hai,.. ini adalah fanfic pertama saya, mohon dimaklumi jika kalimatnya masih rada kaku atau saya kurang bisa memberian gambaran ekspresi secara gamblang. chapter pertama ini sebenarnya adalah pembuka yang saya ambil dari sudut pandang honoka, berikutnya mungkin dari member lain dengan catatan cerita akan terus maju. hm, tag pairing akan berubah saat saya upload chapter baru
Chapter 1
Honoka
Aku tak tau pasti kapan aku merasakan sesuatu yang aneh di hatiku saat aku berhadapan dengannya. Aku mengenalnya sedari kami masih kecil dan masih bersama sampai sekarang, pada saat itu semuanya terasa biasa dan sangat menyenangan. Tapi semua berubah akhir akhir ini atau lebih tepatnya saat kami memasuki Sekolah Menengah Atas. Senyumnya pada ku, kebaikannya, kelembutannya, suaranya, bagaimana dia memperhatikanku, bagaimana dia mengkhawatirkanku, aku suka semua segala ekspresi yang dibuatnya. Saat dia sedih aku selalu ingin jadi orang pertama yang merangkulnya dan aku selalu berusaha untuk menyadarinya sebelum orang lain dapat mengerti. Mendapatkan perhatiannya benar benar sesuatu yang sering aku lakukan belakangan ini, kadang aku memanfaatkan ke killer an sahabatku yang satunya agar bisa bergantung padanya. Tidakkah itu suatu tindakan bodoh?
Minami Kotori, namanya. Gadis yang tak lepas dari senyum dan kehangatan. Dia selalu baik pada semua orang sehingga aku merasa aku tidak mendapatkan tempat special dihatinya. Keuntungan yang kudapat sekarang aku adalah sahabatnya, salah satu yang terdekat dengannya selain Umi. Mengingat status ku yang sama dengan umi lagi lagi membuatku sedikit sedih. Aku selalu bertanya apa yang akan membuatku special dimata kotori?
Perasaanku padanya sudah sampai pada tahap dimana aku tak dapat menahannya lagi dan ingin segera kuutarakan. Bagusnya lagi, sahabatku yang satunya lagi Umi, mendukungku. Kalau untuk urusanku padanya aku tak bisa curhat padanya, bagaimana mungkin bisa? Makanya aku selalu menceritaan pertumbuhan perasaan ku padanya kepada Umi yang sepertinya bisa mengerti dan mendukung hubungan ku dengannya. Saat aku bertanya pada Umi apakah dia merasa tersisihkan dengan perasaanku, Umi membalasnya sambil tersenyum dan berkata "mana mungkin begitu". Aku meyakinkan bahwa senyum yang diberikannya padaku bukanlah kepalsuan sehingga setiap saat atau lebih tepatnya setiap aku curhat tentang kotori pada umi aku akan selalu menanyakannya sehingga Umi benar benar bosan untuk menjawabnya.
Suatu hari, saat Kotori harus pulang lebih awal aku menggunakan kesempatan itu untuk curhat pada umi untuk memantapkan langkah ku selanjutnya. diperjalanan pulang sekolah, itulah waktu yang tepat, ku pikir.
"umi chan, aku akan menyatakan perasaanku padanya" aku mengepal tangan kananku setinggi dada dan aku yakin tekadku sudah bulat dan bisa meyakinkan umi seserius apa aku terhadap perasaanku pada kotori.
"eh, serius?" responnya seperti tidak yakin, dan umi bahkan tak melihatku saat mengatakannya. Dia hanya terus berjalan dengan santainya.
"tentu saja aku serius" aku ambil selangkah lebih awal dari umi dan memutar tubuhku berhadapan dengannya dan mulai berjalan mundur. Aku sengaja melakukan ini agar umi dapat melihat keseriusan dari raut wajahku. Tapi baru melihatku sebentar dia malah menundukkan pandangannya ke bawah.
"hah, andai kamu juga memperlihatkan keseriusanmu pada pelajaranmu" lalu umi dengan enteng melayangkan tangannya ke keningku untuk disentilnya.
"auw" dengan begitu aku kembali ke sampingnya dan tidak lagi menghalangi pandangannya. "kamu jahat umi chan" sambil kupegang keningku yang sebenarnya tidak terlalu sakit.
Di sepanjang jalan pulang aku terus terusan membicarakan rencana untuk menyatakan cintaku pada kotori yang seperti biasa dibarengi dengan wajah separuh hatinya umi. Tapi walaupun umi terlihat tidak tertarik dengan kisah cintaku, umi nyatanya akan selalu mendukungku di akhir pembicaran dengan sedikit memberikan masukan dan nasehatnya. Itulah yang ku suka dari umi. Aku rasa begitulah cara dia mendukungku.
"semoga kamu berhasil mengatakannya besok, honoka" umi berhenti dipersimpangan jalan dimana kami akan berpisah.
"terimakasih, umi chan" kubalas kata kata harapannya dengan senyuman ku yang terbaik sebelum akhirnya dia membalikkan badan dan kami benar benar berpisah.
Malamnya aku tidak bisa tidur sama sekali karena sibuk dengan berbagai hal yang akan terjadi besok. Berbagai rencana aku susun mulai dari tempat untuk menyatakannya, apa yang harus aku bicarakan sebelum menembaknya, atau kalimat macam apa yang akan aku pakai untuk menyatakannya. Semuanya benar benar tidak bisa aku pikirkan dengan benar dan makin semberawut ketika aku mulai berpikir bagaimana kalau kotori sudah memiliki orang yang disukainya, atau bagaimana nanti kalau dia akan ditolak, apakah hubungan mereka akan tetap sama jika kotori menolaknya. Berbagai pikiran pikiran tentang ditolak mendominasi otakku sehingga tanpa sadar matahari mulai muncul dipermukaan.
Dengan gontai aku kekamar mandi dan bersiap siap kesekolah. Perasaan ngantuk baru muncul saat aku hendak melangkahkan kaki dari rumah ke sekolah. Begadangku semalaman jadi tidak berarti karena sama sekali tidak ada rencana yang aku susun untuk hari ini.
"honoka chan, selamat pagi" suara bagai malaikat memenuhi gendang telingaku. Seketika ku tegapkan kepalaku yang terkulai ke bawah untuk balik menyapa sipemilik suara indah itu.
"pagi kotori chan" kupastikan memberikan senyumku yang seperti biasa walau setelah itu aku menguap lebar.
"aku juga disini loh" sahut umi yang sadar kalau kehadirannya tidak terdeteksi oleh ku.
"maaf umi chan, selamat pagi" aku hanya bisa nyengir berharap umi tidak ngambek.
"honoka chan, pagi ini kayaknya kamu ngantuk banget, begadang ya?" Tanya kotori perhatian, kepalanya sedikit di dongakkan padaku sehingga aku bisa melihat wajahnya hanya dengan melirik saja.
Melihatnya begitu dekat membuatku kaget dan seketika bisa melupakan kantukku. "masa?"
"tiap pagi juga honoka begitu" sela umi yang berada disebelah kotori, pandangannya tetap kedepan saat dia mengatakannya.
"umi chan" protesku. Dan kotori hanya bisa tersenyum seperti biasanya.
Waktu terasa cepat berlalu, aku sama sekali tidak bisa konsentrasi di kelas karena memikirkan tentang pernyataan cinta, dan akhirnya di hampir setiap kelas aku ketiduran, kayakanya untuk dua hal ini aku sering melakukannya, hehe.
Sampai akhirnya bel pulang berbunyi, aku tersentak dan jantungku mulai berdetak tidak karuan. Dalam hati aku selalu megulang kata "bagaimana ini".
Umi menepuk pundakku dan sambil tersenyum dia bilang "semangat, kamu pasti bisa, aku mendukungmu" setelah itu dia menghampiri kotori untuk mengatakan bahwa aku dan kotori bisa pulang duluan karena jadwal latihannya di klub memanah akan memakan waktu lama. Kotori mengangguk lalu tersenyum untuk kemudian melambaikan tangannya pada umi sampai ahirnya umi hilang dari pandangan kami.
Di hampir separuh jalan pulang aku hanya terdiam dan tidak banyak bicara selagi jantungku yang deg degan g bisa di ajak untuk rileks sesaat.
"honoka chan hari ini aneh lo" akhirnya kotori memecah kebisuan. Walaupun dia tak melihatku saat menyatakannya tapi terlihat wajah khawatir dari nya.
"ah, ma..masa? Biasa aja kok" ku kibaskan tanganku dengan grogi berharap kotori bisa mempercayai kebohonganku.
"bener lo, hari ini honoka chan lebih pendiam dan ga banyak bicara" kotori mulai melihat kearahku saat aku juga melihat kearahnya "apa jangan jangan honoka chan lagi sakit?" kotori semakin dekat denganku untuk meletakkan telapak tangannya di keningku.
Seketika jantungku berdetak lebih kencang akibat ketidak siapan ku atas serangan dadakan yang dilancarkan kotori. Aku termundur beberapa langkah sehingga tangannya tak lagi menyentuh keningku, dengan gugup ku jawab "g ah, kamu bisa rasain sendiri kan kotori chan"
"iya sih, terus?" kotori makin penasaran dengan motif dibalik berubahnya sifatku hari ini.
Aku tertunduk dan untuk sesaat terdiam, membuat kotori menghentikan langkahnya agar tidak meninggalkanku dibelakang. "honoka chan" sapanya saat dia merasa kian bingung dengan diriku hari ini.
Ku bulatkan tekat dan aku mulai menanyakan sesuatu padanya yang aku pikir bisa mengarahkan pembicaraan ini kepada aksi nyatakan cinta ku. Ku tegakkan kepalaku dan kembali berjalan, kotori pun menyesuaikan langkahnya dengan ku.
"kotori chan, apa kamu punya orang yang kamu suka?" aku beranikan melihat kearahnya, berharap ada jawaban tidak yang keluar dari mulutnya.
Kotori tersenyum "hm.." dia melirikku, lalu pandangannya kembali kedepan, melirikku lagi, lalu kedepan lagi untuk beberapa saat, terlihat raut wajah malu dan sedikit perubahan warna di pipinya. "menurut mu?" tapi pada akhirnya dia malah balik bertanya.
Aku tidak tahu apakah harus menaikkan harapanku atau malah menurunkannya karna situasi saat ini benar benar tak terprediksi dan masih membuatku bingung. "aaa.. rasanya wajar kalau kotori chan punya seseorang yang disukai"
"hmm.." kotori lalu tersenyum, ada jeda di balik senyumannya dan lagi dengan tersenyum akhirnya dia mengatakannya sambil menundukkan kepalanya "hmm, ada kok, Seseorang yang aku suka"
Mendengar jawabannya membuat jantungku mau copot saja. Aku tak mengahrapkan jawaban ini keluar dari mulutnya, tapi kenyataannya dia sudah melontarkannya. Aku kembali terhenti dalam perjalanan kami. Kotori yang menyadarinya menghampiriku saat dia sadar aku tertinggal dibelakangnya.
"honoka chan? Honoka chan?" kotori melambai lambaikan tangannya ke wajahku berusaha untuk membawaku kembali ke kenyataan. Tidak butuh waktu lama samapi akhirnya aku tersadar dan melihat kotori ngambek dan melipat tangannya di dada "honoka chan, kamu kenapa sih, hari ini aneh banget"
Aku gelagapan mencoba mecari alasan yang tepat agar terhindar dari interogasi soal keanehanku hari ini. "a..aku, kamu tau kotori chan, hari ini aku ga sarapan, siang tadi juga Cuma makan roti, jadi agak sedikit lemes gitu" kilahku
"heh?" kotori Nampak bingung sampai akhirnya dia menerima alasanku "pantes kalau gitu" ucapnya kemudian. "hm, gimana kalau ke café, aku yang traktir" ajaknya
"boleh kok" balasku setengah hati. Mendengar pernyataan kotori kalau dia menyukai seseoarng saat ini benar benar menguras energi ku. Aku sebenarnya udah kosong dan ga tau mau buat apa lagi, bahkan untuk menyatakan cinta sebenarnya udah ada rasa takut.
Akhirnya kami makan disebuah kafe terdekat, untuk mencairkan suasana aku bertanya apapun yang terlintas dibenakku tanpa mikir dua kali. "jadi kotori chan, siapa seseoarng yang beruntung yang bisa menarik perhatianmu?" aku menyesali pertanyaan yang aku lontarkan tepat saat aku selesai menanyakannya. Ingin rasanya jedukin kepala ini di tembok.
Kotori yang saat itu lagi minum terbatuk saat ku selesaikan pertanyaanku. "eh? Kita masih membahasnya?" tanyanya grogi dan agak panic.
"apa kotori chan ingin merahasiakannya dari ku? Bukankah kita sahabatan?" desakku padanya dengan sedikit senyum yang dipaksa.
Agak lama jeda yang diberikan kotori untuk menjawabnya, sebenarnya aku pun tidak mau mendengar jawabannya, tapi karena ini sudah terlanjur dan aku tidak bisa menariknya kembali. "honoka chan juga mengenal dia" akhirnya dia menjawab.
"eh?" aku pun bingung
Kotori tersenyum kembali tapi pandangannya tidak terarah padaku, sepertinya memandang jauh ntah kenama "dia selalu diantara kita" jawaban kotori benar benar bagaikan petir menghujam jantung, tentu saja dengan jawaban se simple itu aku sudah tau siapa yang dimaksudnya. Ya Tuhan, rasanya ingin cepat cepat keluar dari situasi ini.
Bersambung…
be free for your review, guys. karena masih baru, saya akan senang dikasih masukan. next, mungkin akan ngambil sudut pandang kotori
