Disclaimer:
Naruto : Kishimoto Masashi
DEAR : Aiiko Aiiyhumi
Warning: AU, OOC, TYPO
Salam kenal..
Saya Author baru di FFn, mohon bantuannya…. ^_^
Sebenarnya saya sudah lama jadi silent reader, tapi akhirnya terpengaruh juga untuk jadi author…
Kritik dan saran akan sangan membantu saya…. ^_^
DEAR
Seorang anak laki-laki tengah asyik bermain dengan gundukan pasir dihalaman rumahnya, tidak lebih tepatnya istananya.
"Tuan muda" seorang yang terlihat seperti pelayan menghampirinya, anak itu menoleh sebentar kemudian kembali sibukdengan permainannya.
"Fugaku-sama memanggil anda"
"Hn" jawab anak itu tanpa menoleh ke arah pelayannya.
"Ayolah Tuan muda, anda harus masuk dan membersihkan badan anda" sang pelayan membelai lembut rambut raven bocah itu. Anak itu tetap tak bergeming, dan pelayan ini tahu persis sifat anak yang dipanggilnya 'Tuan muda' ini, jika dia sudah seperti ini berarti akan sangat sulit membujuknya.
"Sasuke" suara lantang dan berat kembali memaksa bocah itu yang sudah di ketahui bernama Sasuke mengalihkan perhatiannya dari mainannya, dan menoleh ke arah sumber suara, suara yang sangat di kenalnya. "Apa yang sedang kau lakukan? Cepat masuk dan mandilah! Teman Tou-san sebentar lagi datang, dan kita harus menenmuinya"
"Aku tidak mau"
"Haruskah Tou-san yang menyeretmu agar kau mau menurut?"
Sasuke diam saja, terlalu sibuk untuk menjawab ancaman ayahnya, ia sudah tahu itu hanya gertakan belaka, ayahnya tidak akan mungkin menyeretnya, ia lalu kembali berkutat dengan pasir-pasir di depannya.
Ayah Sasuke tampak menarik nafas dan menghembuskannya dengan lelah.
"Kabuto!" panggil ayah Sasuke pada pelayannya dengan suara lantang. Mendengar namannya tiba-tiba di panggil, pelayan tersebut terlihat sedikit tersentak.
"I-iya, Fugaku-sama?"
"Seret dia, pastikan dia menghadiri acara makan malam ini dengan kondisi yang layak"
"Baik Tuan" lalu ia berjalan menghampiri Sasuke dan tiba-tiba menggendongnya.
Sasuke sedikit terkejut dan memberontak di dalam gendongan Kabuto.
"Turunkan aku! Turunkan aku!" rengek Sasuke sambil terus menggeliat berusaha melepaskan diri dari gendongan pelayan berkaca mata itu, tapi tenaganya yang masih anak-anak tidak cukup kuat.
"Sasuke" suara lembut seorang wanita berhasil menghentikan usah melarikan diri Sasuke, dia menoleh ke wanita itu dan menatap memelas ke arahnya.
"Tidak sayang, kau harus ikut acara itu" Sang ibu mengerti tatapan memelas anaknya, tapi kali ini ia harus benar-benar membuat Sasuke mengikuti acara tersebut. Sasuke tampak diam mendengar perkataan ibunya, ia tahu ia tak akan bisa membantah lagi. Ibu Sasuke tersenyum dan mengalihkan pandangannya pada sang suami. "Sayang, keluarga Hyuuga sudah datang, sebaiknya kau masuk dan menemui mereka"
"Hm, cepat sekali? Baiklah kalo begitu ayo kita masuk"
Lalu keduanyapun meninggalkan Sasuke dan pelayannya di sana. Setelah memastikan orang tuanya benar-benar masuk, Sasuke berniat melanjutkan aksi melarikan dirinya. Dia tiba-tiba menggeliat dan berhasil melarikan diri dari gendongan Kabuto. Kabuto yang merasa Sasuke sudah menurut itu lengah, sehingga tak sempat mencegah Sasuke. Sasuke berlari dan menjauh dari pelayannya, dia bersembunyi di balik sebuah pohon besar. Kabuto menarik nafas dan menghembuskannya lagi.
"Ayolah Tuan muda, apa anda tidak kasihan padaku yang sudah tua ini?" kata Kabuto memelas.
"Kau baru 56 tahun" jawab Sasuke enteng.
"Kalau begitu apa kau tidak peduli dengan orang tuamu?"
Sasuke hanya diam, Kabuto tersenyam karena merasa dia mulai berhasil membujuk Sasuke. Dia perlahan melangkah mendekati anak itu, kemudian dia melanjutkan usahanya.
"Ku dengar keluarga Hyuuga yang datang itu mempunyai anak perempuan seusiamu, dan kabarnya dia sangat cantik". Kabuto semakin mendekat. Sementara itu Sasuke tampak berpikir sejenak.
"Tidak akan ada yang lebih cantik dari Ka-chan"
Sasuke menyadari Kabuto yang sudah hampir dekat dengannya, segera dia berlari menjauh dari Kabuto dan berpindah ke balik pohon yang lain. Kabuto terlihat masih sabar menghadapi tingkah Sasuke.
"Ayo Tuan muda, masuklah!" Kabuto perlahan melangkah ke arah Sasuke. "Tidak mau! Dan jangan mendekat! Kalau kau mendekat aku akan memanjat pohon ini" Sasuke mulai memijakkan salah satu kakinya pada batang pohon tersebut.
"Tapi anda tidak bisa memanjat, kalau jatuh bagaimana?" Kabuto tampak khawatir.
"Biarin ! kalau kau tetap memaksaku, akau akan naik dan terjatuh"
"Tapi anda harus menghadiri acara itu"
"Aku sudah bosan, tiap hari acara seperti itu terus"
"Tapi Tuan muda, anda harus tetap ik- aaa… baik.. baiklah, terserah tuan saja" kata Kabuto akhirnya karena melihat Sasuke yang sudah mulai menjinjing tumitnya, sedangkan kedua tanganya sudah menumpu pada batang pohon dan mengambil ancang-ancang untuk naik.
"Masuklah dan katakana pada Tou-chan dan Ka-chan, aku tidak mau ikut" senyum kemenangan tampak tersungging di bibir mungilnya. Kabuto akhirnya benar-benar menyerah, dan kembali masuk ke dalam rumah. Setelah memastikan Kabuto sudah benar-benar masuk, Sasuke melanjutkan permainannya yang tertunda.
Semakin lama Sasuke semakin bosan dengan permainan pasirnya. Ia duduk memangku tangan di depan istana pasir yang telah selesai di buatnya.
"Istana yang bagus" suara imut yang terdengar tiba-tiba itu mengaggetkan Sasuke, hingga membuatnya jatuh tersungkur dan menimpa istana pasirnya. Terdengar suara cekikikan dari gadis kecil itu. Sasuke merasa sangat marah karena ditertawakan seperti itu, ia lalu bangun dan menghadap ke gadis itu dan hendak memukulnya. Perlu dicatat,sauke paling benci di tertawakan dan akan memukul siapapun yang melakukan itu.
"Apa yang kau terta-" Sasuke tiba-tiba berhenti karena melihat sosok di depannya, sosok yang membuatnya mengakui ada yang lebih cantik dari ibunya. Wajah yang imut dan pipi chubbynya yang sedikit kemerahan, dengan rambut indigo pendek, dan mata lavender tampak begitu menyejukkan, Sasuke bahkan bisa melihat air di sana. 'eh? Air?'
"Hiks..hiks.."
Sasuke kaget karena gadis itu tiba-tiba menangis.
"Hey, kamu kenapa menangis?"
"Kau mau memukulku?"
Sasuke menurunkan tangannya, menarik nafas malas "Tidak jadi" lanjutnya.
Setelah Sasuke berkata begitu tidak terdengar lagi suara tangisan dari gadis itu. Tapi masih Nampak jelas air mata mengalir dari matanya.
"Hey, berhentilah menangis!" Sasuke menghela nafas lelah lalu mengalihkan fokusnya pada istana pasir yang kini tidak tampak lagi seperti istana, hancur karena tertimpa badannya tadi.
"Hwe…"
Sasuke kembali di kagetkan oleh suara tangisan gadis kecil itu yang tiba-tiba.
"Kau kenapa menangis lagi? Dasar cengeng!"
"Istananya… istananya…" kata gadis itu sambil terisak.
"Iya, hancur" jawab Sasuke singkat.
"Dan.. i-itu gara-gara aku kan? Hiks.. hiks.."
"Tidak apa-apa, aku bisa membuatnya lagi"
Lalu Sasuke terlihat berusaha memperbaiki istananya, tangan-tangan kecil itu tampak tidak selihai sebelumnya, mungkin karena ia sudah lelah. Tampak beberaapa bagian berhasil di perbaiki, tapi sepertinya pasir-pasir itu sudah tidak cukup kuat lagi, sehingga rubuh kembali. Melihat itu, si gadis kecil kembali menangis.
"Hwaa…"
"Sudah ku bilang berhenti menangis, aku sedang berusaha memperbaikinya"
Suara keras Sasuke terdengar seperti bentakkan di telinga gadis kecil itu, sehingga bukanya membuatnya berhenti, tangisannya malah bertambah keras. Untuk kesekian kalinya Sasuke menghela nafas lelah.
"Akh.. lupakan saja! Siapa yang perduli dengan pasir konyol itu?"
Sasuke bangun dan berjalan meninggalkan si gadis kecil dan pasir-pasir yang kini hanya tampak seperti istana yang baru saja dilanda gempa besar. Setelah berjalan beberapa langkah Sasuke merasakan hal yang aneh, dia tidak mendengar suara tangisan gadis kecil itu. Sasuke berhenti dan menoleh ke belakang, dan dilihatnya gadis itus udah berjongkok di depan pasir-pasir sambil berusaha membentuknya.
"Apa yang kau lakukan?" Sasuke berjalan ke arah gadis kecil itu.
Gadis kecil itu tampak kaget, dan menghadap ke Sasuke yang terlihat sedang berjalan ke arahnya, gadis kecil itu merasaa ketakutan, perlahan dia mundur dan tanpa sadar jatuh menimpa pasir berbentuk setengah istana itu. Sasuke menghentikan langkahnya, terbengong-bengong melihat karyanya yang kini teronggok ta bernbentuk di bawah tubuh seorang gadis kecil. Dan gadis kecil itu lagi-lagi menangis. Dia bangun dan berjalan dengan ragu-ragu ke arah Sasuke. "Ma-maaf"
Sasuke menatap wajah gadis ini yang tampak semakin imut karena kotor oleh air mata yang tercampur pasir, hingga Sasuke tidak bisa lagi menahan tawanya. Ia tertawa sambil menunjuk gaids kecil itu. Sedangkan si gadis yang mengira akan dimarahi, malah terbengong-bengong dengan reaksi Sasuke.
"Ke-kenapa kau tertawa?"
"Hahaha wajahmu… hahahah lucu sekali" Sasuke masih saja tertawa sampai perutnya terasa sakit.
Gadis kecil itu meraba pipinya, dia merasakan banyak butira-butiran pasir disana, dapat ia bayangkan pasti wajahnya sekarang memang tampak lucu, lalu iapun ikut tertawa, mereka berdua tertawa.
Beberapa saat kemudian, suara tawa mereka berangsur-angsur terhenti, Sasuke tampak masih cekikikan, tapi berbeda dengan gadis kecil itu, wajahnya tiba-tiba berubah muram, dan Sasuke menyhadari itu.
"Kamu kenapa lagi?"
"A-aku belum pernah membuat istana pasir, aku ingin sekali membuatnya, aku senang melihat istana buatanmu, bagus sekali, tapi aku malah menghancurkannya" gadis kecil itu berusaha menahan tangisnya, dia menggigit bibir bawahnya, dan itu membuatnya terlihat makin imut di mata Sasuke.
"Maafkan aku" lanjut gadis itu dengan mata berkaca-kaca.
"Tidak apa-apa, kamu jangan nangis terus, bagaimana kalo kita bikin istana sama-sama?" tawaran Sasuke membuat mata gadis kecil itu sedikit membulat.
"Benarkah?"
"Hn"
"Horee"
Lalu keduanya mulai membuat istana pasir bersama.
"Kau anak keluarga Hyuuga yang datang ke rumahku ya?" Sasuke membuka percakapan diantara mereka.
"Iya, namaku Hinata"
"Aku tidak bertanya namamu"
Gadis kecil bernama Hinata itu tidak tersinggung mendengar perjataan Sasuke , dia justru tersenyum.
"Ini khusus untukmu ya, Cuma kamu yang boleh meanggilku begini, kamu panggil aku Hinata-Hime, ok?
"Hah? Kenapa begitu?"
"Iya, aku kan putri di istana ini" katanya sambil terus berusaha membentuk pasir-pasir itu.
"Hn, terserah"
"Kamu yang jadi pangerannya, oh ya.. siapa namamu?" Hinata baru menyadari ternyata dia belum mengetahi nama sahabat barunya ini.
"Hm, namaku-"
"Nona Hinata!" Ucapan Sasuke terputus karena teriakan pelayannya Kabuto.
"Iya?" jawab Hinata seraya bangun dari posisi jongkoknya.
"Hiashi-sama memanggil anda, anda harus segera pulang"
"Tapi aku masih mau main, istananya belum jadi nih" rengek Hinata.
"Tidak bisa Nona, ayah anda sudah memanggil anda" Kabuto mendekat ke anak-anak itu.
"Kamu akan pulang?" Sasuke ikut bangun.
"Iya" suara Hinata terdengar sedih.
"Kamu akan datang lagi kan?"
"Tentu saja, aku akan datang lagi, lalu kita akan membuat istana bersama-sama, dan nanti kau yang jadi pangerannya dan aku putrinya, janji?" Hinata mengangkat jari kelingkingnya.
"Janji" Sasuke melingkarkan kelingkingnya pada kelingking Hinata seraya tersenyum padanya.
"Ayo Nona, ayah anda sudah menunggu, dan anda Tuan muda, anda harus segera masuk dan membersihkan badan anda"
"Ya, aku akan menyusul"
"Baiklah kalau begitu, ayo Nona Hinata!"
"Iya"
Hinata berjalan meninggalkan Sasuke sambil terus melambai padanya. Dan Sasuke tidak mengalihkan pandangannya dari Hinata kini yang semakinmenjauh.
~O~O~O~O~
#Sasuke's POV
Sudah 12 tahun sejak hari itu, tapi gadis ke itu tak juga kunjung datang ke rumahku. Kata kaa-san pada hari itu juga keluarga mereka pindah ke kota lain. Tidak peduli akan dianggap bodoh atau apa, hingga sekarang aku masih memegang janji itu, janji untuk membuat istana bersama. Aku yang waktu itu masih kecil belum bisa memahami hal tersebut dan terus saja menunggu, tapi sekarang berbeda. aku tidak kuat lagi kalau disuruh menunggu terus, jika dia tak juga datang, maka aku yang akan pergi menjemputnya. Kau tak akan bisa lari, Hinata.
Aku memutuskan melanjutkan SMA ku di kota dimana Hinata tinggal sekarang, sudah 2 tahun aku bersekolah disini. Tujuan utamaku, tentu saja untuk menjemput 'Hime' ku. Sebuah istana tak akan lengkap tanpa Sang putri kan?
#Normal POV
Matahari sudah cengar-cengir di ufuk timur, seakan sedang mengejek gadis yang berlari terburu-buru di sebuah jalan raya. Matanya tak henti memandangi lengan kirinya, memandangi jam tangan yang berwarna senada dengan matanya , warna yang sangat disukainya, lavender. Rambut indigonya yang lembut berayun tak berturan karena guncangan badannya yang sedari tadi berlari. Seragam seifuku yang terlihat manis membalut badannya, melambai-lambai tertiup angin pagi. Napasnya mulai tersengal-sengal, tujuannya kini tinggal beberapa meter di depannya, gadis itu memperlambat larinya dan akhirnya hanya berjalan, mengatur nafas kemudian merapikan seifukunya. Tangannya terjulur ke dalam tas untuk mengambil saputangan berwarna biru langit, dia mengusap keringat di sekitar kening dan lehernya, kemudian memasukan kembali sapu tangan itu ke tasnya.
"Huftt.. untung tidak terlambat, ini semua gara-gara Hanabi aku di paksa mendengar cerita kompetisi judonya". gerutunya.
Gadis itu mulai mempercepat langkahnya ketika mendekati gerbang tapi terhenti ketika sesorang menepuk lembut pundaknya.
"Ohayou Hinata-chan" sapa gadis bercepol dua itu sambil memamerkan deretan giginya yang putih bersih.
Hinata membalas sapaan kakak kelas sekaligus sahabatnya itu, "Pagi Ten Ten-san" lalu tersenyum.
"Kau ini Hinata, sudah ku bilang kan? Tidak usah panggil 'san' panggil Ten Ten-chan saja!".
Biasanya Hinata akan langsung memprotes dengan mengatakan bahwa dia harus menghormati yang lebih tua darinya, setidaknya itulah yang selalu di ajarkan ayahnya di rumah. Tapi protesnya tidak di lancarkan hari ini, mungkin dia sudah capek berdebat soal tata karma dengan Ten Ten setiap pagi.
Akhirnya dengan agak canggung Hinata menjawab "Ba-baiklah Ten Ten c-chan".
Ten Ten tersenyum lalu merangkul lengan Hinata hendak mengajaknya masuk ke sekolah, tapi langkah mereka terhenti setelah mendengar teriakan histeris dari gadis-gadis di sekitar mereka. Hinata menangkap dua kata yang diteriaki oleh para fansgirl itu dan langsung bisa menjelaskan situasi yang terjadi, 'Uchiha' dan 'Sasuke' tidak lupa dengan embel-embel 'kun' nya.
"Kyaa…! Uchiha Sasuke-kun datang". Teriak seorang cewek berkaca mata.
"Kyaa..! Tampannya". Jerit yang lain hampir meleleh.
Hinata dan Ten Ten tidak perduli dengan apa yang terjadi di gerbang, mereka sudah terbiasa dengan hal-hal semacam itu, bahkan sesuatu yang lebih parah pernah terjadi, sebuah kekacauan yang menggemparkan seluruh KHS (Konoha High School) sekolah mereka, karena pemuda berambut raven bernama Sasuke itu.
*Flash Back*
Kekacauan itu bermula dari locker milik Sasuke. Saat Sasuke selesai berolah raga dan hendak mengganti baju olah raganya dengan seragam sekolah, tapi seragam sekolahnya tidak ditemukan di dalam locker. Sebenarnya Sasuke cuek saja seragamnya hilang, kalau hanya sekedar untuk membeli seragam, bahkan untuk seluruh siswa di KHS ini, bukan masalah untuk orang sekaya Sasuke. Tapi sialnya, keadaan itu di ketahui oleh beberapa fans Sasuke dari kelas 1 yang tiap detik membututi aktivitas Sasuke. Setelah beberapa saat melakukan perenungan turut berduka cita atas hilangnya baju seragam Sasuke, mereka memutuskan untuk mencari pelakunya. Pencarian besar-besaran dilakukan di seluruh KHS, dengan memperhitungkan segala kemungkinan, tidak sejengkalpun area KHS ini yang luput dari pencarian mereka (lebay), dan akhirnya pencarian itupun berakhir di kelas 3-1 di bangku paling belakang dekat jendela, bangku seorang gadis polos yang tidak tahu apa-apa, tapi apa daya seragam itu ada di tasnya.
Hinata sudah berusaha meyakinkan semuanya bahwa bukan dia yang mengambil seragam Sasuke, tapi keberuntungan belum berpihak padanya. Hidupnya betul-betul menderita, terlebih lagi setelah kejadian itu ia selalu dilihat dengan tatapan mengintimidasi oleh hampir seluruh siswi KHS, lockernya yang selalu dipenuhi sampah dan coretan, begitu juga dengan bangkunya. Akibatnya Hinata jadi makan siang sendirian di halaman belakang, pulang paling akhir dan akan masuk WC setelah memastikan tidak ada lagi orang di dalamnya. Tapi, seiring dengan berjalanya waktu, hal-hal tersebut mulai berkurang dan akhirya tidak ada lagi. Tapi Hinata yakin dendam itu tidak akan hilang dari ingatan fansgirlnya Sasuke. Hinata bingung mengapa ini terjadi padanya padahal ia sangat yakin tidak pernah mengambil seragam pemilik mata onyx itu. Tapi semuanya menjadi jelas ketika Uchiha Sasuke menemuinya di lorong kelas setelah semua siswa pulang beberapa hari setelah kejadian itu. Sasuke berdiri menyandarkan punggungnya ke dinding. Ketika Hinata lewat di depannya ia bersumpah merasakn aura neraka yang sangat menyesakkan.
"Kau tampak bahagia ya beberapa hari ini?". Kata pemuda uchiha itu tanpa melihat ke arah Hinata, matanya tertuju pada ponsel yang tengah dimain-mainkannya.
Hinata menatap tajam pemuda itu dia yakin cowok ini tahu bagaimana tersiksanya dia, lalu bagaimana mungkin dia berkata Hinata mengalami hari-hari yang menyenangkan?. Hinata merasa nasibnya tidak akan baik jika terus-terusan berada di sekitar pemuda ini. Segera Hinata berjalan meninggalkan Sasuke. Tapi langkahnya yang baru beberapa itu dipaksa berhenti setelah suara menyebalkan itu terdengar lagi.
"Jangan sombong begitu"
Tak lama kemudian aura seram menyeruak di sekitar tengkuk Hinata. Dan benar saja, ternyata Sasuke sudah berada di belakang Hinata. Tanpa memperdulikan tubuh Hinata yang sudah mulai bergetar Sasuke membisikan sesuatu ke telinga gdis itu.
"Kau pikir aku tidak bisa melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar menjadikanmu pencuri seragam?"
Hinata terbelalak, kakinya terasa berat untuk melanjutkan langkah, otaknya mulai berputar, berusaha mencerna apa apa yang baru saja ia dengar. Sasuke tersenyum melihat ekspresi Hinata. Tersenyum? Tidak, lebih tepatnya menyeringai. Sasuke berjalan melewati Hinata meninggalkan gadis malang itu. Sejak hari itu Hinata bersumpah akan jauh-jauh dari pemuda yang menurutnya tidak waras ini.
*Flash Back End*
Ingatan Hinata tentang kejadian itu tiba-tiba terhenti karena dia merasa sesuatu menarik tangannya.
"Hinata, ayo masuk" ajak Ten Ten yang bingung melihat ekspresi Hinata.
Belum sempat mereka berjalan ke kelasnya, mereka mendengar suara yang sangat tidak ingin didengar oleh Hinata itu.
"Eh, Hinata ya? Terlambat Hinata?".
Hinata menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kesal. Kemudian dia berbalik dan mendapati pemuda itu tengah berdri di depannya.
'se-sejak kapan?' katanya dalam hati.
Sasuke menarik salah satu sudut bibirnya lalu melanjutkan kata-katanya.
"Apa kau terlambat bangun?" Sasuke mendekat ke Hinata, membuat gadis itu terbelalak,
'a-apa yang dia..-' Hinata belum bisa mengeluarkan suaranya.
" sebelum datang ke sekolah, ku sarankan sebaiknya kau menyisi rambutmu terlebih dahulu". Sasuke menyentuh rambut Hinata yang sedikit berantakan.
Sasuke memiringkan kepalanya, membuat semburat merah terlihat di pipi mulus Hinata.
"Hem.. dan apa itu sisa nasi? Yang di bawah bibirmu?" lanjutnya sambil menunjuk bagian bawah bibirnya sendiri.
Dengan ragu-ragu Hinata meraba bagian bawah bibirnya, tapi dia tidak merasakan sesuatau yang aneh di sana, Sasuke hanya mempermainknnya. Terdengar cekikikan dari penggemar Sasuke. Hinata tertunduk, tertunduk makin dalam, matanya mulai berkaca-kaca, tapi sekuat tenaga ia menahan agar air matanya tidak tumpah, dia benar-benar malu. Ten Ten yang melihat keadaan Hinata itu merasa geram pada pemuda Uchiha ini.
"Apa yang kau-"
Ten Ten pasti akan melabrak bahkan menghajar Sasuke, kalau saja Hinata tidak menarik tangannya. Ten Ten membalik badannya dan mendapati Hinata menatapnya pilu dan menggeleng pelan . Ten Ten mengerti maksud sahabatnya itu. Akhirnya Ten Ten membawa Hinata masuk sebelum benar-benar pingsan di sana. Sasuke melihat kepergian Hinata dengan ekspresi datar, tapi jika di perhatikan baik-baik, sepasang mata onyx itu menatap dengan sendu.
~O~O~O~O~
Bel tanda istrahat sudah berbunyi 10 menit yang lalu. Sasuke sekarang sedang makan siang bersama teman-temannya di atap sekolah. Selain karena tempat itu strategis karena bisa melihat seluruh bagian sekolah, di sini juga menjadi tempat persembunyian yang bagus dari kejaran para fans yang luar biasa bersemangat itu. Suasana hening menyelimuti acara makan siang mereka, semua sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Pemuda berambut nenas yang tidur bersandar di dinding, kemudian pemuda berambut coklat yang sibuk memberi makan anjingnya, dan satu-satunya perempuan di kelompok itu, sedang berusaha menyuapi seorang anak kecil, mungkin bagi si bocah, rambut pink milik gadis itu lebih mengundang selera di bandingkan dengan bento yang di suapinya.
"Ayo Konohamaru, satu suap saja!" bujuk gadis itu untuk yang kesekian kalinya.
"Tidak mau!" katanya sambil menutup mulutnya dengan kedua tangannya yang mungil.
lalu dia bangkit dan berlari menghampiri seorang pemuda berambut kuning yang sibuk melahap makan siangnya, dua porsi.
"Naluto-chan~.. aku mau makan sama Naluto-chan, Sakula-chan ja'at". Rengek Konohamaru sambil menarik-narik lengan baju pemuda itu.
Malangnya nasib si bocah, bukannya mendapat makannan dari pemuda bernama Naruto itu, dia malah di jitak, dan jelas saja itu membuatnya menangis.
"Berapa kali harus ku bilang? Jangan memanggilku seperti itu".
"Hwe~.. Naluto-chan ja'at" Konohamaru yang malang akhirnya kembali pada Sakura, dia menangis dalam pelukan gadis itu.
"Jangan kasar begitu Naruto, dia kan masih kecil, kasihan tau" katanya seraya membelai rambut Konohamaru.
"Waktu aku kecil aku tidak begitu, kata tou-sanku aku ini adalah anak yang sangat aktif dan lucu, tidak seperti bocah ini, dan lagi kenapa kita harus bertugas menjaga anak ini? Tsunade-sama ada-ada saja" gerutu Naruto panjang lebar.
Sakura hanya geleng-geleng mendengan ocehan Naruto.
"Mau bagaimana lagi kalau kita tidak menjalankan perintah kepala sekolah itu, siap-siap saja keluar dari sini" sahut Kiba masih memberi makan anjingnya Akamaru yang terlihat lebih bisa di atur dari pada Konohamaru.
Merasa tidak mendengar suara bocah itu, Naruto mulai menegurnya,
"Hei, Konohamaru! Berhentilah menangis, dan cepat habiskan makananmu, jangan membuat kami harus di marahi oleh 'nenek-nenek' itu".
Satu detik.. dua detik.. tiga detik.. empat detik.. tidak ada jawaban dari bocah itu.
"Hei Kon..".
"Sssts…! Diamlah Naruto! Dia sudah tidur, ku rasa dia kelelahan". Sakura menggendong Konohamaru dan menidurkannya sebuah di kursi panjang.
Sasuke memasukan telur gulung terakhirnya ke mulut, setelah menegak minuman ringannya dia berjalan ke tepi atap yang dipagar setinggi perutnya itu. Pandangannya menyapu seluruh area sekolah yang bisa di jangkau dari temptnya berdiri. Pandangannya terhenti pada sosok seorang gadis berambut indigo yang sedang menyantap makan siangnya di bawah pohon yang cukup rindang di area halaman belakang. Dilihatnya gadis itu menghentikan makan sianngya, meletakkan kotak bekalnya di samping, sepertinya dia belum menghabiskan makanannya, tapi gadis itu langsung mengambil sebuah buku yang terlihat seperti buku harian, kemudian dia mulai menulis sesuatu.
"Dia gadis yang cantik ya?".
Sasuke tersentak dari lamunannya mendengar suara sahabatnya Sakura yang sekarang sudah berada di samping kirinya, menyandarkan badannya ke pagar.
"Namanya Hinata kan? Aku baru sadar ternyata dia manis juga." Naruto nyengir ke arah Sasuke, entah sejak kapan dia berada di samping kanannya.
Sasuke sedikit risih dengan dua makhluk berambut mencolok ini.
"Sudah bosan hidup ya?". Sasuke menatap tajam ke arah Naruto.
"Kapan kau akan mengatakan yang sebenarnya? Dan sampai kapan kau hanya melihatnya dari jauh seperti ini terus? Kita sudah kelas 3 Sas..". Kata Kiba yang sekarang beralih mengisi perutnya sendiri, tentu saja dengan makanannya sendiri.
"Aneh, kenapa dia tidak mengenalmu ya?" Tanya Naruto dengan tampak berlagak berpikir.
"Mau bagaimana lagi? Waktu itu kan kami masih sangat kecil, dan yang lebih parahnya aku tidak memberitahukan namaku padanya". Pandangan Sasuke belum lepas dari Hinata.
"Ya sudah, kenapa tidak diberitahukan saja? Kalo kamu cowok yang pernah mengikat janji denganya?" Sakura ikut memandangi Hinata.
"Apa perlu kami yang memberitahukannya?" Naruto menatap ke arah Sasuke.
"Jangan membuatku menyesal karena sudah memberitahukan ini pada kalian" Sasuke melemparkan pandangan tajam ke Naruto.
"Bukan begitu, kami kan hanya ingin membantumu" kata Sakura sambil menepuk-nepuk pundak Sasuke.
"Iya, kau tidak takut, kalau terlalu lama, bisa saja dia menyukai orang lain?" Naruto bertanya dengan tampang bodohnya.
"Sejauh ini sih dia keliatannya memang tidak menyukai siapa-isapa, tapi perempuan itu sulit di tebak perasaanya" Sakura berkata sambil menopang dagu tanpa melihat ke arah Sasuke, pandanganya tarfokus jauh ke depan.
" Bisa jadi nanti dia akan jatuh cinta padaku, aku sih tidak akan menolak gadis semanis dia, oh.. bisa ku bayangkan betapa bahagianya kami nanti". Naruto melihat Sasuke dengan tatapan nakal dan ekspresi menggoda. "Iya kan? Shikamaru?" lanjutnya sambil mengalihkan pandangannya ke arah pemuda berambut nenas yang baru terbangun dari tidurnya itu.
Setelah merenggangkan badannya, "Itu.. cerita cinta yang membosankan, hoaamm.."
Dengan segera Sakura dan Kiba memegangi Naruto yang sudah berapi-api ingin melayangkan setidaknya satu pukulan kepada Shikamaru si tukang tidur itu. Sasuke melangkah ke pintu, meninggalkan sahabat-sahabatnya yang 'kekanak-kanakan' itu. Shikamaru menyusul Sasuke.
Sebelum keluar, "Kalian berisik sekali, mengganggu tidurku saja" gumamnya, tapi tetap terdengan jelas di telinga sahabat-sahabatnya itu.
Merasa Naruto sudah bisa di kendalikan, Kiba kembali ke aktivitas mengisi perutnya, Sakura melihat keadaan Konohamaru, takut kalau-kalau bocah itu terbangun oleh keributan tadi, sedangkan Naruto, biarkan saja si bodoh itu berkemelut dengan amarahnya.
Hinata begitu asyik memainkan penanya di atas sebuah buku harian, ekspresinya berubah-ubah mengiringi tulisan-tulisannya itu. Kini Hinata sedang senyum-senyum sambil menuliskan beberapa kalimat, tapi tiba-tiba senyum dan kebahagiannya berubah menjadi amarah yang memuncak setelah dengan tiba-tiba seseorang merampas diary itu dari tangannya.
"Sasuke! Kembalikan bukuku!" teriak Hinata sambil berusaha mengambil diarynya dari tangan Sasuke yang tingginya berbeda jauh dengannya itu.
Sambil menghindar dari kejaran Hinata, Sasuke membuka-buka diary tersebut.
"Apa ini? Diary?" lalu dia membaca tulisan Hinata di buku bersampul ungu dengan motif bunga Sakura itu.
"Aku melihatnya waktu hari pertamaku masuk ke KHS ini, rambutnya berwarna merah, dan aku selalu suka dengan tato bertulis 'Ai' di keningnya itu, wajahnya tampan walaupun kadang terlihat tidak berekspresi tapi itu membuatnya semakin mempesona di mataku. Aku merasa jatuh cinta pada pandangan pertama. Sekarang dia sudah menjadi ketua OSIS KHS, Gaara Sabaku".
Sasuke menghentikan bacaannya, ia melihat Hinata yang tampak mulai kelelahan mengejar-ngejarnya. Seperti tidak memperdulikan keadaan Hinata yang kini terlihat tersengal-sengal, Sasuke mulai melancarkan kejahilannya.
"Gaara Sabaku? Jadi kau menyukai Gaara? Hahaha".
Senyum dan wajah mengejek itu benar-benar membuat Hinata menghentikan aksi kejar-mengejarnya, sekarang ia diam dan tertunduk. Melihat Hinata yang seperti itu, tidak membuat Sasuke menghentikan aksinya.
"Oh.. jadi kau menyukai si mata panda itu? Tapi, dia itu kan ketua OSIS, pasti penggemarnya juga banyak, apa kau yakin bisa mendapatkannya? Kau itu tidak pantas untuk Gaara, kau itu di matanya akan terlihat bukan apa-apa, lihat saja penampilanmu itu, sanagt sederhana dan kampungan. Kau itu tidak cocok dengan Gaara". Sasuke mengakhiri kalimatnya sambil menatap Hinata dengan wajah meremehkan.
Hinata perlahan mengangkat kepalanya, tubuhnya terlihat bergetar, kini matanya yang berkaca-kaca terlihat jelas oleh Sasuke. Sasuke sedikit terbelalak melihat keadaan Hinata yang seperti itu. Belum sempat mengatakan apa-apa, Hinata sudah berlari meninggalkannya. Sasuke sempat melihat ada butiran bening yang jatuh dari mata Hinata. Sasuke melihat kepergian Hinata hingga gadis itu hilang dari pandangannya, kemudian ia menarik napas panjang lalu menghembuskannya asal. Sasuke melihat kotak bekal Hinata yang tidak dibawa oleh pemiliknya itu. Seringai iblis itu kembali tersungging di bibir Sasuke. Diraihnya kotak bekal itu kemudian melangkah meninggalkan halaman belakang dan menuju kelasnya. Tanpa mereka sadari sepasang mata sejak tadi memperhatikan apa yang terjadi di antara mereka.
~O~O~O~O~
Sudah lebih dari dua puluh menit Sasuke berdiri di depan pintu gerbang KHS. Bel pertanda pulang sudah berbunyi sejak tadi. Dengan sedikit kesabaran yang tersisa, Sasuke tetap menunggu di depan pintu gerbang, menunggu seseorang pemilik kotak bekal yang kini sedang di genggamnya.
Dari kelas 1-2 yang berada di tingkat dua gedung KHS ini, sepasang mata lavender memandang heran pemuda berambut raven yang jelas di kenalnya itu. Dan sepertinya dia sedang menunggu seseorang.
"Apa dia sedang menunggu pacarnya?" gumam Hinata sambil makin mendekat ke jendela.
Tiba-tiba matanya teralih pada sesuatu yang di pegang oleh pemuda itu, dia sangat mengenal sesuatu berbentuk kotak dan berwarna ungu itu, tidak salah lagi, itu kotak bekalnya. Ia baru ingat, tadi waktu meninggalkan halaman belakang ia tidak membawa kotak bekalnya. Apa sekarang Sasuke mau mengembalikan kotak bekalnya? Berarti Sasuke sedang menunggu Hinata? Wajah Hinata tiba-tiba memerah mengingat kata-katanya tadi
"Apa dia sedang menunggu pacarnya?".
Hinata tidak bisa mengartikan keadaan perasaannya sekarang.
Hinata segera menyelesaikan tugasnya lalu meraih tas selempangnya kemudian turun menyusuri tangga. Hinata merasakan cacing-cacing di perutnya berdemo minta diisi, ia jadi ingat tadi ketika meninggalkan kotak bekalnya ia baru melahap sebagian kecil saja dari makan siangnya itu.
Sasuke menegakkan punggungnya yang sedari tadi menyandar di tembok ketika melihat Hinata berjalan mendekat ke pintu gerbang.
"Lama sekali sih? Kau pikir aku punya banyak waktu hanya untuk menunggumu?"
Sasuke langsung mengeluarkan suara ketika Hinata berada beberapa langkah di depannya. Hinata tidak mengerti apa yang baru saja di katakan Sasuke, dia merasa tidak pernah meminta pemuda ini untuk menunggunya.
"Mangapa kau menungguku?"
tanpa memperdulikan pertanyaan Hinata, Sasuke malah kembali bertanya.
"Kau ngapain saja sampai selama itu?"
"A-aku piket"
"Apa kau membersihkan seluruh sekolah?"
Hinata tertunduk, tidak menjawab pertanyaan Sasuke yang lebih terdengar seperti sindiran itu.
"Punyamu kan?" Sasuke menyodorkan kotak bekal ke depan wajah Hinata.
Hinata mengangkat wajahnya dan mengambil kotak bekal tersebut, matanya sedikit membulat merasakan kotak bekalnya menjadi lebih ringan dari sebelum ia meninggalakannya.
'apa Sasuke membuang isinya?' bathin Hinata.
Dengan sedikit ragu Hinata berterima kasih kepada Sasuke, bagaimanapun Sasuke sudah berbaik hati mau mengembalikan kotak bekalnya, bahkan rela menunggu untuk itu.
"A-arigatou"
"Hn" respon yang sangat singkat dari Sasuke.
Tiba-tiba keheningan menyelimuti mereka. Tidak ada yang bersuara sampai akhirnya terdengar suara aneh yang berasal dari perut Hianata
'Krryukruuuuk'
keduanya menatap ke arah sumber suara. Hianata benar-benar malu, kenapa perutnya harus berbunyi di depan Sasuke?. Terdengar cekikikan dari Sasuke, ia terlihat berusaha menahan tawanya, tapi beberapa saat kemudian ia tertawa lepas. Baru kali ini Hinata melihat Sasuke tertawa sealami itu, biasanya hanya seyum tebar pesona atau seringai iblisnya. Tawanya terdengar sangat khas, tidak berlebihan, bukan tertawa ngakak, itu adalah tertawa yang bisa memukau gadis-gadis. Kalau saja Sasuke sering tertawa seperti ini, niscaya penggemarnya akan bertambah, Hinata tampak berpikir sejenak, sepertinya dia pernah melihat tertawa yang seperti ini, tapi otaknya tak mampu lagi memngingat di mana dan kapan itu terjadi, dan yang paling penting, tawa siapa?
Perlahan Sasuke mulai menghentikan tawanya, terlihat ia berusaha menguasai dirinya untuk berhenti tertawa.
"Apa barusan aku mendengar suara petir?" Sasuke benar-benar tak bisa lagi menahan tawannya, akhirnya dia kembali tertawa.
Hinata memalingkan wajah, bibirnya mengerucut dan pipinya di gembungkan, semburat merah terlihat jelas di sana. Hinata benar-benar malu. Bayang-bayang Sasuke yang akan menghinanya kerna kejadian ini terus berputar di otaknya. Lamunan Hinata tiba-tiba buyar ketika sesuatu menyentuh tangannya .
"Ikut aku!"
sebelum sempat protes, Sasuke sudah menarik tangan Hinata dan membawanya menyusuri jalan menuju kompleks pertokoan yang berada tidak jauh dari KHS. Keduanya berjalan dalam diam, tidak ada yang memulai percakapan, keheningan menyelimuti mereka. Setelah berjalan cukup lama, Sasuke baru sadar tangannya dari tadi menggenggam jemari Hinata, Sasuke mengalihkan pandangannya, menutup rona merah yang muncul di wajahnya dengan punggung tangan kiri, sedangkan tangannya yang lain tidak melepas pegangannya dari Hinata. Sementara Hinata tidak bisa berkata-kata karena wajahnya kini yang hampir gosong. Bunga-bunga Sakura yang berguguran di sepanjang jalan memberi kesan yang aneh, tapi entah mengapa terasa begitu menyenangkan.
Akhirnya mereka hampir dekat dengan tujuannya, lebih tepatnya tujuan Sasuke. Sebuah kedai ramen yang tidak terlalu besar yang berada di pinggir kompleks pertokoan itu.
"Sa-Sasuke, kenapa kita ke sini?"
Hinata membuka suara setelah mereka berada di depan kedai ramen yang terlihat memiliki cukup banyak pelanggan itu.
"Tadinya aku mau membawamu ke café atau restaurant, tapi ku pikir lebih baik ke sini, karena tempat sederhan seperti ini lebih cocok dengan gadis sepertimu"
Hinata tidak merasa tersinggung dengan perkataan Sasuke , meskipun dia melihat jelas sebuah snyuman licik di bibir pemuda itu.
"B-bukan begitu, maksudku kenapa kita-.."
belum juga Hinat melanjutkan pertanyaanya tangannya kembali ditarik Sasuke untuk masuk ke dalam kedai. Setelah memilih tempat duduk mereka memesan dua porsi ramen, beberapa lama kemudian pesanan merekapun datang. Mereka menikmati ramen tersebut, lagi-lagi dalam keheningan. Lalu tiba-tiba Hinata teringat sesuatu lalu membuka suara. Sebenarnya ia tidak ingin membahasnya ketika makan seperti ini, tapi menurutnya mungkin tidak ada kesempatan lagi.
"Ehm.. Sa-Sasuke.."
"Hn" jawab Sasuke asal tanpa mengalihkan perhatiannya dari ramen yang sedang disantapnya, dan sikapnya itu membuat hinat mengira bahwa ia sedang tidak ingin berbicara.
"Ti-tidak jadi deh" jawab Hinat cepat.
Sasuke menghentikan aktivitas menyantap ramennya kemudian melemparkan pandangan deathglare ke arah Hinata. Sementara di mata Hinata pandangan itu terrlihat seperti menyiratkan kata-kata 'lan-jut-kan- a-tau ku- bu-nuh- kau!' .
Hinata menelan ludah, dan memutuskan untuk melanjutkan kalimatnya tadi.
"A-ano.. maksudku, bagaimana diaryku?"
Dengan cuek Sasuke mengalihkan fokusnya kembali pada mangkok ramennya, dan mulai menyumpitkan ke mulutnya lagi. Hinata masih diam, menunggu respon Sasuke, dia sendiri bingung kenapa ia harus takut mengatakan hal ini kepada Sasuke, padahal diary itu kan haknya. Keduanya kembali terdiam, Sasuke diam karena cuek, sedangkan Hinata diam karena takut.
Beberapa saat kemudia Sasuke tampak sudah selesai memakan ramennya.
"Diarymu akan ku kembalikan…"
Sasuke sengaja menggantungkan kalimatnya menunggu respon dari Hinata. Seperti dugaannya Hinata mengangkat kepalanya dan menatap Sasuke.
"Tapi tidak sekarang " lanjutnya.
"Tapi diaryku….?"
Hinata pasang 'pupy face' jurus andalannnya, biasanya siapapun yang terkena jurus itu pasti akan langsung luluh dan merasa iba, bagaimana tidak? Wajah yang manis dan imut, bola mata yang besar, dan di pelupuknya sudah berkumpul air mata yang siap meluncur ke pipi mulus Hinata, dan di tambah sedikit tatapan memelas maka akan berhasillah jurus itu. Kalau saja tidak ingat dengan rencananya mungkin saja Sasuke sudah mengembalikan diary itu kepada Hinata Karena merasa iba padanya, karena melihat wajah Hinata yang seperti itu mengingatkan Sasuke pada Hime kecilnya yang kini bahkan tidak mengenalnya.
"Menurutmu bagaimana kalau diary itu ku serahkan pada Gaara?"
Sasuke memberikan penekanan pada tiap kata-katanya, pandangannya tepat mengarah ke mata lavender Hinata disertai dengan serai yang tersungging di bibir tipisnya. Hinata terbelalak, keringat dingin nulai mengucur di pelipisnya, lidahnyapun kelu, ia tidak mampu berkata-kata.
"Kenapa diam saja? Baiklah ku anggap itu berarti iya"
"Tidak..!" Hinata berteriak. Dia bahkan kaget bisa berteriak seperti itu.
"J-jangan lakukan itu" dia menggeleng.
"Kenapa? Bukankah itu bagus? Perasaanmu bisa tersampaikan bukan?"
"J-jangan, jangan lakukan itu" Hinata menelan ludah, glek!
"Ku mohon" ucap Hinata akhirnya.
"Baikalah aku tidak akan menyerahkannya pada Gaara, tapi kau harus mengikuti semua perintahku, bagaimana?"
Hinata kaget dia benar-benar tidak menyangka akan berada dalam suasana seperti ini. Otaknya masih mencerna penawaran Sasuke, berusaha menimbang-nimbang agar tidak mengambil keputusan yang salah.
"Aku sih tidak memaksa" ucapan Sasuke sedikit membuyarkan lamunan Hinata.
Kemudia dia kembali berkutat dengan pikirannya, dan hasil akhir yang di dapatkannya… Buntu. Hinata ragu-ragu menatap Sasuke, pemuda itu sedang sibuk dengan ponselnya, dan apa-apaan seringai iblis di bibirnya itu? Kemudian bibir itu terlihat bergerak dan mulai bersuara.
"Bagaimana Hinata?"
Hinata tau ia tak akan bisa lari dari pemuda ini, jadi dengan berat hati ia katakan
"I-iya"
"Bagus"
Sasuke berhenti dengan Hpnya, fokusnya kini pada gadis yang di hadapannya, wajahnya sedikit di dekatkan seringai iblis kembali terlihat mengawali sebelum kalimat terkutuk itu terlontar.
"Ka-u tak- a-kan bi-sa- la-ri, Hi-na-ta"
Jederrr! Jedeerrr! Dan hari-hari menderita Hinatapun dimulai. Poor Hinata.
TBC
~O~O~O~O~
Karena saya Author baru disini, saya benar-benar membutuhkan kritik dan saran…. ^_^
Terima kasih.
Akhir kata….
Review please?
