Suara derap langkah kaki.

Gelap mendominasi sebuah koridor sekolah pada malam hari, cahaya gemerlap kota pun tidak ada yang bisa menerangi sekolah ini. Membuat desiran waswas untuk satpam sekolah pada saat seluruh lampu dimatikan.

—Ya, waswas dan juga waspada.

Menjaga sekolah ini pada malam hari, bukanlah menjaga sekolah biasa pada umumnya.

Dan itu semua, karena—

Zrassh...

Dua orang satpam yang sedang berpatroli, merasakan sesuatu yang basah jatuh di wajah mereka. Begitupula dengan kaki mereka, suara kecipak terus-terusan terdengar saat melangkah.

Mau tak mau, salah seorang dari mereka, langsung menyorotkan senternya untuk melihat apa yang berada di atas sana, mungkin saja pipa air bermasalah, atau mungkin dugaan yang bisa dihubungkan dengan cuaca seperti atap sekolah yang bocor.

Tetapi, nyatanya bukan.

Dan, kedua satpam itu hanya bisa memasang wajah kaget mereka begitu melihat seonggok mayat tergantung di atas sana.

—Ya, sekolah ini bukanlah sekolah biasa pada umumnya. Terlebih dengan hal yang terkenal dan beredar di sana.

—Rumor.


.

Disclaimer:
Kagerou Days/
カゲロウデイズ© Jin
Rumor © Adelia-chan

Pairing: Seto/Kano, Shintaro/Konoha & [Pair lain jika ditambahkan]

Warning(s): Shounen-ai, Yaoi, Boys Love, School Life, AU, Backsound, Typo, Dll.

.

Bold: penutup, dll.

Italic: Tulisan berbahasa asing, ucapan jarak jauh, ucapan dalam batin/pikiran, suara benda/backsound, dll.

.

A/N: Semoga fik ini tak terlalu buruk-buruk sekali, saya sudah semaksimal mungkin membuat fik ini terlihat enak untuk dibaca.

Sebelum membaca, silakan baca perhatiannya terlebih dahulu. Jika ada yang tidak disenangi, dipersilakan untuk tidak membaca.

Selamat membaca...


Chapter 1


Hari sibuk dimulai dari hari Senin jam 7 pagi.

Jalan-jalan di kota tak terlalu padat dikarenakan penduduknya yang bisa menjadwalkan diri tepat waktu sampai di tempat tujuan. Jika harus adapun yang terlambat sampai bertarung dengan waktu di jam ini, paling-paling hanya ada beberapa orang yang memang sekarang baru menyempatkan diri datang ke tempat tujuannya walau matahari sudah menyinari terang.

Seperti contohnya, dua pemuda yang sedang berlari di jalan kecil perumahan.

Satu di antara kedua pemuda itu melirik ke arah ponselnya demi mengetahui waktu. Lalu kemudian berlari dengan berdecih sial.

"Ah, Konoha. Karena kau terlalu sulit dibangunkan, kita jadi kesiangan, dasar bodoh," pemuda yang lebih kecil berbicara kasar. Dirinya yang merawat seekor tupai yang membutuhkan tidur selama 14 jam tentu membuatnya pusing. Matanya sesaat tertuju pada jalan-jalan yang semakin lama banyak belokan saja, tapi kemudian beralih kepada ponsel pintarnya untuk membuka entah apa itu.

Sosok yang dipanggil Konoha tersebut hanya menatap kawannya ini datar, tak bisa menjawab karena di mulutnya ia menggigit dua lembar roti yang diisi dengan nasi bersama lumeran mayo, dan juga potongan sayuran, sebagai penghiasnya diberi telur mata sapi di atasnya—aneh sih, sosok itu sendiri yang membuatnya sebelum berangkat, sampai-sampai temannya yang masih normal ini harus berteriak ragu untuk mencicipinya dan sekaligus juga merasa bersalah karena lupa membelikan sesuatu untuk sarapan pagi.

Susah memang memiliki teman yang seperti ini. Pemuda yang lebih kecil harus bersusah-susah diri mendumel panjang lebar, "Waktu yang kita punya adalah 10 menit. Tapi jarak sekolah dan apartemen sangat jauh, dan kita harus berjalan kaki—atau mungkin berlari. Ini tidak akan sempat! Tadi malam kau menonton acara apa sih sampai lupa memasang alarm~?!" Surai-surai pirangnya yang sedikit berantakan ia remat dengan frustasi.

Menangkap rotinya yang hampir jatuh saat melewati seorang ibu yang baru pulang setelah membeli sayur. "...Itu... jalur pintas..." akhirnya sosok itu berbicara.

Lawan bicaranya melebarkan telapak tangan di belakang daun telinganya, memberikan gestur untuk membuat pendengarannya lebih jelas. "Hah? Apa? Acara jalur pintas? Apa sebuah channel TV kembali menayangkan siaran berita-berita tak penting lagi?" tanyanya sangsi.

Tapi sosok tinggi itu hanya menunjuk ke arah pagar-pagar tembok yang tak terlalu tinggi. "...Bisakah kita memotong jalan?"

Gila.

Sang blonde melongo begitu lama.

Tapi kemudian menyeringai sedih. "Tak adakah pilihanmu yang lebih bagus?" berkata seolah-olah tak setuju, tapi kaki yang meraih pijakan tinggi membuat ucapannya tidak berarti sama sekali.

Temannya yang tinggi ini tak ada keinginan untuk membalas pertanyaannya. Lebih memilih untuk mengeratkan pegangan di tas selempangnya lalu menaruh seluruh berat badan di kaki, membuat postur tubuh ingin meloncat.

Dan benar saja, satu loncatan, pemuda itu melewati pagar dengan mudahnya.

Ia benar-benar lupa dengan kekuatan super temannya yang satu ini. "Hei—tunggu!" Tapi kelincahannya bak seekor kucing tak akan kalah juga.

Tanpa ragu, ia memijak beberapa tong-tong sampah yang ada, lalu meloncati pagar dinding. Yah, ia tahu sebenarnya seenaknya meloncati pagar orang itu tidak sopan. Tapi dalam keadaan seperti ini apakah tata krama berlaku? Sebagai akibatnya, tiga gadis yang sedang berjalan kaki di belakang mereka harus dibuat tercengang oleh atraksi dadakan ini.

"Ukh!" Mendarat dengan kaki dahulu, adanya gravitasi membuat sakit rasanya bagian tumitnya saat kaki bersentuhan langsung dengan jalan aspal.

Keduanya melanjutkan berlari.

"Ah, baiklah. Mungkin kita bisa mengejar waktu." Kembali melihat ke arah jam pada ponselnya. Sedikit tersenyum bangga sembari merebut roti milik temannya yang baru dimakan separuh.

Nada datar yang kecewa begitu miliknya diambil secara paksa. Tapi sang pirang hanya mencubit bagian yang masih bersih saja sebelum langsung dikembalikan. Minimal pagi ini ia sudah makan sedikit.

"Kano… tentang berita... aku melihat sekolah kita terjadi sesuatu lagi…" membahas yang bukan pada topiknya, lalu melahap rotinya lagi. Konoha menunjuk ke arah ponsel abu-abu milik sang kawan.

Sosok yang dipanggil Kano—dengan nama lengkap Shuuya Kano—itu kini langsung membuka ponselnya lagi. "Ya, aku tahu." Seringai terukir di parasnya. Menggeser-geser setiap halaman pada layar dengan sentuhan jarinya, membuka satu berita dan berita lainnya. Tarikan bibirnya semakin lebar begitu melihat berita yang cukup menarik.

Sebuah artikel hangat yang siap disantap di pagi hari, tentu saja sangat disayangkan kalau sampai dilewatkan. Terlebih ini menyangkut sekolahnya.

"Sekolah kita itu memiliki kualitas terbaik. Tetapi berita-berita akan hal seperti ini sudah membuat para orang tua berpikir dua kali untuk mendaftarkan anak mereka." Satu halaman ia geser lagi, menemukan sebuah berita yang sudah cukup lama terjadi, sekitar 1 bulan yang lalu. "Hmm, aku rasa sekolah kita ini juga terkenal akan rumornya yang horror. Maksudku, bukan dalam arti horror karena ada hantu atau apa—tapi, kalau mau dibilang begitu juga tak masalah sih." Kelereng matanya bergerak-gerak membaca sebuah artikel berjudul 'Tangisan Misterius di Ruang OSIS'.

Suara 'uhm' pendek hanyalah jawaban yang dikeluarkan Konoha.

"Tapi itu saja kurang cukup~ hei, Konoha, kau tahu? Beberapa waktu ini, di sekolah kita bahkan sudah ada berita mengenai kejadian pembunuhan—uwaah!"

Kano memaki dalam ucapannya saat ada seorang tukang koran yang menggunakan sepeda dan searah dengannya kini asal melempar koran pagi sampai-sampai hampir mengenai kepalanya. Berusaha sabar agak sulit untuknya, karena ia langsung membalas dendam dengan menendang kaleng soda yang berada di depan kakinya.

Dan—

Plang! Diikuti suara dua benda keras yang saling bertabrakan.

Pura-pura tak peduli dan terus berlari saat sepeda bersama pemiliknya itu menabrak pohon. Kano bersiul bangga sembari mengambil koran yang barusan hampir mengenainya.

Membaca satu baris, dan matanya berbinar tertarik. "Wah! Bahkan berita pagi ini sudah dimuat dalam koran kota! Lihat ini, Konoha! Terjadi pembunuhan di sekolah kita, dan korbannya adalah sepasang siswa-siswi!" Membuka halamannya lebar-lebar, di saat seperti ini, lari pagi sehat ini, Kano malah asyik membaca berita dan menyodorkannya pada kawannya agar bisa membacanya bersama-sama.

Manik merah mengikuti arah yang ditunjuk oleh jari telunjuk Kano, dan ia hanya bisa melihat foto—yang seperti foto persyaratan pendaftaran masuk sekolah—dua orang di sana. "Tapi… daripada itu… kita yang terlambat masuk sekolah jauh lebih horror... 'kan?" Konoha mengingatkan. Makanan yang dibawanya sudah ia habiskan semuanya, terbukti dari bekas-bekas nasi dan mayo di pipinya, membuat sang pirang harus berdecak dan menyuruhnya untuk membersihkan bekas makanannya.

"Iya sih, tapi sekarang tinggal menyeberang dan berlari sedikit lagi saja kok."

"Iya… tapi itu…" Sang albino menggunakan dagunya untuk menunjuk ke depan.

Mau tak mau, Kano harus menatap ke depan, lalu mendongak.

Kemudian meringis pedih jika di jalan penyeberangan kini lampu menunjukkan warna hijau untuk pengendara. Dan butuh waktu cukup lama agar lampu hijau untuk pejalan kaki bisa menyala. "Kita terlambat!"

Menunggu hanya akan membuang-buang waktu, dengan alasan itu, yang lebih tinggi langsung saja menarik tangan ramping kawannya dan dengan cepat mengangkat tubuh itu.

"Eh—" Kaki-kaki kecil tak menginjak tanah di saat empunya ditaruh di atas bahu sang pemuda jangkung. Tekanan yang tiba-tiba ia rasakan membuat kepalanya terasa sakit, Kano yang tiba-tiba diangkat tanpa persiapan, tanpa sengaja meregangkan pegangannya pada koran yang asal ia embat. "HYAAA, KORANNYA—" Tak peduli jika dirinya harus terlempar ke belakang sekalipun, ia lebih mengkhawatirkan kertas-kertas yang kini jatuh di wajah seorang pengendara motor.

Konoha tak peduli. Kano tak bisa protes soal ini, lagipula waktu mereka yang sudah sangat terlambat datang ke sekolah lebih utama.

"…Aku mencoba mengejar waktu…" Kaki-kaki jenjangnya menginjak pagar besi di sisi-sisi jalan.

"Hah, eh—HEEE, SEBENTAR KONOHA, JANGAN LONC—"

.

Pucuk pirang mencuat di balik tiang listrik dekat tempat sampah. Nyatanya itu adalah Kano, dengan wajah yang berbeda, pucat, dipenuhi bulir-bulir keringat, dan air muka yang menunjukkan rasa syoknya. Dan sekarang, sosok itu sedang memuntahkan isi perutnya berkat rasa mual yang berlebihan setelah sebelumnya Konoha melakukan hal gila demi memotong waktu.

—Meloncati pagar sampai penyok, lalu mobil dan beberapa kendaraan lainnya. Kano serasa naik wahanan berbahaya.

"Kita sudah terlambat…" Konoha menunjuk tepat ke arah gerbang sekolah yang sudah tertutup rapat, dan juga beberapa anggota yang sangat ditakuti oleh semua siswa-siswi sekolah, komite kedisiplinan, yang sudah berjaga di luar gerbang, siap memberikan sanksi kepada murid yang berani-beraninya telat.

Dan, keduanya sudah termasuk calon murid yang akan ditangkap oleh mereka nantinya.

Masuk pukul 7 pagi, dan sekarang sudah jam 7 pagi lebih 30 menit. Dan itu berarti Kano dan Konoha sudah telat 30 menit. Maka siap-siap mereka akan mendapat kartu merah.

"Enggak bisa—kita jangan sampai ketahuan." Lama-lama Kano frustasi.

"Lalu bagaimana?"

Manik rubah melirik, mencari jawaban. Dan kemudian sorotannya tertuju ke arah tembok sekolah yang lumayan tinggi.

"Memanjat tembok?"

"Memanjat?"

Berdecak. "Memanjat, ya memanjat, kita saja bisa melewati pagar tembok dengan meloncatinya." Pandangan diedarkan, Kano mencoba mencari pijakan yang enak—atau, paling tidak pijakan yang bisa ia gunakan untuk melewati tembok ini.

Konoha menengadah, mungkin tembok ini bukanlah hal sulit untuk ia lewati.

Baru saja Kano mengambil satu pijakan pada tong sampah. Dan beberapa anggota komite kedisiplinan di sana sudah ada yang menyadari keberadaan mereka.

"Hei—kalian!"

Glup. "Kita ketahuan! Bagaimana ini Kono—"

Menatap ke arah temannya, dan yang dapat ditemui sang blonde hanyalah sosok albino itu yang kini terbang—loncat maksudnya—di atasnya, melewati tembok, dan kemudian sampai pucuk putih susu itu tak terlihat, Konoha sudah menghilang dari peredaran.

—Sial.

Kano berdecih, di saat seperti ini, Konoha malah meninggalkannya.

"Kau! Jangan kabur!" Dua orang yang berjaga menghampirinya dengan berlari, sukses membuat Kano semakin panik.

Dan mungkin, sensasi ingin ditangkap 11-12 seperti dikejar seekor anjing, Kano merasa kekuatan terpendamnya seolah keluar begitu bisa memanjat tembok dengan cepat, hanya menggunakan kekuatan kakinya dengan melompat dan tangannya yang meraih dinding di atas sana.

"Hei! Kejar dia!" Kedua orang itu menyuruh teman-temannya untuk menangkap Kano dari dalam.

Maka, secepat kilat, Kano langsung menarik dan mengangkat tubuhnya, meloncat, melewati dinding tanpa persiapan karena terlalu terburu-buru, sampai-sampai—

DUG!

"ADOOOOH—"

Kano jatuh dengan tidak elitnya di atas rumput halaman sekolah, dengan posisi telungkup.

Ia sedikit merasa beruntung, karena rumput-rumput di sini terawat dengan baik sampai-sampai rasanya sangat empuk untuk ditiduri. Dan juga ia berterima kasih akan pengalaman hidup hingga saat jatuh ia tidak terlalu terasa sakit—walaupun agak perih sih—begitu telapak tangannya yang jatuh duluan seakan-akan punya bantalan seperti seekor kucing.

Baiklah, baiklah. Ia tidak boleh mengerang sakit dulu sekarang. Karena bagaimanapun juga, di luar sana orang-orang itu ingin menangkapnya. Ia ogah kalau harus berurusan dengan mereka. Apalagi kalau sampai bertemu—

"Ketua mereka itu! Hiii! Jangan sampai!" Mengangkat satu kaki, Kano hendak bangkit.

Dan tapi—

"Iya? Ada apa denganku, Shuuya Kano?"

Nah.

Kano mendongak. Hanya untuk menemukan satu tangan terulur membantunya. Dan tapi, bukan itu permasalahannya—

Pemilik tangan itu loh.

"Apa—" Kano melongo.

Sosok itu, sosok pemilik nama Kousuke Seto—seperti yang tertera pada label nama begitu iris kuning membacanya. Kemudian sesuatu yang mengikat di lengan kirinya dengan tulisan 'ketua', dan itu sudah cukup untuk meyakinkan jika di hadapannya benar-benar sang ketua komite kedisplinan, orang yang menduduki pringkat teratas pada daftar orang yang tidak ingin ditemui saat terlambat sekolah seperti ini, dan itu memang benar dia.

Baiklah, kenapa di saat seperti ini, ia malah bertemu dengan sosok yang sangat dihindarinya? Oh, ini bukanlah opera sabun. Kenapa juga keadaannya ini harus sama seperti drama percintaan di mana kedua pemeran utamanya bertemu dalam pembukaan cerita! Kano tidak bisa menerima nasibnya ini.

Dengusan saat empunya tersenyum tipis, dari sang raven. Seto langsung menarik tangan Kano agar pemuda itu bangun. "Sakit?"

—Jelas.

Kano tersenyum ragu sebagai jawaban.

Dari arah barat, 5 orang datang ke arah keduanya. Sang raven berjepit kuning ini memberikan isyarat kepada para bawahannya yang baru saja datang, untuk segera pergi dari sini, yang kemudian langsung dipatuhi. Menurutnya, masalah ini hanya ia yang bisa menanganinya. "Makanya, jangan mencoba kabur dengan memanjat seperti itu."

Tak membalas, manik bak rubah itu melirik ke sekitarnya, mencari celah untuk bisa melarikan diri.

Tapi rencana di otaknya harus terbuang sia-sia begitu tangannya diraih oleh orang lain di sana, digenggam erat seolah tidak akan membiarkannya kabur. "Kano-san, kau tahu sekarang jam berapa? Dan kau tahu sudah berapa kali kau menatap wajahku di waktu seperti ini?"

Berdecih. Yang ditanya langsung mengerucutkan bibirnya, alisnya menukik tajam. "Kau punya jam tangan, jangan tanya aku. Aku telat, jam pelajaran sudah berlangsung tahu. Dan aku juga sudah muak melihat mukamu terus-terusan."

Ya. Pada kalimatnya yang terakhir, itu memang benar. Kano sudah terlalu sering melihat wajah Seto terus-terusan—dan tentu, bukan dalam arti bertemu sebagai sesama pelajar. Simpelnya, ia memiliki banyak masalah, sampai-sampai membuat sang ketua yang harus turun tangan menghadapi sosok troublemaker seperti dirinya ini.

"Nah, itu kau tahu. Lalu kenapa masih bisa kesiangan seperti ini?" Mendekatkan wajahnya, cara Seto meminta jawaban memang tidak menyenangkan. "Dan oh, kau tidak akan membolos seperti biasanya? Kau akan masuk hari ini?"

Lama-lama Kano enggak betah. "Kau lihat Konoha?"

"Hm."

"Aku telat karena membangunkan makhluk pemalas itu—dan, eh—" Berkedip beberapa kali untuk menyadari satu hal. "Ka-Ka—KAU MELIHATNYA, TAPI KENAPA MALAH AKU DULUAN YANG DITANGKAP?!" Oh, ayolah, diskriminasi di sekolah itu sudah enggak zaman.

Cengkeraman di tangan semakin kuat, Kano mengerang.

"Aku tidak menanganinya. Masalah Konoha-san itu urusan Ketua OSIS. Lagipula yang aku tahu, jika ada Konoha, maka di situ kau juga ada, maka dari itu aku menunggumu di sini," jawab Seto santai dengan senyum hangat yang masih belum luntur dari wajah tampannya.

Seto terlalu melebihkannya, bukan berarti Kano yang diberikan tanggung jawab oleh seseorang berupa menjaga Konoha, itu berarti keduanya sangat dekat sampai mirip anak kembar yah.

Keringat lelah dan jerih payah harus terbuang sia-sia. "Oh, aku merasa terhormat…"

Genggaman dilepaskan. Kano merasa heran kemudian.

"Baiklah, pelajaran pertama hanya tinggal 30 menit lagi, lebih baik kau masuk. Dan, jam istirahat nanti aku akan datang ke kelasmu." Senyuman ramah—tapi berkesan mengintimidasi bagi Kano yang sekarang menggigit bibir bawahnya. "Untuk mengambil tindakan tegas untukmu, tentu saja. Kau sudah terlalu sering terlambat dan dipanggil Kepala Sekolah karena masalahmu yang lain."

Sial.

Tentu saja jawabannya tidak mau, seorang Shuuya Kano tidak suka dililit peraturan dan hukuman.

Dan, masalah panggilan Kepala Sekolah—ah, Pria yang lebih asyik bermain gitar daripada mengurus tumpukan kertas, Pria yang bahkan tidak pernah memakai pakaian berjas sebagaimana layaknya 'kepala sekolah', dan Pria yang terlalu memperhatikan Sekertarisnya dan lagu-lagu buatannya daripada sekolahnya. Yah, Kano sangat mengenalnya, mungkin karena ia sering dipanggil ke sana? Sepertinya terakhir kali karena ia membawa pisau ke sekolah.

Lupakan.

Lagipula, kenapa juga di pagi hari ini, dirinya malah tertimpa masalah sih?!

.

.

.

To Be Continued...


A/N: Utang fik belum lunas, dan ini udah buat yang baru, diri ini memang calon PHP _(:'''3_/

Dari lama udah niat pengen bikin fik dengan tema beginian hshshshsh, kayaknya seru, kehidupan sekolah gitu ahahahaha. /tapiinigaknormalDel.

Tapi yah gitu, dibilang genre misteri, tapi juga enggak cocok hue.

Fik ini tentu buat dua—tiga—OTP tercinta hshshshsh—

Mungkin di sini Kano sama Konoha bakal deket banget, ahahahah, diri ini geregetan bikin dua makhluk unyu ini bisa bersama /o/

Dan daku modus banget naro OTP nomor 1 saya ke sini ahahahaha, I'm not gomen. Kalian yang deket sama daku pasti tahulah siapa sosok Kepala Sekolah di sini, dan siapa Sekertarisnya. Daku ngambil peran mereka jadi begitu karena ngikutin peran yang ada di fik Roya, wwww (y) /sungkemorangnya.

Ok deh terima kasih untuk kalian yang sudah membaca fik saya, wahai reader, author, silent reader, dan semua yang ada di depan layar sana. /peluk.

Mind to review?

Sungkem,

Adelia-chan—