Prince of Tennis : The World of Young Champions


Semua karakter di dalam cerita ini adalah hak milik Takeshi Konomi (sayangnya bukan saya . . .).

Cerita ini terdiri dari beberapa chapter, dimohon kesetian untuk membacanya. Saran dan kritik membangun sangat ditunggu. Tidak usah berpanjang lebar lagi. Selamat menikmati . . . .


CHAPTER 1 : Tim Tennis yang Ditakuti

Veritas University, Amerika

"Maaf, di mana saya dapat menemukan lapangan tenis di universitas ini ya?" tanya anak itu kepada para mahasiswa yang sedang berkumpul.

"Oh . . . Jadi kamu anak club tenis ya? Siapa namamu?" tanya mahasiswa yang badannya paling besar.

Anak itu terdiam. Dipandangnya kumpulan mahasiswa yang sekarang sedang mengelilinginya itu. Waduh, pasti ini para berandalan wilayah sini, pikirnya.

"Saya Thomas Muller, mulai hari ini saya akan menjadi anggota junior club tenis Veritas University," jawabnya ketakutan.

"Oh, jadi memang kau anak club tennis? Oi Joe! Ada anak tenis nih!"

Mahasiswa yang dipanggil Joe pun menoleh. Joe Balden, terkenal di universitas ini sebagai pimpinan baru kelompok anak – anak yang menamakan dirinya "Berandalan Veritas". Ia berbadan besar dan berotot. Terdapat luka sayatan yang memanjang dari pelipis kiri hingga dagu kirinya.

"Tunggu apalagi pukuli dia!" perintahnya kepada anak – anak itu.

"Ho . . . Jadi kalian akan memukuli salah satu anggota junior kami ya? Mengapa kalian tidak memukuli kami saja?" seru sebuah suara dari kejauhan.

Dari arah sumber suara itu, datanglah 3 sosok orang yang memakai baju training club tenis veritas. Mereka berjalan dengan penuh percaya diri ke tengah kumpulan berandalan itu.

"Jadi? Tunggu apa lagi? Mengapa kalian tidak memukulinya?" kata dia yang berkulit merah.

"Arhghg . . .e .. . .e .. . Tatanka . . . Apa kabar ? Bagaimana kabar kalian?" celetuk salah seorang dari mereka ketakutan. Kalau dilihat dari sikap tubuhnya sepertinya ia hendak segera lari dari tempat itu.

"Baik. Terima kasih," jawab Lou Tatanka, pria yang dimaksud berandalan tadi. Pria keturunan Apache yang sudah terkenal di Veritas sebagai Shaman Kematian tadi, memandang secara menyeluruh kepada mereka.

"Crossfield, bawa anak ini ke lapangan tenis sekarang."

Daniel Crossfield, anggota tim tenis yang tampak lemah itu segera membawa Thomas Muller keluar dari kerumunan itu. Para berandalan yang menghadang jalannya segera membuka jalan bagi Crossfield dan Muller.

"Nah, sampai mana kita tadi?" tanya Tatanka sambil membuka jaket trainingnya. Setelah itu ia tampak melakukan pemanasan.

"Eh, begini Tatanka. Kau juga Black. Kami tadi hanya bercanda kok. Jangan dianggap serius lah. Oke, sekarang kami akan pergi," jawab Balden segera.

"Nah, bukannya itu lebih baik? Enakkan kalau kita hidup damai?" kata James Black, pria berkulit putih dan berkaca mata.

"kami tidak tahu dia anak club tenis, tuan presiden!" sahut seorang dari mereka.

"Hiyat!!!!!!!!" salah seorang dari mereka menyerang James Black dengan pemukul bisbol.

"Tannhauser Serve," sahut seseorang. Bola tenis irregular bond itu langsung menuju muka sang penyerang dan membuatnya pingsan.

"lari!"

"Selamatkan diri kalian!"

"Run for your life!"

Semua berandalan itu lari pontang – panting karena kali ini yang datang adalah satu dari 3 dewa tenis Veritas.

"Mengapa mereka langsung lari melihat Ore-sama? Apa sih yang Ore-sama lakukan?" tanya Keigo Atobe pada dua kawannya.

Black dan Tatanka hanya bisa menghela napas. Mereka sudah mengetahui bagaimana sifat kawan mereka yang satu ini.

"Tentu saja mereka lari, siapa sih yang mau kena serve macam itu lagi?"

"Apa kau berkata sesuatu Tatanka?"

"Tidak. Kau salah dengar sepertinya."

"Baiklah, ore-sama ke sini karena di suruh oleh Kapten untuk mencari kalian. Katanya ia punya pengumuman penting untuk kita semua. Ore-sama juga harus mencari si bocah Echizen, apa ada yang liat dia di mana?"

"Terakhir, aku lihat dia di kantin sedang bertengkar dengan anak club basket memperebutkan Fanta. Tapi sepertinya Tatanka lebih tahu."

"Sebentar," Tatanka menutup mata dan mulutnya komat – kamit seperti membaca mantra. Tak lama kemudian . . .

"Wakil Kapten Echizen sudah ada di lapangan dan agak sedikit lebam. Hehehehe . . . . "

"Baiklah ayo kita segera menuju lapangan. Dan jangan bicarakan hal yang terjadi seperti ini pada Kapten. Kalian tahu kan apa yang akan terjadi?"

"Baik, Wakil Kapten Atobe!" sahut keduanya. Mereka pun akhirnya berjalan menuju lapangan tenis.


Akhir chapter 1.