AU. AusHun. Khusus untuk prolog, pake second POV.

T plus. For so much reasons.

Just... please enjoy, 'kay?

.


Hetalia – Axis Powers © Hidekaz Himaruya

AU (Alternate Universe)

* She Moves in Her Own Way *

By: ariniad

Romance/Slice of Life

.

Summary: Menemukan cinta dalam kehidupanmu yang dinamis dan aneh bukannya tidak mungkin; dan kau tahu, kau punya kesempatan dari setiap kemalangan yang menimpamu. Kau hanya perlu berlaku seperti dirimu, hanya perlu selalu begitu.

.


Erszebét/Ersze: Hungary


.

Prologue:

- Summer Please Burn My Heart -

Ersze

Kau tak menyangka kehidupanmu yang nyaman tinggal sendiri di apartemen minimalis namun cozy harus berakhir hanya karena kau lupa kalau salah satu kabel lampumu sedang konslet.

Celakanya, konslet terjadi tepat di saat kau menekan tombolnya! Habislah kau tidak bisa menyiapkan apapun; jarimu tersetrum, baju-bajumu terbakar, ruang tidurmu terbakar, kaus kakimu terbakar, doujin milikmu terbakar, ujung rambut panjangmu yang cantik terbakar, dan 70 persen bagian apartemenmu berubah jadi arang dalam waktu dua jam kurang sepuluh menit. Sadis.

Bahkan pemadam kebakaran pun hanya bisa geleng-geleng kepala saat kau berteriak nyaring sesudah diselamatkan dari marabahaya― yang nyatanya kau sendiri yang nekat duluan karena haqul yakin dapat menyelamatkan koleksi doujinmu tepat waktu. Namun sayang sekali...― sembari menjambak dua sisi rambut. Over-dramatis, yap. Tapi mau bagaimana saat hal yang sangat-sangat-sangat-SANGAT berharga bagimu sedang menanti ajal? Tentu kau akan berusaha keras untuk menyelamatkannya, bukan?

Liburan musim panas kali ini benar-benar menyebalkan.

So, disinilah engkau. Mendatangi sang pemilik kompleks apartemen dengan satu-satunya baju yang menempel di badanmu (piyama, dalam hal ini) bersama frying pan― yang kau sendiri bingung kenapa bisa menggenggamnya begitu erat di kedua tangan, mengetuk pintunya karena kau yakin orang itu masih terbangun setelah keributan dari kamarmu yang sudah sukses jadi korban si jago merah lainnya dalam irama yang berjeda satu detik; tuk... tuk... tuk... Kau menanti jawaban.

"...Pemilik?"

Nyatanya orang yang dipanggil tidak sedang berada di dalam. Ia sedang mengurus kecerobohanmu dengan pemimpin pemadam kebakaran di bawah sana. Berdiskusi tentang penyebab yang mungkin terjadi dan baru saja berniat untuk kembali beberapa menit setelah kau mengetuk pintu kamarnya. Tapi tentu kau tidak tahu itu.

Kau hanya tak pernah bertemu langsung dengannya, makanya pangling ketika nyata-nyatanya kau melihat orang itu sendiri berselisih jalan denganmu beberapa saat sebelum ini; tapi sekali lagi, kau tidak tahu. Kau hanya pernah bertemu dengan perantara saat deal soal apartemen dan memang tidak pernah bertemu dengan pemilik langsung karena dia adalah orang yang sibuk― kata sang perantara. Dan tidak pintar dalam hal sosial. Hah, alasan yang tak masuk akal.

Jadi, kau menunggu. Kakimu sesekali beradu dengan keset membentuk suara ketukan yang teredam, sementara dalam jarak beberapa meter darimu seseorang sedang melangkah dengan langkah santai namun tegas; mengisi lorong dengan bunyi dentum halus yang menggaung.

Frying pan bergantian mengetuk dahi kepala dan daun pintu, kau menunduk mulai tak sabar. Benar-benar gadis perkasa, papan penggorengan dari baja tebal itu sama sekali tak membuatmu merasa kesakitan barang sedikit. Bunyi ketukan dari frying pan dengan pintu kayu seolah membuatmu tuli akan gaung langkah kaki dari arah belakang yang perlahan mendekat, hingga akhirnya mengambil tempat persis di balik punggungmu dengan tampang mengernyit bertanya-tanya siapa gerangan dirimu; dan kau masih juga bergumul dengan frying pan dan daun pintu.

"...Maaf?"

Terkejut sudah barang tentu, tapi ceroboh pun ada batasnya. Beruntung barang berat yang sedang kau pegang tidak jatuh telak di atas kakimu― hanya menyerempet jempol kaki saja, tak apa-apa, kan?― dan wajah meringis yang kau tahan-tahan sungguh priceless. Beruntunglah orang yang berhadapan denganmu adalah orang stoik.

Ah, bukannya stoik, tapi tak pintar bersosialisasi. Lelaki itu dengan kagoknya bertanya padamu, "Sakit?" Ya jelas saja sakit. Telak tidak telak, logam berat ketemu anggota badan itu jelas bakal meninggalkan bekas. Entah penyok atau salah urat. Sepertinya sih tulang jempolnya retak.

"Ah― uh, pemilik apartemen... yeah?" tangan ke belakang dan kaki yang tadi jempolnya terkena ujung frying pan saling bertemu; kau mengelus bagian yang sakit pelan-pelan. Berharap denyut perihnya dapat berhenti memberimu migrain dadakan. Mencoba menyeimbangkan tubuh dengan gaya flamingo; lelaki di hadapanmu agak bergeming.

"Hm, ya. Pemilik kamar yang barusan terbakar, ya? Kau tidak punya tempat lain untuk menginap malam ini, begitu?"

Aduh, tepat sekali.

"Kupikir tidak masalah kalau kau tidur di kamarku dulu saja untuk malam ini."

Kau berhenti meringis. Berhenti menggerakkan tanganmu, berhenti bernapas untuk sejenak. Membuka kedua matamu lebar-lebar, menatap orang di depanmu sejelas mungkin; melihat siapa yang menjanjikan suatu hal yang (bisa dikatakan) tidak terpikirkan sebelumnya olehmu akan diucapkan oleh sang pemilik. Dan kau kini benar-benar berhenti bergerak, bernapas, berpikir― kau membeku. Kaku. Dan tak lama, wajahmu tiba-tiba memerah.

OH MY GOOOOOOODDDDD!

Dirimu terlempar dalam arung memori. Kau ingat soal sebuah club malam; si perantara merangkap kawan baikmu menawari rum; kau terima gelas darinya tanpa pikir panjang. Yang akhirnya membuatmu mabuk berat malam itu. Tapi kau ingat; satu hal, begitu jelas dan jernih terpancang kuat dalam otakmu, lagu yang teralun dari piano mengkilap di tengah panggung club, dan suara kawanmu menggelegar, terdengar bangga;

"Yang sedang manggung itu sepupuku, lho!"

Jadi kau mengambil tenaga untuk sedikit menoleh, walau kau agak malas. Dan betapa kau mensyukuri hari itu; begitu membahagiakan. Wajahmu tak dapat berhenti bersemu, dan itu bukan karena pengaruh rum yang membakar tenggorokanmu. Sebuah perasaan memerangkapmu; dan kau senang akan kenyataan itu.

Kawanmu ada berbicara sedikit lagi setelahnya namun kau acuh; kaubiarkan rasa mabuk membawamu menjelajah langit akhirnya. Menjadikan awan kapalmu, dan berlayar menuju mimpi indah dengan si pemain piano menemanimu mengarungi senja. Kau tak dapat berhenti tersenyum bodoh.

"Nona...? Nona?"

Yah, tak salah lagi; memang orang ini.

"Se-sepupunya Gil... ya?"
"Ah, iya." Lelaki ini dengan polosnya menjawab. "Kau penyewa yang dibilang Gil, aku tahu. Dan maaf belum pernah bertemu denganmu selama ini," tangannya canggung ketika beralih ke belakang kepala, menggaruk salah satu bagiannya walau tak ada yang gatal. "Aku benar-benar sibuk. Dan apapun yang Gil katakan padamu― selain soal masakan atau bahkan hal-hal gila tentangku― itu benar. Aku tak pintar saat bertemu dan berbicara dengan penyewa baru, jadi biasanya aku hanya menyuruh Gilbert atau bahkan Ludwig untuk ini― walau pribadi aku lebih percaya pada Lud."

Tangannya terulur, setelah begitu lama menggaruk kepala tanpa alasan yang jelas. "Roderich Edelstein."

"Ersz―" Jangan jadi manusia gagu disaat seperti ini, kau. "Erszebét Héderváry." Dan sambut uluran tangannya. Tidak sopan sekali membiarkannya menunggu hanya untuk berjabat tangan denganmu.

"Jadi, apa tak apa-apa?"
"Eh?"
"Kau tak punya kamar― untuk sementara ini. Secepatnya aku akan memperbaiki hal itu, kujamin― dan ini sudah larut malam." Mata violetnya mengarah lurus padamu; kau pun menjadi korban matanya. Membuatmu membatu. Ah, baru kau sadari kalau ternyata orang ini memiliki tahi lalat di bagian kiri bawah bibirnya. "Menginap sementara di kamarku?"

"...Y-yeah?"

Kau pun siap-siap meleleh dalam hitungan tiga, dua, satu―

.

"Ah, wajahmu kotor sekali, Nona."

Kau pun pingsan.

.


.

She Moves in Her Own Way– The Kooks

.


.

Hanyalah cerita multichapter yang (kemungkinan) akan saaaangat pendek. Saya ngga punya ide lain yang lebih masuk akal untuk pair straight favorit saya ini, jadilah cerita total AU ini. #sigh FF AU pertama (from all of my FF list); jadi mohon kerjasamanya. Saya kurang pengalaman soal AU...

Yep, I'm an AusHun-shipper. :-)

Critics and suggestions are seriously lovely and help me improve more!

-Shin

.

Samarinda, 24 September 2012