Give Up
Oleh: Fahrenheit feat Neon
Disclaimer: Naruto (c) Masashi Kishimoto
Kami berdua tidak mengambil keuntungan materil dari fanfiksi ini
.
.
Sakura menutup pintu kamar dengan keras. Dia sedang marah. Sangat marah. Tas yang sebelumnya dia bawa, dilempar ke sisi kamar begitu saja. Tidak berhenti sampai di situ, dia juga membanting vas bunga serta pigora di atas meja yang memuat foto dirinya sedang bergandengan tangan dengan seorang laki-laki berambut hitam.
Terakhir, Sakura meremas kertas yang dari tadi dipegangnya.
Kertas yang berupa surat undangan pernikahan.
Lelaki yang dicintainya akan menikah minggu depan dan Sakura turut diundang. Padahal, mereka berdua telah berpacaran selama dua tahun. Sakura tidak percaya dan selamanya tidak ingin percaya. Ini rasanya menyakitkan. Terlalu menyakitkan. Seumpama tikaman pada jantung secara tiba-tiba, bahkan lebih buruk daripada itu. Dadanya seolah dikoyak oleh pisau tumpul; yang akan terus menusuk hingga tersayat mengeluarkan darah.
Sakura merasa pikirannya perlahan-lahan mulai kacau. Tadi dia memang marah, sekarang Sakura terisak-isak di pojok kamar.
Foto telanjang tanpa pigora yang tergeletak di lantai ditatap dari kejauhan. Pecahan kaca berserakan di sekitarnya.
Demi apa, Sakura sungguh mencintai Sasuke, lelaki yang bersamanya di foto tersebut. Sejak kecil dia telah jatuh hati kepada lelaki itu. Dia kemudian bertekad untuk mengejarnya. Tidak peduli jika cita-cita mereka saling berseberangan, Sakura hanya ingin agar mereka tetap bersama.
Dulu Sakura sering berkata bahwa mereka adalah pasangan yang paling sempurna. Sasuke pernah berjanji bahwa ia akan segera melamarnya. Tinggal menunggu waktu saja sampai mereka akan saling bertukar cincin. Akan tetapi, surat undangan yang hampir tidak dapat dibaca lagi itu menjadi bukti bahwa janji itu hanyalah dusta.
Sekarang, Sakura tidak tahu lagi bagaimana harus bersikap. Entah dia harus menangis berguling-guling atau tertawa sampai dia gila atau mendoakan mereka semoga bahagia. Demi apa, Sakura masih tidak rela.
Ini berat, sungguh berat. Hatinya hancur menjadi kepingan. Jika ada orang yang mengajaknya untuk bunuh diri bersama, Sakura pasti akan mengiyakannya. Beruntung, di sini tidak ada pil obat-obatan atau pemutih pakaian. Jika saja ada, Sakura ingin mengosongkan memorinya dengan meminum bahan-bahan itu.
Namun, akal waras yang tersisa malah menuntun Sakura untuk berhenti menghancurkan barang-barang di kamarnya. Sakura masih tersedu. Dia sudah lelah menangis, tetapi Sakura tidak bisa berhenti untuk menangis, seakan air matanya masih memiliki persediaan yang banyak. Sakura akhirnya tertidur di pojok kamar.
Ketika Sakura terbangun pada keesokan hari, matanya membengkak. Masih ada bekas air mata di pipinya yang telah mengering.
Tubuh dia paksa bergerak. Ponsel di dalam tas dia raih. Ratusan foto dan video kebersamaannya dengan Sasuke, dihapus permanen. Pecahan pigora tadi malam dikumpulkan dan langsung dibuang ke tempat sampah. Barang-barang pemberian dari Sasuke yang disimpan rapi di dalam lemari dijadikan satu dan dibakar di halaman belakang rumahnya.
Sakura pernah mendengar bahwa kita bisa belajar mencintai orang lain secara tulus, tetapi apakah kita bisa belajar melupakan orang lain secara tulus?
Sakura harus belajar melupakan dan mulai membuka hati untuk orang lain. Namun, luka di dalam hatinya sungguh sulit disembuhkan. Sakura tentu sadar bahwa hati yang telah retak membutuhkan waktu yang lama agar dapat terbuka kembali.
Dan untuk pertama kalinya, Haruno Sakura akhirnya menyerah mengejar seseorang.
[The End]
