Cactus :: Kim Mingyu & Jeon Wonwoo


Prologue


Semuanya sudah salah sejak awal, dan Jeon Wonwoo sadar jika titik terbesar dalam kesalahan itu terletak kepada dirinya.

Kim Mingyu tidak seharusnya berakhir terdampar pada kota kecil di ujung pulau Jeju untuk menjaganya. Dia adalah lelaki yang pandai, baik, dan begitu murah hati. Kenyataan Mingyu meninggalkan pendidikannya dan bekerja serabutan demi untuk menjaganya, menjadi beban yang Wonwoo simpan sendiri, kemudian menumpuk hingga membuatnya terkadang merasa pusing.

Dia bekerja terlalu keras, lebih keras dari siapapun yang pernah Wonwoo kenal. Dan Wonwoo membenci fakta jika semua alasan itu adalah untuk dirinya. Untuk seorang lelaki aneh yang memiliki sebuah janin berusia 5 bulan dalam perutnya.

Mingyu selalu berkata jika dirinya baik-baik saja. Dia menikmati kehidupan mereka sekarang, namun faktanya, Wonwoo sering sekali menemukan Mingyu kembali dalam keadaan tidak bertenaga dan tertidur di atas sofa tanpa sempat membersihkan tubuhnya terlebih dahulu.

Untuk membuat Mingyu meninggalkannya, Wonwoo mencoba membuat Mingyu muak akan sifatnya yang kekanakkan, dan keras kepala. Di malam hari saat Mingyu baru pulang bekerja, ia sengaja merengek meminta mangga muda di pasar buah dekat pelabuhan Jeju. Mingyu dengan sabar, coba memberikan Wonwoo pengertian jika pasar telah tutup dan berjanji akan membelikannya di pagi hari. Namun Wonwoo bersikeras, meski tidak tega dengan wajah lelah Mingyu, ia bertekad untuk melakukan ini agar Mingyu segera pergi dan menjelankan kehidupan normalnya di Seoul. Dan diluar dugaan, Mingyu justru tersenyum kepadanya dengan senyum yang lembut, dan berjalan keluar sebelum mengelus perutnya yang buncit.

"Kau begitu menginginkan mangga? Berhentilah membuat Ibumu gelisah disaat aku membeli mangga, mengerti?"

Ini salah. Ia sungguh ingin menghentikan Mingyu yang hendak pergi, tapi ego lain menahannya. Kelembutan Mingyu kepada calon bayinya, tidak boleh menggoyahkan perasaannya. Karena Mingyu akan lebih menderita jika dia terus berada disini bersamanya.

Jarum panjang pada jam terus berjalan. Pada akhirnya Wonwoo berakhir dengan kegelisahan tinggi akan Mingyu yang belum kembali. Jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi, 3 jam kedepan Mingyu harus sudah bangun dan bersiap untuk bekerja, namun pemuda itu belum juga kembali, Wonwoo bahkan baru ingat jika Mingyu belum makan malam. Saat jam sudah menunjukkan pukul setengah 3 pagi, pintu terbuka dengan menampilkan wajah Mingyu yang terkejut melihatnya berdiri sambil berjalan mondar-mandir. Dia memekik kaget dan memintanya untuk duduk, menarik kedua kakinya kedalam pangkuan, dan memijit kaki-kakinya yang terlihat bengkak dengan begitu lembut.

"Kenapa Hyung belum tidur?" Tanya nya.

Wonwoo diam. Ia berpikir jika tidak mungkin berbicara jujur kepada Mingyu jika ia menunggu pemuda itu. Dan tatapannya beralih melihat Mingyu yang tidak membawa apapun selain payung dan coat yang masih di pakainya.

"Mangga?"

Mingyu terkekeh kecil dan menggaruk tengkuk belakangnya. Dia menjelaskan dengan wajah penuh sesal jika saat tiba di pasar buah sudah tidak adalagi pedagang buah. Awalnya dia duduk di sebuah post jaga hanya untuk menunggu hujan sedikit reda, namun ternyata dia malah berakhir tidur beberapa saat di post itu hingga ada seorang paman yang membangunkannya.

Tanpa Mingyu sadari, Wonwoo menghela nafasnya dengan lega. Ia berpikir setidaknya Mingyu telah tidur beberapa saat. Tapi memikirkan Mingyu yang tidur di post jaga saat hujan lebat, membuatnya jadi merasa sedih.

Mingyu sendiri menjadi bingung dan panik ketika menemukan Wonwoo terisak begitu kencang. Dia berpikir jika ini smeua karenanya yang tidak berhasil menemukan Mangga, dan merutuki dirinya sendiri yang seharusnya mencoba untuk cari di tempat lain. Dia sendiri menjadi tidak tega. Dari apa yang didengarnya di tempat kerja, ketika hamil adalah saat yang paling berat bagi seorang Ibu, terlebih saat ada keinginan yang tidak bisa terpenuhi. Ketidaknyamanan pasti akan menyelimuti terus menerus.

"Kau akan pergi bekerja beberapa jam lagi, k-kau pasti lelah dan keidnginan saat tidur di post jaga. M-maafkan aku Mingyu, maaf karena membuat mu susah. A-aku… aku sebenarnya tidak menginginkan Mangga. Aku… a-aku hanya ingin kau berhenti untuk menjagaku."

Wonwoo menyerah. Ia tidak kuat dan akhirnya mengaku semua rencanya kepada Mingyu tanpa berani menatap mata pemuda itu selama pengakuannya. Ia berpikir Mingyu akan membentaknya –meski tidak mungkin— dan langkah kaki Mingyu yang menjauh justru membuatnya semakin takut. Ia sudah pasrah membayangkan jika Mingyu akan mendiamkannya, atau mungkin benar-benar pergi sesuai keinginannya, tapi apa yang dipikirkannya itu jelas tidak terbukti disaat Mingyu kembali dengan sebuah susu hangat dan selimut yang membungkus tubunya.

"Hyung pasti belum meminum susu-nya, bukan? Lihatlah, bagaimana bisa kau menyuruhku pergi, di saat kau sendiri tidak bisa melakukan apapun tanpa diriku. Dasar bodoh."

Lihatlah betapa baiknya Mingyu. Dia tidak marah meski ia telah merepotkannya dan membuatnya lelah. Dia bahkan masih bisavtersenyum dengan lembut dan bantu memijat kakinya yang terasa pegal.

Terkadang, Wonwoo bertanya-tanya kepada angin tentang apa alasan Mingyu yang memilih untuk tetap menjaganya disaat keluarganya sendiri justru mengusir, bahkan menghapus namanya dari daftar keluarga.

Mungkinkah semua itu hanya karena kewajibannya seperti apa yang selalu Mingyu katakan?

"Aku bukanlah siapa-siapa sekarang. Aku juga tidak memopunyai apapun, aku bahkan membawa beban yang berada di perutku. Kenapa Mingyu? Apakah Paman Kim yang memintamu? Atau, mungkinkah ini bentuk balas budimu kepada keluargaku? Aku bukanlah Tuan Muda-mu lagi. Jadi kem-"

"Hwaa… Tidakkah Hyung merasa lelah? Aku mengantuk sekali. Aku sangat lelah, Hyung."

Dan Wonwoo membenci dirinya yang selalu tidak mampu melawan Mingyu disaat pemuda itu mulai menghindar dengan tatapannya yang begitu menekan.

Entah sejak kapan, Wonwoo sendiri tidak yakin. Tapi Mingyu terlihat seperti seorang pawang bagi dirinya. Begitupun kata orang-orang yang mengenal mereka.

"Jika semua ini hanya untuk balas budi. Aku membiarkan kau tetap menjagaku hingga bayi ini lahir. Hanya untuk sampai saat itu, Mingyu."

Lagi, ia juga membenci bagaimana cara Mingyu tersenyum dan tidak membalas kata-katanya. Dia, tidak pernahkah dia merasa ingin pergi dari seorang Tuan Muda yang merepotkan seperti dirinya?

"Aku bahkan tidak mengerti kenapa aku seperti ini, Hyung."

Continue?

Jakarta, 05-02-2017