"Tidak! Kakek lebih sayang padaku!"

Suara anak kecil membuatnya terkekeh pelan. Suara itu bersambut satu lagi suara anak-anak yang terkesan tenang, tetapi menggoda. Tampaknya mereka berkelahi lagi. Si kakek bangun dari kursi malasnya di dekat jendela kamar, meninggalkan hembus angin yang datang dari arah pantai, kemudian menuju ruang tengah. Benar saja, cucu-cucunya sedang berkelahi. Yang satu berambut hitam gelap dengan mata biru, ekspresinya hanya berubah ketika ia menggoda adiknya, atau ketika ia mendengarkan saudara satu-satunya itu bercerita. Satu lagi, adalah seorang anak yang terbilang pendek untuk umur 10 tahun. Rambutnya berwarna chesnut hampir merah dipadu dengan mata hazel ranum.

"Saruhiko, apa yang kakek katakan mengenai menggoda adikmu?"

Saruhiko melirik kakeknya, kemudian melirik ekspresi kemenangan di wajah adiknya, dan mendecakkan lidah, bersandar pada sofa yang didudukinya sambil melipat tangan.

"Maaf."

"Rasakan!" ia menjulurkan lidah pada kakaknya.

"Misaki."

Si anak hanya nyengir menghadapi teguran kakeknya. Misaki pindah dari sofa yang diduduki bersama kakaknya, ke pangkuan kakeknya. Si Kakek tersenyum melihat tingkah si bungsu.

"Kakeeek."

"Kenapa kakek tuaaa sekali?"

Si kakek menjewer pelan telinga Misaki, membuat si bungsu mengaduh minta ampun.

"Bersikaplah sopan pada kakekmu!" omelnya, kesal. "Kakek tak setua itu."

Saruhiko mengangkat alis. Si Kakek agak kaget melihat nya berekspresi selain wajah bosan yang seolah permanen dipasangnya.

"Kau melakukan Ritual Ilithya setelah umurmu 40 tahun, Kek. Tak mungkin hari ini kau masih muda."

Nada bicaranya terkesan tak terbantah, si kakek tak bisa berkata-kata. Yang ia lakukan hanyalah menghela nafas sejenak. Tiba-tiba, sebuah ide terbesit di kepalanya.

"Kenapa kalian berdua tidak mandi dulu, dan nanti mungkin kakek akan menyiapkan coklat hangat, dan kue. Ditemani sebuah cerita."

Mata Misaki melebar, diisi oleh entusiasme anak-anak, sementara Saruhiko hanya menghela nafas. Tetapi sebelum anak sulung itu sempat bicara, adiknya mencengkeram lengan si kakak, dan menyeretnya ke arah kamar mandi. Kakek tua itu terkekeh. Untuk ukuran anak usia 10, Misaki kuat juga. Apa karena kakaknya yang terlalu jarang makan? Entahlah.

Kakek tua itu bangkit. Saatnya mengunjungi dapur mungilnya. Tangan-tangannya menggapai lemari tempat penyimpanan makanan, aroma kopi menguar, diikuti suara nyanyian sumbang Misaki di kamar mandi tak jauh dari dapur. Daun pintu berkeriut ditiup angin, Kakek membungkuk, mengerang dan merutuk pada tubuhnya yang sudah kelewat tua memang, dan mengambil teko.

Saat panas tungku menampar wajahnya, dipadu angin semilir yang menyusup dari jendela, Kakek itu melihat seekor kupu-kupu hitam.

"Halo."

K

"Cerita tentang apa, Kek?"

Saruhiko mendecakkan lidah pada adiknya yang memasang wajah ceria, menatap sang kakek dari posisi duduknya di atas karpet. Pemuda berambut gelap itu menutup jendela, dan menarik tirai, membuat bunyi memekakkan mengisi kesunyian untuk sementara. Dari balik tirai, kilatan cahaya menyambar, seperti taring singa. Tak lama, bunyi guntur memecah gendang telinga.

"Ah… sepertinya akan hujan."

"Badai." Sambung Saruhiko, menemani adiknya duduk, menyambar bukunya dari atas meja. Perapian di belakang mereka memancar merah-jingga, bayangan sofa dan meja menari seiring gerak lidah api. Misaki menatap wajah kakenya, intems, focus. Cahaya dari perapian mewarnai lekuk kerut di wajah tua itu. Saruhiko merasa panas api menjalar di punggungnya. Si Kakek lama terdiam, hanya menatapi sebuah potret tua di atas buffet. Saruhiko pernah melihatnya sekali. Ia bisa membayangkan pria di foto itu sebagai dirinya di masa depan. Tapi tak pernah ia tahu mengenai leluhurnya yang satu itu. Pandangan si kakek bertemu dengannya, dan seolah mengerti, kakek tersenyum.

"Aku akan bercerita tentang sebuah kerajaan. Kerajaan kita sekarang."

Misaki melonjak pelan, menggeser duduknya agar lebih dekat dengan si kakek. Saruhiko, merasa tak tertarik, bersandar pada sofa yang berlawanan letaknya dengan kakek mereka. Saat ia memandang sosok tua di kursi itu, lagi-lagi pandangan mereka bertemu. Senyum sedih lagi. Saruhiko penasaran sekarang.

"Dulu, dua generasi sebelum kalian."

Di luar, Saruhiko mendengar deru angin semakin kencang, disertai guntur menyambar-nyambar seolah lapar mencari mangsa. Dahan pohon menggesek bata, menggeleser seperti ular melata.

"Kakek lihat sendiri?" pertanyaan Misaki begitu polos.

Tetapi jawaban kakek mereka membuat Saruhiko benar-benar ingin tahu sekarang. Ia menegakkan duduk, dan menutup buku yang tadi hendak dibacanya. Mata hazel kakek melirik padanya, sebelum bibir pecah-pecah berbingkai keriput melemparkan senyum kemenangan. Rambut si kakek diwarnai kemerahan oleh cahaya api.

"Dulu…"

Page 3

A/N: Okay, prolog. Sorry if di sana ada typo and chapternya pendek. I will update soon. Oh, I DO NOT own K project.