FLY

Main Pairing: Kwon Soonyoung X Lee Jihoon

Genre: Romance, Hurt/Comfort

Rate: T

Note: Ini adalah remake dari sebuah manga pendek karya Yasuko. Maaf jika ada salah penulisan kata.

GENDERSWITCH!

Sore itu, di balkon atas sebuah ruko, ada seorang gadis muda. Dia melihat ke bawah. Menimbang-nimbang keputusannya sendiri. Sebenarnya dia takut, tapi ia lebih takut lagi akan bayangan masa depannya yang suram dan kesepian.

"Hei! Sedang apa disitu?!" Seorang penjaga keamanan memergokinya.

Dia terlonjak kaget hingga terjatuh dari balkon. Gadis itu jatuh terduduk. Tongkatnya menggelinding.

"Aku ini apa-apaan sih? Apakah aku benar-benar berniat untuk mati?" ucapnya pada dirinya sendiri.

"Lagipula jika aku hidup ataupun mati, tidak ada yang peduli padaku."

Gadis itu berambut pirang dan bertubuh mungil. Wajahnya tembam dan terlihat seperti balita. Sebuah syal merah melingkar di lehernya.

Ketika dirinya menunggu petugas itu untuk menangkapnya, tiba-tiba seseorang menggendongnya seperti sedang membawa satu sak semen.

Dia terus berontak. Namun, orang itu terus saja membawanya entah kemana.

Hingga akhirnya, ia didudukkan di sebuah kursi panjang.

"Lee Jihoon. Ingat aku?"

Jihoon mendongak.

"Ho-Hoshi?"

"E-eh, ya benar. Kau ingat ya? "

...

Kwon Hoshi, dulu adalah teman sekelasnya di sekolah tari sampai sebelum Jihoon pindah. Selain parasnya yang tampan, Hoshi sangat mahir menari dan selalu memukau setiap orang. Bahkan, sudah tidak asing jika banyak orang ingin menari bersamanya.

Termasuk Jihoon juga.

Dan Hoshi adalah cinta pertama rahasianya.

...

"Lama tidak bertemu ya?" Hoshi tersenyum dan mengusap tengkuknya.

"Aku langsung mengenalimu. Dari dulu Hoshi tampan sih. Masih menari?"

"Ya.. masih. Kau sendiri?"

Jihoon tersenyum pahit.

"Dulu aku sempat bersekolah di luar negeri. Suatu hari, aku menang kontes. Orang tua dan guru menaruh harapan padaku.."

Ingatan itu masih melekat erat dipikiran Jihoon. Tentang betapa bahagianya kedua orang tuanya saat dia maju ke tingkat selanjutnya.

"..tapi kecelakaan membuatku jadi begini.."

...

Disaat gladi bersih, sebuah properti roboh dan menimpa kaki kirinya.

Setelah dibawa ke rumah sakit, dokter mengatakan sesuatu yang benar-benar mematahkan semangat hidup Jihoon.

"Berhentilah menari."

...

"Jangankan menari, berjalan lancar saja aku tidak bisa. Setelah semua itu, rasanya tidak ada gunanya lagi aku hidup. Aku jadi ingin mati."

"Itu artinya... kita akan segera berpisah? Sayang sekali, padahal baru kali ini kita bertemu setelah sekian lama."

Entah apa yang ada dipikiran Hoshi. Tapi kini dia tersenyum lebar disaat Jihoon sedang bersedih.

Hoshi menepuk bahu Jihoon.

"Ayo makan!"

"Eh?"

"Aku akan menemani makan malam terakhirmu."

Tunggu. Makan malam? Dengan Hoshi? Apakah ini yang namanya takdir? Oke kali ini Jihoon berlebihan

"Yak! Turunkan aku!"

Belum sempat Jihoon menjawab, Hoshi sudah menggendongnya terlebih dahulu.

"Selamat makan!"

Hoshi terlihat sangat bersemangat.

"Ayo makanlah, nanti masih ada lagi. Ini kan makan malam terakhir untukmu ."

Ehm, bukannya Jihoon ingin Hoshi mencegahnya bunuh diri. Tapi..

APAKAH INI BENAR-BENAR KWON HOSHI?!

Parasnya yang tampan. Terlihat menawan seperti seorang bangsawan yang anggun. Tetapi, nafsu makannya seperti orang yang belum makan sebulan penuh.

Dia menghabiskan semangkuk mie dalam waktu singkat dan belepotan kemana-mana.

Bayangan tentang Hoshi yang dulu dan sekarang, sangat bertolakbelakang.

"Ini." Hoshi memberikan sebuah bakpao kepada Jihoon.

"Dulu kau sering membeli ini setelah latihan di studio. Sambil bilang 'Duh bakal gemuk nih' hehe."

Jihoon tersentuh. Semburat merah mulai terlihat di kedua pipi Jihoon.

Dengan malu-malu, Jihoon memakan bakpao itu dan Hoshi yang melihatnya pun tersenyum.

"Sekarang, kau tidak perlu diet. Kan sudah mau mati," ucap Hoshi senang.

Jihoon meletakkan bakpao itu kasar dan mengambil tasnya.

"Terima kasih untuk makan malamnya. Aku jadi tidak punya beban lagi."

Jihoon segera berdiri untuk meninggalkan tempat itu. Ketika hampir sampai di depan pintu, dia baru ingat.

"Dimana tongkatku?"

"Kenapa tidak tinggal sebentar?" Hoshi memegang tongkat Jihoon.

"Kembalikan tongkatku segera!"

"Hahaha." Hoshi tertawa terpingkal-pingkal.

Jihoon benar-benar kesal. Sebenarnya dia ingin untuk segera meninggalkan dunia ini. Tapi karena tongkatnya disita oleh Hoshi, dengan terpaksa dia tinggal sementara.

Hoshi membawa Jihoon berkeliling kota. Membeli beberapa camilan. Kemudian pergi karaoke selama tiga jam.

Disaat perjalanan pulang, Jihoon malah kerepotan menuntun Hoshi yang berjalan sempoyongan.

"Waa~ senangnya!"

"Kau habis minum soju ya?!"

"Entahlah~"

"Jalanlah sendiri! Bukankah kau punya kaki yang sehat?! Kau berat sekali."

Hoshi melepas rangkulannya dari pundak Jihoon.

"Punya kaki, kita bisa berjalan. Punya nyawa, kita bisa hidup. Tapi.. tanpa menari, mana bisa hidup ya?"

"HEI! KEMBALIKAN SEPATUKU!"

Entah bagaimana, Hoshi mendapatkan sepasang sepatu andalan Jihoon yang dulu selalu ia gunakan untuk menari.

Jihoon mengejar Hoshi yang berada jauh didepannya dengan susah payah.

"Sepatu ini pasti sangat berharga ya untuk Jihoon-ie!" ucap Hoshi yang tiba-tiba berhenti.

"Kalau sudah tahu berharga, kembalikan!" Jihoon masih terus mengejar.

"Jadi... ini sangat berharga untukmu?! Kubuang saja!"

Hoshi melempar sepatu itu ke sungai dangkal di tepi jalan.

"Jangaaan!"

Jihoon langsung menceburkan dirinya. Kedua tangannya sibuk mencari sepatunya di sungai.

Ia tidak peduli jika harus menyelam sampai esok hari. Sepatu itu lebih berharga dari apapun. Karena sepatu itu, Jihoon bisa menari dan karena sepatu itu juga Jihoon pernah terpilih menjadi penari utama.

"Jihoon-ie." Hoshi memanggilnya.

Jihoon tidak peduli.

"Jihoon-ie."

"..."

"LEE JIHOON!"

"APAA!?"

Jihoon menoleh dan memberikan tatapan tajam pada Hoshi dan beberapa detik kemudian niatnya untuk bunuh diri bertambah.

"Hanya bercanda."

Sepasang sepatu itu kini sedang dipegang Hoshi yang sedang tersenyum lebar sampai kedua matanya hilang.

Kini, mereka berdua berada di apartemen Hoshi. Jihoon baru saja selesai membersihkan dirinya setelah 'berenang' dadakan di sungai tadi. Untung saja dia membawa beberapa baju didalam tas. Jadi, dia bisa berganti.

Jihoon keluar kamar mandi dengan perasaan jengkel.

"Hahaha! Jadi tidak punya beban lagi apanya?! Jangan-jangan kau berniat jadi dancer di surga?! Hahaha."

Hoshi tertawa keras sambil memegangi perutnya yang mulai terasa sakit.

"Tutup mulutmu, bodoh! Kau tidak tahu apa-apa!" bentak Jihoon.

"Baiklah. Yang penting sekarang hubungi keluargamu dulu. Mereka pasti khawatir."

"Kau tidak mengerti. Sejak saat itu orang-orang di sekolah dan keluargaku pun bersikap acuh padaku. Aku merasa tak dianggap. Disaat aku kehilangan tempat di masyarakat dan impianku, bukankah lebih baik kalau aku tidak ada?"

Mata Jihoon berkaca-kaca ketika ia mengingat masa lalu. Sedangkan Hoshi, terdiam merasa bersalah.

Keheningan terjadi di apartemen itu selama beberapa saat. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.

Hoshi kemudian beranjak dari duduknya.

"Pakailah ini."

Hoshi memberikan sebuah selimut pada Jihoon.

"Ini sudah malam. Tidurlah. Kau bisa memakai tempat tidur disebelah sana. Aku bisa tidur dimana saja. Kalau kau kedinginan, pendinginnya– Eh?! Kau kenapa?"

Jihoon kini sedang duduk disudut ruangan sambil memeluk dirinya sendiri erat. Dia melayangkan tatapan tajam pada Hoshi. Mengawasi setiap gerak-gerik pemuda itu.

"Hahaha. Tenanglah, Hoon. Aku tidak akan 'menyerang' dirimu. Kan gawat juga kalau nanti digentayangi."

Hoshi menampilkan senyuman indahnya.

"Hoshi berubah ya?"

"Hm?"

"Dulu Hoshi jadi idola kami di sekolah, karena Hoshi menawan dan juga sangat pandai menari tarian apapun. Semua orang ingin menari denganmu. Aku juga ingin menari bersama Hoshi."

Suasananya semakin canggung. Jihoon memeluk erat kedua lututnya. Dia sangat malu setelah menceritakan keinginannya dulu.

Jihoon naik ke tempat tidur lalu menyelimuti seluruh tubuhnya dan tidur telungkup membelakangi Hoshi.

"Dulu.. kau payah sih. Makanya kau berlatih lebih keras daripada yang lain. Kau berlatih sampai saat sebelum kelas ditutup. Kau juga tidak makan bakpao lagi. Aku pikir Jihoon-ie hebat. Aku juga ingin menari bersamamu."

"..."

"Sudah tidur ya? Baiklah. Selamat malam."

Jihoon belum tidur. Dia mendengar semua yang diucapkan Hoshi.

'Jadi, selama ini dia memperhatikanku?"

Bukannya berkurang..

Beban dihati Jihoon malah bertambah.

Hoshi duduk di sofa merah dekat jendela. Raut wajahnya berubah.

"Ingin menari bersama Hoshi ya?"

[ TBC ]

\( ^o^ )/

P.S: Thanks for read this remake fic! Aku sangat berharap kalian mau meninggalkan jejak di kolom review ^^ Fic ini tadinya mau kubuat oneshoot. Tapi ternyata sangat panjang kalau diketik :v

Kalau responnya bagus kuusahakan update cepat.

RnR juseyoo~

-Wonu-