"Mulai hari ini, Seokjin dan Namjoon bersaudara ya." .
.
.
Deep in Your Heart
by. SummerChii
.
.
.
AU! Typo! Semoga alurnya jelas~
BTS milik keluarganya dan kita semua, saya cuma pinjem nama
.
.
Kim!family (jangan trauma yah ehehe)
Warning: Bromance/bxb/otw menjerumus/chaptered
.
.
.
~enjoy~
01: Brotherhood
Mau bagaimana juga, di mata Seokjin semua laki-laki itu sama.
Tiga hal wajib yang membuat mereka puas.
Harta, wanita, kuasa.
Sialnya, dia seorang laki-laki, tulen.Jika ingin memilih, Seokjin pilih dia jadi wanita, mungkin.
Tapi setelah ditilik lagi dia benci dengan sosok wanita. Tak ada kenangan seorang wanita yang baik buatnya, jujur.Jika bagi semua orang ibu adalah sosok malaikat yang bisa disandari, buatnya sosok ibu itu seperti setan alas.Sama saja sama bapaknya.
Dia terheran-heran, apa jangan-jangan dia anak gelap atau produk ketidaksengajaan. Entah, bapaknya tak pernah bicara soal itu dan dia pernah digampar waktu bertanya hal semacam itu.
Dia berusaha peduli dengan asal usul keluarganya dan dirinya sendiri, tapi malah digampar. Jadi dia diam saja untuk kedepannya. Terserahlah saja mereka, pikirnya.Toh, hidupnya juga tak berarti. Masa bodoh dengan keluarga.
Didunia ini, Seokjin tidak punya apa-apa.Tidak ada satupun yang bisa dipercaya atau melindunginya. Cuma punggungnya sendiri yang sanggup.
Keras, dunia ini.
Hal yang sangat dia benci diurutan pertama; ayahnya, lalu jalang kesayangan appanya itu. Lalu adik tirinya.
Anak yang menghancurkan hidup dia dan keluarganya.
"Hyung, makan malam sudah siap."
Napas bocah itu terengah, poni pendeknya yang cepak basah. Tubuh jangkungnya berdiri didepan pintu kamar Seokjin yang terbuka sedikit. Sementara sang tuan sedang duduk dan menerjakan tugasnya, tidak memperhatikan sang adik yang memanggil namanya.
"Seokjin-hyung, eomma dan appa menunggu dibawah. Kita harus segera turun..."
Suaranya menyapa Seokjin lagi, membuat anak itu menatap tajam sang empunya suara. Adik tirinya berdiri diambang pintu, piyama hitamnya masih membalut dengan handuk ungu melingkar di lehernya. Sementara kakinya dibalut sandal bulu nyaman.
Bahkan anak itu punya sandal rumah yang berbeda dengan anggota keluarga lainnya.Seokjin benci itu.
"Turun saja kalau mau sana."
"Tapi, hyung... appa menyuruh kita turun-"
"DIA BUKAN APPAMU! DIA APPAKU! CUMA APPAKU!"
Anak itu kaget bukan main dengan sang kakak yang tiba-tiba marah dan mendorongnya keluar dari kamar.
"H-hyung.. m-mian... aku-"
"Maafmu itu percuma! Pergi sana! PERGI, JANGAN MUNCUL LAGI DIDEPANKU! MATI SAJA SANA!"
Seokjin mendorong kesal bahu mungil dongsaengnya, membiarkan punggung sempitnya menabrak teralis tangga.
Bukannya takut, yang lebih muda malah masih berusaha membujuk 'kakak'nya itu.
"Hyung... kita kan.. saudara, kenapa kau benci padaku?"
Seokjin benci saat dibilang mereka saudara. Seokjin benci pada anak itu. Emosinya meluap ketika ditanya kenapa dia benci adiknya.
Kenapa? Hah. Konyol.
"Karena kau perusak! Parasit! KAU MENGHANCURKAN KELUARGAKU, BODOH!"
Seokjin memukulnya.Memukul dia tepat di dada sampai jatuh, duduk bersandar pada teralis.
Lalu keheningan menyapa dia. Tidak ada lagi rengekan anak manja itu yang berusaha membuat dia mau makan malam bersama keluarga baru ini.
Dia nyaris berbalik, tapi anak itu tiba-tiba menangis, meringis.Seokjin berniat untuk cuek saja, dia tidak mau peduli kalau anak itu kenapa-kenapa.
Tapi melihat bocah itu sampai jatuh terduduk cuma gara-gara dipukul begitu membuat kakinya terpaku dilantai. Di ambang pintu kamarnya, memandangi dia yang diam disana meremas dada.
"KIM SEOKJIN!"Tak berapa lama, ayahnya datang sehabis mendengar keributan yang mereka buat. Wanita itu muncul dibelakangnya dengan wajah kaget saat melihat putranya meringkuk sambil meringis memegang dadanya.
"Namjoon... kau dengar eomma? Namjoon!"
Wanita itu histeris. Dia berusaha keras berjongkok walaupun perutnya sudah sebesar semangka.
Mendengar jalangnya menangis, appanya Seokjin tidak jadi menghajar anak kandungnya itu atau menanyakan hal lebih lanjut. Mereka sibuk, dengan anak itu. Sibuk mengurusnya yang sudah seperti ikan mati saja.
Melupakan dia, yang sebenarnya anak kandung sang appa. Anak kandung yang ditirikan.
Sementara anak tiri itu diperlakukan khusus.
Bahkan setelah membunuh ibunya, jalang itu dan anaknya masih mendapat perhatian khusus dari appanya.
Wajar bukan, kalau Seokjin membencinya?
XXX
"KIM SEOKJIN!"
Seokjin tak menghiraukan panggilan marah appanya, tetap membawa travel bag besar berisi baju-baju dan perlengkapannya, melempar kartu, kaus kaki, sepatu, atau apapun itu yang dia dapat dari ayahnya. Biar cuma pakai kaus bolong juga dia rela daripada didiskriminasi.
Seokjin sudah tidak peduli apa-apa. Dia tidak akan mati tanpa ayahnya, yakin dia akan hal itu, walau dia benar mau mati saja cepat-cepat.
"Aku keluar. Aku tidak akan berubah pikiran!"
Wanita itu sudah menangis menjadi-jadi sejak Seokjin mulai mengatainya dengan kata-kata yang tak pantas. Makin keras dia menangis saat tangan itu mengenai pipi mulus anak tiri yang sudah seatap dengannya hampir sepuluh tahun itu.
"MINTA MAAF PADA EOMMAMU! BOCAH SIALAN! KAU TIDAK BISA KEMANAPUN!"
Tangan kekar sang ayah menarik kembali Seokjin kedalam rumah, membuatnya harus terhempas di sofa. Biar sudah dewasa dan namja itu-ayahnya-sudah berumur, Seokjin masih tak sanggup menyambangi kekuatannya.
"Aku tidak akan minta maaf, tidak akan berlutut padanya. Siapa dia? Buat Taehyung maupun bangsat satu itu mungkin jalang disana itu-"
PLAKK
"Chagiya! Sudah, hentikan!"
Wanita itu berusaha menahan tangan kekar namja paruh baya didepannya, membuat wajahnya memerah marah. Dia menatap wanita mungil dihadapannya, yang berlumur airmata menatap dia dan menggeleng kepadanya, sementara anaknya yang lain berdiri terisak sendirian disudut ruang tamu. Dia menepis tangan mungilnya dengan lembut, kemudian menatap putra sulungnya sekali lagi.
"Kalau bukan gara-gara Ji Hye, kau sudah habis, Seokjin."
"Habisi saja aku, appa."
Seokjin menjawab sinis, menyunggingkan senyum miringnya dan menerima satu tamparan lagi yang merobek bibirnya. Wanita itu terus memintanya berhenti, namun tangannya bahkan tidak sempat menghentikan lengan kekar itu mengaduk pipi Seokjin sampai berdarah.
Bila Tuhan mentakdirkan Seokjin mati digebuki ayahnya, sungguh, dia akan sangat senang. Biar jalang itu tahu, Seokjin menderita gara-gara dia.
"Chagi. Sudah hentikan... sudah, Seokjin tidak bermaksud begitu pastinya... Seokjin-"
"Aku pulang."
Begitu suara bass menyapa seluruh ruangan, mereka semua langsung hening. Wanita itu langsung menghapus airmatanya kasar, menghilangkan bekas air mata yang menggenang. Pria paruh baya disampingnya juga langsung berusaha meredam marah.
"Namjoon-ah, selamat datang..."
Wanita itu yang pertama tersenyum, paksa dan mendatangi si jangkung berambut coklat gelap keunguan itu sambil menarik tangannya kecil. Namja itu menatap sang ayah dan membungkuk kecil, kemudian tersenyum sangat lebar pada adiknya, kemudian Seokjin yang duduk di sofa dengan ujung bibir robek.
"Seokjin-hyung-"
"Makan malam sudah siap, Namjoon-ah. Bagaimana kalau kau pergi mandi dulu lalu kita makan bersama, nde?"
Suara tegas milik sang ayah jauh terdengar lebih lembut intonasinya. Dia menatap putra tirinya dengan senyum super tenang. Kim Namjoon memandang ketiga orang itu bingung, kemudian beralih pada adiknya yang terisak dan menempel di dinding sekat menuju dapur.
Jika kalian bertanya kenapa bapaknya melakukan adegan menjijikkan seperti drama klasik, itu jawabannya karena Kim Namjoon anak spesial yang membanggakan ayahnya dengan segudang prestasi. Yang membuat rasa iba di hati ayahnya dengan segudang penyakit dan kemalangan. Dan anak laki-laki yang lebih penurut seperti seorang munafik, bersebrangan dengan Seokjin si pemberontak.
"Ah, ne... aku akan pergi keatas dulu dengan Taetae."
Seokjin menyunggingkan senyum miring.
Benar dugaannya. Anak itu akan berpura-pura seperti hari sebelumnya. Dia akan lari dan mangkir agar tak melihat betapa menyedihkan hidup Seokjin yang digampari ayah kandungnya sejak Namjoon masuk ke dalam keluarga mereka. Bahkan saat usianya menginjak delapan belas juga, semuanya masih sampah.
Dia sampah dan Namjoon emas.
Penghabisannya belum selesai. Anak itu pulang, berarti dia harus dipaksa memainkan peran lagi didepan dia. Brengsek, memang.
Tidak ayahnya, ibu tirinya, atau anak sialan itu sendiri...
Semuanya tak peduli dengan Seokjin dan hatinya yang sakit. Sakit keras, sama sakitnya dengan anak emas ayahnya itu. Sakit sekali, sampai dia merasa mau mati saja. Pergi, mati membusuk dimana saja. Bahkan dia berani bertaruh pada pencipta kalau keluarganya tidak akan mencari atau bahkan peduli dengan berita 'Seorang Anak SMA Mati Kelaparan di Jalan karena Ayahnya. Diketahui Bernama Kim Seokjin.' Mana ada mereka peduli dengan berita begitu?
Bagi mereka, dia tidak lebih daripada sampah.
XXX
Seokjin bukan orang yang mudah menyerah.
Jika dia tadi tak dapat keluar dari rumah karena appanya memaksa mereka berlima makan malam baik-baik seperti keluarga kebanyakan, dia tak akan menurut begitu saja dan tinggal di rumah baik-baik.
Dia boleh mengikuti alur ayahnya yang ingin mereka makan malam seperti keluarga-terserah apalah itu Seokjin tidak peduli- tapi yang pasti, dia tak akan mengikuti seluruh perkataan ayahnya bagai bidak catur yang patuh pasrah pada tuannya.
Perlu dicatat, biar wajahnya manis, Seokjin adalah seorang pemberontak.
Seperti saat ini, saat selimutnya dia juntaikan kebawah dan ranselnya sudah dilempar. Saat dia berdiri di balkon kamarnya setelah menutup jendela dan mematikan lampu, kemudian terjun kebawah diam-diam.
Jika dia tak bisa keluar dari rumah terang-terangan, dia akan mengumpat-umpat melakukannya.
Biar saja mereka berempat panik besok pagi-ah, mungkin bukannya panik, tapi malah bersyukur dan menghela napas lega.
Kalau boleh jujur,
Seokjin tidak punya tujuan yang lebih jelas daripada mati sekarang ini. Mungkin dia akan menginap di sauna dan menghirup udara sampai uang di sakunya habis dan menikmati nafas sebentar, lalu setelahnya mati dengan cara apapun. Seokjin tak pernah punya arah tujuan, tak pernah punya panduan dan tumpuan.
Bahkan setiap kali kakinya menapak tanah, dia tak tahu harus apa.
Tapi biarlah. Yang penting, dia keluar dari rumah itu. Itu hal yang paling meyakinkan buatnya. Hal yang paling menjamin buatnya.
Setelah selesai menapak tanah, dengan perlahan dia menuju gerbang rumahnya.
"Hyung?"
Seokjin menghentikan langkahnya dan memejamkan mata erat-erat. Lelah. Ini pukul tiga pagi dan kenapa sialnya, anak itu bisa bangun?
"Apa?"
Dia segera berbalik dan mendapati namja jangkung dengan kaus tipis dan celana tidurnya itu berdiri di ambang pintu, dengan wajah menyebalkannya yang penuh tanda tanya dan tangan bergetar di kenop pintu rumah mereka.
"Kau mau kemana malam-malam begini, hyung?"
"Bukan urusanmu, dik."
Seokjin menjawab sinis dan berbalik di detik berikutnya. Mengacuhkan namja yang lebih tan di ambang pintu.
Lalu setelah berapa lama ketika dia memanjat pagar, terdengar langkah kaki mengikutinya. Awalnya, dia acuh. Namun lama-kelamaan dia lelah dengan kelakuan bocah itu.
"Apa maumu, bodoh? Jangan mengikutiku seperti anjing."
Seokjin berbalik, mencengkram kuat kerah kaus Namjoon dan menariknya. Namja itu tak pergi dengan jaketnya, dia hanya menggunakan kaus tipis dan celana training hitam didepannya.
"Aku tidak bodoh untuk tahu, hyung... kau mau kabur dari rumah, kan?"
Seokjin tersenyum sinis. Dia lupa otak adiknya ini pintar.
"Lalu kenapa? Kau mau melarangku? Basi, Namjoon."
Seokjin tertawa, memutar matanya.
Kemudian melepaskan genggaman kausnya yang tipis dan mendorong Namjoon pelan. Seokjin melanjutkan perjalannya sampai ujung gang.
Tapi sepasang kaki itu mengikutinya.
"Sudah kubilang jangan mengikutiku, Namjoon!"
Kim Namjoon diam ditempatnya. Dia tahu benar akan diteriaki seperti ini, dia juga tahu Seokjin akan marah karena perbuatannya.
"Kalau sendirian-"
"Aku selalu sendirian, bangsat. Jangan sok peduli padaku. Pulang sana!"
Seokjin kembali memacu kakinya, mengacuhkan suara langkah kaki dibelakangnya yang dia yakin dari makhluk keras kepala itu. Dia tidak peduli, dia hanya mau pergi jauh-jauh dari kehidupan keluarganya yang aneh.
Dan mungkin mati membusuk dijalan, terserah. Dia tidak peduli.
"Hyung, jangan belok sana."
Suara pelan Namjoon tak dia pedulikan. Dia tetap memacu kakinya dan berjalan masuk kearah barat daya gang itu. Langkahnya lebih cepat dari Namjoon, biar kaki namja itu lebih panjang juga. Namjoon tidak baik dalam hal lari atau olahraga biar badannya bagus juga.
Seokjin memandang lurus kedepan, konstan berjalan sebelum tangan besar itu menggenggamnya kuat-kuat dan menariknya berjalan kearah terbalik.
"Kim Nam-"
"Dengar kataku. Disini berbahaya, kita harus pulang. Kita tidak hanya berdua disini, Seokjin"
Seokjin terdiam. Belum pernah dia menatap mata Namjoon yang sebegitu tajam, suaranya yang begitu berat juga belum pernah dia dengar.
"A-apa yang kau katakan, bodoh? Lepaskan! Nam-"
Seokjin sempat bergetar saat menyangkal adiknya itu. Kata-katanya membeku kala matanya menangkap dua pasang kaki mendekat kearah mereka. Tinggi masing-masing orang itu jauh diatas Namjoon, dengan badan bak kuli angkut dan muka sangar seperti singa. Memerah dan berkeringat, sebotol soju kosong ditangan masing-masing dari mereka.
"Penyusuuppp!!!"
Seorang dari mereka berteriak-setengah teler sambil memutar botol sojunya tinggi-tinggi. Dia tertawa seenaknya memamerkan gigi kuningnya.
"Hyung! Ada... yang cantik~ hik! Bisa dibawa pulang, hyung~"
Seorang dari mereka yang lebih pendek menginterupsi, berjalan mendekati Seokjin yang langsung dipunggungi Namjoon sampai dagunya menempel di bahu sang adik.
"Ouh... dia punya anjing penjaga... hyung!"
Namjoon mengeratkan tangannya pada Seokjin, tak bicara sepatah katapun bahkan saat Seokjin berusaha menepis tangannya yang selalu bergetar itu. Apa-apaan anak ini? Mau sok pahlawan dihadapannya?
Cih. Padahal kalau Namjoon tergores sedikit saja, Seokjin yang bakalan kena marah. Mau melindunginya? Kesurupan apa Kim Namjoon?
"Dongsaeng-ah... lihat anjing itu! Bahkan tuan putri tak mau bersamanya~ ouh... apa dia penculik?"
"Putri kita ini tidak suka padanya, hyung! Dia jahat!"
"Dongsaeng-ah~ kau tahu cara mematahkan tulangnya, bukan begitu?"
"Aye, aye! Anak baik tidak boleh kabur~"
Preman mabuk itu menghadang Namjoon dan mulai mengerjai dia. Memukul pipinya sampai limbung dan menendang perutnya. Seokjin hanya diam saja dan berusaha mencari celah buat lari, sama seperti yang dilakukan Namjoon tadi, namun gagal.
Namjoon yang ada dihadapannya dipukuli habis-habisan sementara anak itu terus berusaha berdiri biar kelihatannya tidak sanggup. Seokjin berniat menolongnya, namun nafasnya tercekat.
Yang lebih besar badannya mendekat kearahnya, menarik Seokjin kuat sekali sembari mengenggam dagunya bak boneka. Seokjin hanya diam, tak gentar sekalipun. Walau dia harus mati dikeroyok gelandangan, dia tak apa. Tapi kalau mampus diomeli bapaknya gara-gara anak sialan itu, Seokjin tidak sudi.
"Jangan melawan, bocah! Kupatahkan leher orang ini kalau kau sampai melawan!"
Gertakan itu membuat Namjoon tak berdiri lagi, membiarkan orang yang memukulinya puas menghajar dia. Entah dia sudah sekarat atau entah dia takut pada orang itu.
Dan kemudian, Seokjin merasakan orang itu menghimpitnya ke tembok sembari tangannya bermain di pantat sintalnya.
"Jangan berontak atau aku akan merobekmu..sayang."
Hanya saja, ada Kim Namjoon yang memberontak disini. Entah nyawa darimana orang itu bisa bangkit dan balas memukul preman tadi dengan botol soju. Dan itu membuat dua pemabuk tadi makin geram dan tambah menyiksanya.
Rahangnya dicekik kuat-kuat, diarahkan menuju bibir si pemabuk yang baunya minta ampun itu. Seokjin mengelak, menendang orang itu keras-keras walau di detik berikutnya dia rasa remuk karena dilempar menabrak tembok lainnya.
"Hyung-"
BRAKK
Seokjin kembali menjemput pening dan pekak ditelinganya. Pria yang mencekiknya itu menabrakkan kepalanya ke tembok keras-keras sambil berteriak, "tidur, cantik! Kau tidak boleh membantah" sampai rasa sakitnya setengah mampus.
Si mabuk itu tak menghiraukan jerit sesaknya atau peningnya sama sekali, masih melanjutkan aksinya. Sampai dia mengantuk.
Kepalanya pening. Sangat.
Samar-samar dia merasa sentuhan gamang di tubuhnya. Dan suara pukul serta bantingan botol kaca menganggu indera pendengarannya.
Seokjin tersenyum miring.
Apa dia akan mati begini? Diperkosa laki-laki dan dikeroyok? Atau mati dimaki ayahnya karena anak tiri kesayangannya itu bertengkar dengan preman?
Yang manapun terserah. Yang penting dia cepat mati.
Seokjin sudah tidak peduli. Semuanya terlalu sakit.
Sampai suara botol pecah itu menyapa telinganya dan wajah yang tak asing itu muncul didepannya. Habis. Babak belur dia, nafasnya kacau dan ditangannya sebotol soju pecah tergenggam. Pria yang menistakannya tadi terguling ke samping memegangi kepalanya kuat-kuat.
"KIM SEOKJIN!"
Seokjin ingin menutup matanya saja. Dia tidak mau mendengar apa-apa. Dia terlalu muak dengan semua kemungkinan yang akan terjadi saat dia bangun nanti. Dia terlalu muak dengan dunia dan dramanya.
Seokjin tak berusaha membuka matanya, tetap duduk diam bersandar di tembok dengan tubuh setengah limbung dan kepala berdarah. Seringai miring muncul di wajahnya.
Apa ini akhir buatku?
Belum ada tiga detik Seokjin memejamkan matanya, tengkuknya dicubit kuat.
Dia terkesiap, ingin menjerit keras.
Dan saat itu, bibirnya menyapa substrat kenyal yang anyir dan basah. Sedingin malam, selembut kulit ari jeruk yang terkelupas. Aroma besi mendominasi, tapi Seokjin masih merasakan rasa mint dari lidahnya yang menginvasi dan membuka matanya lebar-lebar.
Tunggu.
Meraup, melumat, menekan tengkuknya untuk semakin mendekat pada dia. Bukan dua sosok preman gendut yang tadi yang mengemut bibirnya. Bukan salah satu dari brengsek itu yang mengenggam nadinya kuat-kuat. Bukan mereka yang menyapu langit-langitnya dengan lembut memabukkan.
Bukan.
Tapi dia, yang piyamanya terkoyak. Yang basah keringat dan berhias lebam, yang dadanya menyapa angin malam yang kejam dihadapannya.
Kim Namjoon.
Adiknya sendiri, mencium-bukan. Mencumbu bibirnya.
Siapapun tolong bilang pada Tuhan untuk mengampuni dosa Seokjin di masa lampau agar dia tak mendapat hidup lebih pelik dari ini.
XXX
A/N:(aku suka bikin a/n guys! hehe)
Ada yang mau tebak, kira-kira namjun sama jin mau aku apain ya di chapter depan?
Sepatah dua patah kata buat ff ini... ini adalah ff REMAKE dari ffku yang pernah kupublish di wattpad. Hanya bedanya, cast, fandom, bahasa. Dan alurnya juga kuubah parah. Cuma konsepnya aja sama.
Ini peringatan banget banget banget...
1. Karena ini namjin yang jadi main character, mungkin ini bakalan sangat sangat sangat menjerumus. Mereka berdua tidak bisa tidak menjerumus kalau genrenya gak dibuat angst. Gimana dong? :( Huhuhu *cry* mereka akan penuh dosa, aku tahu. Aku ini penuh dosa. Aku thau.
2. Mengandung sedikit unsur incest. Buat reader-deul yang terganggu dengan topik ini, sungguh aku minta maaf karena membuat kalian membacanya sampe sini :( tapi gak sepenuhnya incest kok. AKU PUNYA RENCANA
3. Hehehe... kim!family lagi HEHEHEHE. ada yang mau rikues sesuatu? (Tidak menjamin keterkabulannya sih tapi akan kupikirkan)
Oiya. Buat reader-deul yang merayakan idul fitri,Mohon maaf lahir batin ya! Maafkan aku jika ada salah :)
Ditunggu kritik sarannya
SummerChii, 27.06.17
