Aku makan apa ya sampai sebodoh ini?


Keesokkan harinya.
Aku menghapus daftar blacklistku, aku juga membaca semua e-mail yang dikirim teman-temanku. Aku membalas e-mail mereka yang berisi permintaan maaf dariku karena tidak mengabari mereka, aku juga mengabari mereka bahwa sekarang aku berada di Konoha.

Aku senang, mereka masih mengingatku. Aku senang ketika mereka memarahiku.


3 hari kemudian.

Teman-temanku telah datang mengunjungiku, tapi Dobe tidak datang, dia bahkan tidak membalas pesan yang kukirim. Tidak ada yang tahu keberadaan Dobe.

Hingga akhirnya Neji datang dan membawa kabar buruk bagiku. Neji bilang, 1 tahun yang lalu Dobe mengalami kecelakaan motor, efek kecelakaan itu mengakibatkan Dobe hilang ingatan. Dia lupa semuanya, termasuk diriku!

Sungguh teganya dirimu!


Malam harinya.
Aku tidak bisa tidur.

Bayangkan! Seorang Uchiha Sasuke mengalami kegalauan di malam hari!

Sebenarnya apa sih yang membuatku galau?
Neji! Ya, gara-gara kabar jeleknya tentang Dobe tadi.

"Kurama-chan~", aku memeluk Kurama-chan, membayangkan wajah bodoh Dobe.

Aku sudah kembali, tapi dia malah pergi. Apa ini karma karena aku tidak menghiraukannya? Aku pernah menyuruhnya untuk melupakanku, dan sekarang dia benar-benar melupakanku. Huhuhuhu...


Keesokkan harinya, aku memaksa Neji untuk mempertemukan aku dengan Naruto.

Sesampainya di sebuah cafe, tempat yang diberitahu Neji. kulihat seorang pria berambut kuning, duduk sendirian di kursi paling pojok. Aku menghampirinya, menarik kursi dan duduk berhadapan dengannya.

Sudah lama aku tidak melihatnya, wajahnya tetap jelek seperti dulu. Tubuhnya semakin berlemak.

Ck! Aku benci mengakuinya, dia selalu lebih tinggi dariku!

Eits! Ini bukan saatnya mengomentari fisiknya. Saatnya mengorek momorinya tentangku.

"Hai, Dobe!", sapaku.
"Kau memanggilku?", tanya Dobe.
"Kau tidak ingat padaku?", tanyaku balik sambil menatap Dobe dengan dekat.
"Kau siapa? Dan, jangan menatapku!", ketus Dobe risih.
"Kau benar-benar tidak ingat?", tanyaku mengintimidasinya.
"Kalau aku ingat, untuk apa aku bertanya siapa kau?", dengus Dobe.

Aku menjauhkan wajahku darinya.

"Dia benar-benar tidak ingat", gumanku kecewa.

Dobe berdiri dari tempat duduknya.
"Uzumaki Naruto!", dia menjulurkan tangannya padaku.
"Sasuke", jawabku pelan tanpa menjabat tangannya.

Inikah rasanya jika dilupakan oleh orang yang kita cintai?

"Kau sakit?", tanya Dobe menyentuh dahiku.
"Rasanya...sakit...", aku mencengkram dadaku.
"Kuantar kau pulang", Dobe mulai merangkulku.

Kupegang kepalanya, wajahnya terlihat kusam. Kutatap dengan sendu kedua matanya, biru sebiru langit cerah. Dia malah menatapku dengan tatapan keheranan.

Wajah bodohnya tampak menyebalkan!

"Kau menyakitiku!", teriakku sambil membenturkan kepalaku dengan kepalanya.

Selanjutnya yang kulihat adalah langit malam yang berbintang.


Aku membuka kedua mataku, yang pertama kali kulihat adalah wajah jelek seseorang.

"Kau sudah bangun?", tanya si pemilik wajah.
"Dobe?", aku memberdirikan badanku.

Aku memandang sekelilingku, ini dimana ya?

"Ini kamarku", jelas Dobe.
"Mengapa aku ada di sini?", tanyaku.

Dia mendengus sebal sambil menyingkirkan poni yang menutupi dahinya. Dahinya memar.

"Ini ulahmu!",
"Ulahku?",

Aku mengingat kembali apa yang telah terjadi? Aku bertemu dengannya di cafe, dia tidak ingat padaku, dadaku sakit, kemudian aku...

Aku menyentuh dahiku, rasanya nyeri. Sepertinya nasib dahiku sama seperti dahinya.

"Kau pingsan karena ulah bodohmu tadi",
"Ini salahmu!",
"Salahku?", bantahnya.
"Kau melupakanku!",
"Sebenarnya kau siapa? Mengapa kau begitu marah karena aku melupakanmu?",
"Tentu saja aku marah! Kau telah melupakan pacarmu yang paling imut dan menggemaskan ini! ", teriakku kesal.
"Haah? Kau...pacarku?", tanya Dobe terkejut.

Reaksinya sangat menyebalkan! Mengapa dia harus terkejut? Aku ini kan memang pacarnya! Atau...sudah tidak dianggap?

Aku mencengkram seprei ranjang, ingin rasanya aku mejambak rambutnya dan membenturkan kepalanya di dinding, supaya dia ingat padaku.

"Kau tidak merasa ada chemistry di antara kita?", tanyaku.

Dia berpikir sejenak, wajahnya terlihat bodoh jika sedang berpikir.

"Pertama kali kita bertemu, saat melihat matamu, aku merasa bahwa kau...mmm~special, mungkin?", jelas Dobe.
"Lho? Kok pakai 'mungkin'! Aku ini memang special!", protesku.

Dobe hanya tersenyum bodoh seperti biasa.
"Kau menyebalkan!", aku menggembungkan pipiku.
"Kau memang imut dan menggemaskan", Dobe menarik gemas pipiku.

Aku menyingkirkan tangannya dari pipiku. Tangannya kasar, dia pasti tidak pernah perawatan!

Dobe tiba-tiba memelukku. Kaget sih. Tapi aku membalas pelukannya. Aku merindukannya, sangat...

"Aneh, ya. Ini pertama kalinya aku bertemu denganmu. Melihat wajahmu, rasanya rindu. Maaf, aku tidak ingat padamu, tapi bisakah kau membantuku mengingatnya?",
"Hn!", gumanku.
"Hn?",
"Dobe!",
"Hey, Dobe itu aku ya? Hehehee...",
"Dasar Dobe jelek dan menyebalkan!",
"Hey, jangan mengejekku!",


Malam ini aku memutuskan untuk menginap di mansion Dobe. Dobe tinggal sendiri di sini.

Karena di mansion ini cuma punya 1 kamar tidur, maka aku memutuskan untuk tidur di sofa. Padahal aku tamu, tapi dia tidak memperlakukan aku seperti raja. Seharusnya aku langsung saja minta tidur di ranjang. Dan sekarang aku hanya bisa bergerak tidak nyaman, takut aku akan jatuh jika aku berbalik, sofanya begitu kecil.

"Sasuke-san, kau belum tidur?", tanya Dobe.
"Aku sudah tidur...tadi", jawabku, aku pingsan tadi siang dan begitu sadar hari sudah sore, aku pasti tertidur, karena semalaman tidak bisa tidur gara-gara galau.
"Mau bercerita?", tawar Dobe.
"Kau tidak mengantuk?", tanyaku.

Aku menurunkan kakiku dan mengganti posisi menjadi duduk.

"Aku penasaran tentang hubungan kita", jawab Dobe.

Dobe duduk di sebelah kiriku.
"Kemana saja kau selama ini?", tanya Dobe.
"Aku di Jerman",
"Kuliah?",
"Bukan. Aku...mmm~ berjuang",
"Wow! Kau tentara?",
"Bukan",
"Lalu?",
"Aku berjuang melawan penyakit. Intinya, aku berobat di sana",
"Kau sakit?",
"Hn! Tapi sekarang aku sudah sembuh, makanya aku kembali",
"Kau kuat!", puji Dobe.
"Yeah!",

Dobe mengacak-ngacak rambutku. Aku tersenyum dengan perlakuannya.
"Apa dulu aku selalu melakukan ini?", tanya Dobe.
"Hn!", anggukku.

Aku mulai membicarakan banyak hal tentang diriku, biar dia ingat siapa aku. Aku juga menunjukkan foto-foto kami di tabletku.

"Di Jerman ada omamori juga ya?", tanya Dobe sambil memegang omamori warna-warni yang tergantung di tabletku.
"Tidak. Ini pemberian teman-teman kita. Salah satunya pemberian darimu. Kau bisa menebaknya?", tanyaku.

Dobe melihat 5 omamori yang berwana-warni dengan seksama.
"Mmm~kuning?", tebak Dobe.
"Kok tahu?",
"Sebenarnya warna favoriteku orange, tapi tidak ada orange, kuning lebih mendekati, lagi pula warna rambutku kan kuning, jadi kupilih kuning. Hehehee..", cengir Dobe.

Aku mengangguk paham.
"Ne, Sasuke-san! Apa kau masih mencintaiku?",
"Hn?",
"Aku lupa padamu, aku juga lupa pernah mencintaimu, aku lupa segala hal tentangmu",
"Kau pikun!", aku menutup wajahku dengan bantal.

Perkataanya menusukku. Mengapa dia harus melupakanku? Apa aku harus melupakannya juga dan kembali ke Jerman lagi?

"Sasuke-san?", panggil Dobe.
"Arrggg! Menyebalkan!", aku menyingkirkan bantal yang membuatku susah bernafas.

Dengan kesal aku menatap Dobe.
"Jangan panggil aku 'Sasuke-san'!", marahku.
"Sa, Sasuke-san, kau kenapa?", Dobe ketakutan melihatku yang tiba-tiba marah.

Kutarik kerah piyamanya, kubenturkan bibirku ke bibirnya. Bibirku jadi berdarah gara-gara terbentur giginya.

"Kau selalu menyakitiku! Kau menyebalkan!", aku mendorong tubuhnya menjauh setelah menciumnya sekilas.

Kemudian aku kembali menutup wajahku dengan bantal, aku tidak ingin dia melihatku...menangis.
"Sasuke-san, biar kulihat bibirmu",
"Pergi! Aku mau tidur!",
"Maafkan aku", Dobe memelukku, tapi aku mendorongnya supaya dia pergi. Dia tidak boleh melihatku menangis, dia pasti akan menertawakan aku.
"Oyasumi", pamitnya pergi meninggalkanku.

Dobe tetap Dobe, bodoh, jelek dan menyebalkan!


Keesokkan pagi harinya.

"Ohayou!", sapa Dobe menyadarkanku dari lamunan di pagi hari.
"Kau bangun sepagi ini?", tanya Dobe.
"Hn", gumanku.
"Kubuatkan sarapan untukmu", Dobe bergegas ke dapur yang jaraknya berdekatan dengan ruangan yang kutempati sekarang.

Aku membaringkan diriku di sofa, kepalaku sedikit pusing, mungkin karena aku kurang tidur.

Terdengar suara Dobe yang sedang memotong-motong sesuatu sambil menggumankan irama lagu Brahms' Lullaby.

"Nanyikan lagu itu untukku!", perintahku.
"Lagu?", kepala Dobe menyembul keluar dari dapur, merasa heran dengan perintahku barusan.
"Brahms' Lullaby", jawabku.
"Ooo", angguk Dobe.

Aku menyamankan diriku di atas sofa, kupejamkan kedua mataku. Suasana menjadi hening, aku masih menunggunya untuk buka suara.

"Lirik awalnya seperti apa ya? Heheheee...", tanyanya tertawa bodoh.
"Lullaby and good night", jawabku.
"Ah! Aku ingat!", seru Dobe.

Kemudian dia mulai menyanyikan lagu Brahms' Lullaby untukku, meskipun liriknya berantakan dan tidak jelas. Aku rindu nyanyiannya.


"Kau sudah bangun?", tanya Dobe.

Wajah jeleknya ditekuk, apa aku melakukan sesuatu padanya ketika aku tertidur?

"Sarapannya sudah dingin", cibirnya.
"Kau bisa memanaskannya lagi",
"Panaskan saja sendiri! Aku ada urusan!", Dobe pergi ke kamarnya, tak lama kemudian dia keluar membawa ransel kecil berwarna orange.
"Kau mau kemana?", tanyaku.
"Kencan", jawabnya.
"Kencan?",
"Aku...punya pacar...", jelasnya segan.
"O, begitu...", aku tersenyum getir.

Sudah 3 tahun aku meninggalkannya, jadi wajar saja dia mencari selingan. Lagi pula ini salahku yang kurang perhatian dengannya.

"Hn. Aku pulang sekarang!", aku mengambil jaket dan ranselku di bawah meja.

Dobe menarik tanganku.
"Kau boleh ikut denganku", tawar Dobe.
"Untuk apa? Hanya untuk menyakitiku? Tidak, terimakasih!", tolakku.
"Kau kan pacarku juga",
"Tapi kau sudah punya dia!",
"Kau bilang, status kita saat ini masih berpacaran, iya kan?",
"Entahlah!",
"Ayo!", tanpa persetujuanku, Dobe menarikku untuk ikut dengannya.

Seperti apa sih, pacar dia yang sekarang? Semoga saja tidak semanis, seimut dan semenggemaskan seperti diriku.


Konoha Land.
Sudah lama sekali aku tidak ke sini.

"Kau pernah ke sini?", tanya Dobe.
"Pernah",
"Ini pertama kalinya aku ke sini, mungkin aku sudah pernah ke sini sebelumnya, tapi aku lupa",

Iya, kau lupa semuanya, tidak ada yang kau ingat tentang aku.


1 jam kemudian.

"Pacarmu jam karet!", ketusku.

Ini sudah 1 jam kami menunggu di luar, tapi pacarnya tidak datang juga.

Dobe hanya tersenyum tipis, dia tampak kecewa.

"Kita masuk saja", ajak Dobe.
"Kita pulang saja", aku sudah tidak tahan dengan sikap Dobe, dia sudah tidak mencintaiku lagi. Aku hanya cadangan! Yang dia harapkan adalah pacarnya yang sekarang, bukan aku!

"Ne, Suke~ Hari ini...hari ulang tahunku...", Dobe menunduk sedih.

Demi keriput aniki!
Aku melupakan tujuan utamaku kembali ke Konoha!
Bahkan kado untuknyapun belum aku siapkan!

"Dia tidak ingat, dan kau...juga...",
"Aku ingat!", bantahku.
"Benarkah?", wajahnya kembali berseri.
"Hn!", anggukku.
"Ayo, kita main sampai kering!", ajakku dengan semangat membara.

Efek galau membuatku melupakan sesuatu sepenting ini. Beruntung dia tidak menyadariny. Dasar Dobe!


Hari sudah senja.
Capek juga bermain berbagai macam wahana. Tapi aku senang, aku tidak merasa lelah seperti dulu.

Semangat masa muda!
Ah! Aku jadi teringat dengan si hijau alis tebal itu, katanya dia kembali ke kampung halamannya di Hongkong.

"Ne, Suke~", panggil Dobe.
"Ya?",
"A, ada yang i, ingin kukatakan...",
"Katakan saja, aku siap mendengar!",
"Kita... putus saja, ya",

Aku mematung seketika.

"Aku tidak ingin menyakiti hatinya, dulu mungkin aku mencintaimu, tapi sekarang aku...", jelas Dobe dengan hati-hati.

Ini benar-benar karma. Dulu aku memperlakukan Dobe seperti ini, dan sekarang perlakuanku ini berbalik menyerangku.

Sebaiknya aku menyerah saja, memaksanya juga tidak ada gunanya. Dia tidak seperti yang dulu lagi. Semuanya telah berubah dan hilang.

"Hn!", anggukku, "Lupakan saja! Aku hanya masa lalumu yang tidak penting",
"Suke~", Dobe menatapku iba.
"Aku rapopo! Hahaaahaa.. Rapopo...", aku tertawa garing menggunakan bahasa gaul yang sedang ngetren di Konoha.

Seperti orang bodoh saja.

"Ah! Kado! Sebenarnya aku lupa dengan ulang tahunmu. Heheheee... Gomen! Mungkin aku sudah pikun!", aku memukul-mukul kepalaku, berharap aku amnesia mendadak.

"Tapi aku akan memberimu sesuatu, sesuatu yang menjadi keinginanmu dulu. Kau mungkin tidak mengingatnya...heheheee...", aku beceloteh sambil tertawa, kurasa aku benar-benar gila.
"Suke~", panggil Dobe.
"Sedikit konyol, tapi, kuharap kau suka...hehehe...",

Aku mengangkat kemejaku tinggi-tinggi, hingga memperlihatkan otot perutku yang atletis. Selama di Jerman, aku membentuk otot ini dengan susah payah, agar aku bangga memamerkannya pada siapapun.

Dan inilah saatnya!
Tari perut yang kujanjikan!

Aku mulai menggoyang-goyangkan pinggul dan perutku, menari mengikuti irama lagu yang terputar sepanjang hari di Konoha Land.

Tidak ada rasa malu, yang ada hanya rasa sakit. Sangat sakit...
Yosh! Tidak apa-apa, ini kenangan terakhirku untuk Dobe. Besok, aku akan kembali ke Jerman, dan tidak akan kembali lagi ke Konoha.

Demi suntikan di punggung!
Ini sangat menyakitkan...huhuhuuu...


Well, inilah akhir dari kisah cinta Uchiha Sasuke yang imut dan menggemaskan ini. Semuanya berakhir dengan rasa sakit. Lagi-lagi, aku sakit sendirian.

Aku rapopo ^_^


Terputus


Gomen, udah bikin kalian bersatu nunggu sequel ini kelamaan.
Rapopo kan? sasUKE aja rapopo #plak

Gomen untuk aicintaku sayangku, saya tidak bisa taburi lemon di sequel ini, karena saya maunya pake jeruk dan tomat #apaansih?

Mungkin updatenya bakal lama.
Ini mungkin lho..hahahaaa..

Review please :3