DISCLAIMER : NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
This Story © Me
RATED : T
MAIN PAIR : SASUKE U. & SAKURA H
WARNINGS : OOC, Inspirasi dari Novel karya Charon berjudul '7 Hari Menembus Waktu'
Tokyo, April 11st 2038 – Musim Semi
Seorang gadis cantik tampak merengut kesal menatap kearah luar jendela mobil yang sedang ia naiki. Mulut dan hatinya tak henti-hentinya mengucap makian kepada semua orang yang 'mungkin' telah membuat gadis cantik itu kesal setengah mati.
Tak lama kemudian, mobil yang dinaikinya berhenti. Terdengar suara pintu mobil terbuka dari arah depannya. Lalu ketukan dikaca jendela membuat wajahnya semakin menunjukkan raut kesal yang sudah stadium akhir.
"Ayo turun, Sakura." Sang Ayah berkata sambil membuka pintu bagian belakang mobil, tempat gadis bernama Sakura itu duduk. "Kita sudah sampai."
Masih menunjukkan raut wajah kesal gadis itu menjawab, "Bisakah Sakura dimobil saja, yah? Sakura tak ingin masuk ke dalam." Raut wajah kesal itu perlahan berubah menjadi memelas.
"Sakura, kita sudah membicarakan ini dirumah. Dan ingat, tak baik bagimu untuk mengurung diri terus menerus dan itu sama sekali tidak memperbaiki keadaan. Sakura, belajarlah bersikap dewasa." Kali ini sang Bunda yang turun tangan. Beliau sangat gemas dengan tingkah laku putri semata wayangnya ini.
"Tapi, bun~"
Melihat wajah menuntut Ayah dan Bundanya, gadis berusia duapuluh tiga tahun itu menghela napas kasar dan dengan enggan keluar dari dalam mobil. Alasan utama ia tak ingin menghadiri acara ini, karena … pesta yang dilangsungkan sekarang ini adalah pesta pertunangan sang mantan kekasih yang memutuskan hubungan dengannya 6 bulan yang lalu. Ya, pesta PERTUNANGAN SANG MANTAN! Bayangkan betapa hancurnya Sakura saat ini. Dan sekarang ia malah dipaksa Ayah dan Bundanya untuk menghadiri pesta 'terkutuk' ini.
Entah kenapa kedua orangtuanya ini terus memaksanya ikut. Ya mungkin karena dua keluarga yang akan menjadi satu keluarga ini merupakan kolega bisnis dan sahabat dekat Ayah dan Bundanya. Tapi tetap saja, mereka sangat keterlaluan. Apa mereka tidak pernah merasakan masa muda? Patah hati itu lebih menyakitkan daripada ditabrak mobil, tahu. Berlebihan memang, tapi itulah perumpamaan yang pas untuk perasaan Sakura saat ini.
Dengan ogah-ogahan Sakura keluar dari dalam mobil. Ia mengenakan gaun panjang sampai mata kaki berwarna pink lembut dengan berbagai macam aksesoris yang tidak terlalu berlebihan. Dipadu dengan sepasang Heels berwarna perak dengan manik-manik berkilau. Ia mengenakan kacamata hitam untuk menyembunyikan sepasang emerald teduh miliknya.
Sebenarnya, bukan hanya masalah nanti akan sakit hati melihat pertunangan ini, tapi lebih karena ia merasa malu menghadiri pesta ini. Teman-teman masa kuliahnya pastilah diundang, karena pasangan yang mengadakan pertunangan malam ini pun satu universitas dengannya dan juga sebagian besar teman kuliahnya itu tau kalau ia mantan kekasih sang laki-laki! Oh, dan satu lagi. Sebagian besar juga, teman-temannya tahu jika ia memiliki hubungan yang kurang baik dengan sang gadis. Ya, ia dan gadis 'licik' menurut Sakura itu merupakan musuh sejak kecil.
Ouch~ berlipat ganda sudah penderitaan Sakura malam ini dan betapa malunya ia nanti. Ia berharap malam ini akan terlewati dengan cepat.
Sakura melangkah dengan jantung berdebar-bedar di belakang kedua orangtuanya. Sakura melangkah sambil menunduk dalam diam. Ia merasakan setiap langkah yang diambilnya sangat diperhatikan oleh orang-orang yang juga hadir di pesta ini.
Dengan keyakinan tinggi, ia akhirnya mengangkat kepalanya. Berani menatap orang-orang sekitar dengan senyum merekah lebar. Senyum palsu. Menutupi perasaannya yang sebenarnya. Tanpa Sakura sadari, kedua orangtuanya memperhatikan Sakura dengan senyum tipis.
Perlahan kau akan bisa menerima dan menjadi dewasa, Sakura, Batin keduanya.
Akhirnya mereka bertiga sudah sampai didalam gedung mewah yang akan menjadi tempat berlangsungnya pesta pertunangan tersebut. Ternyata sudah cukup banyak tamu yang hadir. Kedua orangtua Sakura langsung saja diajak mengobrol oleh para kolega-kolega bisnisnya yang kebetulan juga diundang.
Seketika Sakura diam mematung, tetapi tak lama kemudian ia pun mulai beranjak dari tempatnya berdiri karena merasa telah dilupakan oleh kedua orangtuanya. Ia memutuskan untuk mencari minuman yang disediakan disana, tapi ia malah bertemu sesuatu yang membuat raut mukanya menjadi masam. Ia mengutuk keputusannya untuk menjauh dari kedua orangtuanya.
Tapi, sebenarnya walaupun ia masih bersama kedua orangtuanya, cepat atau lambat pun pasti mereka akan bertemu juga. Ya, ia bertemu dengan kedua orang yang merupakan raja dan ratu dalam acara ini.
"Ara~ ternyata ada Sakura-chan disini. Aku merasa tersanjung dengan kedatanganmu, nona Haruno." Gadis yang merupakan musuh abadi Sakura itu melemparkan seringai kemenangan yang menurut Sakura sangat menyebalkan.
Sakura pun melepaskan kacamata yang menyembunyikan emerald indahnya, "Ya, aku datang. Selamat atas pertunangan kalian, nona Yamanaka dan… Namikaze-san." Sahut Sakura dengan datar serta nada dingin mengiringi ucapannya saat menyebutkan nama keluarga terakhir.
Laki-laki yang ada di sebelah gadis itu menatap Sakura dengan pandangan terkejut saat mendengar nama keluarganya disebut dengan dingin seperti tadi oleh Sakura.
"Hei-hei, jangan menyebut kami dengan nama keluarga kami, Sakura-chan~ kau seakan tidak mengenal kami dan itu menyakitkan, tahu," kata gadis itu lagi dengan gaya bicara yang sangat dibuat-buat, membuat Sakura mual dan ingin memuntahkan isi perutnya di wajah menyebalkan wanita itu.
"Tcih, aku memang tak mengenal kalian. Dan berhenti memanggil nama kecilku dengan nada menjijikan seperti itu, kalau kau tak mau aku muntah diwajah menyebalkanmu," kata Sakura sarkastik.
"Apa kamu bilang? Tcih, aku pun tak sudi mem―"
"Sudahlah, Ino. Hentikan. Jangan membuat keributan di pesta kita sendiri." Laki-laki berambut pirang di samping gadis itu akhirnya angkat bicara.
"Maaf menganggu, aku permisi dulu."
"Sakura!" laki-laki itu mencoba menghentikan Sakura dengan cara menarik lengannya, "jangan bertingkah seperti ini. Aku sudah bilang padamu baik-baik, kan? Aku tak ingin kamu membenciku." Lanjutnya seraya memandang Sakura sendu dan tatapan meminta maaf.
"Lepaskan," Sakura berucap tapi tidak digubris oleh laki-laki itu, "ku bilang lepaskan, Naruto! Terserah diriku ingin bertingkah seperti apa! Itu bukan urusanmu." Sakura menyentakkan tangan laki-laki bernama Naruto itu dan berlari meninggalkannya.
"Tcih, tidak tahu malu." Ino yang dibelakang mereka menyaksikan dengan tatapan cemburu saat Naruto mencoba menahan Sakura. "Naruto-kun, sudahlah. Tidak usah hiraukan dia, ne?"
Naruto hanya menghela napas pelan, "Ya. Ayo kembali ke tengah ruangan. Acara akan dimulai."
.
Sakura berlari menuju luar gedung. Ia tidak tahan lagi. Akhirnya air mata yang sejak tadi ditahannya saat sampai didepan gedung ini tumpah. Ia sangat kesal. Ia marah pada dirinya sendiri. Ia benci. Ia benci Naruto dan Ino. Ia kesal Karena kedua orangtuanya memaksa ia untuk menghadiri pesta 'terkutuk' ini. Dan akhirnya apa? Bundanya salah besar. Ia malah menangis sekarang, bukan seperti ucapan bundanya yang mengatakan jika ia akan dapat bersikap dewasa jika ia mampu menemui pasangan yang akan bertunangan tersebut.
Sakura sampai di taman disamping gedung mewah itu. Disana sepi, karena memang acaranya telah dimulai dan dilaksanakan di dalam gedung. Ia mendudukan dirinya dibangku taman yang menghadap kesebuah pohon besar dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia menangis tersedu-sedu. Meluapkan segala hal yang ia tahan sejak tadi.
"Hiks… Hiks… jahat se-kali. Hiks…,"
Sakura mulai meracau. Air mata berlomba-lomba keluar dari sudut matanya. Meluncur melewati pipinya.
"Hiks… a-aku tak tahan. Me-mereka semua ja-jahat … a-aku tak ingin me-melihat merek-ka lagi… Hiks… Tuhan… Hiks… aku ingin menghilang saja… aku tak tahan."
Ucapan yang keluar dari mulut Sakura mulai melantur. Lalu, tiba-tiba angin berhembus sangat kencang membuat Sakura menengadahkan kepalanya untuk melihat keadaan sekitar.
WUUSSSHHHHH
Tak ada apa-apa.
Tapi, Sakura melihat sesuatu bercahaya yang ada di dalam batang pohon yang berlubang. Sesuatu berwarna biru. Sangat terang.
Tangisan Sakura mulai mereda, walaupun ia masih sedikit sesegukan. Sakura menghapus air mata yang tersisa diwajahnya dan mulai mendekati pohon tersebut.
Tangan Sakura menjulur ke dalam batang pohon yang berlubang itu, mengambil 'benda' bercahaya yang menarik perhatian Sakura. Ia mengamati benda itu sejenak. Sebuah kalung cantik berwarna biru dengan liontin yang mempunyai ukiran cantik dan sangat indah―menurut Sakura.
Saat berada ditangan Sakura, tiba-tiba sebuah video hologram muncul dan menampilkan seorang wanita bersayap dari liontin itu.
'Halo! Anda sangat beruntung kali ini. Rasa kekecewaan dan keinginan yang besar untuk menghilang membuat anda menemukan kalung ini. Anda dapat mengambil kesempatan ini dengan mengatakan 'YA'. Tapi jangan khawatir, saat tiba waktunya anda dapat kembali lagi ke dunia ini. Jadi, apakah anda ingin mengambil kesempatan ini?'
Sakura sangat bingung melihat video hologram itu. Bagaimana mungkin sebuah gelang dapat memancarkan sebuah video lengkap dengan suaranya? Tapi, yang menarik baginya adalah perkataan yang diucapkan oleh wanita bersayap yang ada di video itu. Tanpa pikir panjang―karena ia pun ingin sekali menghilang―akhirnya ia mengatakan 'YA' dengan lantang.
Seketika sinar menyilaukan langsung menusuk indera penglihat Sakura, yang refleks membuat gadis itu memejamkan matanya. Ia merasakan tubuhnya melayang dan terasa ringan, dengan takut-takut, ia membuka matanya. Seketika ia dihadapkan pada tulisan bercetak besar tepat di depan wajahnya.
'TUJUAN : MASA LALU / MASA DEPAN'
Sebuah suara terdengar lagi, yang memerintahkan Sakura untuk memilih lalu menekan tulisan yang mana yang akan menjadi tujuannya. Sakura berpikir sebentar, menimbang yang mana yang baik untuknya. Akhirnya, ia memutuskan satu pilihan. Dengan yakin ia menekan salah satu tulisan itu.
Siiiiiinggggggg
Sakura menutup matanya lagi sekaligus menutup telinganya karena mendengar suara yang cukup nyaring yang dapat membuat pendengarannya terganggu karenanya.
Sakura juga tiba-tiba merasakan kepalanya pusing dan seluruh tubuhnya melemas. Dan seketika, ia tidak merasakan apa-apa lagi.
.
.
Kyoto, March 21st 2005 – Musim Semi
Sakura merasakan pusing yang hebat menghantam kepalanya. Refleks ia memegangi kepalanya tapi masih belum mampu untuk membuka matanya. Ia juga merasakan tubuhnya sangat berat seakan tertarik gravitasi yang sangat kuat.
Perlahan Sakura mencoba membuka kedua matanya. Sedikit menyipit karena sinar yang memasuki indera penglihatnya. Setelah dapat menyesuaikan sinar yang masuk ke matanya, Sakura mengerjap beberapa kali. Pemandangan yang tampak pertama kali di matanya adalah dedaunan hijau yang lebat. Dedaunan? Hijau lebat?
Apakah ia tertidur di bawah pohon sampai pagi? Oh oh, dan apakah ia semalam bermimpi pergi kepesta 'terkutuk' itu? Benarkah?
Tapi, yang lebih penting lagi ia melihat banyak tulisan hologram pada pandangannya. Ia menggerakkan kepala ke kanan dan ke kiri, tapi tulisan itu tetap ada.
Aneh.
Sakura langsung terduduk, dan saat itu juga ia merasakan tubuhnya terasa sangat berat, dan ketika ia menundukkan kepalanya … seorang lelaki tidur diatas tubuhnya! Eh, tidak bisa dibilang tubuh juga, karena ia hanya menindih perut Sakura. Tapi, hei itu sama mengerikannya bagi Sakura!
Gadis itu pun refleks mendorong dengan kasar kepala berhelaian hitam kebiruan itu. Membuat sang pemuda sedikit terlonjak kaget karena tiba-tiba dirinya harus terbangun dari tidur lelapnya.
"Apa yang kamu lakukan?!" bentak pemuda itu kasar sambil memegang kepalanya―yang pastinya terasa sakit karena terbangun secara tiba-tiba―tanpa menatap kearah Sakura.
Sakura menjadi kesal, seharusnya ia yang marah karena ia yang jadi korban disini. Oke, ia hanya menjadi korban 'bantal' oleh si pemuda. Tapi, tetap saja itu merupakan tindak pelecehan bagi Sakura.
"Hei, seharusnya aku yang tanya! Apa yang kamu lakukan sampai tidur di atas perutku, hah?!" balas Sakura garang dan memberikan tatapan membunuh pada pemuda itu.
Seketika pemuda itu membeku. Ia tampak berpikir keras, terlihat dari kedua alisnya yang hampir menyatu. Tiba-tiba ia menampakkan raut wajah seperti mengingat sesuatu, tapi tak sampai 5 detik kemudian, raut wajahnya kembali datar.
"Hn,"
Entah kenapa, saat mendengar pemuda itu membalas ucapannya dengan super singkat, membuat darah Sakura naik sampai ke ubun-ubun.
"Pria menyebalkan!"
Sakura langsung berlari meninggalkan pria 'sinting' yang berani-beraninya menjadikan ia 'bantal' itu. Setelah merasa sudah jauh dari jangkauan pemuda itu, ia berhenti sebentar untuk melihat-lihat keadaan. Dan saat itu juga ia menyadari kalau ia berada di tempat asing! Tapi, yang membuat ia mengerutkan alisnya karena pakaian yang ia pakai masih sama seperti yang ia pakai untuk menghadiri pesta 'terkutuk' itu.
"Apa jangan-jangan aku masih bermimpi? Lihat saja, dipandanganku saat ini ada tulisan seperti hologram entah apa maksudnya ini. Dan dimana ini sekarang? Uhuk… uhuk…"
Sakura terbatuk karena tanpa sengaja menghirup asap kendaraan yang cukup tebal.
Kringgg kringgg
Bunyi bel terdengar cukup keras memasuki indera pendengarnya. Dan tiba-tiba dipandangannya kini ada tulisan; WARNING! Berwarna merah dan Sakura cepat-cepat menutup matanya, serta menajamkan pendengarannya dan…
Hap!
Ia bergeser ke arah kanan dengan cepat untuk menghindari sepeda yang ternyata dari arah belakangnya. Huft, berterima kasihlah Sakura, karena pernah mengikuti pelatihan ilmu beladiri yang mengajarkan untuk dapat mempertajam pendengaran sehingga dapat menghindar dari kecelakaan.
Tapi tunggu, Sepeda? Setahunya, terakhir kali ia hidup kemarin, ia tak pernah lagi melihat sepeda. Baik itu dilingkungan rumah, taman, kota dan sebagainya. Bahkan motor pun tak ada!
Matanya terbelalak,
'Ini sungguhan kah? Aku benar-benar dimasa lalu?!' histeris Sakura dalam hati. Untuk membuktikannya ia pun menoleh ke kanan dan kiri.
Benar saja, jika Sakura tak salah menganalisis keadaan sekarang, saat ini ia berada di sebuah pasar tradisional dengan banyak para pedagang yang berjual di kios-kiosnya, para bapak-bapak yang sedang menaiki sepeda dengan suatu barang entah apa di tempat duduk belakang. Anak kecil yang berlari-lari dengan riang tak takut kalau-kalau ia akan ditabrak sepeda serta ibu-ibu yang sedang berbelanja.
Sakura hanya bisa melongo tak percaya. Ia bukan mimpi. Ini nyata. Sakura lalu teringat dengan kalung yang ia temukan di lubang pohon semalam. Ia meraba lehernya, dan ya, ia menemukan kalung berwarna biru dengan liontin berukir indah itu melingkari lehernya.
'Apa benar benda ini yang mengantarku ke masa lalu? Rasanya… aneh. Impossible.'
Sakura berjalan dengan perlahan, karena selain keadaan pasar yang penuh oleh orang-orang tapi juga karena ia masih mengenakan gaun panjangnyadan Heels yang cukup membuat ia kesusahan untuk melangkah.
Setelah sampai ditempat yang tidak terlalu ramai, barulah Sakura bernapas lega. Sedikit risih dengan keadaan berdesak-desakan seperti tadi. Ia mengedarkan pandangan lagi ke sekitarnya, dan pandangannya jatuh pada seorang anak kecil yang terduduk sambil menahan tangisnya dengan luka yang ada di siku dan dengkul anak itu. Sakura yang merasa kasihan, segera menghampirinya.
"Hei, adik kecil. Kamu tidak apa-apa?" tanya Sakura dan ia berjongkok untuk melihat lebih jelas keadaan anak kecil itu.
"Hiks… Hikss…," tapi anak kecil itu tidak membalas ucapan Sakura, ia malah terisak dan tangisnya pun pecah.
Sakura mencoba menenangkan gadis itu, "Ne, adik kecil, boleh kakak membantu membalut lukamu? Kakak janji itu tidak akan sakit." Sakura membujuk anak itu agar lukanya mau diobati.
Anak itu mengangguk pelan, masih enggan menatap Sakura karena kelopak matanya masih terpejam dan ia menggigit bibir bawahnya. Sakura mencoba membantu anak itu berdiri, lalu menuntunnya berjalan ketempat yang sepi dari hilir mudik orang-orang. Ia menemukan sebuah lapangan luas. Sakura menuntun anak itu duduk di bawah pohon dan menselonjorkan kakinya kedepan.
"Tunggu sebentar," ucap Sakura. Ia segera mencari dedaunan yang dapat menyembuhkan luka anak itu. Seingatnya, dalam sebuah buku pernah di tuliskan bahwa pada zaman dulu banyak tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat. Sakura mencoba mengingat-ingat gambar-gambar tumbuhan yang dapat mengobati luka.
Tidak jauh dari lapangan tempat Sakura mendudukan anak kecil tadi, ia melihat jalan menuju hutan. Dengan segera ia melangkahkan kakinya kedalam hutan itu. Tidak terlalu jauh masuk kedalam karena ia takut akan tersesat. Sakura mengamati tumbuhan yang tumbuh di hutan itu. Dan Sakura melihat tanaman yang ia rasa familiar. Ia mendekati tanaman itu dan memetiknya,
"Kalau tidak salah ini …," Sakura mencoba mengingat nama tanaman liar yang ia pegang, dan tiba-tiba ada tulisan hologram―yang cukup mengejutkan Sakura―tampil di hadapannya bertuliskan;
Centella asiatica.
"Ah! Benar. Centella asiatica*. Penyembuh luka yang luar biasa. Wah aku beruntung bisa melihat langsung tanaman langka ini!" Sakura berseru riang karena dapat melihat tanaman yang langka di zamannya itu.
Sakura segera berlari keluar hutan dan mendekati anak kecil tadi. Ia segera mengolah tanaman yang dibawanya lalu dioleskan ke luka yang ada di dengkul dan siku anak kecil itu.
"Mungkin saat diolesi akan sedikit perih, tapi sesudahnya tidak apa-apa," kata Sakura sambil mengoleskan dengan hati-hati keluka anak kecil itu, "Apa kamu mempunyai sapu tangan, dik?" Tanya Sakura saat ia telah selesai.
Anak itu hanya menunjuk ke saku celana sebelah kanannya, melihat itu Sakura berinisitif untuk mengambilnya sendiri. "Aku robek tak apa ya?" tanya Sakura lagi dan dibalas anggukan singkat.
Sakura segera merobek sapu tangan itu, dan langsung melilitkannya ke luka yang telah diolesi tanaman tadi.
"Nah selesai. Oh ya omong-omong namamu siapa, dik?" tanya Sakura kemudian. Ia cukup penasaran dengan anak kecil di depannya ini yang sedari tadi tidak mengucapkan satu patah kata pun.
"Hyu-Hyuuga Hi-Hinata desu," balasnya pelan masih dengan kepala menunduk.
"Ah, kenalkan, aku Sakura." Sakura menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan gadis kecil itu.
Gadis kecil bernama Hinata itu tampak ragu mengulurkan tangannya, tapi akhirnya tangan keduanya bersambut, dengan pelan Hinata berucap, "Te-terima kasih, te-tel-lah meno-longku…,"
"Bukan masalah. Oh ya, kenapa kamu bisa terluka seperti itu? Mau bercerita sesuatu?" Sakura mencoba mengakrabkan diri dengan orang pertama yang ia jumpai saat berada di masa ini.
Tubuh Hinata tiba-tiba menegang, dan tak lama kemudian tangisnya pun pecah kembali. Sakura yang melihat itu seketika panik.
'Apa aku barusan menyinggungnya? Bagaimana ini~'
"Eh, kenapa menangis? Apa aku salah bicara? Ma-maaf, Hinata," ucap Sakura setengah bingung dan setengah takut karena ia merasa telah menangiskan seorang anak kecil.
Tapi, Hinata tiba-tiba memeluk Sakura. Dengan tangisan yang masih keras, Hinata berkata, "Kakak, Kakak… Hiks … Hikss … Kakak tadi dibawa oleh orang-orang jahat, Hiks…," Jelas Hinata dengan sesegukan―khas orang yang sedang menangis.
"Hush, hush. Sudah jangan menangis lagi, Hinata. Aku antar kamu pulang ya? Kamu bersihkan dulu dirimu, kalau sudah 24 jam Kakak kamu dibawa orang jahat dan tidak pulang, baru lapor polisi. Oke?" Sakura mencoba menenangkan Hinata yang sesegukkan, dan ia dapat merasakan gaun bagian dadanya telah basah oleh air mata Hinata.
Hinata hanya membalas dengan anggukan pelan. Karena Hinata belum melepas pelukannya, Sakura pun melepas Heelsnya dan hati-hati ia menggendong Hinata.
"Rumah Hinata dimana?" tanya Sakura setelah menyamankan Hinata dalam gendongannya dan melangkah pelan dengan Heels yang ia pegang di tangan sebelah kiri.
"Kak Sakura jalan sekitar 200 meter dari sini. Nanti terlihat dua persimpangan, kakak belok kearah kanan, dan 5 rumah dari persimpangan itu rumah Hinata. Warnanya putih. Bentuk rumah tradi-sio-nal Jep-pang…,"
"Wah, lumayan jauh juga ya. Tapi, hei, pemandangan disini ternyata indah juga. Udaranya juga sejuk―kecuali saat di pasar tadi. Apakah masa lalu memang seperti ini? Benar-benar alami." Sakura berceloteh sepanjang perjalanan, lalu tiba-tiba ia bertanya kepada Hinata, "Ne, Hinata. Kamu percaya tidak, kalau aku berasal dari masa depan?"
Selang dua menit kemudian, Sakura tetap tidak mendapatkan respon. Hal itu membuat alisnya berkerut. Tapi, pada saat ia merasakan hembusan napas halus disekitar lehernya, barulah ia tahu kalau Hinata ternyata tertidur.
"Pantas saja, ia tak menyahutiku dari tadi, ternyata ia tertidur." Sakura hanya bisa menghela napas dan tiba-tiba ia tersenyum, "Sepertinya tak buruk juga berada di masa lalu."
Sakura telah sampai di dua persimpangan. Sesuai ucapan Hinata, ia membelokkan langkahnya ke arah kanan. Sakura melihat deretan rumah-rumah.
"Hmm, benar-benar model rumah masa lalu," gumam Sakura pelan dan mulai menghitung rumah dari awal ia memasuki persimpangan ini, "Satu, dua, tiga … empat, lima…, eh rumah nomor lima ini sama-sama berwarna putih dan bersebrangan, rumah Hinata yang mana?" Sakura bingung dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dan dia pun memutuskan untuk membangunkan Hinata.
"Hinata, Hinata. Kita telah sampai. Dimana rumahmu?" Sakura sedikit mengguncang tubuh Hinata yang ada di gendongannya. Dan perlahan kelopak mata Hinata pun terbuka.
Setelah sepenuhnya terbangun, Hinata meminta diturunkan dari gendongan, "Yang ini kak," Katanya lalu membuka gerbang berbahan bambu itu, "Kakak ikut masuk ya," tanpa menunggu jawaban Sakura, Hinata membawanya masuk.
"Hah?! Kak Nejiiiiiiiiiii…." Saat telah masuk ke dalam pekarangan rumah tradisional itu, tiba-tiba Hinata berteriak memanggil seseorang dan segera memeluknya.
Tangisan Hinata lagi-lagi pecah, Sakura hanya mengamati kedua bocah berumur sekitar duabelas tahun itu. Wajah mereka benar-benar mirip dengan kedua manik mata yang juga sama persis.
"Kak Neji tidak apa-apa?" Hinata bertanya dengan air mata yang mengalir dipipi tembamnya.
"Kakak tak apa-apa. Sudah jangan menangis, Hinata." Seseorang yang dipanggil Hinata dengan sebutan Neji itu menghapus air mata yang mengalir di pipi Hinata.
"Siapa yang menolong kakak?" kemudian Hinata bertanya sambil menghapus jejak air mata yang tertinggal di kedua pipinya.
"Itu, Kakak yang berdiri di belakang itu." Jawab Neji sambil menujuk seseorang yang berdiri dibelakangnya.
Sakura yang mendengar penuturan Neji pun segera menengadahkan kepalanya ke depan untuk melihat siapa yang menolong Neji. Saat itu juga, Sakura membulatkan matanya menatap sosok itu. Dan sesaat pun sosok itu terlihat terkejut melihat Sakura tapi kemudian kembali datar.
"Ka-kamu!" tunjuk Sakura tepat ke wajah sosok itu.
Ya, jika Sakura tak salah ingat, pemuda yang berdiri dengan raut wajah datar itu merupakan pemuda yang ia temui saat ia membuka mata. Dengan kata lain pemuda itu adalah pemuda yang meniduri perutnya!
"Hn," sahut orang itu.
"Ne, Kak Sakura kenal orang itu?" Tanya Hinata dengan memiringkan sedikit kepalanya.
Sakura gelagapan sendiri mau menjawab apa. Tidak mungkin kan ia menjawab kalau pemuda itu yang meniduri perutnya?! Apalagi lawan bicaranya kali ini adalah dua orang anak kecil.
"A-ano … i-itu…,"
"Dia sendiri siapa, Hinata? Dan, kenapa siku dan dengkulmu dibungkus begini?" Pertanyaan dari Neji kepada Hinata membuat Sakura sedikit menghela napas lega karena ia jadi tidak harus menjelaskan tentang pemuda itu.
"Tadi saat Kak Neji dibawa oleh orang-orang jahat, Hinata mencoba mengejar tapi Hinata malah jatuh tersungkur. Untung Kak Sakura menolong dan mengobati luka Hinata," jelas Hinata panjang lebar kepada kakaknya itu.
"Aa, terima kasih atas bantuannya, Sakura-san." Neji membungkukan badannya sedikit kepada Sakura.
Sakura seketika cengo melihat cara Neji berterima kasih. Tidak sesuai umurnya, batin Sakura.
"Aa, iya sama-sama."
"Baiklah kalau begitu. Lebih baik kita masuk ke dalam dulu. Meminum segelas ocha hangat dan kue kering kurasa tidak keberatan kan?" tanya Neji sambil mempersilahkan Sakura dan pemuda berambut hitam kebiruan itu.
Sakura dan pemuda itu tidak menjawab, tapi mengikuti kemana kedua bocah Hyuuga itu menuntun mereka. Sakura melihat-lihat keadaan rumah itu. Rumah itu terlihat besar terbuat dari bahan kayu yang berkualitas bagus dan terdiri dari dua lantai.
Sakura hanya berdecak kagum melihat arsitektur bangunan ini. Tidak terlalu tradisional karena ada campuran unsur eropanya― tentu saja jika dibandingkan dengan rumahnya di masa depan, rumah ini terlihat tradisional sekali. Mereka berempat sampai pada suatu ruang yang lumayan luas. Diruangan itu tidak terlalu banyak perabotan dan tampak bersih. Neji mempersilahkan Sakura dan pemuda itu duduk diatas bantal dan sebuah meja di depannya.
"Ehm, sebelumnya kami berdua mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya atas bantuan yang telah kalian berikan― Sakura-san yang membantu Hinata dan Sasuke-san yang telah membantu saya." Neji memulai pembicaraannya.
Benar-benar deh bocah bernama Neji ini, berapa sih umurnya sampai bisa bicara seformal itu? Eh, dia tadi menyebutkan nama pemuda disebelahku ini Sasuke? Oh, jadi namanya Sasuke yah. Sakura membatin dengan ekspresi pertama yang terlihat penasaran dan dilanjutkan dengan ekspresi kesal dan sedikit melirik ke arah pemuda itu.
Setelah Neji mengucapkan beberapa patah kata, para pelayan yang menggunakan yukata masuk kedalam ruangan dengan membawa berbagai makanan kering yang belum pernah Sakura lihat dan beberapa gelas ocha panas.
"Silahkan di nikmati, Kak Sakura dan Sasuke-san." Hinata mempersilahkan Sakura dan Sasuke untuk mencicipi kue kering dan ocha hangat yang di hidangkan.
Sakura mengambil segelas ocha dan menghirup harum yang menguar dari ocha tersebut. Harum sekali, batinnya. Lalu secara perlahan ia meminum ocha itu.
"Enak sekali," / "Enak,"
"Eh?"
Gumaman serempak nan kecil Sakura dan Sasuke namun masih bisa didengar itu membuat kedua Hyuuga yang duduk berhadapan dengan mereka sedikit tersentak. Mereka memandang Sakura dan Sasuke dengan tatapan bingung, sedangkan yang dipandangi tidak merasa karena masih sibuk menyesapi ocha itu.
"Ocha ini harum dan enak sekali. Aku baru pertama kali mencobanya. Ini ocha jenis apa, ya, Hinata?" tanya Sakura penasaran. Jelas sekali karena ekspresi yang ia tunjukkan.
"Kakak Sakura bercanda ya? Ini ocha yang sangat terkenal disini dan biasa dipakai untuk upacara minum teh. Masa Kakak tak pernah mencobanya?" tanya Hinata dengan memiringkan kepalanya ke kanan sambil menatap Sakura.
"Ah … itu, aku memang baru pertama kalinya meminum ini. Hehe." Sakura berkata sambil menggaruk pipinya yang tak gatal. Bagaimana bisa aku mencoba dan tahu dengan ocha ini, sedangkan di masaku saja upacara minum teh tidak pernah dilaksanakan lagi, gerutu Sakura dalam hati.
"Sasuke-san juga baru pertama kali, ya? Kudengar anda menggumam 'enak' yang menandakan anda baru pertama kali mencobanya. Karena, jika anda sudah sering meminum ocha ini, anda tak akan menggumam seperti itu," ungkapan Neji membuat Sakura mengalihkan pandangannya ke pemuda yang duduk disebelahnya itu.
"Hn, memang benar."
Mata Sakura tiba-tiba membelalak kaget. Seketika perkiraan-perkiraan yang cukup tidak masuk akal menghujam pikirannya. Berbagai spekulasi tiba-tiba terpikirkan olehnya.
'Mungkinkah…'
"Aa, sebenarnya kalian berasal darimana?" perkataan bernada tajam dan terselip nada curiga terlontar dari mulut Hyuuga Neji.
"Kakak…," panggil Hinata mencoba memperingatkan agar kakaknya tidak berkata tajam kepada orang yang telah menolong mereka.
"Se-sebenarnya…"
SREKK
Suara pintu digeser menghentikan penjelasan Sakura. Semua yang berada di dalam ruangan itu seketika menolehkan kepala ke arah sang pembuka pintu. Seorang wanita berambut pirang memasuki ruangan itu.
"Disini rupanya kalian, Neji, Hinata. Ah, apakah ini orang yang akan bekerja dengan kita?" tanya wanita itu seraya mengangkat sebelah alisnya.
"I-itu…," Hinata terbata menjawab pertanyaan wanita itu. Terlihat jelas dari raut wajahnya ia gugup dan sedikit takut.
"Baiklah kalau begitu. Kalian bisa langsung bekerja disini. Oh ya satu lagi, kalian tidak keberatan untuk menetap disini kan? Karena akan lebih mudah kalian mengawasi mereka berdua." Wanita itu tidak menghiraukan perkataan Hinata dan memotongnya. Hal itu jelas membuat Sakura menaikan sebelah alisnya. Tak suka. "Bi Umeda. Siapakan kamar untuk mereka," lanjutnya kepada wanita paruh baya yang berada dibelakang wanita itu.
"Hai, Hyuuga-sama."
Dan wanita itupun berlalu begitu saja melewati pintu geser tersebut. Sakura dan Sasuke terlihat cukup bingung dengan ucapan wanita tadi. Apa maksudnya dengan bekerja?
"Ano, apa maksudnya bekerja, Hinata?" tanya Sakura sambil menatap gadis kecil berambut indigo yang masih menunduk itu.
"Baiklah. Karena telah terlanjur wanita itu melihat kalian, apakah kalian keberatan dengan tugas itu? Menjadi pengawal kami kemanapun kami pergi? Tapi, jangan khawatir. Sebenarnya aku dan Hinata tidak menginginkan pengawal. Jadi, kami berjanji tidak akan merepotkan kalian." Ucapan yang cukup panjang dari Neji membuat Sakura tersentak.
"Hn. Kami tidak keberatan." Terlebih saat mendengar jawaban pemuda di sebelahnya, membuat Sakura langsung menoleh dan menatap horror pemuda itu. Tetapi, sepertinya pemuda itu tidak peduli dengan tatapan Sakura, malah ia membalas dengan seringaian yang cukup membuat Sakura mendengus sebal.
"Baiklah." Neji dan Hinata bangkit dari duduknya. Mungkin akan kembali ke kamar. "Nanti Bi Umeda akan ke sini lagi untuk mengantar kalian ke kamar. Aku dan Hinata permisi dulu, kami ingin menemui wanita tua tadi." Neji melangkah duluan tidak mengindahkan tatapan tidak suka Hinata.
"Kak Neji! Dia Bibi kita. Tidak boleh Kakak memanggilnya 'wanita tua' seperti tadi!" Hinata menyusul Neji yang berjalan di depannya. Tapi, sebelum benar-benar keluar ruangan ia sempat berojigi kepada Sasuke dan Sakura. "Kak Neji! Kakak dengar tidak sih! Tidak boleh berkata seperti tadi lagi―blablabla…." Suara Hinata lama kelamaan tertelan dan menyisakan kesunyian diruangan itu.
Sakura merasa risih karena ditinggal berdua dengan pemuda disampingnya ini. Dan karena ia tak tahan berdiam diri saja, akhirnya ia membuka suara dan menanyakan apa yang ada dipikirannya sejak tadi.
"Jadi…," mulai Sakura, "Kenapa kamu menyetujui untuk bekerja jadi pengawal mereka?" Sakura menolehkan kepala untuk melihat ekspresi pemuda itu.
"Bodoh," sahutan singkat pemuda itu cukup sukses mencetak perempatan di pelipis Sakura. "Kamu pasti sudah sadar kalau aku sama sepertimu. Dan kamu juga bukan orang bodoh yang ingin tidur di jalanan karena tidak ada tempat tinggal bukan?"
"Cih," Sakura merengut tak suka diejek bodoh oleh orang yang bahkan baru beberapa jam di temuinya. "Tapi, aku masih kurang yakin kamu sama sepertiku. Apa kamu punya bukti?" tanya Sakura sambil menyipitkan matanya memandang curiga pemuda itu.
"Hn," tiba-tiba pemuda itu menjulurkan tangannya kedepan. Sakura yang melihatnya jadi bingung. Ia memiringkan sedikit kepalanya dan menaikan alisnya tanda bertanya apa maksud Sasuke menjulurkan tangan ke Sakura.
Sasuke menaikan lengan jas yang dipakainya dan menunjukkan sebuah gelang berwarna biru dengan ukiran yang indah namun terlihat rumit. Sakura mengerutkan alisnya, terasa familiar dengan ukiran itu. Dan ia tiba-tiba teringat sesuatu. Ia lalu menyentuh kalung yang ia pakai dan memandang bergantian kalung yang ada dilehernya dengan gelang yang ada di pergelangan tangan Sasuke.
"Sa-sama…," Sakura bergumam terbata melihat kedua benda itu. Dan dengan perlahan ia menatap Sasuke. Saat itu juga ia menyadari kalau Sasuke mengenakan setelan jas berwarna biru tua dengan kemeja berwarna putih bergaris. Pakaian modern. Sakura lagi-lagi terbelalak kaget.
"Sudah puas? Tidak usah menampilkan ekspresi bodoh seperti itu. Kamu seharusnya beruntung bertemu dengan orang yang sama denganmu. Dunia masa depan." Perkataan Sasuke yang cukup tajam dan sadis itu menyadarkan Sakura dari keterkejutannya dan memandang Sasuke dengan tatapan garang.
"Bisa tidak kamu berhenti mengucapakan kata-kata sadis seperti itu? Menyebalkan!" sungut Sakura.
SREEKK
"Maaf menunggu lama, saya telah menyiapkan kamar untuk nona dan tuan. Tolong ikuti saya." Wanita yang tadi dipanggil Bi Umeda itu segera menunjukkan letak kamar mana yang akan mereka tempati.
.
.
Sakura keluar dari kamar mandi yang ada di dalam kamar tempat ia tinggal sekarang. Tepatnya kediaman Hyuuga di masa lalu. Sakura berjalan mendekati meja yang ada di dekat jendela sambil mengeringkan rambut merah muda panjangnya yang masih basah dengan handuk.
Sakura duduk di kursi menghadap jendela yang memperlihatkan pemandangan malam yang cukup indah. Menghela napas pelan, Sakura mulai memikirkan apa saja yang telah ia lalui seharian ini. Perasaan tidak percaya masih ada di dalam hatinya. Ya, tidak percaya bahwa ia berada di masa lalu. Semua orang yang 'mungkin' mendapatkan kesempatan seperti Sakura pun juga pastilah kurang percaya. Bagaimana bisa sebuah benda dapat membuat dirimu terkirim ke masa lalu. Lagi-lagi Sakura menghela napas. Dirasa rambutnya telah sedikit mengering, Sakura berhenti menggosokkan rambutnya dengan handuk. Ia mulai menyisiri dengan pelan rambut merah mudanya.
'Berapa lama aku disini? Apakah yang terjadi dengan Ayah dan Bunda jika mereka tahu aku menghilang?' gumam Sakura.
Gaun yang di pakainya tadi sudah di berikan kepada pelayan untuk dicuci. Sakura juga sudah mendapatkan baju ganti. Ya, keraguan Sakura sedikit terkikis saat melihat tumpukan baju ganti memang ini salah satu acara 'mengerjai orang' seperti yang pernah ia tonton di televisi, tidak mungkin mereka sampai mencari pakaian yang dasar dan modelnya sangat ketinggalan zaman.
Saat Sakura menyerahkan gaunnya kepada pelayan pun pelayan itu juga merasa asing melihat dasar dan modelnya. Dan itu cukup membuktikan kalau sekarang tidak ada yang namanya acara 'mengerjai orang'.
Sakura keluar dari kamar menggunakan kaos berbahan kasar yang cukup panas berwarna coklat dengan garis-garis tidak teratur berwarna merah, biru, dan kuning serta celana jins sedengkul yang cukup ketat berwarna hitam. Ia berencana untuk menemui seseorang yang bisa dibilang bernasib sama dengannya.
Tok tok
Sakura mengetuk pintu kamar yang berjarak sepuluh meter dari kamarnya. Selang beberapa menit, tidak ada sahutan dari dalam kamar. Sakura mencoba mengetuk lagi, namun hasilnya tetap sama. Sakura menyerah, dan berjalan kembali menyusuri koridor panjang kediaman Hyuuga tersebut. Sampai kakinya menghantarkannya ke halaman belakang. Dan saat itu juga, Sakura melihat siluet seorang pemuda yang sedang duduk dibangku. Segera di hampirinya pemuda itu.
"Emh…." Berdeham kecil saat ia sudah cukup dekat, agar si pemuda menyadari kehadirannya.
"Sedang apa disini, Sasuke?" Sakura mencoba berbasa-basi sambil mendudukan dirinya disebelah Sasuke.
"Duduk." Sakura yang sudah tahu kalau pemuda yang ada di sampingnya ini irit bicara, hanya mencoba untuk memaklumi.
"Sou. Aku tadi kekamarmu, tapi tidak ada yang menyahut saat aku panggil."
"Hn."
"Aa, sebaiknya langsung ke inti saja. Aku ingin membicarakan tentang masalah kita ini. Kira-kira berapa lama kita terdampar di masa lalu ini, Sasuke?" tanya Sakura. Ia menengadahkan kepalanya keatas langit untuk melihat lukisan malam yang sangat indah. "Langit masa lalu sangat berkilau'" gumamnya.
"Entahlah." Lagi-lagi jawaban singkat meluncur dari bibir tipis pemuda itu. Sakura melirik sebal karena menurut Sakura, Sasuke sama sekali tidak membantu.
"Hah. Percuma saja bicara denganmu. Seperti bicara dengan tembok." Sakura melangkah meninggalkan pemuda yang masih tenang duduk dibangku halaman belakang sambil menatap langit. Sakura memutuskan kembali ke kamarnya untuk beristirahat. Tidur mungkin dapat menjernihkan pikirannya.
Saat Sakura telah berbaring di atas futon, Sakura mengamati tulisan serta gambar-gambar hologram yang menghalangi pandangannya. Sakura penasaran dan menjulurkan tangannya menyentuh tulisan 'menu' yang terletak di bagian atas sebelah kanan, tapi siapa sangka tulisan 'menu' itu terbuka menyusun kebawah seolah Sakura menyentuh Handphone touchscreen. Di 'menu' yang terbuka itu, terdapat beberapa gambar yang mungkin merupakan suatu aplikasinya.
Menu paling atas berbentuk jam bulat dengan dua anak panahnya, dan dapat dipastikan itu merupakan menu petunjuk waktu. Menu kedua seperti not balok. Sakura penasaran dan membukanya. Seketika ribuan atau bahkan jutaan lagu ditampilkan― baik lagu dari masa ini maupun masa depan― dan membuat Sakura cukup pusing untuk menutupnya lagi.
"Seperti komputer tercanggih 2 abad kedepan. Benar-benar keren. Bahkan ada lagu yang sedang tren di masa depan," gumam Sakura takjub.
Menu ketiga berlambang tambah, kurang, bagi dan kali. Sakura tak tahu apa maksudnya dan langsung melihat menu keempat. Menu keempat bergambar globe dengan tanda panah yang melingkarinya. Sakura yakin jika ini adalah menu untuk mengakses internet.
"Aa, ternyata ada internet. Jangan-jangan saat aku lupa nama tumbuhan Centella asiatica yang aku temukan di hutan tadi, internet ini langsung otomatis membrowsing. Kakoii." Sakura menepuk kedua tangannya merasa takjub dengan apa yang ada di pandangannya kali ini.
"Hm, ini… seperti gambar kompas," gumam Sakura saat melihat menu kelima. Ia segera membuka menu itu, dan seketika ada tulisan 'You're location now in Kyoto City.'
"Ha? Kyo-kyoto?" Sakura terkejut dan terduduk dari rebahannya, dan melihat sekelilingnya, "Ti-tidak seperti Kyoto. Tapi, jika benar…," ucapan Sakura terputus saat suatu ingatan terlintas di benaknya, "Yatta! Aku bisa bertemu orang tuaku! Aku sangat penasaran dengan masa muda mereka. Apalagi Bunda, ia seperti wanita yang tidak memiliki masalah dalam percintaan. Tcih," gerutu Sakura saat mengingat bagaimana sang Bunda selalu mengomelinya untuk bersikap dewasa dan tidak kekanak-kanakan.
Apalagi, saat mengingat pertemuan terakhir mereka kemarin, dengan sok bijaknya―tentu menurut Sakura―sang Bunda menyuruhnya untuk menemui dua manusia yang telah membuat hatinya terbakar.
"Tcih, gara-gara mengingat perkataan Bunda, aku malah teringat dua manusia tak tahu diri itu. Ah, lebih aku tidur sekarang. Dan untuk besok, aku akan mencari Ayah dan Bunda. Awas saja jika masa muda mereka tak lebih menyenangkan dariku." Sakura perlahan merebahkan dirinya di atas futon, saat ia telah selesai menutup semua aplikasi yang menghalangi pandangannya.
Tapi, tanpa Sakura sadari, di antara semua menu yang ada, ada satu menu yang menjadi kunci kembalinya ia ke masa depan. Menu yang bisa di lihat jika waktunya sudah tiba.
TBC
.
.
.
*Centella asiatica : Memiliki kandungan asiaticoside, thankuniside, isothankuniside, madecassoside, brahmoside, brahmic acid, brahminoside, madasiatic acid, meso-inositol, centelloside, carotenoids, hydrocotylin, vellarine, tanin serta garam mineral. Nama lainnya Pegagan / Daun kaki kuda (melayu) / Antanan (jawa).
Hoho Novel '7 Hari Menembus Waktu' bener-bener keceh dan Author bernama Charon itu orangnya sangat imajinatif menurut saya! Makanya, sebelum itu saya minta maaf jika saya meminjam idenya. Tapi tenang saja, saya membuat FanFict ini hanya untuk hiburan dan mengisi waktu senggang, dan oh satu lagi. Saya akan berusaha untuk membuat plot dan alur serta ending yang berbeda dengan Novel punya kak Charon ^^
So, adakah yang berkenan untuk membaca cerita ini? ^^
Salam,
Racchan.
April 12nd 2014
