Terima kasih

Haikyuu! © Haruichi Furudate

Fanfcition by : Chikara Hoshi

Hearty Kurotsuki Week

Day 7 : Gratitude

Short fiction

Selamat membaca~

...

Dia hanya tersenyum. Hidupnya dia habiskan dengan tersenyum.

Duduk atau berbaring di kasur, infus yang tertancap di punggung tangan kiri. Tubuhnya yang mulai menua itu hanya berbaring. Atau setiap sore dia minta aku untuk bangunkan, mau duduk katanya. Lalu dia tersenyum dan berkata,

"Terima kasih, Tsuki."

Dan aku selalu membalasnya 'Ya' singkat dan memeluknya. Aku menghabiskan sore bersamanya dengan menyuapi makanan tak berasa dan berbutir-butir obat. Rambut menyebalkannya menipis seiring waktu, bergerak dihembus angin dari luar jendela yang kubuka.

Aku selalu menceritakan apa yang terjadi hari ini, mirip reporter. Atau aku menceritakan soal bola voli. Dia mengangguk dan tersenyum. Lalu dia bilang lagi,

"Terima kasih."

Matanya tertutup.

Dia tidak bisa melihat. Penyakit yang aku tidak mau sebutkan namanya telah merenggut tubuhnya pelan-pelan. Kedua tangan dan tungkainya tidak bisa digerakkan lagi. Minggu lalu dia sempat tidak mengenalku. Kemoterapi sudah satu tahun dijalani. Tapi hasilnya malah membuat sebagian tubuhnya rusak, membengkak, seperti monster.

Keluarganya sudah ikhlas apapun yang terjadi, tapi Kuroo tetap semangat menjalani sisa hidupnya. Dia memanggilku, dan berkata,

"Tsuki, aku sangat bersyukur masih diberi hidup. Tuhan sangat baik, benar kan?"

Aku tidak bisa menangis seperti dulu. Seperti diberi kekuatan darinya, ikut kuat walaupun kau sedang sakit. Kak Kuroo bilang, "Tuhan tidak akan membebani hambanya diluar kemampuan."

Kak Kuroo, sejak kapan kau jadi bijak?

Kau yang seperti itu membuatku menjadi takut dan merasa lebih lemah.

Padahal kamu yang sekarat.

Orang-orang terus berdatangan, mengirim banyak surat, dan aku selalu membacakannya. Kak Kuroo hanya tersenyum, sesekali tertawa, atau tidak bersuara sama sekali. Karena mulut dan tenggorokkannya sudah tidak berfungsi.

Setiap malam dikala tidur, nafasnya berat, dia menangis, dan aku selalu menghapusnya dengan jari-jari tangan.

Minggu depan usianya yang ke 30.

Diberi keajaiban, sore hari dia bisa berbicara walaupun hanya mengucapkan satu huruf, 'A'.

Telunjuknya bergerak pelan, jika kutanya atau ibunya yang bertanya, dia akan menjawab. Kalau tidak sanggup, telunjuknya yang bergerak.

Walaupun kondisinya menyakitkan hatiku, aku yakin dia berkata dalam hati "Aku bersyukur, dan sangat berterima kasih,"

Di malam ulang tahunnya, aku, ibu dan kakak, Kak Kenma, Kak Bokuto dan Kak Akaashi, dan kedua orang tua Kak Kuroo berada di rumah miliknya. Dia tidak lagi bertemu dengan alat-alat medis yang selalu ditancap ke tubuhnya. Sekarang dia hanya pakai kaos dan celana panjang. Dia meminta untuk dipakaikan jaket voli SMA nya dulu. NEKOMA. Warna merah, putih, dan hitam. Sudah memudar dan bahannya menipis. Wangi parfum miliknya masih terasa di bahan. Jaket yang selalu dipakai kapanpun.

Kami mengucapkan selamat ulang tahun, bernyanyi, dan tidak ada kue. Dia tidak bisa makan, dan dia tidak mau apa-apa. Tapi dia masih bisa tersenyum.

Dia menggapai tanganku, aku menggenggam tangannya yang kurus kering. Menarik nafas berat tiga kali.

Dan berbisik pelan pada kami semua.

"Terima kasih,"

Itulah kata dan senyuman terakhirnya.

Malam semakin hening. Bulan tidak terlihat. Dinginnya menusuk minta ampun.

Ada satu kalimat yang sangat, sangat, sangat pelan dan hanya aku yang bisa merasakannya.

"Aku mencintaimu, Kei."

...

Selesai

...