Seorang gadis berambut pirang berdiri di bawah pohon sakura yang sedang mekar penuh, mata aquamarine gadis itu tak pernah lepas dari bulir-bulir pink yang berjatuhan dari ranting pohon itu, bahkan angin kencang yang berhembus menyibakkan helaian rambut pirangnya pun tak mengalihkan pandangannya dari pohon sakura di depannya, entah apa yang membuatnya tertarik pada pohon sakura itu, seulas senyum tersungging di bibir tipisnya yang kemudian menggumamkan sesuatu.

"Ohayou Oba-san!" lirihnya, angin kembali berhebus menerbangkan serpihan kelopak sakura di sekitar gadis itu, kali ini karena terbawa arus kereta yang melaju beberapa meter di belakang posisi gadis itu berdiri.

Kimi Wo Matte Iru (futatsu no hanashi)

A present for Suu foxie

Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto

=Ino's POV=

Akhirnya, aku kembali ke kota ini, setelah 10 tahun kujalani kehidupan di kota Tokyo yang padat, kini aku kembali ke konoha, kota kecil tempat aku dilahirkan.

Saat ini aku sudah resmi menjadi siswi di Konoha Gakuen, SMA favorite di kota ini, sudah sejak lama aku ingin menjadi siswi di sini, karena sekolah ini lah tempat yang paling banyak terdapat pohon sakura dibanding sekolah lain, entah kenapa sejak kecil aku sangat menyukai bunga sakura, aku bahkan pernah mengkhayal kalau aku ini adalah roh sakura, benar-benar konyol kalau dipikir sekarang.

Saat ini lagi-lagi aku tengah terpana melihat jajaran pohon sakura di sepanjang pintu gerbang Konoha Gakuen, tempat ini sungguh indah, serpihan bunga sakura yang beterbangan di sekitarku juga terasa lembut menyentuh kulitku.

"Kirei na..." tak terasa aku bergumam sendiri saat mengagumi cantiknya pemandangan di depanku saat ini.

"Ino-chan?" aku menolehkan kepalaku saat mendengar seseorang memanggilku, aku melihat dua orang gadis berbeda warna rambut berlari kecil menghampiriku.

"Kau benar-benar Ino?" gadis bercepol dua yang menghampiriku ini lengsung memelukku erat.

"Iya ini aku Ino, Tenten masa' kau lupa hihihi..." kau membalas pelukan teman masa kecilku itu sambil terkikik geli karena tingkahnya yang tak berubah sejak kecil dulu.

"Hinata juga tetap sama ya?" kini aku beralih memeluk temanku yang berambut hitam panjang, gadis itu masih sama pemalunya sejak terakhir kali aku bertemu dengannya sepuluh tahun yang lalu.

Kami mulai mengobrol panjang lebar di bawah hujan bunga sakura yang tak henti-hentinya menebar aroma manis di sekitar kami, mata aquamarineku sempat bergulir ke arah lain dan mendapati sepasang mata jade tengah menatapku, aku tak yakin kalau pemuda tampan pemilik mata indah itu memang sedang menatapku, namun aku memberanikan diri untuk menarik kedua ujung bibirku membentuk senyuman, dan oh Tuhan! Jantungku hampir tanggal saat pemuda itu membalas senyuman dariku, dia benar-benar tampan.

Aku menuduk sekilas padanya, dan setelah itu kulihat dia melangkah mendekati kami, jantungku berpacu lebih cepat seiring dengan langkah kakinya, wajahku pun memerah samar, namun berusaha kututupi karena ada teman-teman di sekitarku.

Angin musim semi berhembus lembut membawa bulir kelopak sakura yang seolah mengitari sosok pemuda tampan di depan sana, entah perasaan apa ini, namun tak bisa kupungkiri kalau aku menyukai sensasi yang tengah kurasakan saat ini.

Dan mulai hari itu adalah awal takdir yang baru bagiku, takdir yang membawaku pada sebuah pilihan, kisah lain yang terjadi di bawah pohon sakura.

End of Ino's POV

=Kimi Wo Matteiru=

Teng! Teng! Teng! Teng!

Suara alarm pertanda kedatangan kereta berdentang menggema di sekitar tempat perlintasan kereta, portal pengaman pun perlahan tertutup seiring dengan dentang alarm yang masih berbunyi, seorang gadis berlari-lari dari arah depan, berusaha mengejar waktu agar dirinya bisa melewati portal sebelum tertutup sepenuhnya.

"MATTEEEEEEEEEE!" seru gadis itu sambil masih berlari secepat yang dia bisa, namun usahanya sia-sia, karena portal itu telah tertutup sepenuhnya, tepat di saat dia sampai di depan portal pengaman berwarna hitam kuning itu.

"Aaaaaah..." gadis berambut pirang itu mendesah lemas sambil membebankan berat tubuhnya pada palang besi di depannya, hingga benda panjang itu bergerak naik-turun sesaat, kerena aksi gadis itu.

"Aku pasti terlambat!" sesal gadis itu tanpa mengubah posisinya.

"Tenang saja! Tidak akan terlambat kok." gadis itu tersentak saat mendengar suara pria bernada dingin dari belakangnya, gadis itu pun menoleh ke sumber suara yang kini telah berdiri di sampingnya.

"G...G...Gaara senpai?" sebutnya gugup, buru-buru dia membenahi sikap dan penampilannya, dan kemudian berdiri tegap di samping pemuda berambut merah yang dia panggil Gaara senpai barusan.

Kini keduanya terlihat canggung untuk memulai percakapan, bagaimanapun juga mereka belum lama mengenal, hanya beberapa kali bicara dan itu hanya berlangsung sebentar, jadi mereka masih belum terbiasa dengan keadaan mereka saat hanya berdua seperti itu.

Di tengah kecanggungan itu, kereta shinkasen yang menghalangi jalan mereka pun melintas melewati rel yang melintang di depan mereka, membawa kelopak sakura yang awalnya berguguran lembut, kini beterbangan mengikuti arus angin yang terbawa gerbong-gerbong kereta itu, gadis berambut pirang itu memejamkan matanya dan mempertahankan rambutnya yang juga terbawa arus angin, mencegah surai pirangnya berantakan karena angin yang cukup kencang.

Gaara mengangkat tangannya ke arah rambut gadis di sebelahnya, kemudian dengan lembut jemarinya menyingkirkan kelopak sakura yang menyangkut di helaian pirang gadis itu.

Gadis itu tersentak sekilas saat merasakan jemari Gaara menyentuh helaian rambutnya, wajah gadis itu memerah sempurna, bibirnya seolah ingin mengatakan sesuatu yang mungkin sudah ditahannya sejak tadi.

"Um...G...Gaara-senpai, bolehkan aku...mengenal anda lebih dekat?" tanya gadis itu gugup, dia memberanikan diri untuk melirik ekspresi Gaara yang tertegun karena ucapannya barusan.

"Um..k...kalau tidak boleh juga tidak apa-apa!" gadis itu menundukkan kepalanya salah tingkah, kemudian mulai melangkah untuk meninggalkan Gaara karena portal pengaman telah terbuka.

"Aku juga..."

"Eh?"

Gadis pirang itu menghentikan langkahnya di tengah rel yang dia lewati, kemudian menoleh ke arah Gaara yang masih di tempatnya semula.

"Aku juga...ingin dekat denganmu, Yamanaka Ino." lanjut Gaara yang meskipun berwajah datar, namun terlihat semburat merah di wajahnya, membuat gadis bernama Ino itu terkikik geli bercampur senang karena pemuda yang dia sukai memberikan harapan padanya.

Hujan kelopak sakura mengiringi langkah Gaara yang kini berjalan mendekat ke arah gadis pirang yang masih menunggunya di tengah lintasan kereta, aroma manis bunga sakura, bercampur sejuknya udara pagi menjadi suasana tak terlupakan bagi keduanya.

=oooooo=

Pelajaran berlangsung di kelas 3-1, namun pandangan seorang pemuda berambut merah bata saat ini tak berada di kelas, pemuda bernama Gaara itu kini tengah melempar pandangannya ke luar jendela, tepatnya ke arah lapangan tenis di bawah sana, atau lebih tepatnya lagi ke arah sosok gadis berambut pirang panjang yang tengah bermain tenis di lapangan itu.

Saat ini memang jam pelajaran olah raga untuk kelas 1-2, kelas Ino, gadis yang beberapa hari ini dekat dengannya.

Gaara tak mengalihkan pandangannya dari sosok itu, bahkan dia sampai tidak tahu kalau gurunya saat ini ijin keluar karena urusan mendadak, suasana kelas yang mulai riuh pun tak dihiraukannya, dan hal itu membuat Naruto, teman dekatnya terheran melihat sikap Gaara yang lain dari biasanya.

Naruto mengikuti arah pandang Gaara yang sejak tadi tidak berubah seinchipun, dan saat tahu apa yang sedang Gaara perhatikan, pemuda berambut pirang jabrik itu mendengus pelan, dan senyum licik pun terpampang di wajah isengnya.

"Oi Gaara!" Naruto menepuk pundak Gaara dengan tiba-tiba, hingga pemuda berambut merah yang sedang melamun itu tersentak, hampir terlonjak karena kaget.

Gaara melirik tajam ke arah Naruto yang duduk di sebelahnya, pertanda kalau dia tidak suka kegiatannya diganggu, namun yang dia dapat bukan wajah kapok dari teman pirangnya itu, melainkan cengiran tanpa dosa made in uzumaki clan, karena malas mengurusi Naruto, akhirnya Gaara kembali melempar pandangnya ke luar jendela, melanjutkan kegiatannya yang sempat terganggu.

Naruto yang merasa diabaikan kembali mengganggu Gaara.

"Hei, aku memanggilmu, bukan memanggil belakang kepalamu!" Naruto kembali menepuk pundak Gaara.

"Apa sih?" sentak Gaara kesal, namun tak merubah arah pandangnya.

"Kamu suka sama Ino-chan ya?" tanya Naruto dengan seringai super jahilnya, Gaara melebarkan matanya, kemudian berbalik menatap tak percaya pada sobat pirangnya itu.

"Akhirnya kau menghadap ke sini juga." kata Naruto yang kini terkekeh melihat tingkah Gaara yang biasanya adem ayem, kini salah tingkah.

"Aku benar ya?" tanya Naruto berlagak polos, sedangkan Gaara hanya mendecih sambil memalingkan wajahnya yang mungkin sudah memerah.

"Wah berarti nanti kamu bakal manggil aku dengan sebutan Aniki khekhekhe..." kata Naruto bangga.

"Apa?" ucapan Naruto barusan membuat Gaara sport jantung, demi apa dia harus memanggil (baka dobe bin toa masjid voice) ini dengan sebutan Aniki?

"Aku ini kakaknya lho." kata Naruto yang lagi-lagi membuat Gaara panas-dingin.

"Cuma kakak sepupu sih." lanjutnya.

Dan detik berikutnya Naruto sudah berakhir dengan selembar kertas mantra menempel di jidatnya.

"Otakmu perlu dicuci dengan mantra pengusir roh jahat!" kata Gaara dingin, yang kemudian melangkah meninggalkan Naruto.

"Oi! Memangnya aku Yokai?" protes Naruto sambil meremas dan membuang kertas mantra yang sempat menempel di jidatnya, sedangkan Gaara tak memperdulikan protes dari Naruto, malah melanjutkan langkahnya sambil menyumpal telinganya dengan headset yang baru saja dia pasang.

=oooooo=

"Tadaima!" seru Gaara yang tengah memasuki rumahnya yang terlihat sepi, dan tentu saja tak ada yang menjawab seruan Gaara barusan.

Pemuda itu melangkah semakin dalam menapaki lantai tatami di sepanjang koridor rumahnya yang terbilang luas, tak biasanya dirinya pulang dan tak ada seorang pun di rumah, Gaara terus berjalan menuju suatu tempat di rumahnya yang dia yakini merupakan tempat favorite ayahnya di musim semi seperti ini.

Beberapa lembar kelopak bunga sakura mulai melintas di depan wajah Gaara, pemuda itu mulai melambatkan langkahnya saat hampir mencapai pintu geser yang menghubungkan bagian dalam rumahnya dengan halaman belakang.

Srek!

Gaara menggeser pelan fusuma dai depannya, pemuda itu tertegun sejenak saat melihat ayahnya yang kini tengah duduk beralaskan tatami sambil menatap bunga sakura yang berguguran di depannya, lelaki itu tak menyadari kedatangan Gaara, karena saat ini dirinya duduk membelakangi putranya yang masih belum bersuara.

Gaara mulai melangkahkan kakinya mendekati sang ayah, kemudian duduk di samping pria yang berwajah mirip dengannya itu.

"Tadaima Otou-san!" kata Gaara sambil menyamankan diri duduk di sebelah ayahnya, pria berambut merah yang merupakan ayah Gaara itu menoleh ke arah putranya, kemudian menyunggingkan senyum tipis.

"Okaeri!" sambut pria yang bernama lengkap Akasuna no Sasori itu, pria itu kembali menghadap ke arah pohon sakura di depannya, entah apa yang membuatnya betah berlama-lama menatap pohon sakura, mungkin karena masa lalunya yang berhubungan dengan bunga khas jepang itu sangat berarti baginya.

"Ayah…masih merasa bersalah tentang Ino-san?" tanya Gaara pelan, sedangkan Sasori hanya memejamkan matanya sambil menikmati angin yang berhembus menerpa wajahnya.

"Sebenarnya…sampai kapan pun rasa bersalah itu tak kan pernah bisa hilang Gaara, meskipun dia sudah memaafkan ayah pun, rasa bersalah itu tetap ada," Sasori memberi jeda pada kalimatnya, kedua matanya kini terbuka, dan kembali disuguhi dengan pemandangan bulir-bulir sakura yang menghujaninya.

"Ino-san adalah wanita pertama yang ayah cintai, dia yang memberi warna pada kehidupan ayah yang dulu terasa kosong, mungkin kau sudah tahu seperti apa Ino-san itu, kau sudah melihatnya sendiri kan? Seperti apa sosoknya?" tanya Sasori yang kini menoleh ke samping di mana Gaara duduk.

"Ya, ayah benar, dia begitu mencintai ayah bahkan hingga akhir hidupnya, sampai dia menjadi roh pun, dia masih setia menunggu ayah di bawah pohon sakura itu." Kata Gaara yang kini menatap ke arah pohon sakura di depan sana.

"Ayah jadi semakin merasa bersalah kalau kau mengatakan hal itu nak." Kata Sasori dengan senyum yang sangat dipaksakan.

"Tapi dia tidak menyalahkan ayah, dia hanya percaya kalau suatu saat ayah datang untuk memenuhi janji, dan ayah sudah memenuhinya kan? Dia sudah tenang di sana ayah, Ino-san sudah bahagia, jadi ayah tidak perlu lagi terlarut dalam kesedihan ayah." Kata Gaara yang kini memejamkan matanya, menghirup aroma manis bunga sakura yang mendominasi tempat itu.

"Ya, ayah tahu." kata Sasori yang ikut memejamkan matanya menikmati suasana sejuk di tempat itu.

"Ayah!" panggil Gaara pelan.

"Hn?" gumam Sasori tanpa membuka matanya.

"Aku bertemu dengan Yamanaka Ino…putri dari kakak laki-laki Ino-san." Lanjut Gaara, Sasori langsung membuka kedua matanya, dan menatap Gaara yang kini tengah menatapnya juga.

"Apa kau serius?" tanya Sasori tak yakin.

"Aku tidak bakat berbohong ayah." kata Gaara yang kini menundukkan wajahnya.

"Apakah dia sama persis dengan Ino-san?" tanya Sasori penasaran, Gaara mengangguk pelan, Sasori tertegun mengetahui jawaban Gaara.

Hening menyelimuti pasangan ayah dan anak itu, keduanya tenggelam dalam pikirannya masing-masing sebelum kemudian tangan besar sang ayah menepuk lembut kepala putranya.

"Jangan mengulangi kesalahan yang pernah ayah perbuat ya!" kata Sasori dengan senyum tulusnya, Gaara menoleh ke arah sang ayah, kemudian membalas senyuman itu dan mengangguk mantap.

"Aku mengerti ayah." Kata Gaara.

Hembusan angin membawa semakin banyak kelopak sakura yang berderai menghujani sosok Gaara dan Sasori, bulir-bulir itu menjadi saksi bisu sebuah janji yang diucapkan Gaara pada sang ayah.

=oooooo=

Ino berjalan menelusuri jajaran pohon sakura di sisi jalan, gadis itu tampak bersenandung kecil di sela langkahnya, tangan kanannya menggenggam tas sekolahnya, sedangkan tangan kirinya dia gunakan untuk bermain-main dengan serpihan bunga sakura yang berjatuhan di sekitarnya.

Langkah gadis itu melambat saat melihat sosok yang dikenalnya di sisi jalan.

"Gaara…senpai?" sebutnya ragu, namun gadis itu tetap mendekati sosok pemuda berambut merah itu.

Dari kejauhan memang tak terlalu terlihat apa yang dilakukan Gaara, namun saat sudah dekat, Ino dapat melihat hal yang dilakukan kakak kelasnya itu.

Gaara terlihat sedang menuangkan isi botol air mineral pada tanah kosong di bawahnya.

"Um…Gaara-senpai?" panggil Ino yang langsung menyentakkan Gaara dari kegiatannya, pemuda itu pun menoleh cepat ke arah Ino.

"I…Ino?" sebutnya gugup (Ino memang tidak suka jika dipanggil dengan nama keluarga, dia lebih nyaman dipanggil dengan nama kecilnya, bahkan oleh orang yang baru saja dia kenal)

"Apa yang barusan Gaara-senpai lakukan?" tanya Ino sambil melirik tanah kosong yang barusan disiram oleh Gaara dengan air mineral.

"Hah? Em…bukan apa-apa, hanya…iseng saja." Kata Gaara asal-asalan.

"Mana mungkin kubilang kalau sedang memberi air pada seekor Kappa yang kekeringan di tengah jalan?" batin Gaara serba salah.

"Arigatou Gaara-sama." kata Kappa kecil itu yang tentu saja tak ditanggapi oleh Gaara yang tengah menghadapi Ino.

"Iseng?" tanya Ino bingung.

"Er…ya…se…sebaiknya kita segera berangkat sekolah, nanti portalnya keburu ditutup!" kata Gaara yang langsung menarik tangan Ino ikut dengannya.

Ino menatap punggung Gaara yang terlihat tegap, tak terasa wajahnya bersemu merah saat melihat sosok pemuda berambut merah itu tengah menggandeng tangannya.

Sebuah mobil sedan hitam berhenti di sisi jalan berlawanan dengan jalan yang dilewati Ino dan Gaara, kaca karbon mobil itu turun perlahan dan memperlihatkan sosok pria berambut pirang di dalamnya.

"Laki-laki berambut merah?" desis pria itu, tangan kekarnya mencengkram erat pegangan pintu mobil seolah ingin menghancurkannya.

"Tak ada stu pun laki-laki berambut merah yang boleh menyentuh putriku!" desis pria itu, giginya gemeletuk marah, matanya memancarkan tatapan membunuh, dan tubuhnya seolah dipenuhi aura hitam.

Kaca karbon kembali tertutup, dan mobil hitam yang sempat terhenti itu kembali melaju ke jalan raya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

TBC

Hahahaha….nggak jadi oneshoot ==a

Habisnya keknya kepanjangan kalo dibikin oneshoot jadi ane pecah jadi dua aja biar nggak bosen yang baca, kalo kepanjangan kan biasanya pada bosen *pengalaman pribadi*

Gomen kalo terlalu sedikit, Cuma dua rebu karakter ini, maklum ye, jari ane baru kuat ngetik segitu.

Buat Suu, sori banget B-day ficnya tuelat suangath, tapi yang penting ane udah bayar utang ye, apdetnya kapan gak tau jugak *PLAK!*

Oh ya, buat yang nggak tau, Ini adalah sekuel dari fic saya yang berjudul 'Kimi wo Matteiru'

Yang belom baca fic pendahulunya, saya anjurkan untuk membacanya, karena fic ini masih ada hubungannya dengan yang lama, ntar takutnya pada nggak ngerti latar belakang cerita di fic ini, kalo Cuma baca yang ini mungkin akan terasa rush, tanpa tahu awalnya^^

Nah minna, di atas segala kekuarangan fic ini, saya mohon review, segala saran, kritik dan komentar silahkan masukkan di kotak review^^

Thank's before

*Salam Cute*