Spesial Chase

Prolog

"Aah… jadi kau Harry Potter ya? Salam kenal. Aku Estherion, dan temanku ini Elita, kami Peri Cahaya. Jadi kau yang mengembalikan ketenangan dunia sihir ya?" Satu suara kecil yang merdu memenuhi tempat itu, sebuah sudut Hutan Terlarang yang tenang. Suara yang berasal dari makhluk bersayap setinggi sepuluh centi yang melayang-layang menyejajarkan diri dengan wajah Harry.

"Salam kenal juga. Aku memang Harry Potter. Dan aku memang membunuh Voldemort. Tapi aku tidak melakukannya sendirian. Yang mengembalikan dunia sihir itu pahlawan-pahlawan besar seperti Professor Dumbledore, Professor Snape, terus Lucius Malfoy. Yah meskipun yang namanya Malfoy itu seram dan dia malah jadi mata-mata bareng Severus, tapi aku yakin dia baik kok, terus Ayahku termasuk tidak ya? sepertinya tidak deh, soalnya kalau ayahku sama Sirius ada, pasti dunia sihir bukannya tenang malah jadi kacau deh…" Harry ngoceh panjang lebar dengan ekspresi polos, membuat dua peri di dekatnya jawsdrop seketika.

"Err… I-intinya kau ikut mengembalikan ketenangan dan kedamaian dunia sihir, kan. Karena itu kami diberi tugas dari Ratu kami, Ratu Ethainne, bawahan langsung Ratu Esthirossa, Ratu seluruh dimensi, untuk memberimu hadiah." Sahut Elita menerangkan.

"Hmm, Ratu Esthirossa…. Seperti familiar. Eh, kau bilang dia Ratu seluruh dimensi? Maksudnya?" tanya Harry dengan wajah penasaran yang Err… imut.

"Ya, beliau menguasai seluruh dimensi, Dimensi Sihir, Dimensi Valkyrie, Dimensi Elf, Dimensi Pixie, Dimensi Anthlia, sampai Dimensi Muggle yang paling merepotkan. Dari semua dimensi itu cuma dimensi Muggle yang tidak menyadari kalau mereka itu mempunyai ratu yang sangat hebat seperti Esthirossa yang dibimbing langsung oleh Dewi Sacra dan Dewi Eva." Estherion menjelaskan panjang lebar.

"Err… i-iya, aku mengerti." Sahut Harry dengan mata berputar. Sebenarnya pemuda berambut berantakan itu tidak paham sama sekali. "Jadi hadiahnya apa nih?"

"Hmm… kita langsung saja Elita." Kata Estherion dengan riang. Serentak dua peri itu membuat gerakan menari berputar mengelilingi tubuh Harry dan membungkusnya dengan berlapis-lapis sinar yang perlahan-lahan masuk ke tubuh Harry. Mulanya Harry merasa panas dingin dan tidak nyaman, sekujur tubuhnya berkeringat dan jantungnya berdebar tidak teratur. Namun lama kelamaan, perasaan lega nyaman dan hangat merasuk ke kepalanya. Ketika dua peri itu selesai dengan tarian mereka dan sinar itu telah masuk seutuhnya ke tubuh Harry, pemuda bermata Emmerald itu mendapati perasaannya sangat ringan tanpa beban.

"Hmm.. sudah ya? By the way, itu tadi apa sih?" Tanya Harry penasaran.

"Itu hadiah dari Ratu! Aku curiga, jangan-jangan itu hadiah dari Dewi Sacra sendiri kalau melihat intensitas sinar dan beratnya aura tarian tadi. Hmm kalau bentuk hadiahnya…" Elita mengeluarkan secarik kertas dari balik pakaian peraknya. "Disini tertulis, 'Anugrah dari Dewi Sacra, Dewi Kesucian pembimbing alam semesta.' Nah, kan! Apa kubilang. Dewi Sacra sendiri yang memberimu hadiah." Elita berputar-putar tak jelas dengan riang hingga kertas itu jatuh. Estherion menyembutnya dan menjitak kepala Elita.

"Tidak sopan! Ini kertas penting tau! Kok bisa aku punya partner seceroboh kamu sih?" Protes Estherion.

"Tapi kamu cinta sama aku kan? Malah perasaan kamu duluan deh yang nembak aku." Elita menyeringai jahil. Estherion memalingkan muka dengan wajah memerah. Harry terbengong melihat adegan yang mesra (?) di depan matanya.

"Ugh! Ja-jangan dihiraukan ya Harry. Le-lebih baik kita baca lanjutannya ya." Estherion berkata dengan gugup berusaha menghindari Elita yang masih terus mencoba menggodanya. "Hmm disini tertulis, 'Kepada Harry Potter, Lord Savior, akan mendapatkan keturunan yang luar biasa hebat yang akan membawa anda pada puncak kebahagiaan tertinggi. Dari Dewi Eva..' eehh! Yang memberimu hadiah tidak cuma satu orang!" teriak Estherion. Elita kaget dan merebut kertas itu dari kekasihnya.

"'Dari Dewi Eva, Keturunanmu generasi pertama akan tumbuh langsung dibawah pengawasanku. Dia akan memiliki pengetahuan lebih dibandingkan yang lainnya.'" Elita membaca dengan hati-hati.

"Pantas saja, Ilmu pengetahuan kan bidangnya Dewi Eva, dia juga yang menguasai semua anak-anak di seluruh alam semesta. Tapi hebat lo, baru kali ini Dewi Eva akan mengawasi seorang anak secara langsung." Elita menyeletuk berkomentar.

"Berisik! Selanjutnya dari Ratu Esthirossa. 'Keturunanmu akan membawa beberapa sifat dari beberapa dimensi. Aku sudah menyediakan kastil untukmu pulang.' Hmm.. Ratu Esthirossa memberimu sebuah kastil lho. Dan yang terakhir, 'Dari Ratu Ethainne, keturunanmu akan memiliki kekuatan alam semesta, menguasai elemen, dan seorang pengendali.'" Estherion membelalak.

"Hebat! Maksudnya menguasai elemen itu contohnya logam dan kayu, begitu? Terus pengendali, maksudnya seperti Pengendali Air dan Udara ya? Uwaahh! Ratu Ethainne memberikan semua kekuatannya…!" pekik Elita. Harry menunduk, aura menyeramkan menguar dari tubuhnya.

"Sejujurnya… yang mendamaikan dunia sihir aku atau anakku sih?" Kata Harry. Kedua peri itu speechless sejenak. Untuk kemudian tertawa terbahak-bahak menyadari kebenaran kata-kata Harry.

"Ta-tapi aku punya hadiah khusus untukmu kok." Sahut Elita setengah tergagap karena berusaha menahan tawa. Lalu peri itu menggerak-gerakkan tangannya dan muncullah seutas kalung perak bermata Emmerald dan Saphire yang sangat indah. Kalung itu langsung menyesuaikan diri dengan leher Harry dan menjuntai indah disana.

Dua peri itu speechless entah karena apa.

"U-uwaahh! Manis, cantik dan imut!" teriak keduanya bebarengan.

"Jangan. Panggil. Aku. seperti. Itu. Aku. Ini. Laki-laki. Paham?" Harry menekan setiap kata-katanya.

"Tapi wajahmu Uke banget! Sebagai Fujoshi kami hanya bisa bilang, kalau cari Seme, cari yang benar-benar mencintaimu ya?" Elita mewakili Estherion yang hanya bisa membenarkan dengan anggukan.

"Uke? Seme? Fujoshi? Apa itu?" Harry merasa asing dengan kata-kata itu.

"Uke artinya bottom dan Seme artinya Top. Itu sebutan untuk pasangan Yaoi atau Yuri. Sementara Fujoshi itu gadis yang menyukai semua hal tentang Yaoi dan Yuri. Kalau laki-laki sebutannya Fujodan." Elita kembali menjelaskan dengan panjang kali lewar kurang pendek tidak jelas.

"Err.. Yaoi dan Yuri itu apa?" Harry bertanya dengan wajah polos.

"Gay alias Homoseksual dan Lesbian." Jawab Elita dengan wajah tanpa dosa.

"Tidaaakk! Aku masih normal! Jangan panggil aku dengan Uke atau apapun itu!" Harry menggeram kesal. Memang sih, beberapa hari ini dia selalu berdebar dan senang setiap dekat dengan salah seorang sahabat –laki-laki- nya. Tapi itu tak bisa jadi indicator kan.

"Huh. Normal ya?" Estherion angkat suara. "Setelah semua hadiah tadi, belum tentu. Bisa saja Ratu Esthirossa memberikan beberapa sifat dari dimensi lainnya padamu. Aku mencium aroma submissive yang sangat kuat dari tubuhmu, bukan aura dominant. Dan siapapun yang mempunyai aroma submissive seperti ini, yang ku tahu, bisa hamil, sekalipun dia laki-laki." Estherion memasang wajah serius.

"A-apa itu sama dengan aku bisa hamil? I-ini hadiah atau kutukan?" keringat dingin mengaliri sisi wajah Harry.

"Mungkin itu setimpal untuk 'puncak kebahagiaan tertinggi' yang kau dapatkan nantinya." Sahut Elita.

"Whatever. Aku ini dicintai masalah. Kupikir yang seperti itu bukan apa-apa." Kata Harry dengan santai. Cepat sekali moodnya berubah.

"Oh, aku belum menyerahkan hadiahku! Mana tanganmu, Harry." Seru Estherion. Harry memiringkan wajah meskipun akhirnya menurut juga. Estherion mengayunkan tangannya, dan sesuatu seperti kelopak bunga berwarna biru muda mendarat ditangan pemuda itu. Beberapa saat kemudian kelopak bunga itu berubah menjadi sebuah kertas yang lembut seperti kertas dunia muggle berwarna biru yang terlipat seperti Marauders Map, dengan ukuran yang sedikit lebih kecil.

"Fa-Fairy Map? Kau yakin? Kau membuat itu selama hampir satu bulan bukan?" tanya Elita.

"Memang. Tapi itu tak ada apa-apanya dibandingkan tujuh belas tahun penderitaan Harry kan? Lagi pula kau juga membuat kalung itu dua bulan lebih sampai membatalkan kencan kita beberapa kali. Lalu kenapa protes?" sahut Estherion. Elita memalingkan muka sambil menggumam yang terdengar seperti 'jangan-buka-rahasia-atau-kau-tidak-akan-bisa-jalan-dengan-benar-satu-bulan' dan Harry hanya bisa melongo.

"Nah, cara menggunakannya, ketukkan jarimu di kertas dan ucapkan, 'Dimensi Pixie memberiku kuasa atas kelopak Liannechius biru.' Untuk menutupnya ketukkan jarimu dan ucapkan, 'Liannechius mission's complete'. Ingat?" kata Estherion menjelaskan. Harry mengangguk, terkejut dalam hati mendapati dia ingat semua yang diucapkan Estherion dan Elita hari ini.

"Sudah kuduga, mulai sekarang kau akan mengingat apa yang kau lihat dan kau dengar dengan baik sekali lewat. Itu pasti hadiah tambahan dari dari Dewi Eva."Elita menyahut.

"Apa fungsinya?" Harry menimang kertas biru ditangannya.

"Kudengar kau punya Marauders Map, benar? Kurang lebih cara kerjanya seperti itu. Tapi Fairy map tidak hanya meliputi Hogwarts saja, tapi semua bangunan dan wilayah di semua dimensi yang dikuasai Esthirossa. Aku juga menambahkan beberapa seperti definisi dan keterangan beberapa dimensi dan karakteristik penduduknya. Selain itu aku menambah pengecek silsilah keturunan. Teteskan saja darahmu pada batu berwarna merah yang akan muncul nanti. Orang yang terkenal dan kuat, pasti memiliki tanda khusus pada namanya." Estherion menjelaskan panjang lebar.

"Hmmm…hadiah yang bagus. Aku sangat berterima kasih pada kalian. Atas kunjungan dan hadiahnya." Harry tersenyum tulus.

"Harry.." Panggil Estherion.

"Yes?" Sahut Harry.

"Jika suatu saat kau masuk ke Dimensi Pixie, tunjukkan saja kalung dari Elita. Dan katakan kau adalah sahabat dari Estherion dan Elita, Guardian Light Level 9."

"Dan kalung itu…berfungsi sesuai keinginan dan kebutuhanmu Harry." Elita tersenyum.

"Waktu kami habis. Sampai Jumpa." Kata keduanya serentak. Untuk kemudian menghilang bersama desiran angin.

"Fairy Map, ya? Mau coba ah!" Harry bergumam dengan nada riang. "Dimensi Pixie memberiku kuasa atas kelopak Liannechius biru." Harry mengucapkan kata pembuka.

Dipermukaan kertas itu muncul bingkai bermotif sulur-suluran di tambah aksen perak dan emas disertai beberapa batu emerald, sapphire, ruby, carnelian, aquamarine, hazel, onyx dan batu-batuan berharga yang Harry tidak tau namanya. Semua tersusun dengan pas. Harry tercengang sampai dia sadar tujuannya membuka kertas itu.

Harry membuka kertas itu, membelah gambar sebuah kastil berwarna biru disampulnya menjadi dua. Ada beberapa tulisan disana. Seperti Map, History of All The World, Another Dimension, Your Family Tree dan lain-lain. Harry meraba tulisan Family Tree dan tulisan dikertas itu berubah.

"One drop of your blood, please? Oh, pasti aku harus meneteskan darahku pada batu merah di bawah tulisan ini." Gumam Harry. Pemuda Raven itu menusuk jarinya dengan pin berlambang Gryffindor yang selalu dibawanya dan meneteskan darahnya disana. Dan secepat kilat tulisan disana menampilkan sulur-suluran dengan berbagai nama terukir disana. Mata Harry terpaku pada empat nama yang terletak sejajar yang artinya mereka hidup dalam satu generasi yang terletak ditengah kertas. Nama itu tercetak tebal dan dilingkari garis dengan warna berbeda-beda, merah, kuning, biru dan hijau. Empat nama yang tidak disangka Harry akan menjadi nenek moyang-nya. Empat nama yang…

"Mustahil….! Tidak Mungkin…..!" Pekik Harry tanpa sadar. Dia terdiam hingga hampir dua puluh lima menit. Saat tersadar, ia hanya bisa mengucapkan satu kalimat. "Liannechius mission's complete."

.

"Huwah… leganya… tinggal ujian praktek Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam besok dan beres deh NEWT ku…" seru Harry lega.

"Fiuh… untung saja aku bisa Ujian tertulis Tranfigurasi. Yah, meskipun praktek ramuanku dapat T sepertinya." Sahut Ron.

"Itu tak perlu kau ragukan lagi, Ron." Hermione memutar mata. "By the way, Harry. Tumben kau tidak meledakkan kuali di Ramuan, kau juga tampak serius di Arithmancy dan Rune Kuno?" Hermione menyelidik.

"Ini kan terakhir di Hogwarts, aku juga ingin masuk Auror, jadi harus serius. Lagipula yang menguji praktek ramuan bukan Profesor Snape. Kalau Professor Snape, pasti aku akan mengerjainya. Kalau Slughorn, hii… aku takut untuk main-main di ruangan orang seperti dia, lagi pula dia terlalu senang bermain-main." Kata Harry panjang lebar berputar-putar.

"Ya, ya… akui saja kalau kau berniat untuk bersaing denganku." Hermione berkacak pinggang.

"Err… bagaimana ya? Sepertinya itu tidak salah." Harry nyengir sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Tiba-tiba mata Harry menajam. Dia merasa ada seseorang yang menatapnya dengan pandangan menelanjangi dari arah belakang. Dari arah yang sama Harry mencium aroma mint yang sepertinya menguar dari tubuh seseorang, terasa sangat familiar. Entah kenapa, semenjak kejadian 'diberi-hadiah-oleh-ratu-entah-siapa-itu' di Hutan Terlarang, Harry menjadi lebih sensitive dan peka pada lingkungan sekitarnya.

"Ada apa Harry?" tanya Ron.

"Eh? Err… tidak." Harry nyengir seperti biasa."Sepertinya aku meninggalkan Coklat Honeydukes cadanganku di laci meja Ujian Tertulis Sejarah." Harry menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia lebih mahir dari Hermione dalam bidang menutupi perasaan dan berbohong.

"Huh! Kukira ada apa." Sungut Hermione.

"Ku ambil dulu ya. Pergilah duluan ke Asrama. Jangan tunggu aku." Harry berfirasat sesuatu akan terjadi dan di tahun terakhir ini dia tidak ingin lagi melibatkan sahabat-sahabat terbaiknya.

"Hai-hai! Bisa diambil besok kan?" Protes Ron pada sahabatnya belakangan ini bertambah imut.

"Nanti di ambil orang, dong…" Harry berhenti berlari, berbalik, berkacak pinggang dan menggembungkan pipinya.

"Te-terserahlah." Hermione dan Ron tergagap karena sweatdrop. Lalu mereka berbalik dan melangkah serempak tanpa menoleh kebelakang lagi. Harry masih terpaku di tempat. Bertanya-tanya di dalam hati apakah langkah yang diambilnya ini benar.

"Tindakan yang tepat, Sweetheart." Seseorang memeluk pinggang ramping Harry dari belakang hingga dadanya menempel erat dengan punggung pemuda itu. Merasa familiar dengan suara dan aroma tubuh itu, Harry berbalik dalam pelukan orang itu.

"What a surprise, Malfoy? Memeluk orang tiba-tiba seperti orang gila. Apa maksudmu, huh?" Balas Harry ketus, sengit dan sinis. Matanya menatap manik silver kebiruan Draco lurus-lurus.

"Seperti orang gila? Bahkan aku sudah tergila-gila padamu, 'Ry. Since we're met in Madam Malkin. Remember it?" Draco menatap mesra.

"Mana ku tau? Dan apa aku terlihat peduli?" balas Harry. Pemuda bermata emerald itu berontak mati-matian dan hasilnya nihil. Memang dia senang berada di dekat Draco, rasanya seperti ada ratusan kupu-kupu bermain Quidditch dalam perutnya. Tapi entah kenapa perasaannya tidak enak. Firasatnya mengatakan ada hal buruk yang akan terjadi ketika melihat senyum –tepatnya seringai- Draco.

"Kau harus peduli, Harry! Harus! Aku sangat mencintaimu 'Ry. Tidakkah kau rasakan itu, huh? Baiklah, akan kutunjukkan seberapa besar aku menginginkanmu." Draco langsung menggendong Harry, bridal style.

"Hei-hei! Lepaskan aku…!" teriak Harry sia-sia. Draco terus menggendongnya dan membawanya ke Menara Astronomi. Pintu Menara malang itu menutup dengan keras. Tak berapa lama terdengar teriakan Harry.

"No, no! Draco please stop it! AAARRRGGGHHH!"

Draco keluar dari menara Astronomi setelah membereskan hasil pekerjaannya. Termasuk mengembalikan pakaian mereka dalam sekali lambaian tongkat. "Maaf," Ucapnya lirih, lalu menutup pintu dan pergi. Harry bangkit berdiri dengan perlahan. Air matanya mengalir begitu saja tanpa suara. Sekujur tubuhnya seperti dirajam, remuk redam. Namun tak sesakit hatinya saat ini. Harry pun keluar dari menara Astronomi dan menyusuri lorong demi lorong dengan mata kosong.

Tepat sebelum berbelok ke arah asrama Gryffindor, mendadak Harry terkejut karena telapak tangan kanannya berpijar biru dengan rasa sedikit panas. Harry lebih terkejut lagi mendapati tangannya kini menampilkan garis-garis seperti yang dilihatnya di Fairy Map, kini menampakkan posisi Harry berada, dengan gambar sepasang sepatu bertuliskan Severus Snape sedang menuju ke arahnya. Dengan gerak cepat Harry merapal Occlumency dan mengusap air mata sebisanya. Masih ada kesempatan untuk meng-accio Jubah Gaib, tapi entah kenapa Harry tak ingin melakukannya.

"Apa yang kau lakukan di sini pada jam malam begini Mr. Potter?" Entah Harry salah dengar atau apa, suara Severus terdengar lembut, bukan dingin seperti biasanya.

"Just give me a detention if you want it, Professor." Harry gagal menyembunyikan nada lelah dalam suaranya.

"Dan bentuk detensinya adalah kau menemaniku berbincang sebentar, Harry." Severus menarik sudut bibirnya ke atas. Harry hanya mengangguk heran. Severus melangkah ke salah satu tangga menuju menara Gryffindor dan duduk di sana diikuti Harry.

"Aku selalu bertanya-tanya Harry. Sampai kapan kau akan terus melanggar peraturan. Bahkan setelah Voldemort lenyap." Severus membuka pembicaraan.

"Sejujurnya, pelanggaran malam ini bukan keinginanku." Harry menelan ludah secara paksa.

"Jujur. Apa kau membenciku, Harry?" Severus menatap Harry lekat-lekat.

"No. Never." Harry tersenyum tulus.

"Syukurlah. Seandainya kau benar-benar membenciku, ah, apa yang akan ku katakan pada James dan Lily tentang anak yang mereka titipkan padaku? Severus Snape tak pernah mau gagal menjalankan tugas." Severus terlihat menghembuskan nafas lega.

"Maksud Professor?" Harry heran.

"Mungkin kau belum tau. Tapi Lily adalah sahabat terbaikku, begitu pula dengan James."

"Tapi ingatan yang kulihat di tahun ke lima itu?" Harry bingung.

"Ada yang ku sembunyikan Harry, karena itu bisa berbahaya untukmu jika Voldemort tau aku juga sahabat dekat ayahmu. Aku ini agen ganda, ingat?" Severus lagi-lagi mengangkat sudut bibirnya.

"Bisa yang seperti itu? Lalu apa yang Profesor sembunyikan?" Harry tak dapat menahan penasarannya.

"Yang kau lihat saat itu masih ada lanjutannya, Harry. Setelah mereka menggantungku terbalik itu, Lily menolongku. Tapi aku yang emosi malah mengatainya Darah Lumpur. Lily marah besar. Tapi malamnya, James kabur dari gengnya dan menghadangku yang baru pulang dari perpustakaan, dan meminta maaf, bahkan memelukku. James juga yang menyuruhku minta maaf pada Lily, dan meminta Lily agar memaafkanku. Sejak saat itu kami bersahabat secara rahasia. Tapi sialnya kami kepergok kamera si Skeeter itu. Jadi Lily memodifikasi ingatannya. Coba tanyakan pada Remus, dia juga baru pulang dari perpustakaan saat melihat aku dipeluk ayahmu." Severus bercerita panjang lebar dengan senyum sesekali.

"Oh, yang kudengar anda sangat mencintai ibuku." Tanya Harry memastikan.

"Itu cerita lama. Mau bagaimana lagi, Lily sahabat pertamaku. Yang paling dekat denganku. Cerita seperti itu pasti ada. Jujur, kalau aku tidak memberanikan diri menghadiri pernikahan orang tuamu, aku tidak akan mengajar di Hogwarts dan bertunangan dengan….ups, ah, tidak..." Severus memalingkan mukanya yang diwarnai sedikit semburat merah muda. Pengajar Ramuan itu tidak tau kalau Harry melihatnya meskipun suasana disitu tidak terlalu terang.

"Hah? Yang benar, Professor?" Harry membelalak.

"Err… Harry, jujur agak risih kau memanggilku Professor diluar pelajaran." Severus berusaha mengalihkan pembicaraan. Tapi Harry tau.

"Okay, Dad." Harry tersenyum. "Itu terdengar lebih baik kan? Meskipun mungkin Sirius akan protes nanti. Tapi aku takkan melewatkan duel maut kalian kalau Sirius benar-benar mengamuk nanti."

"Duel? Yang benar saja. Dia hanya tau mantera lelucon, bukan mantera perang. Mungkin kau belum tau, tapi Sirius sudah minta maaf padaku saat perang Hogwarts." Severus menyeringai senang berhasil membelokkan topik. Tapi Harry terlalu pintar untuk dikelabui.

"Bagaimana dengan tunanganmu, Dad? Kapan aku bisa memanggilnya Mum?" Harry menyeringai melihat Severus salah tingkah.

"Aku belum tau. Apa pendapatmu tentang dua Professor Snape di Hogwarts, Son?" Severus mengangkat alis.

"Di luar dugaan. Kurasa Rita Skeeter pun tak memperkirakan ini. Professor Minerva Snape. Tidak buruk. Kedengarannya bagus." Harry meletakkan jari telunjuknya di bawah dagu, pose berfikir yang imut.

"Bagaimana kau tau dia Minerva?" Severus mengerenyit heran.

"Karena kau menyebutnya Professor Snape, bukan Madam Snape. Kurasa Madam Hooch bukan tipemu. Dan memang Madam Sprout atau juga Madam Pomfrey juga baik. Tapi aku tidak yakin kalau seleramu adalah ibu-ibu bertubuh subur atau nenek-nenek." Harry menahan tawa. Severus mendengus tapi kemudian menyeringai ketika menemukan umpan untuk menyerang Harry.

"Bagaimana denganmu, Harry? Sudah punya pacar?" Severus bertanya dengan nada jahil. Mendadak Harry teringat Draco dan apa yang diperbuat pemuda itu padanya malam ini. Tubuhnya mulai menggigil, keringat dingin menuruni sisi wajahnya, dirapalnya Occlumency berulang-ulang.

"Hei, kau kenapa? Apa kau baik-baik saja?" Severus cemas.

"A-aku ba-baik-baik saja." Harry menjawab terpatah-patah sambil mencengkeram perutnya yang tiba-tiba terasa sangat sakit. Di antara sakitnya Harry berusaha memegang apa saja yang kiranya bisa melampiaskan sakitnya dan tanpa sengaja tangan kanannya memegang kalung pemberian Elita. Mendadak kalung itu bersinar hijau dan biru berpendar-pendar untuk kemudian dua sinar itu saling berpilin dan masuk ke tubuh Harry. Severus hanya bisa melihat tanpa mampu berkata apa-apa.

Baru saja Severus mengatasi keterkejutannya dan hendak bicara, mendadak tangan Harry yang berpendar biru dan kini memantulkan cahaya itu ke lantai, menampilkan gambar sepatu yang mendekat dengan tulisan Lucius Malfoy dan Albus Dumbledore di bawahnya. Severus kembali speechless, bahkan setelah Harry mengucapkan 'Liannechius mission's complete' dan sinar itu menghilang. Dumbledore dan Lucius sudah melihat mereka dari ujung koridor.

"Hai, Harry. Tidakkah sekarang sudah jam malam?" Sapa Lucius. Harry merasa perutnya melilit seketika. Severus yang merasa Harry sedang berada dalam tanggungannya, akhirnya bisa membuka mulut juga.

"Aku yang mengajaknya berbincang sebentar, Lucius. Kurasa bukan masalah kalau aku ingin mengobrol dengan anakku." Severus melirik Harry yang entah kenapa agak bersembunyi di belakangnya.

"Apa kau masih takut dengan Lucius Harry." Dumbledore terkekeh geli.

"Errr.. entah… tapi kupikir tidak terlalu senang untuk ditakuti anak-anak." Jawab Harry dengan wajah polos menggemaskan yang membuat Lucius menahan senyum geli.

"Any way, bagaimana hubunganmu dengan Draco? Dia sudah tidak memusuhimu lagi kan? Dia sudah minta maaf padamu seperti yang kusuruh?" Tanya Lucius menyelidik.

Harry merasa perutnya menegang tidak nyaman seketika. Peristiwa yang terjadi malam ini kembali melintas dibenaknya. Keringat mulai menuruni sisi wajah pemuda manis itu. Kembali terasa sakit badannya seolah Draco kembali melakukan hal itu padanya. Matanya mulai berkunang-kunang. Dan tubuhnya kembali bersinar lemah kebiruan. Sebelum akhirnya ia ambruk. Di batas kesadarannya, dia membisikkan mantra Occlumens dalam hati berulang-ulang.

Lucius menangkap tubuh Harry sebelum tubuh pemuda itu menyentuh lantai.

"Apa yang terjadi sebenarnya, Severus?" teriak Lucius keras. Sedikit merasa bersalah meskipun ingin menyalahkan orang lain.

"Tenanglah, Lucius. Kita bawa Harry ke tempat Poppy dulu." Dumbledore menepuk bahu Lucius. Yang segera menggendong Harry ke Hospital Wing tergesa-gesa.

"Kau tau sesuatu, Severus?" Tanya Dumbledore.

"Sedikit." Severus memijat keningnya dan menghembuskan nafas lelah.

TBC