The Mighty Fall

An EXO Fiction

By: Boomiee92 ft Ren

HunKai

Rating: M

BAB SATU

Vampire dengan segala kekuatan dan kekuasaannya telah menjadi pemimpin mutlak dan manusia hanya berlaku sebagai budak. Begitulah cerita ini dimulai.

Seorang pemuda manis berkulit kecoklatan berlari di sepanjang padang bunga Lavender, hari ini dia memang sengaja membolos sekolah. Menurutnya materi di sekolah itu sangat membosankan hanya mengajarkan tentang kehebatan bangsa vampire, bagaimana caranya memuaskan mereka, dan jangan lupakan berbagai cara bercocok tanam karena desa tempat tinggalnya memang basis untuk menyuplai hasil pertanian ke kerajaan. Semua teori untuk menanam bunga lavender, gandum, apel, dan anggur sudah Jongin kuasai karena itu dia merasa tidak perlu pergi ke sekolah.

CTAK! "Aw!" lemparan kerikil tepat mengenai kepala Jongin membuatnya mengaduh kesakitan dan berhenti melangkahkan kaki dan menoleh ke belakang.

"Bocah tengil!" pekik Taemin, sahabatnya, sambil berkacak pinggang. "Kau mau membolos lagi ya?!" Jongin hanya menjulurkan lidahnya kemudian berlari cepat meninggalkan Taemin. "Aku akan mengadukanmu pada Sungmin saem!" Jongin tidak peduli dengan ancaman Taemin dia terus berlari pergi menuju padang rumput di bukit yang berbatasan dengan perkebunan apel dan hutan terlarang.

Setelah berlari selama kurang lebih lima menit Jongin akhirnya sampai di padang rumput. "Indah sekali," gumam Jongin, entah sudah berapa kali dirinya berada di tempat ini namun ia selalu takjub dengan indahnya padang rumput Jongin menoleh ke kanan mengamati pagar tinggi berkawat yang melindungi hutan terlarang dari para manusia. Hutan yang tidak boleh dimasuki oleh manusia beberapa kali Jongin mendekati pagar pembatas dan mencoba melihat sesuatu di dalam hutan. Gagal, karena apapun yang coba disembunyikan tertutup oleh rindangnya pepohonan.

Jongin juga pernah mencoba memanjat pohon apel namun itu tak berguna. Tinggi pohon apel tak seberapa dibanding tingginya pohon pinus, ek, sikamor, dan jenis pohon raksasa lainnya.

"Jongin." Kebahagiaan Jongin berakhir terlalu cepat, ia memutar tubuhnya perlahan mendapati kakaknya berkacak pinggang. "Kau membolos lagi?" desis Kyungsoo dengan nada berbahaya.

"Karena sekolah tidak penting." Gumam Jongin.

"Pulang sekarang dan besok Hyung harus menghadap Sungmin saem untuk menjelaskan alasan membolosmu." Kyungsoo berkata panjang lebar sedangkan Jongin hanya diam dan menundukkan kepalanya. "Aku tahu kau tidak menyesal Jongin."

Jongin mengangkat kepalanya kemudian tersenyum lebar. Kyungsoo mendekati Jongin dengan cepat dan menjitak kepala adiknya keras. "Sakit! Tadi aku sudah dilempar kerikil oleh Taemin sekarang ditambahi lagi! Aku bisa bodoh!" Jongin memekik protes.

"Kau masih memikirkan otakmu?" tatapan mata Kyungsoo mengerikan.

"Hyung…," rengek Jongin.

"Sudahlah, sebaiknya kau pulang jangan berkeliaran. Aku harus meneruskan pekerjaanku di kebun apel."

"Aku bisa membantu Kyungsoo hyung di kebun atau ladang, aku tak butuk sekolah."

"Kau mau dihukum kerajaan?" Jongin bungkam dan dengan gontai dia melangkahkan kedua kakinya meninggalkan padang rumput yang menjadi tempat favoritnya.

Kedua mata bulat Jongin membelalak ia memutar tubuhnya dengan cepat. "Hyung ini sudah musim panen?" Kyungsoo mengangguk pelan. "Berarti besok mereka akan datang?" Kyungsoo kembali mengangguk.

Musim panen adalah musim terburuk, karena selain membawa hasil panen, orang-orang suruhan kerajaan meminta hiburan. Akan ada yang terpilih sebagai pemuas napsu. "Kuharapa bukan kau yang terpilih Jongin." Ucap Kyungsoo kemudian diiringi dengan senyum perih.

"Aku juga berharap bukan Kyungsoo hyung yang terpilih." Balas Jongin. Kyungsoo tersenyum tulus kemudian memberikan sekeranjang apel kepada Jongin, tentu saja apel-apel itu adalah apel yang tidak lolos seleksi, tidak matang dengan sempurna, tidak berwarna merah dengan sempurna, tidak memiliki bentuk yang sempurna.

"Hanya ini untuk makan malam, maaf."

"Tidak masalah Hyung!" pekik Jongin kemudian menyambar keranjang plastik dari tangan Kyungsoo dan berlari cepat meninggalkan padang rumput.

Memasuki pemukiman desa keributan terlihat, Jongin mengerutkan dahinya ia melihat seluruh teman-temannya sudah pulang padahal sekarang seharusnya masih berlangsung jam pelajaran. "Minho hyung," gumam Jongin melihat kepnikan Minho tanpa sadar Jongin menjatuhkan keranjang apelnya dan berlari mengikuti Minho.

Dan benar saja, Taemin. Taemin yang terpilih menjadi pemuas napsu Tao. Ada tanda merah besar di pintu masuk rumah keluarga Lee. Keduanya terpaku di depan pintu keluarga Lee, sementara semua orang sudah membubarkan diri mereka. Lega bukan diri mereka atau anak-anak mereka yang terpilih.

"Aku harus membawa Taemin pergi." Jongin bisa mendengar bisikan Minho dengan sangat jelas. Dan Jongin hanya bisa berdiri terpaku saat Minho menghambur memasuki rumah keluarga Taemin.

"Ah ya ampun…," keluh Jongin saat dia mengingat apel-apel makan malamnya. Jongin langsung memutar tubuhnya dan mulai memunguti apel-apel yang tadi dia jatuhkan, memasukannya kembali ke dalam keranjang.

Sesampainya di rumah Jongin langsung pergi ke kamar yang ia tempati dengan Kyungsoo, melepas ransel, mengganti seragam sekolahnya, kemudian mencuci semua apel yang dia bawa meletakannya ke atas piring dan meletakkannya di atas meja rendah.

Jongin memutar tubuhnya saat mendengar derit suara pintu. "Selamat datang Kyungsoo hyung." Kyungsoo tidak tersenyum, Jongin yakin kakaknya sudah tahu apa yang terjadi.

"Kau belum makan?"

"Kyungsoo hyung pulang lebih cepat?"

"Pekerjaan selesai lebih cepat."

"Ah, mandilah aku akan menunggu untuk makan malam."

"Jongin—Taemin…," Jongin hanya tersenyum perih mendengar kakaknya yang tak mampu melanjutkan kalimatnya.

"Ya. Aku lega bukan Kyungsoo hyung yang terpilih tapi Taemin—Taemin sahabatku." Jongin menundukkan kepalanya Kyungsoo langsung merengkuh tubuh sang adik, memeluknya dengan erat. "Kapan semua ini berakhir Hyung. Kapan semua ini berakhir?"

"Seandainya aku tahu Jongin, seandainya aku tahu…," bisik Kyungsoo.

.

.

.

Minho tidak ingin orang lain menyentuh Taemin, Minho tidak ingin kekasihnya menjadi pemuas napsu para vampire karena itu dia menyembunyikan Taemin di goa di dekat hutan terlarang. Dan sekarang Minho disiksa di alun-alun, tubuhnya diikat pada tiang bendera kebesaran kerajaan, setengah telanjang, dengan punggung terkelupas, di bawah terik matahari. Tidak ada seorangpun yang berani membebaskan Minho karena mereka akan mendapat masalah. Jongin menelan ludahnya kasar, ia berdiri di dekat pagar pembatas alun-alun. Niatnya untuk membolos dan pergi ke padang rumput terhenti.

Jongin tidak tahu jika Minho menyembunyikan Taemin sampai dirinya berjalan melintasi alun-alun, dia juga tidak tahu jika orang yang ia kenal dengan baik disiksa oleh tentara kerajaan. "Keterlaluan," gumamnya, entah mendapat keberanian darimana Jongin melangkah mendekat.

"Berhenti." Ucap Key. "Kau akan mendapat masalah." Kalimat itu membuat Jongin ragu namun ia mendapatkan keberaniannya kembali iapun melangkah memasuki alun-alun mengabaikan semua tatapan ketakutan yang ditujukan padanya. Jongin berdiri di hadapan Minho melepaskan ransel sekolah lusuh di punggungnya dan mengeluarkan botol minuman yang terbuat dari plastik murahan.

"Minumlah." Ucap Jongin sambil membantu Minho meminum airnya. Minho menenggak air di dalam botol itu kesetanan, Jongin mendongak menatap matahari terik yang seolah mengejek semua kemalangan yang terjadi di desa ini.

"Terimakasih Jongin." Ucap Minho dengan suara serak. Jongin hanya tersenyum simpul. "Pergilah kau akan mendapat masalah." Jongin menggeleng pelan. "Jongin pergilah, aku mohon." Jongin abaikan permintaan Minho, kedua tangannya mulai membuka ikatan Minho.

"Aku akan mengobati lukamu." Jongin membawa Minho ke rumahnya, tidak ada Kyungsoo, dia masih sibuk di ladang menanam bunga Lavender.

Minho duduk di atas lantai kayu karena tidak ada kursi di rumah Jongin. Jongin membersihkan luka-luka Minho, membalurnya dengan ramuan kemudian membalutnya dengan perban. "Kurasa besok pagi kau tidak akan bisa bergerak karena nyeri."

"Apa kau sadar telah melibatkan dirimu dalam masalah besar, Jongin."

"Aku tahu, aku hanya tidak tahan menghadapi situasi menyebalkan ini."

"Semua orang juga tidak tahan."

"Tapi tidak ada yang berdaya."

"Semua orang menunggu Nemesis." Minho tak menanggapi kalimat Jongin. "Sudah selesai, kau bisa pulang dan beristirahat."

"Kuharap kau tidak mendapat masalah besar." Kali ini giliran Jongin yang tidak menanggapi kalimat Minho. "Jongin, apa kau percaya jika Nemesis akan datang?"

"Aku tidak tahu. Aku tidak bisa menjawab."

"Baiklah, terimakasih banyak atas bantuanmu Jongin."

"Sama-sama Minho hyung."

Jongin diam memperhatikan langkah Minho yang tertatih, dia masih terdiam saat pintu kayu rumah kecilnya tertutup pelan. Tidak lama pintu rumah terbuka, Jongin menatap Kyungsoo, dan ia tahu apa yang Kyungsoo ingin katakan. "Aku mengundang masalah, maaf Kyungsoo hyung." Kyungsoo tak menjawab dia hanya berjalan cepat menghampiri Jongin, terduduk di atas lantai kayu berdebu dan merengkuh tubuh Jongin memeluknya dengan erat.

Tidak akan ada bantuan jika mereka mendapat masalah, tidak aka nada yang berani melawan kerajaan. Kekuasaan mutlak, perbedaan kekuatan yang mencolok antara manusia dan vampire. "Jika terjadi sesuatu padamu, kita pergi dari desa ini bersama." Bisik Kyungsoo masih memeluk Jongin.

"Tidak akan terjadi apa-apa Hyung, tidak akan terjadi apa-apa."

Kyungsoo melepaskan pelukannya pada sang adik. "Aku mandi dulu, makan malam, lalu kita duduk di beranda dan melihat bintang, bagaimana?"

"Terdengar menyenangkan. Aku ingin mendengar ceritamu Hyung."

"Aku ingin mendengar ceritamu tentang sekolah." Jongin memutar bola matanya malas mendengar ucapan sang kakak. Kyungsoo terkekeh pelan.

"Aku mandi dulu tunggu aku." Ucap Kyungsoo mengacak rambut Jongin pelan kemudian berdiri dari atas lantai. "Jongin, bisakah kau menyapu rumah?"

"Ya." Jongin membalas dengan nada malas. "Aku akan membersihkan rumah ini demi Kyungsoo hyung tercinta." Jongin semakin jengkel.

.

.

.

Seperti biasa Jongin membolos sekolah, semua orang membicarakan tindakannya menolong Minho. Jongin yakin pihak kerajaan cepat atau lambat akan mendengar berita itu dan tinggal menunggu waktu bagi dirinya untuk menjalani hukuman. "Apa aku harus bunuh diri?" Jongin bertanya pada dirinya sendiri. Ia berada di padang rumput dengan berbagai perasaan yang berkacamuk di dalam dirinya. jongin menoleh ke kanan melihat pagar pembatas hutan. "Apa aku harus tinggal di hutan? Tidak, aku punya Kyungsoo hyung, aku tidak mungkin meninggalkan Kyungsoo hyung begitu saja." Jongin mendongak menatap langit mendung. "Apa yang akan terjadi padaku?"

Jongin meneruskan langkah kakinya kembali menyusuri pagar kawat pembatas. Ada celah yang cukup besar pada kawat, Jongin memeriksa keadaan. "Aman," gumamnya dan entah apa yang sedang dipikirkannya Jongin memutuskan untuk merangkak melewati celah, memasuki hutan terlarang. Tubuh Jongin menghilang dengan cepat, ditelan lebatnya semak-semak. Mata kiri Jongin memicing karena ranting semak yang sedikit menggores kulitnya.

Hutan dengan pepohonan menjulang tinggi tidak ada yang aneh, sulur-sulur dan akar-akar pohon memenuhi lantai hutan. Udara lembab karena lebatnya pepohonan dan Jongin bisa merasakan kemeja seragamnya yang basah dengan cepat. Jongin melangkahkan kedua kakinya menyusuri hutan, suasana di hutan cukup gelap meski sekarang siang hari masih berlangsung.

"Tidak ada yang aneh kenapa harus dilarang," Jongin bergumam kepada dirinya sendiri. "Aaaaaa!" Jongin memekik saat kaki kannnya menginjak sesuatu dan membuatnya terperosok. Jongin mencoba menarik kaki kanannya namun pada saat itulah dia justru terjatuh ke dalam. "Aaaaa!" Jongin hanya bisa berteriak tak berdaya, saat tubuhnya terjatuh dengan cepat. KRAKKK! Jongin membuka kedua matanya, punggungnnya tertahan oleh sulur-sulur pepohonan.

Kedua mata Jongin meneliti setiap sudut lubang tempatnya terjatuh, gelap, sangat gelap. Jongin ingat ia membawa pemantik api tanpa menunggu lagi ia raih pemantik dari saku kanan celananya, menyalakan api dan mulai mengamati keadaan sekitar. Jarak antara sulur dan lantai ternyata tidak jauh, Jongin bisa melompat turun. Jongin melihat lantai batu bata yang tertutup sulur dan akar di bawah kakinya, lalu dinding lembab yang juga tertutup oleh akar-akar pepohonan. Sesuatu yang terlihat seperti rak buku namun kosong.

Rasa penasaran Jongin semakin besar ia melangkah menjelajah lebih jauh. Ada sebuah buku tebal yang tergeletak di atas lantai, tampak tua, dan rapuh, terlihat jelas pula jika buku itu terkena jilatan api. "Persamaan Hak," gumam Jongin membaca tulisan yang masih bisa terbaca.

Jongin mematikan pemantik apinya ia turunkan ranselnya, kedua matanya sudah cukup beradaptasi dengan minimnya cahanya Jongin meraih buku itu dan melesakkannya ke dalam ransel. "Apa yang kau lakukan di sini?" terkejut, Jongin memutar tubuhnya dengan cepat dan menyalakan pemantik api.

Mata merah yang berkilat, vampire. "Aku tersesat."

"Kau melintasi pagar." Kalimat dingin itu seharusnya membuat Jongin takut.

"Aku benar-benar tersesat, aku mencari sesuatu untuk dimakan apa kau tidak tahu bahwa desa kekurangan bahan makanan. Semua hasil pertanian dikirim ke kerajaan." Ucap Jongin berdusta.

"Aku tahu." Vampire itu menjawab dengan nada datar dan dingin yang sama, ia melangkah maju, Jongin masih terpaku menatap lekat-lekat wajah vampire di hadapannya yang nyaris tanpa cacat. "Kau punya mata yang indah dan unik." Kening Jongin mengkerut. "Aku tidak pernah melihat manusia dengan warna mata ungu."

"Dan semua vampire memiliki warna mata merah menyala. Monster haus darah tanpa belas kasihan."

"Terimakasih atas pujianmu. Sebaiknya kau pergi dari sini, kau aku loloskan kali ini tapi jangan pernah mencoba untuk melintasi hutan terlarang lagi." Jongin tak menjawab ia memutar tubuhnya dengan cepat dan melangkah menuju tempatnya terjatuh tadi.

Jongin mematikan pemantik api, melesakkannya ke dalam saku ia melompat ke atas akar-akar pepohonan memanjat naik menuju lubang tempatnya terjatuh. Cahaya dari luar cukup sebagai penerang. "Hah!" Jongin memekik lega saat dirinya berhasil naik kembali.

"Kau masuk darimana?"

"Astaga!" Jongin memekik tertahan. Vampire memang cepat tapi apa mereka tak butuh sesuatu untuk dipanjat naik, Jongin menarik napas dalam-dalam menenangkan detak jantungnya. "Lubang di dekat perkebunan apel." Ucapnya sebelum melangkah pergi.

Sehun tahu jika pemuda itu mengambil sesuatu dan menyimpannya di dalam ransel yang dia bawa. Sehun memilih diam karena dia ingin melihat, mungkin saja sebuah pelajaran berharga untuk bangsanya akan segera dimulai.

Jongin berjongkok di belakang semak-semak, memastikan keadaan aman sebelum merangkak keluar melintasi pagar dari hutan terlarang. "Bagus," gumam Jongin kepada dirinya sendiri ia turunkan ranselnya kemudian mulai merangkak sambil menyeret ransel sekolahnya di belakang tubuhnya. Jongin menegakkan tubuhnya dengan cepat, membersihkan noda tanah pada lutut dan kedua telapak tangannya kemudian Jongin berlari cepat menuju pemukiman mengabaikan semua tatapan penduduk yang ditujukan kepadanya.

"Aku pulang."

"Kau membolos lagi kan Jongin?" Jongin hanya tersenyum. "Hyung tidak bekerja?"

"Aku diliburkan."

Jongin tak menjawab hanya seperti ini yang bisa para penduduk desa lakukan, memberi dukungan diam-diam kepada mereka yang akan mendapat hukuman dari kerajaan. Diliburkan kerja namun tetap mendapat pekerjaan. "Aku pergi ke kamar dulu Hyung."

"Aku memasak makan malam. Aku mendapat mie dan wortel dari tuan Hangeng pengelola kebun apel."

"Hyung bisa makan lebih dulu aku—aku harus belajar."

"Benarkah?!" kedua mata bulat Kyungsoo menatap sang adik tak percaya, Jongin mengangguk pelan kemudian bergegas masuk kamar sebelum Kyungsoo bertanya lebih banyak lagi.

Jongin duduk di atas satu-satunya kursi yang mereka miliki, duduk di dekat jendela memanfaatkan cahaya remang dari matahari yang hampir terbenam untuk membaca. Tidak banyak yang bisa dibaca karena hampir separuh buku terbakar.

Kyungsoo memilih untuk menunggu sang adik, ia tidak terbiasa makan seorang diri. Diam dan menunggu tanpa melakukan apa-apa membuat Kyungsoo berpikir tentang hukuman apa yang akan diberikan kepada dirinya atau Jongin atas tindakan Jongin yang menurut Kyungsoo bukanlah pelanggaran, itu adalah tindakan yang sangat tepat membantu orang lain. "Kyungsoo tidak ada yang berdaya," Kyungsoo berucap perih kepada dirinya sendiri.

Jongin merasa dadanya terhimpit dan jantungnya bisa meledak kapanpun sekarang. Ia berdiri dengan cepat dari kursinya kemudian merangkak memasuki kolong tempat tidur, menarik salah satu kayu lantai yang lepas, menjatuhkan buku yang baru saja dia baca ke bawah, ke tempat persembunyian yang aman, tempatnya menyimpan barang-barang peninggalkan kedua orangtuanya.

"Jongin."

DUAGH! "Awww!" Jongin memekik karena belakang kepalanya membentur kayu ranjang. Ia tarik tubuhnya keluar dari bawah ranjang kemudian duduk menatap Kyungsoo.

"Apa yang kau lakukan di bawah sana?" Kyungsoo menatap bingung.

"Aku—mencari bukuku." Dusta Jongin sembari mengusap-usap belakang kepalanya yang malang.

"Aku menunggumu untuk makan malam."

"Bukankah aku sudah bilang Kyungsoo hyung bisa makan dulu."

"Aku tidak bisa makan seorang diri."

"Baiklah, aku akan mengganti kemeja seragamku lalu menyusul Hyung." Kyungsoo mengangguk pelan diiringi senyuman simpul sebelum berbalik dan melangkah keluar dari kamar.

"Ah nyaris saja….," desah Jongin lega.

Mie yang dimasak dengan potongan wortel adalah menu yang luar biasa istimewa karena biasanya semua orang di desa ini hanya memakan buah-buahan yang tak layak kirim, atau buah-buahan yang setengah busuk. "Sungmin saem bilang kau dilarang membolos lagi."

"Aku tidak akan menurut."

"Jongin…," Kyungsoo mendesis berbahaya namun Jongin tetap tidak peduli.

"Jika kau terus membolos Sungmin saem tidak bisa terus melindungimu Jongin, aku tidak ingin kau mendapat masalah dengan kerajaan."

"Aku akan memikirkannya." Jongin membalas malas dan Kyungsoo memilih untuk mengakhiri topik pembicaraan yang tidak pernah menemui titik terang.

BRAK! BRAK! Ketukan pintu kasar terdengar jelas membuat Kyungsoo dan Jongin terkejut kedua langsung berdiri dari lantai dan pergi menuju pintu berdua. Tuan Hangeng sang pengawas desa serta tanah pertanian bediri dengan cemas. "Kyungsoo yang terpilih untuk melayani Tao besok."

"Tapi musim panen telah berakhir?!" Jongin memekik keras.

"Maaf aku tidak bisa melakukan apa-apa." Tuan Hangeng menatap kedua pemuda di hadapannya dengan penuh penyesalan.

"Terimakasih banyak Tuan." Ucap Kyungsoo sambil membungkukkan badannya.

Jongin tak tahan lagi ia memutuskan untuk berlari pergi mengabaikan teriakkan Kyungsoo yang memanggil namanya. Jalanan desa yang lengang dan gelap tak Jongin pedulikan ia terus berlari menuju padang rumput. Bintang dan Bulan nampak jelas di padang rumput, Jongin mendongak menarik napas dalam-dalam mengumpulkan oksigen ke dalam paru-parunya. "Brengsek! Tidak adil! Kenapa kami terus diperlakukan tidak adil!" Jongin berteriak sekuat tenaga.

Napasnya memburu, terengah-engah, Jongin menjatuhkan tubuhnya berlutut di atas rerumputan kedua tangannya mencengkeram rumput dengan kuat.

"Aku tidak menyangka kita akan bertemu kembali mata ungu?" suara itu mengejutkan Jongin, ia sontak berdiri dan memutar tubuhnya. Vampire yang ia temui di hutan terlarang kini berdiri tepat di hadapannya.

"Aku punya nama, jangan mengganti namaku seenakmu sendiri."

"Kalau begitu sebutkan namamu." Jongin mendengus dan memalingkan wajahnya ke arah lain. "Namaku Sehun."

"Aku tidak akan menyebutkan namaku." Tegas Jongin.

"Baiklah aku tidak akan memaksa."

"Baguslah."

"Aku bisa membantumu, agar kakakmu tidak menjadi korban Tao."

"Jangan berdusta Sehun."

Sehun menggeleng cepat. "Aku tidak berdusta, aku tidak terlalu suka dengan sistem kerajaan."

"Simpan bualanmu pergilah."

"Apa kau bisa menghadapi semua ini seorang diri?" Sehun menatap lekat-lekat kedua mata ungu Jongin. "Apa kau bisa menghadapinya Jongin?"

"Kau mengawasiku, kau tahu namaku. Kau bagian dari kerajaan yang menjijikan, Sehun pergilah."

"Aku ingin membantumu."

"Aku tidak membutuhkan bantuan monster!" Jongin berteriak marah kemudian berbalik dan berlari menuju rumahnya.

"Jongin."

"Aku tidak akan membiarkan Tao menyentuhmu Hyung apapun caranya." Jongin menatap sang kakak dengan kilatan tekad di kedua mata ungunya.

"Tidak, jangan melawan lagi Jongin. Aku sudah berjanji untuk melindungimu pada Ayah dan Ibu, aku bersedia melakukan apapun agar para vampire itu tak menyentuhmu. Kumohon jangan melawan lagi Jongin. Sudah cukup."

"Hyung." Bisik Jongin kemudian ia seolah tak menemukan suaranya untuk mengucapkan kata lain kepada Kyungsoo.

.

.

.

Senyum tulus Kyungsoo membuat hati Jongin seolah remuk. Ia hanya bisa berdiri di depan pintu rumahnya seorang diri sementara Kyungsoo akan dipaksa melayani Tao. Jongin mengedarkan pandangannya ke sekeliling tidak ada siapapun. BRAK! Suara sesuatu yang hancur di dalam rumah terdengar jelas, ia cukup tahu jika Tao sering menyiksa manusia yang dipilihnya menjadi pemuas.

Kedua tangan Jongin mengepal kuat, kuku-kukunya menembus permukaan kulitnya. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Ia tidak sadar saat kedua kakinya bergerak cepat mendobrak pintu rumah yang terkunci. Ia melesat ke kamar. Tao menarik rambut bagian belakang Kyungsoo, tubuh Kyungsoo masih terbalut pakaian namun wajahnya terlihat memar.

"Lancang sekali kau masuk." Suara Tao membuat Jongin mengeraskan rahangnya. "Kau manis, apa kau mau bermain denganku?" Tao melepaskan Kyungsoo mendekati Jongin berniat untuk menyentuh wajah Jongin namun Jongin menepis tangan Tao. "Kau berani padaku?!" amarah Tao meledak.

Tangan kanan Jongin meraih kursi dengan cepat memukulkannya ke tubuh Tao, kursi kayu itu hancur Tao tak terluka dan menyeringai meremehkan. "Itu tak akan melukaiku sekarang aku harus memberimu sedikit pelajaran."

Tao merangsek maju Jongin menajamkan kedua matanya, salah satu kaki kursi yang hancur dengan ujung runcing berada di tangan kanan Jongin. Semuanya berlangsung terlalu cepat, Jongin hampir tak sadar. Teriakkan Kyungsoo menarik Jongin kembali ke dunia nyata. Tao tergeletak di atas lantai kamar, bersimbah darah, dengan kayu kaki kursi menancap di dadanya. Jongin menatap tubuh Tao lekat-lekat, bukankah vampire adalah makhluk abadi? Mereka seharusnya tidak bisa mati.

"Jongin, Tao mati," Kyungsoo berucap pelan.

Jongin berjalan mundur kemudian menjatuhkan tubuhnya ke atas lantai, ia membunuh salah satu petinggi kerajaan. Selama ini belum pernah ada manusia yang berhasil membunuh vampire. Apa yang dikatakan buku itu ternyata berhasil, cara membunuh vampire. "Jongin," lirih Kyungsoo memanggil nama Jongin.

Jongin mengumpulkan sisa tenaga dan keberaniannya, ia berdiri dari atas lantai menegakkan tubuhnya dan menoleh menatap Kyungsoo. "Kali ini biar aku yang bertanggung jawab." Ucap Jongin sebelum melangkah cepat meninggalkan kamar.

"Jongin." Jongin terkejut saat sesuatu menahan lengan kanannya dan memutar tubuhnya.

"Se—Sehun?" Jongin bertanya dengan terbata.

Sehun tersenyum tipis. "Aku mengawasimu menunggumu berteriak meminta bantuan, tapi kau melakukannya seorang diri. Kau akan diburu oleh pihak kerajaan sekarang, aku bisa membantumu."

"Dengan cara apa?"

"Mengaku jika Tao mati karena aku."

"Terimakasih tapi aku tidak membutuhkan bantuanmu."

"Aku tidak ingin kau mati."

"Kenapa kau peduli padaku?" Sehun langsung bungkam sementara kedua mata ungu Jongin menatapnya penuh selidik. "Menyingkir dari jalanku." Jongin berucap dingin kemudian melangkah meninggalkan padang rumput serta Sehun.

Sehun menatap punggung Jongin yang menjauh, kegelapan tidak pernah menjadi masalah baginya. Seandainya Jongin tahu betapa rindunya Sehun pada semua keterbatasan manusia, seandainya Jongin tahu betapa Sehun merindukan setiap detik berharga yang berlalu karena manusia terbatas waktu mereka, seandainya Jongin tahu jika Sehun merindukan detak jantungnya kembali, seandainya Jongin tahu betapa rindunya Sehun menghirup manisnya aroma bunga ceri di musim semi, serta pembuluh darahnya yang berdenyut.

Bukan monster haus darah yang membeku seperti sekarang. Dan seandainya Jongin tahu jika mata ungunya telah menenggelamkan Sehun di awal perjumpaan di hutan terlarang siang itu. Sehun cukup kejam untuk membantai manusia tanpa berbuat salah, dan mata ungu Jongin adalah alasannya melepaskan Jongin.

Jongin memasukkan kedua tangannya ke dalam saku mantel tipisnya. Ia berjalan pelan menuju rumahnya yang tampak redup. Hanya satu bohlam redup berwarna kuning kemerahan menerangi beranda rumahnya, Jongin tak menghentikan langkahnya ia terus berjalan menuju rumah Hangeng sang pengawas desa. Manusia yang diberi mandat oleh kerajaan untuk mengawasi desa dan melaporkan semuanya.

Jongin melewati alun-alun tempat para manusia yang melanggar dijatuhi hukuman sementara atau dipermalukan. Dari alun-alun hanya melewati dua rumah untuk sampai di rumah Tuan Hangeng, rumah yang tidak ada bedanya dari rumah penduduk lain kecuali jumlah lampu penerangan yang lebih banyak. "Jongin."

"Halo Tuan." Balas Jongin pada Tuan Hangeng yang kebetulan ada di halaman rumah beliau sedang mengamati pohon apel tua yang sakit dan sebentar lagi akan mati.

"Ada masalah?"

"Terlalu banyak masalah." Balas Jongin sarkas dan tuan Hangeng hanya tersenyum simpul. "Saya membunuh Tao. Silakan laporkan pada kerajaan saya siap untuk menerima hukuman."

"Jangan bercanda Jongin." Hangeng tertawa pelan, tidak mungkin seorang manusia membunuh vampire.

"Saya bisa menunjukkan kepada Anda." Jongin menatap kedua mata tuan Hangeng dengan serius.

Hangeng tidak lagi menganggap kalimat Jongin sebagai bualan, meski di dalam hati dia berharap jika Jongin hanya bercanda atau bermimpi buruk. Membunuh vampire bukanlah masalah yang ringan, dan itu belum pernah terjadi sepanjang ingatan semua manusia. Jongin mendorong pintu rumahnya, melangkah memasuki kamar.

Kyungsoo berdiri di tengah ruangan dan tubuh Tao masih tergeletak di atas lantai, dengan posisi yang sama, dengan genangan darah yang masih sama. Hangeng tidak bisa mempercayai apa yang dilihatnya. "Aku akan melaporkan hal ini," bisik Hangeng.

"Tuan Hangeng bisakah Anda melindungi Kyungsoo hyung? Biarkan semua ini aku yang menanggung karena ini adalah salahku." Hangeng hanya mengangguk pelan.

Jongin menoleh menatap Kyungsoo. "Hyung, aku akan mengantar Kyungsoo hyung pergi ke rumah Taemin untuk menginap di sana." Kyungsoo merasa semua ini mimpi buruk dan dia hanya bisa mengangguk pasrah.

"Jongin, setelah mengantar Kyungsoo ke rumah Taemin kau pergi ke rumahku. Maaf tapi aku harus menahanmu." Ucap Hangeng setengah hati.

"Tentu Tuan." Balas Jongin.

Kyungsoo melempar tatapan tidak tega kepada sang adik. Jongin mencoba tersenyum kemudian memeluk sang kakak. "Semuanya akan baik-baik saja."

"Apa yang baik-baik saja Jongin?"

"Kyungsoo hyung akan aman." Balas Jongin. "Taemin tolong jaga Kyungsoo hyung." Taemin mengangguk pelan. "Aku pergi dulu."

"Jongin tidak." Kyungsoo berharap bisa mengubah semuanya, berharap kehidupan yang lebih baik itu semua yang dipikirkan semua orang tapi semua kenyataannya bertolak belakang.

Jongin berdiri di depan rumah Hangeng. Sang pengawas desa ternyata sudah menunggunya. "Masuklah, sekali lagi aku minta maaf Jongin."

"Ini bukan salah siapa-siapa." Ucap Jongin tidak ingin memperpanjang percakapannya dengan Hangeng. Hangeng membukakan pintu rumahnya untuk Jongin mempersilakan pemuda itu untuk masuk.

"Kau harus masuk ke dalam sel sementara, besok Tuan Siwon dan beberapa pengawalnya akan datang untuk menyelesaikan masalah ini." Jongin hanya mengangguk pelan.

"Nemesis apa Anda percaya tentang kehadiran Nemesis?" Hangeng tak menjawab, Jongin hanya tersenyum simpul kemudian melangkah memasuki sel sempit sementara. Tempat para warga desa yang dianggap bersalah ditahan sementara sampai petugas keamanan kerajaan tiba dan mengambil alih. Jongin duduk di atas lantai sel menyandarkan punggungnya pada dinding.

"Aku bisa membawakan potongan buah dan minuman untukmu."

Jongin menggeleng pelan. "Saya tidak lapar tapi terimakasih banyak tuan Hangeng."

Hangeng melangkah pergi meninggalkan Jongin. Merasa lelah Jongin memutuskan untuk membaringkan tubuhnya ke atas lantai sel. Memandangi jeruji besi di hadapannya, mencoba berpikir bagaimana caranya menyelesaikan masalah ini. Apa dirinya harus menyerah, tapi sepertinya semua orang akan menyerah dan pilihan itu terasa sebagai pilihan yang paling tepat. Jongin memejamkan kedua matanya berharap malam ini dia bisa bermimpi indah.

.

.

.

Ketukan pada jeruji sel membuat Jongin terjaga ia melihat Hangeng berdiri di luar sel dan membuka kunci sel. "Siwon dan pengawalnya sudah tiba." Jongin tidak menjawab dan langsung berdiri melangkah keluar mengikuti Hangeng.

Di luar kediaman Hangeng ada Siwon, pemimpin pasukan keamanan kerajaan beserta pengawal atau bawahannya yang berjumlah cukup banyak. Jongin mulai menghitung jumlah pengawal yang dibawa Siwon, ada sepuluh vampire. "Dia yang membunuh Tao?" Hangeng hanya mengangguk pelan. "Mengejutkan, bawa dia sekarang juga ke alun-alun." Perintah Siwon.

Dua orang vampire maju kemudian menarik kedua lengan Jongin dengan kasar dan menarik Jongin, memaksanya berjalan. Seluruh warga desa sepertinya sudah diberitahu untuk berkumpul di alun-alun, ada podium di alun-alun. Jongin mulai sadar apa yang dilakukannya bukanlah persoalan yang kecil. Jongin diseret menaiki podium.

"Sepanjang sejarah belum ada manusia yang melakukan pelanggaran seberat ini bahkan kerajaan masih bingung akan memberi hukuman pada anak ini!" Siwon memekik di depan pengeras suara. Seluruh penduduk desa terdiam. "Sebelum anak ini dibawa kami memberinya kesempatan untuk berbicara. Kalian harus mengambil semua kejadian ini sebagai pelajaran, jangan pernah melawan. Kerajaan berduka, kenakan pakaian hitam sampai seminggu ke depan."

Kedua penjaga yang menahan tangan Jongin mendorong tubuh Jongin ke hadapan pengeras suara. Siwon menarik kerah kemeja Jongin. "Sepuluh menit untuk kalimat terakhirmu Bajingan." Desis Siwon.

"Di masa lalu, bagian sejarah yang disembunyikan dari kita. Vampire adalah senjata manusia yang tamak untuk memperoleh kemenangan dan kekuasaan namun ketamakan itu justru menjadi bencana. Kita tidak perlu mengulang kesalahan di masa lalu, mari hidup dengan damai." Jongin mengamati wajah-wajah penduduk desa yang menatap penuh ketakutan kemudian mengamati wajah para vampire yang terlihat puas telah mengancam para penduduk desa.

"Ini adalah dongeng di masa lalu yang berjudul kesetaraan, saling menghormati, saling mengerti, memberikan hak, dan melaksanakan kewajiban. Hak untuk hidup, hak untuk merdeka, hak untuk menentukan pilihan, hak untuk bersuara, hak untuk dilindungi, hak untuk dihormati, hak untuk menentukan pasangan tanpa paksaan, hak untuk melahirkan keturunan. Manusia memiliki hak-hak yang menjadi kodrat sejak lahir. Dan keluarga kerajaan yang terhormat tidak memberikan hak itu kepada kita, para manusia."

Jongin mendengar kegaduhan. "Kita diperlakukan tak lebih dari binatang menjijikan, aku akan memilih mati daripada kehilangan semua hak itu. Menusuk jantung dan memenggal kepala, membakar tubuh agar para vampire tak bisa dibangkitkan kembali, perak akan memberi efek melumpuhkan. Nemesis tidak ada, tidak akan pernah datang, keadilan tidak ada, tidak akan pernah ada, jika kita tidak mewujudkannya sendiri."

TBC