.

.

The Lost Promise

Disclaimer : Naruto belong Masashi Kishimoto, and the Story belong Delia88.

Genre : Romance, Hurt/comfort, Drama

Rated : M

I get a permission from Delia-san for making this fanfiction in Bahasa Indonesia version. This story from her Doujinshi 'The Lost Promise' in Italian. Here's the link if you want to know her art. gallery/23705897/The-lost-promise

.

.

Hari ini, hari dimana semua dimulai dari awal kembali. Sosok itu, sosok yang selama ini selalu dirindukan oleh gadis berambut merah muda, yang kini tubuhnya sedang menopang tubuh sahabatnya yang berambut pirang—yang tentu saja sedang menunjukkan cengiran khas-nya. laki-laki pirang itu mengacungkan ibu jari pada gadis berambut merah muda sambil memberikan senyuman lebar.

"Hey! Sakura-chan, kau lihat 'kan? Aku menepati janjiku kali ini."

Itulah yang diucapkan oleh laki-laki pirang yang bersender di bahu laki-laki bermata onyx—menatap tajam gadis yang kini perlahan melangkahkan kakinya mendekati mereka.

Gadis itu — Sakura, dia melangkah pelan dan menjulurkan kedua tangannya.

Ah, Sakura pasti akan mencekik laki-laki bermata onyx itu, ajang balas dendam karena dulu hampir membunuhnya, mungkin?

Tapi pikiran sang onyx meleset jauh, Sakura menerjang dan memeluk tubuh yang penuh luka itu hingga terjatuh ke tanah, bukan hanya mereka berdua yang jatuh, sang sahabat pun ikut tersungkur di tanah bersama mereka.

"Akh! Saku—"

Tidak. Sakura tidak memberi laki-laki yang menjadi cinta pertamanya itu berucap atau mengucapkan satu katapun. Laki-laki bermata onyx itu terbelalak oleh tindakan Sakura yang membuatnya benar-benar shock—Sakura—mencium bibirnya. Tatapannya tidak berubah, tidak melembut namun juga tidak menunjukkan marah dalam sorot yang tajam itu. Kedua bibir itu terus bersentuhan sampai Sakura lagi yang melepaskannya.

"Aaaarrghh! Sakura-chan! Apa yang kaulakukan!" dan tentu saja membuat si pirang di sampingnya itu sewot.

Naruto—si pahlawan desa yang berhasil membawa pulang sahabatnya sesuai dengan janji yang ia buat pada Sakura beberapa tahun lampau. Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa Naruto menyukai gadis satu timnya itu. Entah, bisa dibilang Sakura jahat atau egois, yang dia pikirkan saat ini adalah memberikan semua cintanya pada Sasuke… yang telah kehilangan hal itu saat kejadian kelam bersejarah di desa Konoha.

Sakura tersenyum pada Naruto, "Aku mencium Sasuke-kun, kenapa?"

Wajah laki-laki pirang itu terlihat sedih yang dibuat-buat dan merengek, "Aaahh… kenapa kau tidak menciumku juga? Kau tidak adil…"

Sakura masih tersenyum lembut pada sahabatnya ini, namun senyuman itu seketika hilang karena dia mendengar suara langkah kaki yang mendekati mereka. Langkah itu adalah milik dari seorang gadis berambut panjang, yang dulu pernah menyelamatkan Naruto dari serangan Pain dan menyatakan cinta di hadapannya. Sambil tersenyum lagi, Sakura menjawab, "Kurasa, kau akan mendapatkan ciuman yang lebih bagus dariku, Naruto." Sambil menunjuk ke belakang.

Hinata perlahan berjalan mendekati mereka. Hinata yang sangat pemalu, sangat hati-hati dalam melangkah, dengan usil… Sakura mendorong tubuhnya mendekati Naruto.

"Cepat hampiri dia." Sakura mendorong punggung Hinata.

Sampai Hinata berdiri tepat di hadapan Naruto, dia hanya terdiam.

"Hinata…" gumam Naruto pelan, "ada apa?" tanya Naruto.

"A-a-aku…"

Hinata terdiam lagi, dia tidak mau kalah dari Sakura yang begitu berani meneyrang dan menunjukkan rasa cintanay pada Sasuke dan tidak peduli bagaimana reaksi Sasuke berikutnya. Hinata harus mencontoh keberanian yang Sakura miliki itu. Dengan seluruh keberaniannya, Hinata menjinjit dan mencium pipi Naruto dengan cepat, "Se-selamat datang…"

Naruto sedikit kaget, namun akhirnya ;aki-laki itu tersenyum, "Terima kasih, Hinata."

Hinata pingsan… karena mendapatkan ucapan terima kasih langsung dari Naruto.

Sakura tersenyum melihat Naruto yang panik melihat gadis berambut panjang itu pingsan, ketika Sakura sadar… Sasuke masih tergeletak di tanah tak sadarkan diri, "Sasuke-kun?! Apa kau bisa mendengarku?"

Sasuke sedikit membuka matanya, 'Sakura…? Kenapa dia…?'

Sakura mendekatkan tubuhnya pada Sasuke dan menyentuh keningnya, "Ya ampun, kau demam tinggi sekali."

'Sebenarnya… apa yang terjadi?'

"Aku akan membantumu." Kakashi—sensei mereka tiba tepat waktu. Posisi mereka tepat di depan gerbang desa, terlihat ada Tsunade dan Shizune yang menunggu kepulangan Naruto membawa Sasuke.

"Ayo semua, kembali ke desa," ujar Shizune.

Tsunade tersenyum pada Naruto yang masih panik dengan keadaan Hinata, kali ini ada Kiba yang datang untuk memarahi Naruto yang mengakibatkan Hinata pingsan. Seperti biasa, kedua orang itu selalu adu mulut tentang hal yang tidak penting.

"Usaha yang bagus, Naruto… aku sangat bangga padamu, Jiraiya pasti juga bangga padamu," gumam Tsunade pelan.

Tsunade merasa harus meninggalkan mereka yang sepertinya masih melepas rindu satu sama lain, "Ayo Shizune, kita harus kembali bekerja," ajak Tsunade pada asistennya.

"Okaaay."

Kakashi membawa tubuh Sasuke di belakangnya, diikuti oleh Sakura yang menggenggam pedang milik Sasuke. Kiba menggendong tubuh Hinata yang masih setengah sadar, "Naruto, cepat! Nanti kita tinggal!" ajak Kiba dengan nada sewot.

Naruto membungkuk untuk mengambil sesuatu, itu adalah ikat kepala milik Sasuke yang sudah tergores akibat pertempuran mereka dulu. Naruto tersenyum dan mengantungkan ikat kepala itu di sakunya.

Memasuki gerbang desa membuat Sasuke terdiam dan mengingat kembali kejadian yang terjadi pada clannya. Bayangan Itachi pun menyelimuti dirinya, bayangan terakhir Itachi saat beberapa detik sebelum mati terus menghantuinya.

'Maaf Sasuke, tidak akan ada lagi lain waktu untuk kita.'

Sasuke menatap sinis setiap bangunan yang ada di desa, bangunan itu… jika Itachi tidak mengorbankan segalanya, Konoha yang sekarang bukanlah apa-apa.

'Itachi… kau ingin aku… kembali ke Konoha, 'kan? Kukabulkan permintaanmu… tapi, Konoha sekarang… tanpamu… bukanlah…'

Entah sejak kapan, pandangan Sasuke mulai gelap dan dirinya tak sadarkan diri. Berat rasanya kembali ke tempat yang penuh dengan kenangan pahit, kenangan buruk yang ingin sekali ia hapus, kini harus ia hadapi dari ketakutan demi ketakutan yang akan terjadi. Bagaimana nasibnya di sini? Tidak mungkin seluruh warga mau menerimanya kembali… tidak, Sasuke tidak peduli.

Dia sama sekali tidak peduli.

Perlahan, ia buka kedua mata onyx-nya… dan wajah Sakura lah yang pertama kali ia lihat.

"Ya ya ya, inilah Sasuke, bintang besar dari Konoha!" sewot suara Naruto yang terbaring di kasur tepat di samping Sasuke.

"Bisa tidak sih kau tidak seperti itu?! Sasuke-kun sudah pulang dank au masih saja bertingkah seperti anak kecil!" tegur Sakura pada Naruto.

Wajah Sasuke masih sangat datar, tidak ada emosi apapun yang ia tunjukkan.

"Daripada itu…" Sakura berjalan menuju kasur Naruto, "ambil obat ini dan minum, kau juga tadi pingsan, bodoh."

Saat Sakura akan menyiapkan obat untuk Naruto, dengan sangat iseng Naruto menjulurkan tangannya, melihat Sasuke memergokinya, Naruto memberi kode pada sahabatnya yang baru pulang itu untuk diam. Dengan beberapa tepukan, telapak tangan Naruto menepuk bokong Sakura.

PLAK!

Dan tamparan sukses mendarat di pipi Naruto.

"LAKUKAN ITU SEKALI LAGI, AKU AKAN MEMBUNUHMU, MENGERTI!"

"A-ampun Sakura-chaaan~…"

Sakura masih memukuli karena kesal. Sedangkan Sasuke hanya melirik mereka berdua… bukan hubungan mereka yang Sasuek pikirkan, melainkan bayangan wajah Itachi kembali muncul di dalam pikirannya.

"Hahaha, kau selalu berisik seperti biasanya ya, Naruto." Tsunade datang sambil tertawa, "Sakura, pergi lah ke ruanganku dan tunggu aku."

"Baik." Sakura mengambil langkah tanpa menoleh pada siapapun di ruangan itu, "sampai juma."

Ketika berada di luar kamar rawat, "Hey sakura." Gadis itu menoleh dan melihat sensei-nya berdiri di tembok, "kini janjinya bukan lagi janji yang tak ditepati, jangan lagi kau pukuli dia."

Sakura tersenyum bahagia mendengar gurauan Kakashi, "Ya, baiklah."

Saat akan melanjutkan langkahnya, Sakura melihat Sai berdiri di lorong, "Sai?"

Sai inisiatif menemani Sakura menuju ruangan Tsunade, karena tidak ada percakapan apa-apa diantara mereka, akhirnya Sakura duluan yang membuka suara, "Aku benar-benar cemas apa yang sudah diputuskan oleh Tsunade-sama."

"Kau menghajarku demi dia," ujar Sai… membuat wajah Sakura merona, "aku mengerti bahwa dia adalah temanmu, tapi kau juga sangat mencintainya. Aku bisa melihatnya dari matamu yang berbinar ketika melihat sosoknya."

Sakura hanya terdiam mendapatkan tebakan yang sangat benar dari teman satu timnya itu. "Yaa, aku membaca di sebuah buku sesuatu tentang cara pandang manusia terhadap sesame manusia, menurutku itu menarik."

"Kau masih membaca buku itu?" tanya Sakura dengan tatapan jengkel.

"Ya, dan juga aku membuat sketsa-mu," ucap Sai.

"Eh? Benarkah?"

"Ya," jawab Sai sambil menaiki tangga, "hanya saja… aku tidak bisa melukis seperti apa warna matamu, kalau kugabungkan kuning dan biru, itu akan menciptakan hijau yang terlalu gelap. Jadi kucampurkan sedikit warna putih, tapi malah berantakan… sama halnya untuk warna rambutmu."

Sakura hanya tersenyum pada Sai yang semakin lama sikapnya semakin membaik.

"Membuat lukisan itu sangat susah, mungkin itulah alasan kenapa aku belum bisa memberi judul pada lukisannya." Sai menggaruk kepalanya yang tidak gatal kemudian melanjutkannya, "lalu, kulewatkan pada gambar bagian belakangnya. Ketika aku ingin membuat bagian belakangmu… yang kulihat hanyalah sosok Sasuke, aku selalu melihatnya ada di belakangmu… itu sangat aneh, padahal akan lebih mudah jika menggabungkan warnamu dengan Naruto."

"…" Sakura hanya terdiam mendengar ucapan jujur dari mulut Sai, "aku mengerti… mungkin suatu saat, bisakah kau menunjukkannya padaku? Lukisan itu…"

"…" Sai melirik Sakura dan mempercepat langkahnya, "Entahlah…"

"Eh?"

"Daah."

"…" Sakura hanya bengong saat Sai meninggalkannya tepat di depan ruangan milik Tsunade.

.

.

"Dengar, sasuke," ujar Tsunade dengan wajah serius, "bagaimana kau bisa sadar bahwa kau dapat diterima kembali di Konoha tanpa ditangkap. Itu semua berkat kakakmu, Itachi."

"…"

"Kami semua sangat tahu apa yang sudah kau lalui, dan aku pribadi telah menghukum orang yang mendalangi semua ini di sini, di Konoha," ucap Tsunade sambil menatap langit di sisi jendela, "ketika kau dan Naruto sedang bertempur melawan Uchiha Madara." Lanjutnya.

"Untuk semua yang telah kau lakukan selama ini, seluruh warga desa akan berterima kasih padamu, tapi… Sasuke, aku mengirim Jounin untuk mencari jasad Itachi, tapi—"

"Diam."

Tsunade menoleh pada Sasuke yang menekankan nadanya.

"Kalian! Konoha! Tidak punya hak untuk menyebut namanya! Itu hanyalah tugas bagi kakakku untuk mengorbankan segalanya! Dan kau tidak tahu apa-apa tentang—akh!" Sasuke menyentuh dadanya yang masih terasa sakit.

"Jangan kurang ajar, Sasuke," ujar Tsunade sinis, "aku pribadi tidak menyukaimu sama sekali. Kau dan penampilanmu sebagai bocah manja. Tapi Sasuke, aku mengontrol diriku dan aku melakukan ini untuk seseorang yang mencintaimu, jadi dengarkan aku."

"…"

"Uchiha Itachi telah mengorbankan dirinya untukmu dan kepentingan Konoha, jadi sangat adil jika setiap ninja yang terhormat diadakan pemakaman yang layak."

Ucapan Tsunade membuat Sasuke dan Naruto terbelalak.

"Itu semua terserah padamu untuk memutuskan menerima tawaranku," lanjut Tsunade, " untuk sekarang itu saja dulu yang ingin kusampaikan. Tentang posisimu di dalam konoha, aku akan membicarakannya dengan Sakura…" sebelum Tsunade meninggalkan ruangan, dia menoleh sekali lagi pada Sasuke, "aku harap kau mengambil keputusan yang tepat."

Senyuman Tsunade, membuat Sasuke jengkel.

"Apa yang akan kau lakukan?" tanya Naruto.

"Aku tidak tahu." Hanya itu yang Sasuke jawab.

Naruto menatap Sasuke dengan tatapan cemas. Sasuke menatapnya kembali dan berucap, "Sepertinya kau mendatap tamu, bodoh."

Merasa dirinya dipergoki, Hinata yang sedari tadi beridir di depan pintu akhinrnya menggeser pintu dan memasuki ruangan mereka, "Se-selamat pagi Naruto-kun."

"Oh, hai Hinata."

"Aku… meminta izin dari perawat… dan a-aku bawakan kamu semangkuk ramen," ujar Hinata.

"Yeaaayy! Terima kasih Hinata!"

.

.

Esok harinya, Naruto memutuskan untuk mencuci mukanya, meninggalkan kedua sahabatnya yang sedang berbincang-bincang di kamar rawat. Beruntung kamar mandi terletak di dalam kamar rawat mereka. Jadi Naruto tidak perlu repot untuk keluar dari kamarnya.

"Akh…!"

"Pelan-pelan, Sasuke-kun. Kepalamu masih pusing."

Sasuke menatap Sakura yang selalu memandanginya dengan mata lembut, entah ini sudah keberapa kalinya sakura selalu menatapnya dengan tatapan itu.

"Ambil ini, Sasuke-kun, ini milikmu." Sakura menyerahkan sesuatu pada Sasuke, yang membuat Sasuke terkejut dan langsung kembali menatap Sakura, "ini…"

'Sakura…'

"Tsunade-sama yang memberikannya padaku, dari caranya berbicara memang seperti itu, tapi sepertinya dia menyukaimu."

'Sejak kapan… kau terlihat begitu… berbeda?'

Sasuke menatapnya dengan datar dan dingin…

'Sejak kapan…'

"Lalala~ yang kubutuhkan hanyalah cinta…cinta adalah yang dibutuh—" tidak sempat menyelesaikan nyanyiannya, Naruto sudah kena hajar oleh Sakura.

DUAK!

"Bodoh! Berhentilah bertingkah seperti orang bodoh!" sewot Sakura yang berhasil memukul kepala Naruto, "Hhhh, dasar. Ehm, Sasuke-kun… secepatnya kau akan keluar dari rumah sakit, kupikir kau akan membutuhkan kaos dan…"

"Aa…"

"Hey Sakura, bisa kesini sebentar?" tanya Ino yang membuka pintu tanpa mengetuk.

"Apa ada masalah, Ino?" tanya Sakura balik.

"Ck! Aku mempunyai masalah dengan salah satu pasien, dia tidak mempercayaiku, dan dia bilang dengan rambut yang seperti ini dan pakaian ini, aku tidak bisa menjadi ninja medis!" gerutu Ino.

"Hahahaha."

"Jangan tertawa!"

"Iya iya, maaf, sini kulihat datanya." Sakura mengambil kertas-kertas yang digenggam oleh Ino. Selagi Sakura membaca, Sasuek memperhatikan gadis itu dengan seksama, "oh ya ampun, wanita ini sedang tidak stabil, kamar nomor berapa dia?"

"Di kamar 370," jawab Ino.

"Ayo kesana, jangan buang-buang waktu." Sakura mengajak Ino. "sampai nanti, Naruto, Sasuke-kun."

Sasuke masih menatap sosok Sakura sampai gadis itu menghilang.

Dan muncullah wajah tak diinginkan di hadapannya saat ini.

"Bisakah kau memberitahuku, apa yang sedang kau lakukan?" tanya Sasuke sinis pada Naruto yang kini menaiki kasurnya.

"Kau mengamati."

"Mengamati apa?"

"Kau… sedang mengamati bokong seksi Sakura-chan."

"…"

"…"

"Katakan… apakah tertulis jelas diwajahku, bahwa aku mesum, idiot!" protes Sasuke.

"Saat ini, ya! Tertulis dengan sangat jelas," jawab Naruto.

"Hentikan. Dan turun dari kasurku! Kau berat!"

"Tidak! Ayolaah~ jangan bilang kalau kau tidak menyukainya, dia benar-benar gadis yang cantik, khususnya sekarang… terlebih lagi…" Naruto menyeringai usil, "kalian sudah berciuman…"

Sasuke terdiam memandang langit, terlintas wajah dan bibir Sakura mendekati wajahnya.

"… dia yang menciumku, dan itu tidak berarti apa-apa, kenapa harus kutanggapi? Bukankah kau yang tergila-gila padanya." Sasuke berucap ketus.

"Ya memang, tapi lawanku adalah kau, itus sudah menjadi kekalahan di awal pertempuran."

"Ck! Pecundang yang bodoh," ujar Sasuke.

"Hahaha, sekarang saja, orang bodoh sepertiku bisa mengerti situasimu."

"Waah, kalian mesra sekali." Tiba-tiba Kakashi-sensei datang dan singgah di tepi jendela.

"Katakan itu sekali lagi kalau berani!" protes Naruto.

"Lucu sekali, kalian benar-benar sudah dewasa sekarang," ujar Kakashi.

Saat Naruto melontarkan kata-kata protes, Sasuke menatap Naruto dengan intens, 'Bodoh, kau mungkin bisa tersenyum, tapi sorot matamu yang menyimpan rasa cemburu itu terlihat sangat jelas. Kau menginginkan Sakura… kenapa kau harus menyerahkannya pada seseorang sepertiku?'

"Kakashi-sensei jangan sebaran gossip yang tidak-tidak!"

"Posisi kalian yang membuatku salah paham. Kau di atas Sasuke dan menggodanya."

"Aku tidak menggodanya!"

'Apakah ini semua untuk persahabatan? Tidak masuk akal, kau harus egois, Naruto. Jika aku menginginkan Sakura, aku akan mengambilnya tanpa mengadakan upacara apapun. Sekarang, waktu untuk kita bertingkah seperti anak kecil sudah habis sejak lama… kita sudah pada umurnya untuk menghadapi serius masalah ini, kita berdua sudah menjadi laki-laki sekarang.'

Sasuke memutuskan untuk meninggalkan mereka, Sasuke beranjak dari kasurnya dan pergi.

"Sasuke, mau kemana kau?!" tanya Naruto.

"Biarkan dia sendiri," cegah Kakashi.

Sasuke berjalan menuju atap rumah sakit… tempat kejadian yang hampir memakan korban, yaitu Sakura. Jika saja Kakashi tidak datang tepat waktu, Chidori milik Sasuke dan Rasengan milik Naruto pasti sudah mengenai tubuh Sakura dan membuatnya hancur lebur. Sasuke merenung di pinggir pagar sambil menatap langit malam dipenuhi oleh bintang, sambil menggenggam benda yang diberikan oleh Sakura tadi… sasuke teringat tawaran yang diberikan Tsunade padanya.

"Hey…" ucap sasuke pelan, "upacara pemakaman yang menyebalkan, dipenuhi oleh bunga, apakah cukup untuk membayar jasamu?"

Sasuke menggenggam benda yang ternyata adalah kalung milik Itachi itu, "Apa yang harus kulakukan?" Sasuke memohon, "membiarkan impianku berada di masa lalu… atau… membiarkan mereka membantuku menjalaninya di masa depan?"

"Kau masih sibuk dengan seribu alasanmu? Kau membosankan, Sasuke."

Suara itu… Sasuke menoleh… Naruto.

Sasuke menyimpan kalung milik Itachi di saku celananya, "Diam."

"Ah, aku membawakanmu hadiah…" Naruto memberikan sandal rumah sakit pada Sasuke.. sandal dengan lambing Konoha.

"Yaa… lambing Konoha memang sangat cocok untukku," ucap Sasuke sarkastik, "aku tidak mau."

Naruto menghela napas dan mendekati Sasuke, "Kau tahu, aku tidak mau menghubungkanmu dengan Konoha, aku sudah puas hanya dengan menyelamatkan ikat kepalamu itu, hehehe. Yang kuinginkan adalah, kau harus tahu bahwa yang bertanggung jawab atas kesembuhan kita adalah Sakura, jika dia sampai tahu kita pergi dengan telanjang kaki, maka kita berdua akan mati."

Dan Sakura mendengarya dibalik pintu bersama Kakashi.

"Naruto bodoh! Pada akhirnya, aku yang terlihat jahat di sini," gumam Sakura.

"Hahaha, Sakura… apa kau takut pada keputusan yang sudah diambil oleh Tsunade-sama?"

Sakura merona dan menggelengkan kepalanya, "Hanya saja… aku tidak ingin dia terus menerus menganggapku seperti anak kecil yang dulu."

"Harus kuakui, saat kulihat mereka berdua naik ke atas, jantungku berdebar sangat kencang, takut akan yang dulu terulang kembali." Lanjut Sakura.

"Katakan saja bahwa mereka telah kehlangan motivasi untuk saling bertarung, Sakura," ucap Kakashi, "dan Sasuke akan mempunyai waktu untuk memikirkan perasaannya padamu, karena itulah Tsunade-sama memintamu untuk menjadi penjaganya."

Kedua mata sakura terbelalak, "Ba-bagaimana sensei bisa tahu?"

"Apa kau curiga? Haha, yaa… anggap saja Hokage-sama meminta pendapatku tentang hal ini."

Sakura menatap Kakashi dengan tatapan bingung. Apa sebenarnya tujuan Kakashi melakukan ini semua?

"Bisa saja kurekomendasikan Naruto untuk menjadi penjaganya," lanjut Kakashi, "tapi menurutku, kau jauh lebih berpotensi bisa menyembuhkan jiwanya dibanding Naruto."

"Tapi—"

"Pergilah, Sakura." Kakashi beranjak dari duduknya, "pergilah pada tim-mu dan katakan pada mereka tentang keputusan Tsunade-sama ini."

"Tapi bagaimana jika—"

"Aku yakin Sasuke akan mengerti, kalau tidak kami akan membantumu."

"Bagaimana caranya?" tanya sakura dengan nada sendu.

Kakashi berbalik dan menepuk kepala Sakura, seperti dahulu kala, "Perbaiki lah hubungan yang telah hancur beberapa tahun lalu di lembah itu."

"Ha? Maksudnya?" kini sakura merasa bingung, karena dia sendiri tidak mengetahui tempat pertarungan Sasuke dan Naruto dulu.

"Ya, kuharap saat ini tidak turun hujan."

Sakura masih tidak mengerti ucapan Kakashi, saat dia akan menghampiri Naruto dan Sasuke…

"Ah, Sakura… kita akan melakukan latihan seperti biasa, kali ini kita adakan latihan di sungai, pakailah pakaian renangmu."

Sakura mematung… Sasuke+Naruto+pakaian renang+dada kecil… lengkap sudah penderitaannya…

"Ah, kita juga akan mengajak Sai." Ucapan Kakashi membuat Sasuke terkejut, wajahnya sedikit berbinar sambil menatap sensei-nya itu, "kita harus membuatnya berteman dengan Sasuke, 'kan?"

Ketika Kakashi pergi… Sakura membayangkan Naruto yang menjahilinya, juga pertemuan antara Sai dengan Sasuke…

"Tuhan… kuharap hari itu akan hujan deras~"

.

.

"Yang kau simpan di saku celanamu itu, kalung kakakmu?" tanya Naruto yang saat ini masih berada di atap rumah sakit.

"Aku tidak ingin bicara tentang itu," jawab Sasuke.

"Apa kau akan menerima tawaran—"

Mendapat lirikan sinis, membuat Naruto menghentikan pertanyaannya.

"Rumah sakit ini… sangat berubah banyak sejak saat itu," ujar Sasuke tiba-tiba.

"Apa? Oh, ya… saat itu kita membuat atap rumah sakit ini terlihat sangat berantakan… lalu, saat serangan Akatsuki… semua hampir runtuh menyatu dengan tanah," jawab Naruto.

Sasuke melirik Naruto, "Kau benar-benar tidak bisa menghindari topik yang salah ya?"

Naruto mengubah ekspresinya menjadi sendu, "Kita semua berada di sana saat itu, banyak yang mengalami kehilangan orang-orang yang dicintai, bahkan orang tua Sakura hampir menjadi korban."

"Aku mengerti…" gumam Sasuke pelan.

"…" Naruto menatap langit dan bertanya, "apa yang kaupikirkan saat ini?"

"Tidak ada."

"…"

"Apa… kau menyesal kembali ke Konoha?" Naruto bertanya lagi.

"Sejujurnya… Naruto, aku muak mendengar jeritanmu untuk membawaku pulang… perlakuanku padamu sudah sangat buruk lebih dari apapun."

"Ya, bagaimana tidak, kau hanpir membuatku mati!"

Kini giliran Naruto yang mengungkapkan sesuatu pada Sasuke, "Sebenarnya, ketika kukatakan padamu bahwa semua orang di sini menunggumu… aku sudah kehilangan harapan dan hampir menyerah…"

Sasuke terdiam. Lagi-lagi Itachi yang terlintas dibenaknya, "Rumah…" gumamnya, "Naruto, jangan berkhayal hal bodoh, tidak aka nada lagi hubungan yang seperti dulu."

Naruto terdiam merenung ketika Sasuke melangkahkan kaki untuk meninggalkannya, "Tidak aka nada lagi."

"Itu tidak benar!"

Sosok Sakura membuat langkah Sasuke terhenti dan Naruto menoleh.

"Itu tidak benar kalau kau bilang tidak bisa kembali seperti dulu." Sakura melangkahkan kakinya, "Sasuke-kun, berterima kasihlah pada pengampunan Tsunade-sama dan pada kakakmu, tim tujuh akhirnya kembali bersatu."

Saat Sakura berjalan menuju Naruto, Sakura menggandeng tangan Sasuke dengan lembut namun segera melepaskannya, Sakura meletakkan kedua sikutnya di pagar dan menatap langit, "Kurasa kau harus menerima upacara pemakaman tersebut, Hokage-sama merencanakannya untuk kakakmu. Jangan pikirkan ini adalah hal yang pantas atau tidaknya, tapi pikirkanlah ini sebagai hadiah untuk Itachi."

Sakura kemudian menunduk dan menatap penduduk desa yang sedang berlalu lalang, "Kesalahan di masa lalu ditukar dengan masa depan yang lebih baik, itu semua berkat kakakmu."

"Sakura-chan benar, pikirkanlah, Sasuke," ujar Naruto.

Sakura berjalan dan mendekati sasuke lalu merengkuh wajahnya, "Di sini, tidak ada yang bisa membuatmu terburu-buru, Sasuke… kau mempunyai waktu sendiri untuk introspeksi diri."

Sakura melepaskan telapak tangannya…entah kenapa Sasukemerasakan dingin yang hampa ketika Sakura melepaskan rengkuhannya.

"Sekarang, tim kita akan mulai dari langkah pertama lagi, seperti dulu," ujar Sakura, "dimulai dari sekarang, kita ubah kejadian beberapa tahun yang lalu di atap rumah sakit ini menjadi kenangan yang lebih baik."

Sakura memutuskan untuk duduk di lantai, diikuti oleh Sasuke, "Sakura," panggil Sasuke, "seperti biasa, kau memang suka berimajinasi."

"… Aku tidak menemukan keburukan dalam keputusan ini, Sasuke-kun… khususnya sekarang," jawab Sakura, "lihat langit yang dibanjiri bintang saat ini, aku berani bertaruh bahwa balas dendam tidak mengizinkanmu untuk melihat langit seperti ini selama bertahun-tahun."

"… Hmpf." Hanya itu reaksi Sasuke, namun wajahnya sedikit tersenyum. Dan hal itu membuat wajah Sakura semakin melembut,

"hey, Sakura-chan!" tiba-tiba Naruto berada di tengah-tengah mereka, "apa yang telah nenek tua itu katakana padamu?"

"Akujuga ingin tahu," sahut Sasuke.

"Hehe, baiklah." Sakura mengeluarkan sesuatu dari kantungnya dan itu adalah gulungan dokumen, "aku diutuskan oleh Tsunade-sama agar tinggal bersama Sasuke, aku harus mengawasinya dua puluh empat jam, jika Sasuke-kun berhasil melewati masa percobaannya sesuai prosedur, maka Sasuke-kun akan resmi dibebaskan dan bisa bekerja kembali sebagai ninja di Konoha. Sasuke-kun juga akan diizinkan untuk naik level lebih tinggi."

"…"

"…"

"…"

"Wow." Sasuke berucap.

"A-APA?!" Naruto lebih lamban bereaksinya dibanding Sasuke, "TA-TAPI… KAU AKAN TINGGAL DI RUMAH SASUKE SETIAP HARI?!"

Naruto mencengkram kerah Sasuke, "Sasuke! Kuperingatkan kau! Kalau kau berani menyentuh tanganmu padanya, kuhancurkan kau!"

"Memangnya siapa kau?" jawab Sasuke santai.

"Bersumpahlah padaku, kau tidak akan macam-macam!"

"Kau yang menginginkannya, diamlah, jangan berisik."

"Bisakah kalian berdua diam!" geram Sakura yang menunjukkan sisi lainnya.

Sakura beranjak dan menggenggam tangan Sasuke dan Naruto, "Jadi, tim 7 mulai bergerak lagi sekarang."

.

.

TBC

.

.


A/N : Yeay! Akhirnya bisa bikin fict ini!

Thank you so much Delia-san (if you read this) for gave me a permission *kissattack*

Kalau ada yang mau liat art2 doujin dari fict ini, silakan ke link yang aku cantumin di atas ya, adegan-adegannya bisa kalian lihat di link itu :3

ini pembukaan, aku bikin chapter duanya ya...

XoXo

V3 Yagami