No Marry

.

Based on my original novel

.

Akai Momo (c) 2015

.

Screenplays! Main focus: Sibum with others

.

Yaoi/ Alternative Universe/ Typos

.

No Like, don't read!


.

.


Summary!:

Kibum Kim tidak akan menikah, begitu doktrinya. Hal yang membuat kedua kakaknya jengkel dan membuat rencana kencan buta untuk Kibum bersama teman-teman si bungsu Kim. Akan tetapi, kencan buta itu gagal total dan yang ada justru membuat hidupnya kacau sesaat.

Namun, semua berubah ketika Kibum Kim bersiteru dengan Siwon Choi perihal ponselnya yang menjadi rusak akibat ulah pria tersebut. Semakin runyam kehidupan normal si bungsu Kim, begitu mengetahui bahwa kakak-kakaknya berusaha membuat Kibum dan Siwon untuk mengenal lebih jauh satu sama lain, persis seperti pasangan yang hendak membuat hubungan serius. Dan Kibum terpaksa menerima saran saudaranya, tetapi Kibum sangat terkejut jika apa yang ia lakukan pada Siwon justru membuat pria Choi tersebut berani meminta izin pada Kim bersaudara untuk mempersuntingnya.

Lalu, apakah Kibum akan menerima lamaran Siwon? Atau akan tetap pada pendiriannya untuk tidak akan menikah seumur hidupnya? []


.

.


#01: Bab Satu


Kibum Kim, 32 tahun usianya tahun ini, si bungsu dari Kim bersaudara. Pria matang yang merupakan seorang novelis romansa detektif tersebut masihlah berstatus bujangan. Ya. Bujangan diantara saudaranya yang lain, bahkan salah satu diantara mereka telah memiliki seorang buah hati dari pernikahannya.

Kenyataan tersebut cukuplah menggelitik benak sang kakak-kakak, hingga berkali-kali bertanya kepada yang bersangkutan akan alasan mengapa diusia yang lebih dari tigapuluh tahunan belumlah menikah; atau paling tidak memiliki seorang kekasih, mengingat sedari masa sekolah menengah atas, Kibum tidak pernah menunjukkan tanda-tanda akan jatuh cinta. Dan Kibum hanya akan menjawab pertanyaan-pertanyaan berinti sama tersebut dengan ekspresi tidak bersahabat, lalu pergi dari jangkauan sang saudara, untuk kemudian pulang keesokan paginya dengan tubuh yang sedikit bau alkohol dan rokok.

Maka dari itu, untuk meminimalisir dan mencegah terjadinya kemungkinan buruk akan kebiasaan baru Kibum, kakak-kakak tercintanya mulai mengurangi intensitas pertanyaan tentang pasangan hidup dan pernikahan. Kibum pun merespon kepedulian sang saudara dengan mengurangi jumlah kunjungan ke bar-bar langganan. Tapi tidak untuk kebiasaan merokoknya, karena memang itu tidak lebih sering dari kegiatan berminum-minum.

Lain sang kakak-kakak Kim bersaudara, lain pula dengan teman-teman satu profesi, teman-teman sekolah, ataupun teman-teman satu universitasnya. Mereka hanya bertanya sekali dua kali, lantas setelah itu mengatur rencana untuk membuat kencan buta, Kibum tidak ambil bagian dalam rencana itu melainkan hanya untuk menjadi fokus utama di dalamnya. Rencana tersebut khusus mencari teman pendekatan untuk Kibum, bukan untuk orang-orang lainnya yang ambil bagian di posisi strategis meskipun sama-sama masih berstatus single. Karena ya, selain mereka mempunyai sisi menjadi-pahlawan-untuk-kawan-seperjuangan, mereka juga secara sembunyi-sembunyi dimintai tolong oleh Kim bersaudara.

"Jika kalian berhasil paling tidak membuat Kibum tertarik dengan salah satu tamu kencan buta kalian," kata sang kakak pertama. "Atau juga membawa tamu kencan butanya untuk diperkenalkan kepada kami walau hanya mengaku sebagai teman biasa," lanjutnya lagi. "kalian semua akan mendapat komisi cantik dariku dan Jaejoong." Begitu akhirnya Heechul berujar. Ia tersenyum miring dengan tangan kanannya yang cantik menjulur ke depan.

"Setuju." Sahut Joongwon, teman sekampus Kibum dulu, dengan mata berbinar-binar dan tangan yang menyambut uluran Heechul. Di sampingnya, Ryeowook, teman Kibum di masa sekolah menengah atas dulu, menandatangani sebuah kertas yang disodorkan Jaejoong. "Mohon bantuannya." Ucap mereka kompak.

Dan ya, ditambah dengan komisi cantik yang dijanjikan mereka, hingga mau tidak mau, semua teman yang telah dikenal baik oleh Kim bersaudara akhirnya membuat kesepakatan rahasia di belakang si bungsu Kim. Dengan tanda tangan asli dan stampel formalitas keluarga Kim.

Awal ketika kencan buta tersebut diadakan, Kibum menolak mentah-mentah. Namun setelah dengan berkali-kali bujuk rayu dari kakak-kakaknya, termasuk kakak-kakak ipar tampan yang telah sah menjadi suami mereka, akhirnya terpaksa Kibum menyetujui. Namun gagal karena Kibum mabuk dalam pertengahan acara, yang mungkin disebabkan dengan stress singkat akibat masalah deadline naskahnya.

Di acara kencan buta yang kedua, Kibum mulai mau diajak bekerja sama walau harus melancarkan satu dua rayuan, hingga berakhir gagal karena Kibum mendadak ditelepon sang editor perihal pekerjaan.

Dan di acara kencan buta selanjutnya, meskipun Kibum pulang tepat pada waktu kencan buta berakhir, ketika Heechul bertanya-tanya akan acara tersebut, Kibum menampakkan raut wajah tidak tertarik dan membalas dengan nada cuek bahwa acara kencan butanya membosankan seperti yang pria novelis itu duga.

Jawaban yang membuat Jaejoong mendengus, berpikir bahwa sebaiknya jumlah komisi cantik yang akan Kim bersaudara berikan kepada komplotan satu misinya dikurangi sedikit-sedikit, jika hasil kencan butanya justru membuat Kibum semakin badmood.

Jawaban yang membuat Heechul mencebik dan mengancam Kibum bahwa ia akan memperkenalkan kolega bisnis suaminya jika dalam seminggu saja sang adik tidak memperkenalkan mereka kepada seseorang yang hanya ia anggap teman biasa. Kibum membalas ancaman sang kakak pertama dengan bantingan kasar pintu kamarnya dan teriakan frustasi, berkata bahwa sang kakak-kakak bebas melakukan apapun untuk mencarikannya pasangan hidup walau hasilnya tak akan berguna.

"Seharusnya kamu tidak perlu ikut campur dalam masalahku ini!" teriak Kibum selanjutnya, dari kamar disertai suara gedebuk benda yang dibanting ke daun pintu kamarnya. "Dan seharusnya aku sadar jika acara kencan-sialan-buta itu semua ide berasal dari kalian! Aku terlambat menyadarinya, sampai-sampai harus mengorbankan waktuku yang berharga hanya untuk acara membosankan dan idiot macam itu, kalian paham?!"

"Hei, aku hanya ingin membantumu!" balas Heechul dari bawah tangga. "Kita semua peduli pada masalahmu tentang belumnya kamu menikah diusia sematang ini! Harus berapa lama lagi kami menunggu?! Sampai kami berkeriput dan telah mendapatkan cucu begitu, Kibum Kim?!"

"Tapi desakan kalian justru tidak membantu sama sekali!" frustasi Kibum. Di kamarnya, ia menghentak-hentakan kaki dan menggaruk-garuk kasar helain hitam jelaganya yang cantik, rambut khas Kim bersaudara. "kalian membuatku stress! Kalian membuatku tidak nafsu makan lagi dan hanya ingin alkohol-alkohol memabukkan! Kalian berkata ingin aku tidak terlalu bergantung pada minuman itu, tapi kalianlah yang membuat aku lari kepadanya jika didesak masalah ini terus menerus! Aku muak, kakak, aku mohon jangan berbuat lebih jauh lagi soal masalah ini!"

Heechul Kim ternganga, balasan yang diutarakan Kibum membuatnya terdiam. Terlebih lagi samar-samar ia mendengar suara tangisan dan berubahnya nada suara Kibum menjadi agak parau, selain itu kata permohonan yang jarang sekali Kibum ucapkan kepada orang lain, jika memang keadaan tidak memihak si bungsu Kim.

Di sampingnya, Jaejoong Kim juga ikut terdiam. Tapi dengan tangan kanannya yang mengusap-usap punggung kembaran cantik tak identiknya, yang kini melemaskan otot-otot tubuh karena merasa tertohok dengan ucapan Kibum. Jaejoong merasa kasihan dengan Heechul yang baru kali ini perlakuannya membuat Kibum tertekan hingga ditimpa stress singkat, dan dengan Kibum yang kelelahan fisik-batin karena desakan-desakan mereka. Hingga akhirnya, Heechul kembali menegapkan tubuh, lalu naik keatas dengan langkah tak gentar, membiarkan Jaejoong mengikutinya agak jauh.

Di lantai dua, tepatnya di pintu kamar paling ujung, pintu kamar berwarna cokelat madu berukiran sederhana, tempat di mana Kibum meringkuk membelakangi Heechul dan Jaejoong, dengan kondisi kamar yang tidak serapi sebelumnya dan tubuh pria novelis itu gemetar menahan isak tangis.

Selagi Jaejoong melangkah ke kamar mandi, Heechul menghampiri si bungsu, menariknya untuk bangun dan duduk menyender pada dadanya.

Si sulung Kim merasa bahwa kondisi tubuh Kibum jauh dari kata baik-baik saja: matanya membengkak dan agak memerah, pipinya mengurus, dan berat tubuhnya ringan seperti kapas. Jejak air mata masih mengalir di kedua pipi agak tirus Kibum dan membuat Heechul respek untuk mengusapnya. Awalnya, kedua bola mata cantik yang telah hilang binar-binarnya tersebut menatap kosong ke titik imajiner, namun ketika tangan-tangan dingin namun lembut milik sang kakak menyentuh pipi dan mengapus bulir-bulir air matanya, Kibum mulai meracau dengan suara parau akibat ia berteriak-teriak, "Aku mohon, aku tidak mau kamu membahas masalah itu. Aku lelah, dan aku ingin kamu memahamiku sedikit lebih sabar lagi untuk masalah ini, kakak."

"Ya." Heechul memilih untuk mengalah saat ini. "Sekarang, buka pakaian kamu dan lekas mandi. Air hangat sudah Jaejoong siapkan."

"Kamu saja yang membukakannya, kak. Aku merasa lemas."

Bibir plum Heechul mencebil, lalu mengecup gemas pipi tirus kanan Kibum. "Oh, kamu ini manja sekali kalau sudah seperti ini." Katanya. "pokoknya, sehabis mandi nanti, kamu harus makan dan tidur. Matamu merah dan itu terlihat menyeramkan untukmu, tidak pantas untuk Kim bersaudara yang harus selalu terlihat good-looking."

"Maafkan aku. Lain kali aku akan menjaga pola tidur walau di jadwal deadline sekalipun." Kibum tertawa lirih, "Aku ingin dua roti Ham-Sandwich, semangkuk salad sayur dan segelas susu rendah lemak, kak."

"Kamu akan mendapatkannya di meja nakas setelah kamu membersihkan tubuhmu, Kibum-ah. Di tambah vitamin penambah nafsu makan, tentu saja." Jaejoong mengangguk-angguk, matanya memindai tubuh Kibum yang hanya dilindungi selembar kain penutup selangkangan saja.

Maka dari itu, Kibum dibantu kedua kakaknya ke kamar mandi, meletakkan hati-hati di dalam bathtub yang telah terisi air hangat beraroma buah-buah tropis dan busa-busa sabun. Keran air yang terdapat di bibir bathtub putih gading masih mengaliri air hangatnya, membuat tubuh ringkih si bungsu Kim rileks sedikit begitu kulitnya bersentuhan dengan air.

Setelah itu, Heechul dan Jaejoong keluar dari kamar, dengan Heechul membereskan kamar Kibum untuk kembali rapi seperti semula dan Jaejoong yang berlari ke dapur demi memasak menu yang diinginkan si bungsu.

Di dalam kamar mandi, Kibum menyenderkan punggungnya ke dinding bathtub, kepalanya meneleng ke kanan, mengadah untuk melihat pemandangan langit malam berbintang dan berbulan sabit, memandang pemandangan tersebut dengan kilat-kilat mata lelah. Hanya keheningan semu yang melingkupi dirinya, hanya suara kucuran air keran bathtub, suara detik jam dinding di atas pintu kamar mandi, suara fuss mesin penghisap debu dan gerutuan Heechul akan ulahnya yang menghambur-hamburkan bulu bantal-perabotan kecil-banyak gumpalan kertas yang diremas bekas naskah.

Hingga tak lama kemudian, Kibum menyembunyikan wajahnya di lipatan tangan, berkata dengan nada suara mengiba disertai isakan tangis lain, berkata bahwa ia tidak ingin menikah dan tidak akan menikah seumur hidupnya. Meracau berkali-kali sampai akhirnya nyaris jatuh tertidur di dalam genangan air jika tak terdengar suara ketukan pintu kamar mandi.


Sepasang kaki beralaskan light brown furboot menapak trotoar jalan yang terhiaskan guguran daun pohon-pohon pinggir jalan. Angin musim gugur sesekali datang menyapa ramah orang-orang dengan ceria, menelusup diantara celah-celah yang tersedia, lalu berlari ke arah yang berlawanan dengan lainnya. Sesekali sepasang kaki tersebut tanpa sengaja menginjak guguran daun yang rapuh, membuat remahan-remahan kecil yang sebagian menetap di sol furboot-nya.

Tapi Kibum acuh tidak acuh, memilih untuk memandang ke depan dan kemudian berbelok masuk ke dalam cafe sederhana tempat di mana ia ditunggu oleh sang editor. Hari ini adalah batas waktu penyerahan dua bab terakhir naskah novel terbarunya, dan karena kesehatannya masih dalam pengawasan sang saudara, Kibum pun meminta editornya untuk bertemu di cafe beberapa meter dekatnya dari rumah, sang editor pun memaklumi.

Lonceng yang tergantung di atas pintu cafe berbunyi nyaring, mengundang tatapan beberapa pengunjung dan termasuk pelayan cafe. Kibum mengedarkan pandangan ke segala arah, dan sepasang kelereng dengan binar-binar khasnya melihat seorang pria berperawakan manis melambaikan tangan padanya. Maka, tanpa membuang waktu lebih lama untuk berdiri di depan pintu cafe seperti orang idiot, Kibum melaju ke pria berperawakan manis tersebut, dan disambut dengan pelukan hangatnya.

"Kabarmu?"

"Sedikit lebih baik dari seminggu yang lalu kita bertemu, Jiyong-ah."

Pria berperawakan mungil dan berwajah manis itu tersenyum, mata sipitnya semakin menyipit dan bagi Kibum ia seperti memiliki dua pasang alis di wajahnya. Kenampakan yang biasa Kibum lihat jika orang itu melakukan hal demikian, akan tetapi Kibum masih saja berusaha untuk menahan tawa.

"Kabar kencan butamu?"

"Jangan tanya. Itu mimpi buruk yang dibuat khusus oleh kakak-kakakku."

"Oh, aku tidak akan kaget kalau begitu," pria manis dengan turtle neck hitamnya mengedikkan bahu acuh tak acuh, tangannya mengambil buku menu yang telah duduk manis di salah satu sisi meja. "aku sudah menduganya bahkan ketika sedari awal kamu mengikutinya, Kibum-ah." Lanjut editor muda tersebut.

Sebelah alis Kibum terangkat. "Bagaimana kamu bisa mengambil kesimpulan itu?"

"Kamu berkata bahwa sehari setelah terakhir kali kakak keduamu bertanya perihal pasangan hidup, kamu diundang teman sekampus untuk datang ke acara kencan buta. Awalnya aku menduga jika itu hanya sebuah kebetulan," Jiyong memanggil salah satu pelayan pria dengan lambaian tangan. "Tapi begitu aku menyadari hubungan antara kakak-kakakmu dan teman-temanmu, bukan tidak mungkin jika mereka bersekongkol di belakangmu. Ini mungkin asumsi yang terdengar kurang menguatkan, tapi mendengar kau berkata seperti itu tadi, ternyata asumsiku benar."

"Ya." Kibum mengangguk dengan raut wajah malas. "Bahkan mereka membuat perjanjian resmi diatas kertas berstempel keluarga. Bisa kamu bayangkan, bagaimana marahku begitu kakak keduaku memperlihatkan kertas tersebut? Aku bahkan langsung mengambil kasar kertas itu dan membakarnya diatas perapian ruang tamu yang menyala." Jari telunjuk pria berhelai hitam legam sepundak itu menunjuk sebuah menu makanan dan minuman. "Honey-mint Pancake dan Hot Ginger-milk masing-masing satu."

Lalu melempar pandangan ke Jiyong. Wajah pria itu tampak merengut seolah memikirkan sesuatu yang membebaninya. "Cepatlah, pelayan pria ini harus melayani pengunjung lainnya." Jiyong mendecak. "Aku tidak tahu, dompetku tipis. Kamu tahu jika aku akan mendapatkan gaji bulan ini minggu depan dan aku baru saja dirampok pangeran kecil kita kemarin malam, membelikannya hadiah ulang tahun. Bisa kau bayangkan, dia menginginkan sebuah kostum iron man yang harganya sama dengan motor matik antikku?"

Kibum mengangguk kali dengan bola mata bergulir keatas. Membayangkan jika kostum karakter pahlawan super buatan perusahaan marvel tersebut membalut tubuh keponakan tampan Jiyong. Terlihat sama tampannya dengan Robert Downey, meskipun Kibum masih saja jatuh cinta dengan aktor serba bisa tersebut selain Jhonny Depp. "Aku bisa membayangkan bahwa keponakanmu akan sama tampannya dengan aktor favoritku." Jawaban yang membuat Jiyong mencebik. "sudahlah, pesan saja apa yang kamu mau, aku akan membayarnya."

"Kau baik-baik saja, Kibum?"

"Aku baik-baik saja, jika aku mau menghabiskan uang tambahan dari kakak pertamaku untuk makan banyak, saat aku berkata padanya aku akan menemuimu di cafe." Kibum mendesah. Jiyong menganga, matanya berbinar lucu. Lalu berteriak kecil dan bertepuk tangan. "Kamu memang tampak kurus semenjak masalah kencan buta dan pendamping hidupmu, dan ayo kita makan besar hari ini!"

"Sepertinya kamu benar."

"Aku memang benar. Terima kasih."

"Bahkan kakak keduaku sampai-sampai membelikanku vitamin penambah nafsu makan, dan suaminya yang terus menerus menyuruhku untuk makan daging."

"Yang benar..?"

Jiyong mengiyakan sambil tertawa puas. Berkata bahwa Kibum memang harus kembali membuat tubuhnya berisi karena kondisi tubuh Kibum yang sebelumnya memang tampak tidak seperti Kibum Kim yang biasanya, dengan sepasang mata yang memerah, pipi yang agak tirus, kantung mata yang menggantung di kelopak bawahnya, dan cara berjalannya yang seolah hidup segan mati tidak mau. Belum lagi dengan berat tubuh si bungsu Kim yang turut drastis, akibat stress singkat, lari mendekat kepada alkohol-rokok, dan tidak menjaga pola makan. Seperti zombie, begitu kata salah satu staf perusahaan penerbit tempat Kibum menyetorkan karya-karyanya. Dan staf yang lainnya mengangguk-mendeham-mengiyakan.

Jiyong Kwon, editor sekaligus teman sekampus Kibum dulu bukannya tidak menyadari jika perubahan novelis kesayangan perusahaan diakibatkan adanya tekanan dalam masalah keluarga, terutama tentang keterkaitan antara usia dan pendamping hidup. Karena tanpa Jiyong memintapun, sebelum Kibum berlari ke minum-minuman berakohol atau batang-batang rokok, pria cantik berkulit salju itu akan mendatangi apartemennya, memeluknya meminta tumpuan untuk mampu melanjutkan hidupnya yang mulai dipenuhi tekanan-tekanan batin, bercerita dengan wajah tak bersemangat dan tidur sebentar untuk setelahnya pergi ke bar langganan.

Jiyong bukannya tidak mencegah Kibum, melainkan karena sifat kekeraskepalaannya anak itu ketika ia sedang dilanda emosi dan putus asa. Jadi, ketika itu terjadi, yang Jiyong lakukan terus-menerus pada kondisi seperti itu adalah pertama, menelpon salah satu kakak Kibum untuk memberitahukan jika Kibum pergi ke bar dan kedua, ikut menemaninya demi tidak terjadi masalah yang dilakukan Kibum tanpa sadar.

Bukan sekali dua kali Jiyong Kwon merautkan ekspresi bingung dan heran mendengar penuturan Kibum Kim bahwa pria itu tidak ingin dan tidak akan menikah. Pria muda tersebut ingin sekali alasan dibalik ucapan Kibum yang menjadi permasalahan di keluarga Kim, namun saat ia ingin menanyakannya, ketika melihat gurat lelah dan tertekan novelis muda tersebut begitu mereka membicarakan masalah pernikahan, ia mengurungkan niat.

Tidak ingin menambah beban dan membuat Kibum tidak memiliki tempat pelarian alternatif selain bar-alkohol-rokok. Berusaha menahan diri, karena tahu, cepat atau lambat, dengan ia minta atau sukarela Kibum memberitahunya, Jiyong akan mengetahui alasan tersembunyi yang mendoktrin Kibum habis-habisan.

"Haruskah aku memberikan Elliot hadiah ulang tahun juga?" tanya Kibum tiba-tiba ketika pesanan mereka datang.

Jiyong yang saat itu sedang membaca lembar demi lembar dua bab terakhir untuk novel yang Kibum ajukan seketika menoleh ke asal suara, menatap lawan pandang dengan alis menukik. "Dan kenapa kamu harus melakukannya?"

"Yah, kamu juga tahu jika hubunganku dengan Elliot bahkan lebih terlihat persis seperti paman dan keponakan idaman dibandingmu," ejek Kibum, karena memang kenyataannya demikian. Elliot Kwon-Howell, keponakan Jiyong Kwon ada putra tunggal Boa Kwon hasil pernikahan dengan pria dari benua sebrang memang tampak lebih akrab kepada Kibum daripada sang paman sendiri. "Kakakmu sendiri mengakuinya begitu. Maka, sebagai seseorang-yang-bahkan-lebih-dekat-dengan-Elliot-daripada-pamannya, aku juga seharusnya memberikan hadiah ulang tahun pada anak tampan itu."

"Kamu menyebalkan. Sepertinya aku harus meminimalisir kedatanganmu di rumah, Kibum-ah." Decak Jiyong sambil menyimpan naskah ke dalam amplop coklat besar. Lalu dimasukkannya amplop tersebut ke tas koper plastik yang berisi naskah-baskah novelis lain, yang Jiyong dapatkan setelah datang ke rumah mereka sebelum janji bertemu dengan Kibum. "tapi sepertinya tidak mungkin. Anak itu akan menerorku, bertanya-tanya kenapa paman Kibum Kim kesayangannya tidak pernah datang ke rumah, lalu menangis dan membuat seisi rumah kewalahan. Dasar setan kecil."

"Dia tidak akan berhenti berulah sebelum mendapatkan yang diinginkannya. Oh, pria kecil kesayanganku." Kekeh Kibum. "Dan kamu mengatainya setan kecil?"

"Sudahlah, lupakan. Cukup kamu kirimkan kue Mont-Blanc dan puding coklat buatan kakakmu saja."

"Oh, itu khusus dari kakak-kakakku. Bukan dariku. Aku akan mencarinya, menemukannya dan mengirimkannya lewat jasa pengiriman hari ini juga. Dan akan kupastikan dia akan sangat menyukai hadiahku."

"Lakukan apa yang kamu mau. Aku menyerah melarangmu karena kau keras kepala sekali, sama seperti kakak pertamamu itu." Jiyong menyerah. Memilih untuk menikmati hidangan yang tersaji di depannya.

Sementara Kibum, sambil menikmati secangkir jahe susu hangat dan melihat pemandangan lalu lalang dari jendela di damping kirinya, berpikir bahwa sehabis ini ia akan pulang untuk mengambil mobil dan membelah kota demi mencari hadiah ulang tahun sang pria kecil kesayangan. Mungkin sambil mampir ke toko buku untuk membeli novel SherlockHolmes dan Agatha Christie demi tambahan koleksi juga tidak masalah, gumamnya dalam hati. Atau mungkin aku akan mencoba membaca novel detektif lokal yang dikarang orang-orang selain aku? Lanjutnya.

Keputusan itu semakin membuatnya yakin tatkala sebuah pesan singkat dari salah satu kakak iparnya berkata bahwa malam ini mereka semua akan makan malam di restoran keluarga dekat perusahaan suami kakak pertamanya tersebut. Maka, Kibum membalas setuju sekaligus mengatakan jika ia ingin kakak-kakaknya membuat tiga kue Mont Blanc dan tiga puding coklat untuk Elliot, kembali menikmati pesanannya dengan celoteh-celoteh umum Jiyong.


"Dan, tidak ada yang salah dengan naskahmu. Semua baik-baik saja."

"Bagaimana dengan ending-nya? Kau tahu, ketika aku menulisnya, otakku masih tidak baik-baik saja, migrain terus datang dan itu cukup menganggu."

"Oh, kupikir tidak," Jiyong mengibaskan tangannya, mengindikasikan semua baik-baik saja. "Meskipun ending-nya cukup menggantung, tapi kalau kita melihat di sisi yang berbeda, akhir cerita yang kamu buat sungguh bagus. Kalau orang-orang yang membeli novelmu kali ini membacanya sampai habis, aku yakin mereka ingin kamu membuat serinya. Tapi tentu saja ada yang tidak."

Kibum tertawa dibalik telapak tangan. "Kamu benar. Aku juga merasa ending kali ini seperti cukup-sudah-sampai-disini dan ayo-kita-buat-seri-selanjutnya. Seperti novelnya Diana Wynne Jones dan JK Rowling." Aku pria tersebut. "terdengar tidak buruk, benar?"

"Tapi kamu juga bisa membuatnya berseri seperti karya novel detektif Sir Arthur Conan dan Lady Agatha Christie. Novel detektif berseri dengan kasus-kasus yang berbeda di setiap babnya."

"Akan kupertimbangkan. Seperti yang sudah-sudah, aku ingin mengambil masa liburku setelah menerbitkan buku baru." Kibum membereskan pakaian dan menyiapkan beberapa lembar uang. "Tapi mungkin untuk kali ini, aku meminta tambahan waktu liburku menjadi dua bulan setengah. Bagaimana..?"

Ujung alis Jiyong menukik lagi. Raut wajahnya berkata bahwa ia sedikit tidak menyetujui tawaran Kibum, namun begitu ia mengingat kembali kejadian beberapa hari ke belakang, pria manis itu merasa bahwa novelis kesayangannya pantas untuk mendapatkan waktu bersantai lebih lama. Maka, ia mengangguk dan berdiri dari duduknya, mengikuti arah jalan Kibum yang menghampiri kasir.

"Tentu saja," katanya. Kibum melirik ke belakang sambil menunggu uang kembalian. "kupikir bos tidak akan keberatan jika aku berkata bahwa kamu butuh libur panjang untuk memulihkan kesehatan dan masalah keluarga, benar?"

Kelereng pria Kim bungsu menyipit, membentuk bulan sabit dengan seringai kecilnya. Memandang geli sahabatnya. "Kamu benar. Aku memang butuh waktu untuk itu."

Dan kemudian, ketika Jiyong sedang menelpon teman seprofesi untuk menjemputnya di halte jalan utama perumahan tempat cafe tersebut berdiri, Kibum dengan mata memandang jauh ke langit kelabu di waktu siang berandai-andai hal apa yang akan ia lakukan ketika liburan esok hari.

Banyak hal yang terpikirkan untuk itu, seperti akan mengunjungi gym karena merasa tubuhnya lemah tak berdaya persis seperti wanita, atau rutin untuk berjogging dan berenang setiap seminggu dua kali bersama kakak-kakaknya, atau membantu asisten rumah tangga untuk membereskankan rumah besar keluarga Kim, atau membaca ulang novel-novel koleksi dan novel terbaru yang ia beli nanti, atau mengantar-menjemput keponakan tampannya yang sangat doyan makan tetapi tidak pernah kegemukan, atau banyak hal lainnya.

Banyak hal lainnya, selain melakukan kencan buta dari situs pencarian jodoh yang tersedia di negara tempatnya tinggal. Selain karena ia tidak ingin repot-repot melakukan hal itu, tidak ingin melakukan hal idiot yang sama yang akan membuatnya semakin stress karena tekanan masalah usia tigapuluhan-pasangan hidup-menikah, Kibum Kim juga tetap pada pendoktrinan dirinya yang tidak ingin menikah, tidak akan menikah, baik untuk jangka waktu dekat ataupun jangka waktu panjang.


Bersambung

.

Rnr!please