Sea, You !

.

.

.

Apriltaste

.

.

Oh Sehun

Lu Han

.

.

HUNHAN/GS for Uke

Don't like ? Don't Read and Don't Bash !

Typo Everywhere

.

COLOR PHILOSOPHY

HUNHAN PROJECT

.

.

Turquoise /ˈtɜːrkɔɪz/ or /ˈtɜːrkwɔɪz/

is the name of a bluish-green color.

Kau seperti laut, seperti angin.

Membawa ketenangan dan kedamaian di dalam hatiku.

.

.

Kaki kecilnya melangkah pelan sembari menikmati halusnya butir-butir berwarna putih, kedua tangannya sesekali ia rentangkan. Mencoba menikmati bagaimana udara hangat itu menyelimuti dan menyentuh tubuhnya. Ia sangat menyukai belaian sang angin ketika tubuh kecilnya memerlukan sebuah kehangatan yang sangat ia rindukan. Telah berulang kali rambut panjang berwarna hitam itu tampak tak karuan karena tertiup angin. Dan telah berulang kali pula, sang pemilik hanya menghembuskan nafas lembutnya. Terdengar berat memang, tapi seperti itulah rasa rindunya pada lelaki itu.

Kedua kelopaknya ia tutup sembari menengadahkan kepala mungilnya menantang angin menuju hamparan angkasa berwarna biru dengan gumpalan-gumpalan putih yang tampak seperti kapas, kemudian ketika maniknya terbuka perlahat sorot miliknya menemukan hamparan air berwarna biru kehijauan dipadu dengan langit yang seolah terbentang tak berbatas dengan air yang menciptakan kilau-kilau indah dibawahnya.

Luhan nama wanita yang berdiri di pinggir pantai dengan rambut yang tergerai bebas itu, ia hanya tersenyum ketika merasakan angin pantai kembali menerpa wajah cantiknya. Ia sangat menyukai bagaimana suara deru ombak beserta angin laut yang mampu membawa seluruh pikirannya. Seperti lelaki itu membawa seluruh rasa bahagianya. Senyum Luhan kembali terkembang ketika bayangan jelas tentang rupa lelaki itu melintas dalam kepala kecilnya, senyumnya yang cantik tampak menawan bagai sebutir mutiara yang berasal dari laut terdalam. Senyum indah yang berharga. Luhan terlalu menikmati usapan angin dan nyanyian ombak miliknya hingga ia tak menyadari jika langit perlahan berubah menjadi jingga. Ah, Sudah berapa lama ia berdiri dipinggir pantai ini ? Entahlah, mungkin sama lamanya ketika ia menunggu lelaki itu pulang.

Ya, lelaki yang telah membawa separuh hatinya pergi. Lelaki yang telah membawa semua perasaan cinta miliknya. Dan lelaki yang sempat memenuhi seluruh harinya pada masa lalu. Luhan terkekeh ketika sebagian memori kenangannya terputar di dalam ingatannya. Kenangannya bersama lelaki itu. Ah, seandainya jika Luhan berani mengungkapkan perasaanya padanya, mungkin ia tak akan berakhir seperti ini. Hanya seadainya jika sang waktu menuruti permintaan Luhan untuk kembali pada masa lalunya, tapi sepertinya itu semua tak akan mungkin dan tak akan pernah terjadi. Karena ia sudah terlambat.

Tidak, lelaki itu tak pernah berbuat sesuatu yang menyakitkan hati Luhan, bahkan hampir seluruh hidupnya lelaki itu selalu berada di samping Luhan dan membuat senyuman indah milik Luhan terpatri apik pada wajah cantiknya. Luhan menyukainya, ketika lelaki itu tersenyum dan memanggil namanya dengan rendah. Luhan menyukainya, ketika lelaki itu berjalan menggandeng tangannya sembari menikmati ombak-ombak kecil yang menyapa kaki mereka. Dan Luhan sangat menyukai lelaki itu ketika mereka duduk dipinggir pantai hingga langit berubah menjadi gelap sembari membicarakan masa depan mereka yang di penuhi dengan candaan ringan.

Ah, Luhan terlalu merindukan lelaki itu..

Tak banyak yang bisa diceritakan tentang sosok yang mampu menawan seluruh hatinya, Luhan terlalu takut untuk mengungkapkan perasaannya pada sosok yang selalu ia puja. Bahkan Luhan terlalu penurut pada sosok itu ketika lelaki yang memiliki sorot tajam itu mengucapkan sebuah salam perpisahan didepan matanya.

Sampai jumpa lagi Luhan, tunggu aku.

Hanya itu sepenggal kalimat yang mampu membuatnya bertahan hingga selama ini. Tak ada alasan lain yang membuat Luhan masih memilih untuk menghirup segala udara di sekitarnya, ia mampu bertahan hidup dengan kalimat yang selalu terngiang pada pendengarannya. Luhan percaya jika suatu saat nanti lelaki itu akan kembali padanya dan mereka akan melanjutkan masa depan bersama.

.

.

.

.

Dress berwarna hijau pastel itu terayun pelan mengimbangi sang pemilik yang sedang menyusun bunga-bunga matahari kuning cerah yang berada di depan rumah kecil miliknya. Dengan langkah ringan, wanita itu berjalan memindah pot-pot kecil itu dengan hati-hati, takut jika bunganya akan jatuh dan gagal untuk ia tanam.

Jeju sama seperti dulu, sama seperti saat ia tinggalkan pada empat tahun yang lalu. Luhan merindukan bagaimana suasana damai di pulau ini. Walaupun, tingkat kunjungan turis meningkat tapi setidaknya pulau ini tak sebising Seoul. Dulunya, di tempat ini ia bersekolah dan menghabiskan sebagian besar masa remajanya, entahlah Luhan dilahirkan di China akan tetapi sejak bangku sekolah menengah ia lebih memilih hidup dengan neneknya. Hingga saat ini, ia memilih bertahan di Korea walaupun neneknya telah meninggal dunia dan kedua orang tuanya selalu bersikeras memintanya untuk kembali pulang ke negeri Ayahnya.

Luhan saat ini adalah seorang tenaga pengajar Bahasa Mandarin disalah satu sekolah menengah, sisanya ia menjadi pelayan di kedai milik teman dekatnya. Dan sekarang ? wanita itu tengah mengambil masa cuti untuk menenangkan pikirannya dan membersihkan rumah kecil neneknya. Rumah yang dipenuhi dengan kenangan masa lalunya yang bahagia.

Selesai, semua pot-pot kecil bunga matahari itu telah tersusun dengan sempurna di taman kecil beranda rumahnya. Sedikit lelah memang, tapi ini kegiatan menyenangkan menurut Luhan. Luhan menghembuskan nafasnya pelan ketika kedua maniknya menangkap sebuah ayunan berwarna putih yang terletak tepat dihalaman depan rumahnya. Ia tersenyum sembari berjalan pelan dan mendudukan diri disana. Entah mengapa perasaannya menjadi bahagia ketika ia kembali ke Jeju. Ia terlalu merindukan pulau ini berserta segala kenangan indahnya.

"Bagaimana sekarang ? Aku cantik kan ?" Wanita itu tersenyum kepada Lelaki yang duduk disampingnya, tangan lelaki itu terulur dan merapikan letak bunga yang terletak pada sela telinga wanita disampingnya.

"Sekarang, jauh lebih cantik." Senyuman tampan milik lelaki itu membuat hati Luhan menjadi berdebar tak karuan, sepasang mata elang yang selalu mengintimidasi nampak terlihat lebih manis ketika menjadi segaris bulan sabit dengan lengkungan menawan pada bibir lelaki itu.

"Sehun.. jangan tersenyum seperti itu." Suaranya menjadi terdengar lebih lucu pada pendengaran lelaki yang ia panggil Sehun itu. Hingga membuat Sehun terkekeh pelan sembari mengamati rona merah yang tiba-tiba muncul pada kedua pipi milik Luhan.

Luhan hanya membalas kekehan Sehun dengan pukulan ringan yang diciptakan tangan rantingnya pada dada bidang milik lelaki itu. Mencoba membuat Sehun berhenti menggodanya. Padahal, lelaki itu tahu jika senyumannya mampu membuat kaki Luhan terasa seperti jelly, wanita itu bisa jatuh kapan saja kedalam pesona Sehun.

Ketika matahari beranjak tinggi, mereka berdua akan tetap menghabiskan hari libur sekolah di tempat ini. Hanya duduk dipinggir pantai sembari menikmati gulungan ombak atau duduk pada ayunan putih didepan rumah Luhan sembari menikmati belaian-belaian angin laut yang harum.

"Luhan, kau menyukai warna apa ?" Suara itu, suara milik Sehun yang tiba-tiba terdengar pada pendengaran Luhan diiringi suara lembutnya sang angin yang mampu membuat tubuh Luhan menegang. Wanita itu menoleh dan menatap sepasang mata yang selalu berhasil membuatnya masuk terlalu dalam.

"Merah muda mungkin ? kau tau kan aku adalah pecinta Kucing merah muda yang menggemaskan itu ?" Luhan hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Sehun, setelahnya ia kembali menatap hamparan air yang terlihat berkilau terpapar sinar matahari didepan matanya. Sehun hanya mengangguk perlahan, menyetujui apa jawaban Luhan. Wanita itu selalu tergila-gila dengan tokoh kartun kesukaan anak kecil itu, bahkan mungkin sudah ratusan jumlah tokoh itu didalam kamar Luhan.

"Turquoise." Kalimat pelan Sehun membuat Luhan menoleh dan mengerutkan alisnya, wanita itu tak mengerti apa yang diucapkan oleh lelaki yang kini fokus manatap lautan di depan mereka.

"Aku menyukai warna Turquoise." Seolah tahu apa yang dipikiran Luhan, Sehun mencoba memperjelas kalimat yang diucapkannya.

"Kenapa Turquoise ? setahuku, anak laki-laki kebanyakan memilih warna netral atau mati. Seperti Hitam, Putih, Merah, Biru tua atau apalah yang nampak menakutkan." Kalimat Luhan terdengar seperti anak balita yang benar-benar tak tahu bagaimana cara menulis, membuat Sehun terkekeh kembali.

"Apa harus anak laki-laki menyukai warna seperti itu ? nyatanya aku lebih menyukai Turquoise."

"Baiklah, kalau boleh tahu kenapa kau menyukai warna itu ?" Tubuh Luhan ia bawa menyamping, mencoba membuat perhatiannya sepenuhnya pada Sehun.

"Karena aku menyukai Turquoise sama seperti aku menyukaimu." Kalimat yang keluar dari bibir Sehun mampu membuat Tubuh Luhan seolah beku secara tiba-tiba, entah apa yang terjadi pada semua saraf ditubuhnya yang tiba-tiba seolah mati bahkan udara disekitarnya terasa menipis, membuat wanita itu hampir tak dapat bernafas.

"Kau bercanda.." Luhan terkekeh dengan suara lirih ketika menyadari jika mereka sering melontarkan candaan seperti ini sebelumnya, lelaki itu tak pernah serius pada ucapannya. Walaupun Sehun tahu bagaimana Luhan memiliki sebuah rasa lebih kepadanya. Luhan juga tahu, jika Sehun hanya menganggapnya sebagai adik perempuan yang wajib lelaki itu lindungi. Tak lebih, karena mereka hanyalah sepasang kakak-adik tingkat di sekolah menengah.

"Kau tau kan aku menyukai laut? kau tau kan jika warna air laut itu adalah Turqouise, dan kau sama seperti air Laut Luhan.."

"Apa maksud-"

Cup.

Sepasang mata rusa itu terkejut ketika dengan gerakan cepat sesuatu yang lembut mengecup bibirnya dengan ringan. Ketika Sehun menarik wajahnya sedikit menjauh, mata elangnya beradu tatap dengan sepasang mata rusa milik Luhan. Lelaki itu merasakan degup jantungnya ketika rona merah samar kembali menghiasi pipi putih milik Luhan. Sehun sadar, jika selama ini adik tingkat cantiknya itu berhasil membuatnya tersenyum tanpa paksaan, mengubah Sehun dengan image dingin menjadi lebih hangat seperti batuan es yang mencair di tengah terik matahari.

Sehun bersyukur ketika ia mengenal Luhan pada masa perkenalan siswa baru disekolahnya, ia tersenyum mendapati Luhan mengerucutkan bibirnya ketika wanita itu membersihkan seluruh jendela di lorong lantai satu. Wanita itu terus menggerutu karena tak terima dengan hukuman yang diberikan oleh seniornya hanya karena ia terlambat menghadari upacara penerimaan siswa baru.

Dan Sehun bersyukur, ketika Chanyeol selaku senior kelompok Luhan menyerahkan tugas untuk mengawasi Luhan diberikan padanya, karena lelaki tinggi dengan telinga peri itu harus mengurus juniornya yang lain. Dan mulai hari itulah, Sehun mengenal seluruh apa yang ada pada diri adik tingkatnya itu.

Bagaimana cantiknya Luhan ketika wanita itu tersenyum, bagaimana merdu suranya ketika wanita itu bersenandung, bagaimana banyak tingkah dan cerewetnya ketika wanita itu sedang dalam perasaan yang baik, dan bagaimana wanita itu selalu bekerja keras untuk mendapatkan apa yang ia inginkan, termasuk melihat nilai di papan pengumuman paling atas. Walaupun pada akhirnya Luhan mengetahui nilainya karena bantuan Sehun yang mempunyai postur tubuh tinggi menjulang.

"Aku menyukaimu Luhan, sama seperti Laut. Aku menyukaimu Luhan, sama seperti aku menyukai angin. Kau membawa perasaan tenang pada diriku. Mampu membuatku nyaman dan hangat, dan mampu menyentuhku dengan lembut. Aku mencintaimu."

.

.

.

.

Hiruk pikuk Jeju Airport menyapa pendengarannya, lelaki itu melepas kacamata hitam yang semula bertengger pada wajah tampannya. Seluruh sorotnya ia bawa untuk mengamati apa yang terjadi disekitarnya. Semuanya masih terlihat sama seperti empat tahun yang lalu walaupun nyatanya bandar udara ini jauh terlihat lebih sibuk. Lengkungan samar muncul dibibirnya ketika menyadari seseorang yang dikenalnya telah berdiri menyambutnya pada pintu kedatangan. Disana, Chanyeol berdiri dengan senyumnya yang menawan. Membuat lelaki itu –Sehun- menggelengkan kepalanya, mencoba memaklumi jika kelakuan sahabat terbaiknya itu masih tetap sama dan tak pernah berubah.

Sehun telah kembali, lelaki itu lebih memilih mengunjungi sahabatnya yang tetap tinggal di Pulau Jeju ketimbang pulang kerumah keluarganya yang telah menetap di Seoul. Semua rasa lelah karena perjalanannya yang hampir memakan waktu dua puluh empat jam dari New York terbayar sudah. Sehun merasa tak sia-sia pulang ke Jeju karena masih di sambut baik oleh sahabat idiotnya.

"Welcome back brother !" Itu kalimat yang di ucapkan Chanyeol ketika Sehun telah berdiri tepat dihadapannya. Sebelah tangan Chanyeol memeluk badan Sehun, membuat sang tamu terkekeh geli dengan kelakuannya.

"Hentikan Chanyeol, aku geli melihatmu seperti ini." Balas Sehun sembari memberikan kopernya pada Chanyeol, tentu saja lelaki yang mempunyai perawakan tak kalah tinggi dengannya itu dengan senang hati membawakan koper milik sahabatnya.

"Aku kira kau lupa bahasa Korea, bagaimana wanita-wanita di Amerika ?" Chanyeol berjalan di sampingnya dengan langkah riang, seperti seorang anak kecil yang baru mendapatkan teman pertamanya di sekolah dasar. Sehun hanya menggeleng ringan sebagai jawaban atas pertanyaan Chanyeol. Sungguh luar biasa sambutan dari sahabatnya satu ini.

"Lebih baik, cepat bawa aku pulang. Aku benar-benar lelah." Sehun membuka pintu samping kemudi mobil milik Chanyeol, lelaki itu segera menyandarkan punggungnya sebelum pada akhirnya Chanyeol sampai pada balik kemudi dan melajukan mobil jenis Mercedes Benz meninggalkan pelataran Jeju Airport.

"Bagaimana kehidupanmu disana ?" Chanyeol mencoba membuka pembicaraan, lelaki itu tak akan membiarkan Sehun tertidur didalam mobilnya karena rasa lelah, biarkan saja memangnya dirinya ini Sopir pribadi keluarga Oh ?

"Membosankan." Hanya itu jawaban singkat yang diberikan oleh Sehun. Memang, kehidupannya disana bahkan terdengar membosankan jika diceritakan. Ia benar-benar hidup seperti Zombie, sukses di usia muda tak akan mejamin jika hidupmu akan bahagia. Itulah yang dirasakan Sehun, menjadi seorang CEO pada kantor cabangnya di Amerika membuat dirinya tak mempunyai waktu luang. Ia hanya tahu tentang Rapat, Lembur, Bertemu dengan Klien, dan mengisi bagian kosong pada kertas-kertas yang menumpuk di meja kerjanya.

"Aku kira kau bersenang-senang juga disana." kekeh Chanyeol ketika menyadari jawaban Sehun yang didukung oleh raut masam sahabatnya itu.

"Ngomong-ngomong, kau masih mengingatnya ?" Tanya Chanyeol dengan nada penuh kehati-hatian, takut menyinggung perasaan lelaki berhati kutub utara disampingnya tersebut.

Sehun membuka matanya yang sempat terpejam ketika mendengar pertanyaan Chanyeol selanjutnya. Tubuhnya seperti menengang dan dadanya berdegup ketika menyadari arah pembicaraan Chanyeol saat ini. Sudah lama ia tak mendengar kabar tentang wanita itu. Ya, wanitanya di empat tahun yang lalu. Yang ia tinggalkan dengan egois, yang ia tinggalkan dengan bulir-bulir menyakitkan pada pipi cantiknya. Sehun benar-benar merasa jahat sekarang, bagaimana mungkin selama empat tahun ini ia bahkan lupa tentang keberadaan wanita itu.

"Aku yakin kau masih mengingatnya, Sehun." Chanyeol mengeluarkan suaranya ketika tak mendapatkan sebuah jawaban dari Sehun. Chanyeol tahu, Sehun tak akan secepat itu melupakan seseorang yang berharga di dalam hidupnya.

"Kau tahu kabarnya ?" Suara Sehun terdengar lirih, lelaki itu bahkan merasa tak pantas menanyakan kabar wanita itu. Ia siap dengan jawaban yang Chanyeol berikan, jawaban yang pada akhirnya menyakiti perasaannya karena pasti wanita itu akan memilih pergi bersama lelaki lain daripada menunggunya selama empat tahun tanpa sebuah hasil yang pasti.

"Dia juga kembali sepertimu, setelah empat tahun yang lalu." Entah apa yang dirasakan Sehun kemudian setelah mendengar jawaban Chanyeol, hatinya terasa lega dan ia bisa bernafas kembali. Mungkin setelah ini, ia akan meminta bantuan pada Chanyeol agar dapat bertemu dengan wanita yang selalu ia puja di dalam sudut hatinya.

"Kembali ?" Sehun tak mengerti kalimat yang diucapkan oleh Chanyeol. Memangnya kemana saja wanita itu ? bukankah wanita itu juga berjanji padanya akan menunggunya pulang ?

.

.

.

.

Luhan tersenyum ketika melihat langit pagi ini berwarna biru cerah secerah hatinya, kemarin wanita itu benar-benar terlampau lelah karena membersihkan seluruh bagian rumah dan menata pot-pot kecil yang berisi bunga matahari. Setelah membersihkan diri dan memoles make up tipis pada wajah cantiknya, wanita itu berniat untuk berjalan-jalan sebentar. Mencoba menikmati bagian pulau dan mungkin mengenang masa lalunya yang ia tinggalkan di pulau ini.

Wanita itu berjalan sembari sesekali mencoba menyapa tetangga dan orang-orang yang memulai aktivitas mereka. Dulu, Luhan selalu seperti ini dipagi hari, walaupun ia akan terlambat datang kesekolah wanita itu selalu menyempatkan untuk menyapa setiap orang yang ditemuinya di jalan. Karena suatu saat ia pasti akan membutuhkan bantuan salah satu dari mereka.

Rambut hitam yang sengaja tak ia ikat itu bertebaran dengan lembut tertiup angin laut, membuat Luhan berkali-kali tampak lebih cantik dengan pancaran aura yang dimilikinya. Luhan, wanita itu bahkan terlihat seperti bidadari walaupun hanya mengenakan dress selutut berwarna putih gading. Sepasang mata rusa itu berbinar ketika sorotnya menangkap sebuah bangunan yang tak jauh dari tempatnya bediri. Kedai pancake yang dulu sempat menjadi favoritnya ketika masa sekolah menengah. Tanpa berpikir panjang, Luhan membawa langkahnya menuju bangunan berwarna biru itu dengan senyuman yang selalu mengembang di wajah cantiknya.

Kling..

Suara lonceng angin yang teletak tepat diatas pintu kedai berbunyi, menandakan jika pelanggan masuk kedalam kedai. Luhan tersenyum ketika menyadari bahwa tatanan dalam kedai juga tak berubah sedikitpun, masih sama seperti pada ingatannya. Ia berjalan menuju meja pemesanan, dibalik sana telah berdiri seorang wanita paruh baya yang sibuk mencatat sesuatu pada bukunya. Luhan mengenal siapa wanita itu.

"Bibi Jung.." Sapanya terdengar ramah, dan wanita yang merasa terpanggil itu mengangkat kepalanya. Sedikit terkejut dan tak percaya siapa seseorang yang kini tengah berdiri di depannya.

"Bibi Jung, aku mau rasa coklat dan susu hangat satu." Luhan membawa jari telunjuknya kesamping wajahnya, mencoba membuat gesture yang menggemaskan dengan bibirnya yang mengerucut.

"Astaga, Luhan. Kau kembali ?" Wanita itu mengitari meja pemesanan dan berjalan menuju Luhan kemudian membawa Luhan kedalam pelukannya. Luhan menjadi salah satu pelanggan yang sangat ia sayangi sama seperti ia menyayangi anak-anaknya. Dan wanita itu juga menjadi salah satu orang yang merasa sedih ketika Luhan memutuskan untuk pindah ke Seoul empat tahun yang lalu.

"Iya Bibi, aku kembali." Luhan tersenyum dan membalas pelukan hangat dari Bibi Jung. Syukurlah ketika ia kembali ke Jeju masih banyak orang-orang yang mengingat dirinya dengan baik.

"Tunggu disana dan akan ku buatkan pesananmu. Tapi, ini gratis. Anggap saja sebagai sambutanmu pulang kerumah." Pulang kerumah, entah mengapa kalimat itu membuat hatinya menghangat. Luhan tak menampik jika disini lebih membuatnya nyaman daripada di Seoul sana.

"Tak usah repot-repot bibi." Ia merasa tak enak karena kedatangannya malah membuat Bibi Jung memberikan menunya secara cuma-cuma.

"Tak apa Luhan." Bibi Jung berjalan menjauh, meninggalkan Luhan yang masih tersenyum di tengah ruangan kedai.

Luhan membawa tubuh mungilnya untuk duduk disalah satu kursi pelanggan yang terletak di sudut kedai, berbatasan dengan dinding kaca yang langsung menyuguhkan pemandangan pantai indah dengan air laut berwarna biru kehijauan di luar sana. Ah, melihat warna itu Luhan jadi mengingat lelaki itu kembali. Bagaimana kabar Sehun ? apa ia hidup dengan baik selama ini ? ataukah ia sudah mendapatkan pendamping hidup ? meninggalkannya tanpa lelaki itu tahu bahwa dirinya telah menunggu Sehun selama ini. Luhan tersenyum miris ketika buah pemikirannya yang terakhir menjadi kenyataan yang harus ia telan pahit-pahit. Wanita itu menggeleng, mencoba menghilangkan pemikiran yang tak ia harapkan itu.

Beberapa menit berlalu, dan Luhan masih betah berdiam diri didalam kedai walaupun pancakenya telah habis dan susunya masih tersisa setengah gelas. Wanita itu menikmati bagaimana pemandangan indah menakjubkan yang ditangkap oleh retinanya. Warna Laut itu membuatnya merasakan sebuah ketenangan dan seperti merasakan kehadiran Sehun disisinya. Mungkin, imajinasi Luhan sekarang mulai berlebihan.

"Luhan ? Kau benar Luhan ?" Tubuh kecil Luhan menegang ketika mendengar suara berat dibalik tubuhnya. Sepertinya, ia mendengar suara berat ini.

Dengan gerakan kaku, Luhan membawa kepalanya untuk menoleh dan benar saja. Wanita itu sedikit terkejut ketika menemukan seseorang yang sangat ia kenal berdiri dibelakangnya dengan senyuman menawan. Park Chanyeol, kakak tingkatnya selama di Sekolah Menengah.

"Ah, Chanyeol. Ya ini aku." Sepertinya Luhan harus mengubur dirinya karena suaranya benar-benar mencicit seperti seekor tikus yang masuk kedalam jebakan.

Hentikan Luhan, ini hanya Chanyeol. Bukan seseorang yang kau cintai hingga membuatmu gugup seperti ini.

Itu suara hati Luhan yang memperingatkannya agar wajahnya tak memerah bagaikan kepiting rebus. Tapi, memang pada dasarnya dua lelaki jakung itu tak akan pernah terpisahkan. Dimana ada idiot bertelinga peri ini tak jauh darinya akan ada seorang lelaki datar yang mempunyai sikap sedingin kutub utara –Sehun-

"Benarkan ini kau ? Aku melihatmu kemarin di depan rumah. Tapi, masih belum yakin jika benar-benar Luhan adik kecilku yang manis." Chanyeol menarik Luhan kedalam pelukannya dengan erat kemudian sedikit memutar-mutar tubuh kecil yang tak siap itu.

"Hentikan, ini menggelikan. Dan lagi, aku bukan adik kecil manismu seperti dulu." Luhan tersenyum sembari menjauhkan tubuhnya dari tubuh besar Chanyeol. Jemari lentiknya ia bawa ke atas kepalanya untuk sedikit merapikan rambutnya yang terlihat kusut karena pergerakan tiba-tiba yang diberikan oleh lelaki itu.

"Hei, aku tahu, aku tahu kau sekarang bukan gadis manis lagi. Tapi sudah tumbuh menjadi seorang wanita yang sempurna." Senyuman milik Chanyeol entah mengapa malah terlihat mengerikan dimata Luhan.

"Jadi, sudah berapa lama kau disini ?" Chanyeol membawa tubuhnya untuk duduk disamping Luhan. Melupakan bungkusan pancake yang ada di tangannya untuk segera ia antarkan pada seseorang yang menunggunya di mobil.

"Kemarin. Aku baru sampai kemarin. Dan hari ini aku memutuskan ingin berjalan-jalan." Wanita itu tersenyum menanggapi pertanyaan Chanyeol. Sudah lama ia juga merindukan lelaki ini. Untunglah Chanyeol juga masih tinggal di sini, jadi jika sewaktu-waktu Luhan membutuhkannya untuk berjalan-jalan ia tak perlu kerepotan untuk membawa belanjaannya seorang diri.

"Aku kira kau tak akan kembali setelah pergi dari sini. Padahal, aku akan membuat jadwal untuk mengunjungimu di setiap akhir bulan." Chanyeol ikut tersenyum ketika melihat senyuman Luhan yang masih cantik seperti dulu.

"Candaanmu masih seperti dulu."

"Aku serius Luhan." Lelaki itu tertawa kemudian ketika melihat wanita didepannya mengerucutkan bibir. Benar-benar masih mejadi Luhannya yang manis.

Kling..

Itu suara lonceng angin yang membuat Chanyeol menghentikan tawa kerasnya. Entah apa yang Chanyeol lihat dibalik tubuh Luhan karena pintu masuk terletak disana. Luhan ikut terdiam ketika melihat raut wajah lelaki didepannya berubah, wanita itu tak mengerti kenapa Chanyeol bisa mengehentikan tawanya ketika mendengar suara yang diciptakan lonceng angin tersebut. Hingga, Luhan ikut memberanikan diri untuk menengok apa yang Chanyeol lihat dibalik tubuhnya.

Dan disana.

Semoga saja ini bukan ilusi optik.

Atau mungkin Luhan tengah gila karena rasa rindunya.

Tapi jika ini adalah ilusi, sangat keterlaluan.

Seperti menertawakan Luhan karena merasakan rindu seorang diri.

Luhan merasa tubuhnya tak bisa digerakan sedikit pun ketika sorotnya menemukan sorot yang telah lama hilang itu. Seperti waktu berhenti dan membiarkannya tak mendapatkan udara untuk ia hirup walupun hanya sedikit. Dan entah sejak kapan hatinya menjadi berdebar tak karuan, wanita itu merasakan sebuah rasa hangat yang merambat kedalam hatinya hingga menjalar ke dua pipinya. Seperti anak remaja saja yang merasakan jatuh cinta. Tapi memang saat ini Luhan merasakan itu semua. Jatuh kedalam pesona seseorang untuk yang kesekian kalinya. Dan parahnya, itu adalah seseorang yang sama. Seseorang yang pernah menjadi masa lalunya, yang pernah mengisi seluruh harinya dan setiap hembusan nafasnya. Seseorang yang selalu ia puja berdiri disana, menatapnya dengan tatapan yang juga terkejut kearahnya. Oh Sehun, berdiri disana.

.

.

.

.

Tadinya Chanyeol berpamitan padanya untuk turun sebentar, meninggalkan dirinya seorang diri didalam mobil milik Chanyeol yang telah terparkir didepan sebuah kedai Pancake. Beberapa saat yang lalu, Chanyeol pergi untuk membeli beberapa bungkus pancake. Tapi, Sehun tak tahu mengapa lelaki dengan senyuman idiot itu sangat lama didalam sana. Jika dilihat, kedai pancake itu sepertinya tak begitu ramai saat ini jadi jika lelaki itu mengantri tak akan membutuhkan waktu yang lama. Beberapa menit berlalu dan lelaki itu masih setia menunggu sahabat jakungnya itu sebelum pada akhirnya dirinya kehabisan kesabaran dan berjanji akan menyeret lelaki itu keluar jika menemukannya didalam kedai berdinding biru itu.

Sehun turun dari mobil Marcedes milik Chanyeol, lelaki itu sempat menyipit karena korneanya harus menyesuaikan sinar pagi dari matahari yang cukup terik. Angin laut langsung menyambutnya hingga membuat beberapa helai rambut hitam miliknya bergerak kecil mengikuti arah angin. Sehun sempat tertegun ketika menyadari kedai pancake yang mereka kunjungi. Dulu, ia dan wanita itu sangat suka mengabiskan sarapan disini. Pasti dengan menu yang sama, dua buah pancake coklat dan dua gelas susu murni hangat. Dan sarapan itu pasti berakhir dengan Sehun yang tertawa geli karena noda dari selai coklat yang membuat wajah wanita itu menjadi tak karuan. Yang pasti, tempat ini juga berperan besar dalam kehidupannya di masa lalu.

Kling..

Sehun mendorong pintu kaca itu agar tubuhnya dapat masuk kedalam kedai, sorotnya menelusuri setiap sudut kedai untuk mencari dimana lelaki idiot itu berada. Dan disana rupanya, entah apa yang telah temannya temukan didalam kedai ini selain pancake dan susu. Sehun mengurungkan niatnya untuk menghampiri Chanyeol ketika ia melihat seorang wanita yang duduk tepat disamping Chanyeol dan tampak berbincang dengan hangat. Mereka tertawa ketika Chanyeol melontarkan kalimat bernada candaan. Hingga Chanyeol sedikit terkejut ketika lelaki itu menemukannya telah berdiri di dekat pintu masuk. Sehun tak begitu melihat pasti, namun ia yakin jika wanita di hadapan Chanyeol sepertinya juga ikut menegang. Ia seperti tak asing lagi dengan wanita yang tengah duduk membelakanginya tersebut. Sepertinya, postur tubuh mungil dengan rambut hitam panjang yang bergelombang itu benar-benar ia kenali dengan baik. Tapi, Sehun tak akan percaya jika itu adalah seseorang yang ia rindukan sebelum wanita itu menolehkan kepalanya dan sorot mereka beradu.

Beberapa detik berlalu, hingga ia merasakan sebuah tatapan yang sangat ia rindukan. Sehun mengenal wanita yang duduk bersama Chanyeol itu, Sehun mengenal sorot lembut dan binar cahaya yang terdapat di sepasang kelopak rusa itu. Sehun sangat mengenal wanita dengan bibir merah alami dan wajah luar biasa cantiknya yang sama seperti hati wanita itu miliki. itu adalah wanitanya, Wanita yang sempat ia lupakan karena keadaan, wanita yang ia tinggalkan dengan rasa egois empat tahun yang lalu.

Sama sepertinya, Luhan terkejut ketika melihat Sehun yang berdiri disana. lelaki itu telah tumbuh menjadi lelaki dewasa yang hampir tak Luhan kenal. Sehun telah menjadi seseorang lelaki yang sempurna. Pantas saja jika lelaki itu akan menjadi dambaan setiap wanita diluar sana. Bahkan cara menatapnya saja sudah berbeda. Sudah bukan seperti Sehun empat tahun yang lalu, kali ini tatapan itu benar-benar mematikan. Tapi, baginya sorot milik Sehun tetap sama dengan sebuah kehangatan didalam kornea gelapnya. Luhan mencoba tersenyum ketika hatinya bergejolak tak karuan, wanita itu benar-benar ingin berteriak bahagia ketika dengan tegap lelaki yang dirindukannya itu berjalan kearahnya dengan senyuman tampan yang hanya mampu Luhan lihat.

"Luhan." Itu suara Sehun yang selalu Luhan rindukan. Bagaimana lelaki itu memanggil namanya Luhan sangat menyukainya.

"Lama tak bertemu Sehun."

Hai Sehun, kau tau apa yang menjadi kesukaanku sekarang ?

Bukan menjadi, tapi aku menambah sesuatu yang menjadi kesukaanku.

Sejak kau pergi, aku menjadi menyukai Turquoise.

Sama sepertimu, kau juga Turquoise-ku.

Karena ketika aku melihat warna indah dari air laut ,

Sama saja aku seperti melihat dirimu.

Hai Sehun, apa aku sudah bilang kalau sekarang aku juga menyukai laut ?

Sama sepertimu.

Karena jika aku melihat laut, aku bisa menyalurkan rasa rinduku padamu.

Hai Sehun, apa aku sudah bilang kalau aku juga menyukaimu ?

Ah tidak, aku juga mencintaimu sejak empat tahun yang lalu.

.

.

.

.

TBC

Hai Semuaaaaa..

Masih bulan Syawal kan ya ? Minal Aidzin Wal Faidzin ya, maafin segala kesalahan Yuri yang kebanyakan bikin desah dan basah. Maafin ya~ sisanya kalian yang belum sungkem sama Yuri hehe..

AKHIRNYA YURI BALIK AYEYEYE LALALA

Maafin selama satu bulan kemaren Yuri beneran hiatus. Biasalah Yuri SNSD sibuk manggung dimana-mana.

Penyakit author biasa, yang ditagih story lama malah update story baru. Gapapa, mumpung sombong Yuri emang mo niat nebar kutang~

Oke ini krenyes, Jadi Story Sea, You ! ini pengennya twoshoot aja gausah banyak-banyak. Tapi gatau mo rated T/M soalnya Yuri lagi pengen buat yang manis-manis cem authornya. Dan finally, story ini juga bagian dari project barengan Author HunHan lainnya.

Oiya, cek juga story mereka; sehooney, dearlu09, lolipopsehun, ramyoon, dan Arthur Kim.

See you~

-Keep the faith –SL-