Iyeaah, kembali bersama saya di cerita Black and White challenge yang tidak mungkin saya selesaikan dalam waktu singkat ini -_-

Iyaaaa, sudahlah fic ini ada lime dan lemonnya, asem asem dah! Hahaha-gaje- Dan pairnya tentu saja masih dirahasiakan *persaan anak-anak infant harusnya udah pada tau saya pake pair apa. Tapi yasuda lah lupakan!*

Di chap ini SasuSaku, warning yak bagi yang kagak suka ama pair ini, mending kagak usah baca, review aja yak yak yak! :D *ditimpukin* Thank's a lot buat dilia yang udah ngebenerin fic saya yang begitu hancur dengan tanda baca sak kepenake dewe dan deskripsi yang acak adut menjadi seperti ini, sungguh makasih sekali!!

Thank's juga buat blackpapillon-nee yang udah ngebuat challenge ini meskipun saya kemungkinan tidak menyelesaikannya tepat waktu -_- doanya aja deh!

Thank's buat Kamizuki-san yang udah ngasih ide buat saya. Tem! meskipun engkau tak akan membacanya tapi arigatou yah!! Dan buat Kimir-baka yang menemaniku setiap saat, arigatou juga yak , meskipun anda tidak akan membaca cerita ini.

Eunice ku cintaa makasih juga udah ngasih inspirasi buat fic ini!!! Arigatou. Meskipun nggak baca juga nggak apa-apa.

Untuk Paulina-sensei, moga-moga di baca yak! *gyaboo* hohoho

Udeh ah kelamaan banget deh saya, lanjut aja deh!!

"UNTITLED"

Original story by

Kristi Tamagochi

Rated

M

Side

White: Romance/fluff

Chapter one

Endless Love

Disclaimer

Naruto by Masashi Kishimoto

Thinking of You by Katy Perry-my beloved sista, hoho-

I Can Wait Forever by Simple Plan

Beta Reader

dilia-shiraishi

Challenge by

Blackpapillon


Selamat berakhir pekan semuanya, aku harap kalian bisa bersenang-senang dengan pacar, teman, atau keluarga di suatu tempat-tempat mengasyikkan di Paris. Sedangkan aku? Masih saja berkutat dengan laptop sialan ini, kesepuluh jemari tanganku dengan lincah menari-nari di keyboard. Terkadang jemariku berhenti sedang otakku memikirkan apalagi yang akan ku tulis.

Yah, karena memang itulah pekerjaanku—penulis cerpen dan cerbung di sebuah majalah bernama 'Fille de Cosmo'. Majalah yang sangat populer di kalangan wanita pekerja dan mahasiswa di Perancis. Yang membuat majalah ini terkenal selain artikel yang menarik adalah cerita bersambung yang aku tulis. Para pembaca sangat antusias menunggu majalah ini terbit.

Terang saja, cerita yang kubuat selalu menarik hati para pembaca, siapa dulu dong? Sakura... Ya. Sakura, itulah namaku; seorang wanita berumur duapuluh satu tahun dengan rambut merah muda, mata hijau zambrud, dan kulit putih.

Hmm... aku cukup sempurna bukan? Tak heran banyak laki-laki yang menyukaiku—bukannya aku bermaksud sombong, tapi memang iya!—. Aku pindah ke Paris sejak duduk di sekolah menengah karena aku sangat tertarik dengan bahasa Negara ini, sangat romantis.

Meski begitu, kedua orangtuaku masih tinggal di Jepang. Sibuk mengurusi bisnis keluarga yang sama sekali tidak menarik hatiku—jadi mungkin bisnis itu akan punah sebentar lagi.

Ngomong-ngomong, cerita bersambung yang kutulis bercerita tentang seorang anak muda pemakai narkoba yang hidup di tempat rehabilitasi, kemudian ia jatuh cinta pada seorang dokter yang mengobatinya. Yaah, intinya sih itu. Menarik tidak?

Saat ini aku sedang menulis untuk chapter ke-49, dimana si dokter yang cantik mulai membalas perasaan si pemuda itu dengan cara mengajaknya makan bersama dan berjalan-jalan di Paris; melihat menara Eiffel berdiri dengan megahnya. Tunggu dulu, kenapa aku malah menceritakan tentang tulisanku? Oke, cukup sampai situ saja, selanjutnya bisa dibaca di majalah Fille de Cosmo.

Dan untuk kedepannya, aku juga berencana menulis novel. Tapi tetap saja masih rencana ke depan, jadi aku sama sekali belum tahu mau menulis tentang apa. Yang pasti sih, harus ada unsur romancenya.

Namun sekali lagi—walaupun sebagian besar dari ceritaku bernuansa cinta, sampai sekarang aku belum menemukan seorang kekasih. Entah apa yang membuatku sulit untuk berinteraksi dengan laki-laki, mereka selalu membuatku susah. Dan yaa---

Comparisons are easily done

Once you've had a taste of perfection

Like an—

"Moshimoshi, Sasuke-kun," aku menjawab telepon dari Sasuke—teman seperjuanganku dari sekolah menengah sampai di redaksi majalah. Dia bukan penulis sepertiku, tapi dia pemimpin redaksi menggantikan kakaknya. Dan karena cukup dekat itulah, aku dan dia terbiasa berkomunikasi dengan bahasa Jepang.

"Aaaa, Sakura-san ada waktu? Malam ini ada yang ingin kubicarakan. Bisa datang ke McD sekarang juga?" ia bertanya dari seberang. Jujur pertanyaannya membuatku kesal.

Jelas saja, aku sedang menyelesaikan karanganku sekarang. Kalau tidak jadi besok, Franz—editorku— bisa marah kepadaku. Eh? Tapi tidak masalah juga. Toh, yang memanggilku ini pemimpin redaksi. Jika Franz marah, tinggal bilang kalau Sasuke yang membuatku terhenti mengerjakan pekerjaanku.

Setelah berpikir sejenak aku membuka mulut, "Pentingkah?"

"Iya, sangat. Bisa kau cepat datang?" ujar Sasuke, terdengar memaksa.

Aku menghela napas mendengar nada suaranya, "Okay, akan ku—," baru saja aku akan menyelesaikan kalimatku, dia sudah memutus sambungan. Bagus. Dia sebenarnya benar-benar ingin aku datang atau tidak, sih??!

***

Aku memakirkan mobil merah kebanggaanku di depan parkiran McD. Bisa kulihat dari sini Si-Pantat-Ayam-egois itu sudah berada di sana. Ia mengenakan kaus biru tua dengan gambar kuda jingkrak di dadanya—bisa dipastikan itu Polo-shirt—dan celana jeans seperti biasa. Sederhana namun tetap berhasil menarik perhatian.

Lihat saja berapa wanita yang meliriknya sambil cekikikan seperti setan ketika lewat di dekat dia. Kupikir aku harus segera menyelamatkannya dari setan-setan yang mengelilinginya, maka aku segera masuk ke dalam sambil menghentakkan kakiku yang terbalut sepatu bot coklat. Seperti orang kesetanan saja. Err-kenapa daritadi aku terus membicarakan setan, sih?

Dengan gerakan cepat aku duduk di kursi yang mengelilingi meja Sasuke. Ketika aku melirik sedikit, kulihat pandangan wanita-wanita setan itu berubah jadi tatapan membunuh. Huh, mereka pikir aku takut? Aku sudah terlalu biasa mendapati yang seperti ini, sudah kebal. Setelah mendengus—yang sengaja dikeraskan—, aku mulai angkat bicara, "Jadi Sasuke, apa yang mau kau bicarakan ?"

Ia melirikku lewat ekor mata, "Naruto akan kembali." jawabnya singkat.

Aku tercengang mendengar jawaban Sasuke, "Bodoh, kenapa tidak memberitahukan itu di telepon saja? Aku sampai harus meninggalkan pekerjaanku, hanya untuk mendengar berita seperti ini?! Great, Sasuke." Geramku sedikit sebal.

Sasuke menatap mataku dengan kening berkerut, "Sakura, ini 'kan malam minggu. Nikmatilah hari ini, kurasa kau sudah terlalu banyak bekerja, bukan?" kulihat wajahnya sedikit khawatir ketika mengatakan ini.

Aku mengibaskan tanganku tak sabar, "Eh, tau tidak? Majalah itu terbit seminggu tiga kali! Belum lagi cerpen-cerpen yang lain. Itu cukup membuatku gila!"

"Maka dari itu kita istirahat dulu, Dungu."

Aku melotot padanya. Ih, apa-apaan sih orang ini?! Mau kubunuh ya? Sudah menyuruh orang berhenti kerja dengan seenaknya, sekarang dia dengan seenaknya lagi mengejekku dungu. Dasar Pantat Ayam!

"Mau makan apa?" terdengar suara Sasuke yang membuat lamunanku buyar seketika, "Bigmac?"

"Hah? Eh? Oh, tidak. Cheeseburger, fried fries, dan milkshake saja," jawabku kemudian.

Dengan anggukan singkat, Sasuke meninggalkan meja menuju counter. Aku menyentuh keningku—kurasakan kepalaku sedikit sakit. Sudah sejak tadi, tapi aku terlalu sibuk hanya untuk mengurusi sakit kepala sialan ini. Setelah menghela napas berulang-ulang untuk menenangkan diri, aku melihat sekeliling. Dan yang kutemukan adalah banyaknya orang yang melongo melihatku.

Kenapa mereka? Apa ada sesuuatu di wajahku?

Tiba-tiba seorang wanita muda mengahampiriku dengan senyuman terukir di wajah. Aku menaikkan kedua alis—kurasa aku tak pernah mengenalnya.

"Bonne nuit, mademoiselle Haruno?" sapa wanita itu. Aku sedikit heran. Bagaimana bisa dia tahu namaku?? Apalagi ia melafalkan margaku dengan logat khas orang Perancis. Yah, mungkin dia salah satu penggemarku? —sudah biasa.

"Iya, betul. Siapa anda?" tanyaku sedikit ketus. Maaf ya, aku sedang lelah sekarang. Jadi ini sebetulnya sangat menggangguku.

Perempuan itu tersenyum meski mungkin menyadari nada ketus di alunan suaraku, "Aku menyukai cerita-ceritamu, sangat menyentuh." Ucapnya sebelum melanjutkan, "Apakah itu pacarmu? Sangat tampan ya."

Aku sedikit terbelalak ketika endengar kata 'pacar' dari wanita ini. Pacar? Siapa yang disebutnya pacar? Siapa yang dimaksud—oh, apa si Pantat Ayam ini??! Hahaha, siapa yang mau berpacaran dengan pria aneh seperti dia? Konyol sekali. "Bukan, tentu bukan. Kami teman sekantor. Dan ohya, terimakasih karena sudah memuji tulisanku." Aku balas tersenyum hambar.

"Oooh, tapi kalian berdua cocok." Komentarnya lagi. Membuat darahku seakan mendidih.

Cocok? Tuhan, cocok dari segi mana? Amit-amit sampai aku punya hubungan lebih dari teman dengannya. Sorry saja ya, tapi tidak. Terima kasih banyak.

Dan selanjutnya kami berdua berbincang-bincang singkat. Aku paksakan untuk tetap ramah dihadapannya—yah, bagaimanapun dia fansku, bukan?

Kemudian akhirnya aku mengetahui nama perempuan ini—Charlotte , ya itulah namanya. Ia bekerja di butik terkenal di Paris dan dia ingin aku untuk cepat menyelesaikan novelku yang sedang dalam masa pengerjaan. Dia juga berjanji akan datang lebih awal untuk mendapatkan novel itu beserta tanda tanganku.

Wuah, ternyata aku sangat famous, hebat. Tak lama kemudian aku melihat Sasuke datang membawa satu nampan penuh—kurasa dia memaksa bigmac, cheeseburger, dua kentang goreng ukuran sedang, milkshake, dan coke menjadi satu nampan— lewat ekor mataku.

Bodoh, aku masih bisa membantunya membawa makanan itu, kali. Apa dia pikir aku selemah itu hanya untuk membawa nampan, eh?!

Charlotte pergi begitu saja seraya mengucapkan selamat bersenang-senang padaku. Dan aku hanya membalasnya dengan anggukan dan senyuman—yang kuusahakan agar terlihat manis—. Setelah dia pergi aku menatap pria bodoh yang sok cool padahal kerepotan meletakkan makanan di meja sambil memutar bola mata.

"Kau masih bisa minta tolong padaku, Idiot," kataku dengan nada mengejek. Aku menjulurkan lidah padanya dan menatap dia sebal.

Namun Si Cowok Sok Cool ini malah mengacuhkanku yang kini sedang berusaha sibuk dengan tas. Dengan santai dia melahap bigmac dengan porsi besar dan mengunyahnya tanpa ampun. Ugh, menjijikkan. Aku berusaha untuk tidak melihat adegan yang menghilangkan nafsu makan dengan menyedot milkshakeku lalu mulai memakan cheeseburger sambil mengalihkan pandangan ke bawah. Ke sepatu boots-ku.

"Sakura kenapa kau melihat kebawah—sendawa—terus?" tanyanya lalu meminum coke dengan ganas. Orang ini memang kadang menjijikan. Ehem, ralat. SELALU menjijikkan. Iyeucks.

"Aku enek dengan cara kau makan. Kenapa sih cara makanmu selalu begitu?" hardikku kesal. Kali ini kepalaku benar-benar pusing, tau. Tak usahlah menambah bebanku dengan harus melihat pemandangan tak mengenakkan begitu. Ukh, sambil memijit-mijit pelipisku aku mengunyah cheeseburgerku perlahan.

Setelah mengahabisi bigmac malang itu Sasuke berkata, "Setelah ini bagaimana kalau kita jalan-jalan?"

Aku menaikkan alis curiga. "Ke?"

"Terserah. Kau mau kemana?" ia justru balik bertanya lagi. Membuatku memutar bola mata.

"Hm, temani aku belanja? Bagaimana?" tawarku sambil memberikan ekspresi wajah berseri-seri terbaikku plus puppy eyes yang terlalu berlebihan.

"Aaa, baiklah kalau begitu. Louvre saja," ujarnya sambil terkikik geli, "Kau akan bahagia hari ini, Saku-chaaaan."

Aku tersenyum geli, orang ini benar-benar berubah setelah lulus dari sekolah menengah, bukan Sasuke yang dingin tapi Sasuke yang baik dan konyol. Perubahan yang sangat sangat drastis dan... apa itu tadi? Saku-chan? Ah, aku menyukai panggilan baru ini.

You look so beautiful today

When you're sitting there it's hard for me—

"Allo, oh, kau, iya jam berapa? Oh, oke akan kujemput kau di bandara sekitar jam satu, oke. Jaa." Percakapan Sasuke dengan seseorang sungguh sangat singkat, hal itu membuatku sangat penasaran.

"Siapa?"

"Naruto. Ohya, lusa jam satu kau mau ikut bersamaku menjemputnya? Itupun kalau tidak di delay." tawar Sasuke kepadaku.

Aku berpikir sejenak, "Tidak bisa, kalau hari ini kita jalan-jalan, berarti besok aku harus menyelesaikan kerjaan laknatku itu. Kecuali kalau kau mau aku pulang sekarang dan menyelesaikan naskah, baru kemudian ikut menjemput Naru."

"Begitu...," Sasuke terlihat sok berpikir, "Oke, kalau begitu kita jalan hari ini saja."

***

Malam yang indah, kupikir aku tidak mungkin keluar malam ini. Angin sepoi-sepoi musim semi mengelus pipiku. Huuah, suasana yang sangat indah. Banyak anak-anak kecil sedang berlari-larian di taman dekat menara Eiffel dan tentu saja banyak sepasang kekasih yang sedang bercengkrama juga.

Hmm...sebenarnya lingkungan ini tidak baik juga buat anak-anak. Terlalu banyak orang pacaran di sini. Yang ada anak-anak polos itu bisa menjelma menjadi orang dewasa sebelum waktunya. Hii, seram…

"Sasuke-kun, aku mau ke toko buku sebentar ya. Ada yang aku mau beli. Mau ikut?" tanyaku padanya yang masih sibuk dengan ponsel. Apa sih yang sedang dia lakukan? Chatting? Aah, aku tau di ponselnya ada aplikasi WLM tapi tolong jangan pamer, bikin iri saja. Mentang-mentang aku tak punya yang seperti itu... Ukh.

"Hm—iya aku ikut. Sebentar." kulihat dia memasukan ponselnya ke dalam saku celana lalu merangkulku paksa untuk masuk ke dalam toko buku yang jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat kami berdiri.

Toko buku ini sederhana, ukurannya tidak lebih dari sebuah rumah kecil. Namun toko buku ini menjual banyak buku-buku langka yang tidak terjual di tempat manapun, buku itu harganya juga sangat mahal. Desain ruanngan toko buku ini juga indah—dengan suasana pedesaan Inggris. Menutupi ukuran kecil yang menjadikan kekurangannya.

Lagipula ku kenal baik dengan Mademoiselle Victoria, pemilik toko buku ini. Dia yang mengurus toko ini bersama anak dan kedua cucunya. Begitu masuk ke dalam, lantai kayu yang sudah tua berdecit ketika kuinjak. Dinding yang berwarna putih juga rak-rak buku berwarna coklat menyambut sapuan pandangan mataku. Buku-buku tua tertata rapi di rak coklat dan di samping pintu masuk Victoria tersenyum ramah.

"Sakura, apa kabarmu? Sudah lama kau tidak kemari," sapanya hangat. Dialah orang Perancis terbaik yang pernah aku temui. Tingginya yang hanya 150 cm, wajahnya dihiasi rona keriput berwibawa, dan senyum lembut tak pernah lepas dari wajah teduhnya.

Aku tersenyum manis, "Aku rindu padamu, Madam."

"Me too." Ia menjawab sambil menepuk pundakku pelan.

Aku melihat Sasuke yang kelihatan bingung di sampingku. Ah, kurasa dia seperti kambing congek di antara perbincanganku dan Victoria jika aku tak mengajaknya ikut andil bicara. Akhirnya kuperkenalkan saja ia pada Victoria, "Perkenalkan, ini Sasuke, temanku. Jangan menatapku penuh curiga begitu. Aku memang tidak pernah membawanya kemari. Karena kupikir dia tak akan mau."

Victoria tersenyum kepada Sasuke dan dia membalasnya dengan seringaian konyol khas itu, seperti biasa. "Baiklah, Sasu. Tunggu di sini dulu, aku mau mencari beberapa buku yang bisa di baca." Aku berkata padanya yang mengangguk, kemudian berpaling ke Madam, "Ada stock baru?"

"Ada. Tentang rekarnasi kalau tidak salah. Silahkan kau cari saja sendiri." Ia menjawab lugas. "Dan hmm... Ada yang mau aku tanyakan, kenapa kau tidak pernah membawa temanmu yang tampan dan ramah ini kemari?"

Aku tersenyum, "Itu karena dia sibuk, dulu 'kan Naruto tidak pernah sesibuk dia. Selalu menyempatkan untuk menemaniku. Sekarang Naruto yang tidak sempat, maka mahkluk inilah yang kubawa."

Lalu aku menarik tangan Sasuke yang tidak berdosa ke dalam rangkulanku. "Tunggu, Sakura. Aku juga mau cari buku sendiri. Buku di sini unik-unik 'kan? Aku mau lihat-lihat buku sendiri."

Aku memperlihatkan wajah berpikir lalu mendorongnya ke arah lorong rak buku besar, "Baiklah. Selamat bersenang-senang."

Sementara itu kami sibuk sendiri. Sibuk dengan buku-buku yang kami inginkan dan ketika kulihat di meja kasir, Victoria sudah tidak ada lagi. Entah kemana wanita ramah itu pergi.

***

"Terimakasih Sakura dan temannya yang tampan. Datang kembali ya!" ujar Victoria setelah memasukkan buku terakhir ke dalam kantong plastik.

Aku tersenyum ramah, "Iya, tenang saja."

"Kami pasti akan kemari lagi Mademoiselle Victoria, tenang saja. Sampai jumpa." Kata Sasuke seraya melambai. Kami kemudian pergi meninggalkan toko buku terunik di kota Paris ini, "Belanjamu belanja buku, selalu ya?"

Aku tertawa sambil menyulut rokok yang baru saja ku ambil dari tasku. "Iya, dari dulu selalu begitu. Tahu saja kau Sas!"

"Hm... bagaimana kalau kita minum-minum dulu? Sudah lama bukan, kita tidak melakukan kegiatan minum-minum? Bagaimana?" tawar Sasuke sambil memandang ke arahku dan memasang tampang memohon.

Aku berpikir sejenak. "Emm, baiklah. Dimana?" memang aku sudah lama tidak minum-minum di akhir pekan. Biasanya aku melakukan ini bersama Naruto dan Sasuke pada saat kami masih di sekolah menengah.

"Di tempat biasa saja. Aku akan memesan satu botol white wiski dan bir. Kita akan mabuk sampai pagi." Kata Sasuke sambil berjalan semangat.

"Aaah, pasti aku nanti sudah tidak kuat. Hm, aku mau tequila dan vodka. Kita hamburkan saja uang," aku tertawa sendiri membayangkan Sasuke yang mabuk nanti. Ahaha, kami akan sama-sama mabuk. Aneh? Memang. Gila? Sangat.

Begitu sampai di bar, aku yang menentukan minuman pertama dan aku memilih tequila. Kami hanya akan mabuk ringan dengan tequila. Dua gelas di serahkan kepada kami, kami pun menegaknya tanpa ampun dan meneriakkan kata 'lagi' kepada bartender setelah gelas kedua habis.

Kali ini giliran Sasuke yang memesan, dia memilih bir. Ringan, maksudku tidak terlalu beralkohol tinggi buatku. Dua gelas besar berisi bir di serahkan kepada kami, dan kami meneguk itu semua dengan riang. Sebodo dengan orang-orang yang menganggap kami seperti sedang berlomba.

Kepalaku mulai pusing, tapi ini belum seberapa. Aku masih bisa menahan diri. Setelah menghabiskan bir kali ini aku memesan vodka dengan aroma stroberi. Dua gelas itu di serahkan kepada kami dan aku menegaknya perlahan tapi Sasuke sudah menghabiskannya dan dia memesan lagi. Setelah menghabiskan satu gelas aku mengikuti jejak Sasuke untuk memesan satu lagi.

Musik yang di putar sangat keras, bau rokok dimana-mana, dan ruangan yang tidak terlalu terang, membuat adrenalinku terpacu. Ini hal yang menyenangkan! Minum gila-gilaan bersama teman di akhir pekan. Kupikir aku akan terjebak di apartemen untuk menyelesaikan kerjaan yang tak kunjung selesai.

Untunglah kalau begitu. Setelah gelas di tanganku kosong, kepalaku mulai pusing. Sekali kali ini aku tidak bisa melawan rasa hangat yang menjalari tubuhku—aneh namun tak asing. Terasa nyaman di tubuh, meski di satu sisi membuat kepalaku seakan mau pecah. Sasuke memesan satu botol wiski. Haaah... dia gila. Kami bisa mabuk berat karena minuman ini. Tapi akan kuhabiskan secepat mungkin.

Wajah Sasuke memerah karena mabuk, kurasa wajahku juga. Aku membelai wajahnya, "Sudah tidak kuat, hah?"

Dia melihat ke arahku. "Sakura, kau benar-benar mabuk. Mungkin tanpa sadar kau akan menari telanjang di atas meja."

"Stripteace? Ah, sudah lama aku tidak melakukan hal itu, aku ingin melakukannya sekarang." Ujarku serius.

"Kau gila." Komentar Sasuke lalu menegak wiskinya.

Tapi aku tidak mempedulikannya. Aku naik ke atas meja lalu membuka tank-top dan celana jeansku. Di bagian membuka celana jeans aku agak kerepotan sedikit. Namun akhirnya toh, sekarang aku hanya memakai bra dan celana dalam berwarna putih saja.

Setelah itu aku benar-benar menari di hadapan banyak orang yang menyorakiku. Sasuke terlihat speechless dan itu membuatku senang. Kugoda dia dengan tarian mautku, sembari menjatuhkan diri ke pangkuan Sasuke dengan posisi kedua pahaku di antara perut Sasuke.

Tanganku masuk ke dalam bajunya untuk merasakan dadanya yang bidang. Tanpa kusadari, kini bibirnya mulai mencium bibirku ganas. Tidak lembut. Oh, atau lebih tepatnya disebut melumat, mungkin?

Orang-orang semakin menyoraki kami, Sasuke melepas ciuman panas kami dan menurunkanku yang sedikit mabuk. Mengambil pakaianku lalu mengeluarkan dompetnya dan entah apalagi yang dilakukannya aku hanya bersandar membelakangi meja. Setelah itu kami keluar dari bar. Sasuke masih menenteng dua botol wiski dan membantuku berjalan menuju motel sebelah. Sampai di meja resepsionis kudengar samar Sasuke memesan satu kamar. Untukku dan dia.

Setelah mendapatkan kunci kami masuk ke kamar yang berada di lantai dua itu. Sasuke menutup pintu pelan lalu membaringkanku di ranjang. Aku tidak mau. "Tidak, aku tidak mau tidur. Bisa kita lakukan aktivitas orang dewasa 'itu'? Sudah lama aku tidak melakukannya, lagi."

"Apa kau masih ingat terakhir kali melakukan hal itu dengan siapa?" tanya Sasuke sambil memegang gelas lalu menuangkan wiski.

Aku menatapnya kosong, "Dengan Naruto."

"Kapan?"

"Saat dia mau berangkat ke luar negeri, pesta perpisahannya." jawabku seadanya.

"Apa yang kau rasakan saat bercinta dengannya?" Sasuke bertanya.

Aku menarik napas dalam-dalam, "Aku merasa nyaman berada dekatnya, itu saja. Mengapa?"

Sasuke meletakkan gelas di meja lalu dengan cepat berlari ke arah ranjang dan menindihku keras. "Aku mencintaimu, Sakura."

Sebelum aku sempat menjawab—dia sudah menyumpal mulutku dengan mulutnya. Kami berciuman lagi. Dan kembali ganas. Tak ada kelembutan, tak ada keromantisan. Lidah kami saling bertaut, mencoba saling raba langit-langit, gigi, gusi, dan apapun yang bisa dijangkau. Aktivitas yang sangat menyenangkan.

Sasuke kemudian memasukkan tangan ke sela-sela pungungku dan kasur, mencari seseuatu lalu begitu menemukannya, dia melepas itu. Ciuman kami berakhir. Aku terengah-engah mencari oksigen untuk memasok paru-paruku. Tapi Sasuke tetap melakukan aktivitasnya.

Bibir dinginnya turun ke leherku yang jenjang untuk menjilat dan menghisapnya penuh nafsu. Aku sudah tidak tahan lagi untuk tidak mengeluarkan desah dan rintihan kenikmatan. Semakin ke bawah Sasuke bergerak, desahanku semakin menjadi-jadi. Dari leher turun ke bagian sensitifku kemudian perutku.

Setelah itu ia membuka pahaku perlahan lalu mengambil celah di antara celana dalamku dan kewanitaanku. Melakukan aktivitas dengan jarinya yang membuat tubuhku menggeliat dan mendesah berat.

"Kau mau lagi?" tanyanya dengan suara menggoda.

"Mmmnnn...," desahku penuh kenikmatan sambil mengangguk pasrah.

Kemudian bibirnya turun dan bibir itu melakukan hal yang sama dengan jarinya di bagian itu. Aku mendesah lagi ketika merasakan kenikmatan fana dunia ini. Tapi kemudian aku merasa sesuatu yang janggal, "Tunggu Sasuke, kau masih berpakaian?"

Dan dengan gerakan cepat, Sasuke melepas kaos birunya dan segala atribut lain serta melemparnya entah kemana. Kini tubuh kami polos tanpa ada sehelai benang pun yang menutupi setiap senti dari tubuh. Aku menatapi tiap senti gurat dada bidangnya. Membuatku tak bisa untuk tak berdecak kagum.

Sasuke kemudian membawa tubuhku agar terduduk, sekarang kami berhadapan dalam posisi ini. Ciuman panas itu berlangsung lagi, jarinya tetap melakukan aktivitas di bagian kewanitaanku. Dan akupun juga begitu, tak mau kalah dengannya; tanganku juga melakukan aktivitas di bagian terpenting pria.

"Mmmnnhh…" Sasuke dan aku mendesah, aktivitas ini berlangsung cukup lama. Aku menikmatinya, menikmati Sasuke seperti aku menikmati tubuh Naruto yang hangat meskipun tetap merasakan perbedaan di sini. Ya, tubuh ini dingin.

Tak lama Sasuke menyelesaikan aktifitas jarinya—yang tentu saja membuatku merengut tidak suka. Tapi ketika melihat ia menidurkanku, aku kembali bersemangat. Ya, babak baru akan dimulai.

Pahaku dibukanya selebar mungkin. Aku tak bisa melihat apapun, namun aku dapat merasakan menerobosku masuk. Rasanya sedikit sakit pada awal, namun berubah nikmat di akhirnyat. Terus berlangsung, dan terus kami lakukan. Sampai aku merasakan sesuatu mengalir begitu saja dalam tubuhku, sesuatu yang hangat dan membuatku mendesah keras.

Dan kesadaranku kemudian berangsur hilang.


Hyaaah, lemon gaje bangeeet. Ah, yasudah lah apalagi yang mau saya katakan

REVIEWS please!

Thank's for reading and review. Dan kalau minum-minumnya keterlaluan mohon maaf saya sebenernya kurang berpengalaman di bidang minum-minum begitu. Dan kalau ada yang mau ditanyakan tentang kata-kata yang tidak dimengerti bisa lewat reviews. Sekali lagi mohon maaf bila kata-kata tidak mengenakan.

Cerita di atas hanya fiksi belaka, apabila terdapat kesamaan nama tokoh, tempat, dan kejadian, semuanya hanya kebetulan semata.

With love,

Kristi Tamagochi

(words: 3.295)