Hai, minna!
Fic yang satu ini berhubungan dengan fic You're Not Alone.
Agdis rasa, sekuel yang satu ini akan menjawab pertanyaan Ryuuna Hideyoshi. Sekuel dari You're Not Alone.
Disclaimer : Yamaha Corp dan Crypton Future Media
Warning : Typo(s), alur bercampur dan cepat, dsb.
Hope you like it, don't forget to RnR!
Meet You
IA's POV
Aku berjalan dengan pelan, dengan tujuan untuk pulang. Langit sudah gelap, biasanya ini waktu untuk umat manusia beristirahat atau tidur. Rasa dingin menghantui keadaan saat itu. Pertemuan singkat itu masih belum membuatku puas. Aku masih ingin bertemu dengannya. Aku masih ingin merasakan kehangatannya lagi. Teman masa kecilku, IO. Aku tak tahu kenapa ia setuju dengan nama yang kuberikan kepadanya secara tak sengaja. 6 tahun yang lalu, sejak kami berpisah di keramaian kota. Aku mencarinya, berteriak dan menangis memanggil namanya. Seakan bermain petak umpet, bersembunyi, dan aku mencarinya. Aku lelah mencarinya, itu bukanlah permainan yang mengasikkan. Sekali bersembunyi, hilang selama 6 tahun. Terasa begitu menyesakkan.
"Tadaima."kataku saat sampai di rumah. Aku melepas sepatuku.
"Okaeri nasai, IA…"wanita muda berumur sekitar 20 tahun menyapaku. Wanita yang kuanggap kakak sejak ia membawaku pulang.
"Yukari-nee…"ucapku dengan suara pelan,
"Ya, ada apa, IA?"tanya wanita berambut ungu, dengan mata biru keunguan yang bernama Yuzuki Yukari itu kepadaku.
"Aku bertemu dengan seseorang. Teman kecilku… Pertemuan yang singkat."jawabku,
"Benarkah?"ujar Yukari-nee sambil menarikku ke meja makan.
"Iya. A-aku sangat senang…"aku kembali menangis,
"Ceritakanlah, jangan ragu…"katanya penasaran sambil mengelus pundakku.
"Namanya IO…"baru saja ia mendengar nama itu, Yukari-nee terlihat terkejut mendengarnya. Ekspresinya menunjukkan bahwa ia pernah mendengar nama itu.
"Ada apa, Yukari-nee?"tanyaku saat melihat wajahnya yang berubah ekspresi,
"Jika IO ada di Tokyo, maka Yuuma ada disini…"aku bingung mendengar ucapannya. Suaranya terdengar seperti kalau dia sangat merindukan orang yang bernama Yuuma itu.
"Ah, tak apa. Lanjutkan ceritamu…"ia mengalihkan topik yang ia bicarakan,
"Saat aku kecil, aku tak mengenal siapapun, aku tak tahu orang tuaku, bahkan aku tak tahu siapa namaku. Dan, IO adalah orang pertama yang kukenal juga teman pertamaku. Yukari-nee, dia sangat baik… Dia memberiku harapan untuk hidup saat itu. Tanpanya, maka aku tak akan pernah tertawa. Tanpanya, maka aku tak akan mempunyai nama…"aku kembali menangis mengingat masa lalu. Dimana saat orang-orang memandangku seperti aku adalah anak iblis yang mengganggu. Oh, aku memang gadis yang cengeng. Tapi aku memang tidak dapat menahannya.
"Sudah, jangan menangis."Yukari-nee merengkuhku dalam pelukannya. Setelah itu melepasnya.
"Jangan menangis, IA."nasehat Yukari-nee kepadaku. Aku mengangguk lemah. Kurasa aku sudah cukup menangis hari ini.
"Makan dulu. Kau belum makan bukan?",
"Ha'i, Yukari-nee"aku tersenyum.
Tak ada lagi bayang-bayang dua orang yang terbunuh dengan kekerasan yang tak kumengerti. Aku masih bisa melihat mimpi hari ini, dan kuharap besok aku bisa bermimpi lagi. Mimpi yang indah.
Sinar terang dari sang mentari menyapaku. Aku menguap dan melemaskan tubuhku. Masih berbaring, enggan untuk bangun dari tempat tidur yang empuk dan juga nyaman.
"Ohayou, IA…"suara Yukari-nee yang lembut mengalun di telingaku.
"Ayo bangun. Nanti kau bisa terlambat ke sekolah…"katanya.
"Ha'i, Yukari-nee…"aku bangkit. Dengan malas menjalankan kakiku ke kamar mandi. Mengguyur tubuhku dengan buliran air segar. Aku measakan bahwa air yang turun dari shower seperti air hujan. Terdengar konyol, tapi aku merasa seperti dulu saat aku masih yatim piatu.
"Tak ada tempat berlindung selain tumpukan kardus…"kataku pelan. Suaraku terdengar parau. Selesai mandi, aku mengeringkan tubuh dan rambutku kemudian melilit tubuhku yang ramping dengan handuk putih. Memakai seragam yang disediakan Yukari-nee di lemari. Seragam putih, pita merah, rok biru dan putih bermotif kotak-kotak dengan garis merah, kaus kaki hitam selutut, dan juga jaket hitam dengan garis putih, juga tak lupa sepatu pantofel coklat. Aku mengepang masing-masing satu di kiri dan kanan rambutku sebagian kecil bagian depan. Terkadang aku kewalahan dengan rambut creamku yang panjang.
Bel sekolah berbunyi. Aku dan murid lainnnya pun duduk di tempat masing-masing. Menunggu guru datang sambil mengobrol, bercanda, atau hal lainnya. Sedangkan aku? Hanya merenung dengan ekspresi datar. Tangan kiriku menompang daguku. Aku menghela nafas. Sesekali bersenandung.
Hanashii kakecha dame na no ni…
(Bahkan jika tidak seharusnya aku berbicara kepadamu…)
Kimi no namae shiritai na…
(Aku harap aku tahu namamu…)
Gomen ne
(Maafkan aku…)
Namae no shita no nai n da…
(Aku tidak punya nama atau bahkan lidah…)
Boku no ibasho wa…
(Tempatku untuk kembali…)
Doko ni mo nai no ni…
(Tidak ada dimanapun…)
Ne, isshou ni kaeru…
(Ayo kita pulang bersama…)
Aku hanya bisa bernyanyi dengan suara kecil. Aku pun tak menyadari seorang gadis mengamatiku bernyanyi. Gadis itu mengamatiku dengan mata hijau kebiruannya.
"IA, suaramu indah sekali…"aku berhenti bernyanyi dan menyadari teman sekelasku yang bernama Hatsune Miku tengah mengamatiku.
"Arigato, Miku…"balasku singkat, tak lupa tersenyum agar balasanku yang singkat tak menyakitinya.
"Sreek!"aku reflek melihat ke arah pintu saat ada bunyi itu. Aku masih menompang daguku. Guru muda berambut soft pink dengan mata biru shapphire masuk. Kami semua memberi salam. Guru itu bernama Megurine Luka. Tak ada perasaan spesial yang kudapat, hanyalah perasaan biasa. Pelajaran dimulai seperti yang sebagaimana terjadi.
Flashback : On
Aku duduk memandang langit sejauh yang aku bisa. Dari dulu sampai sekarang, saat aku memandang langit yang begitu luas, aku merasa bahwa aku hanyalah semut kecil. Dunia ini begitu luas. Seperti dunia yang tak berujung. Aku ingat kepolosanku yang dulu bersama IO. Kami memandang langit bersama-sama atau bahkan menebak bentuk awan yang ada. Suara tawa kami terbayang di pikiranku, aku ingin itu bisa terulang lagi. Suara angin mendesis di telingaku, seperti bisikan.
"IA…"aku mendengar bisikan orang memanggilku. Aku terkejut bukan main. Aku menoleh, mencari orang yang memanggilku. Berjalan kesana kemari. Tapi, tak ada hasilnya.
"IA!"suara itu kembali terdengar, seperti suara…
"IO…"aku membulatkan mata ungu keabuanku sangat lebar saat menyadari suara itu terdengar seperti suara IO yang memanggilku. Tapi aku tak mendapatinya, bahkan ketika aku melihat ke bawah gedung. Ya, aku sedang ada di atap sekolah. Lantai 5. Mendengar suara itu, aku kembali merasa sangat sedih dan kesepian. Aku terduduk, aku menutup wajahku dengan tanganku dan menangis sejadi-jadinya.
"IO, hiks…"isakku. Aku menangis sendirian, di dunia yang luas ini.
"Kuso! Kuso!"aku memukul lantai dengan tanganku tanpa henti, air mataku tak dapat dibendung dan terus menetes membasahi lantai.
"Ke-kenapa aku menangis?! Aku sangat ce-cengeng! Hiks…"tangisku. Kurasa itu hanya perasaanku, tapi itu terasa sangat menyedihkan. Aku ingin berteriak sangat keras, tapi aku tahu. Aku ada di sekolah. Aku mengepalkan tanganku dan berhenti memukul lantai. Aku ingin berhenti menangis, IO…
Flashback : Off
Langit sore terlihat begitu indah. Kombinasi warna oranye dengan merah.
"Indah sekali…"gumamku dalam perjalanan pulang sekolah. Tapi kemudian, aku melihat seorang manula yang terlihat kesulitan ketika menyebrang. Aku langsung menuntun wanita tua yang hendak menyebrang itu.
"Arigatou ne, musume…"kata nenek itu kepadaku. Aku tersenyum, membungkukkan badanku dan pergi. Tak jauh dari sana, aku melihat seseorang yang membuatku tercengang. Seorang pemuda yang duduk di bangku taman. Mengamati cahaya yang menyelimuti tubuhnya. Aku mendekatinya. Pemuda yang berambut cream itu menoleh kepadaku.
"Pulang sekolah?"katanya, aku tersenyum dan mengangguk.
"Hihi… Duduklah…"pemuda itu bergeser, memberiku tempat untuk ikut duduk bersamanya. Aku pun duduk disampingnya, ikut melihat pemandangan yang tersaji. Ia menyenderkan kepalanya di bahuku.
"IA…"katanya,
"Hm? Ada apa, IO?"tanyaku, IO menegakkan tubuhnya.
"Rambutmu seperti tikus!"katanya, membuatku agak kesal dan memukul lengannya. Namun, segera ditepis olehnya.
"Aku hanya bercanda, ahaha!"IO tertawa lepas, membuatku ikut tertawa. IO menggenggam tanganku.
IO's POV
Aku menggenggam tangannya dengan lembut. IA tersenyum menatapku. Pipiku seakan memanas melihatnya tersenyum. Aku suka melihatnya tersenyum.
"IO, apa kau kenal orang bernama Yuuma?"tiba-tiba IA bertanya seperti itu kepadaku, maka aku harus menjawabnya.
"Yuuma adalah kakak angkatku."jawabku, IA mengerutkan dahinya. Seperti meminta jawaban yang lebih. Tapi aku tak tahu apa yang diinginkannya lagi. Aku tak bisa menjawab sesuatu tanpa pertanyaan.
"Apa hubungan kakakmu dengan Yuzuki Yukari-nee?"tanyanya. Aku masih tidak mengerti apa yang diinginkannya.
"Aku tak tahu. Biar aku tanyakan nanti…"kataku.
"Siapa Yuzuki Yukari?"tanyaku kepada gadis disampingku.
"Dia juga kakak angkatku…"jawabnya, aku hanya ber'oh' ria menanggapinya. Seketika aku teringat sesuatu. Aku mengambil sesuatu di kantong celanaku. Mengeluarkan sebuah kotak hitam.
"Kotak apa itu, IO?"IA terlihat begitu penasaran.
"Tebak!"kataku cepat.
"Um.. Aku tidak tahu."kata IA malas.
"Ini…"aku membuka kotak hitam itu.
"Cincin? He?!"IA terlihat terkejut. Sepertinya dia mengira aku akan melamarnya. Aku terkekeh pelan dan menggodanya. Aku mengangkat tangan kanannya dan memasang cincin bermata teal itu ke jari telunjuknya kemudian mencium punggung tangannya. Aku melihat wajahnya yang benar-benar sudah memerah.
"Ahaha! Aku hanya bercanda! Wajahmu merah, IA!"aku tertawa, membuat IA sebal dan mencubit tanganku. Aku meringis kesakitan. Tapi entah kenapa aku merasa bahwa aku ingin, ini benar-benar terjadi nanti.
"Baka…"kata IA dengan nada marah.
"Hei, aku hanya bercanda… Maafkan aku…"aku berusaha meminta maaf.
"Uh, baiklah…"IA kembali tersenyum.
"Ini untuk apa, IO?"tanyanya polos,
"Ini untukmu. Aku juga punya."aku memperlihatkan cincin yang sudah terpasang di jari telunjuk kananku.
"Untuk kenangan jika aku tidak ada."jawabku. Seketika raut IA berubah total. Gadis itu seperti hendak menangis. Aku bingung harus bagaimana.
"A-aku ingin kau tetap bersamaku, IO…"katanya lirih, mata ungu keabuannya yang indah itu berkaca-kaca. Hal itu membuatku sangat bersalah, aku pun juga tak ingin berpisah dengan IA lagi.
"Aku ingin tetap bersamamu."kata-kata itu langsung keluar dari mulutku. Aku kembali memeluknya. IA mencengkram kaosku sangat kuat. Isakan tangis terdengar. Tanganku mengelus puncak kepalanya, berusaha menenangkannya. Aku mencium kepalanya. Sejenak IA berhenti menangis. Aku melepas pelukanku. Kutatap wajah cantiknya.
"Sudah gelap, apa kau tidak pulang?"tanyaku kepadanya.
"Ah, iya! Yukari-nee akan memarahiku!"IA langsung ingat, aku tertawa melihat perubahan ekspresinya yang drastis.
"Um, sampai jumpa! IO!"gadis itu pergi sambil berlari. Tampaknya ia memang takut dimarahi kakaknya. Baru semenit IA pergi, tangan seseorang menepuk pundakku. Aku menoleh, mendapati pria muda berambut peach, memakai topi hitam, mata kuning kehijauan dengan headset hitam terpasang di telinganya.
"Yuuma-nii…"sapaku kepada pria berumur sekitar 21 tahun itu.
"Siapa itu tadi?"tanyanya kepadaku,
"Teman lama."jawabku,
"Hei! Kau tadi memeluknya bahkan mencium kepalanya!"kata Yuuma-nii masih tak percaya kepadaku.
"Ya, hanya teman lama. Kami sangat akrab, ehehe…"aku menggaruk kepalaku.
"Siapa namanya?"
"IA"jawabku,
"IO mulai dewasa."guraunya.
"Hehe, bisa saja!"balasku.
"Ayo kita pulang."tawar Yuuma-nii kepadaku. Aku mengangguk cepat dan kami pergi dari tempat itu.
Flashback : On
Aku mencari IA kemana-mana. Namun, keramaian kota menghalangi langkahku. Setiap siang sampai sore aku mencari IA. Tapi upayaku tak berhasil. Aku hanya bisa kembali tinggal di sela-sela gedung. Sendirian itu memang tidak enak, tapi apa boleh buat? Aku sudah mencari tapi tidak mendapatinya. Kota ini sangat besar, bisa saja aku tersesat. Tapi aku juga sudah berusaha mencari dimana-mana. Hari itu gerimis dan dingin. Gelapnya malam, membuat hampir siapapun tak mengetahui ada seorang anak di sela-sela gedung pencakar langit.
"Tap! Tap! Tap!"hanyalah suara angkah orang perkotaan yang biasa. Tapi yang menarik perhatianku adalah, langkah itu berhenti tepat di samping aku berada. Pemuda remaja berambut peach menoleh ke sela-sela bangunan. Ia masuk ke dalam dan menemukanku. Dengan kasar, pemuda yang tak kukenal bermata kuning kehijauan yang menyala di kegelapan itu menarik tanganku.
"Hei, kenapa ada anak kecil disini?"katanya dengan suara yang menurutku terdengar jahat. Aku membrontak dari cengkraman tangan pemuda itu. Tapi tenaga pemuda yang lebih tua daripadaku itu sangat kuat.
"Ikut aku!"pemuda itu menarik tanganku. Sampai aku jatuh dan membentur tanah.
"Lepaskan aku! Lepas!"aku berteriak, tanganku ditarik dan tubuhku yang berbenturan dengan tanah, terasa sangat sakit. Namun, pemuda itu tak mempedulikannya dan tetap menarik tanganku. Aku lelah berteriak, dan akhirnya hanya bisa diam, terseret oleh alur jalan pemuda tak kukenal. Orang-orang hanya memandangku prihatin tetapi tak menolongku. Biarlah… Aku menutup mataku.
Aku membuka mataku, mengedipkan mata ungu keabuanku. Baru kusadari aku ada di atas kasur. Kubuka tirai dan juga jendela, berniat untuk kabur. Tapi, ternyata aku berada di lantai 2.
"Berusaha kabur? Kau tak akan bisa."suara pemuda yang asing tadi malam membuatku menoleh. Aku agak takut, namun aku berusaha berani.
"Ya! Aku ingin mencari temanku!"kataku lantang,
"Berani, punya tekad, anak yang cukup tinggi untuk semuranmu. Well, kau harus jadi adikku."gumam pemuda itu. Aku merasa bingung dan sekaligus tidak terima.
"Kau tak bisa seenaknya sendiri!"kataku, tidak setuju dengan pemuda itu. Pemuda itu menghela nafas lelah. Dia mendekatiku. Rasa takut menjalar di tubuhku. Sial, kenapa aku jadi penakut?! Bahkan aku menutup mataku rapat-rapat. Tanganku mengepal erat.
"Kau akan jadi adikku, mengerti."katanya dengan nada yang lembut kali ini. Aku membuka mataku. Tangannya mengelus kepalaku. Aku sangat bingung.
"Kau akan tinggal bersamaku."katanya.
"Siapa namamu?"tanya pemuda itu, mata kuning kehijauannya menatapku sangat tajam.
"IO…"jawabku dengan suara yang rendah.
"Namaku Yuuma. YV2 Yuuma."katanya, menurutku itu nama yang sangat aneh. VY2 terdengar seperti kode.
"Nama yang aneh? Itu benar, nona!"pemuda bernama Yuuma itu menjitak dahiku sangat keras. Dahiku memerah hanya karena jitakan itu.
"Aku bukan nona."kataku, Yuuma tertawa.
"Kalau begitu kau adikku. Cepat mandi nanti kusiapkan pakaian di sebelah keranjang."Yuuma melempar handuk kearahku, aku pun menangkapnya. Dia menunjuk kamar mandi yang ada di dekat keranjang pakaian. Aku tak mengerti, kenapa pemuda bernama Yuuma itu mengambilku dan menganggapku sebagai adik seenaknya? Entahlah…
Flashback : Off
Kami -aku dan Yuuma-nii- berada di kamar yang sama. Aku asik bernostalgia tentang IA di kasur atas, sedangkan Yuuma-nii tampaknya sedang mendengarkan musik melalui headsetnya di kasur bawah. Aku teringat pertanyaan IA.
"Yuuma-nii."panggilku dengan suara berat,
"Hn?"balas Yuuma-nii singkat.
"Apa kau mengenal Yuzuki Yukari?"tanyaku serius,
"Yuzuki Yukari. Hm… Aku pernah mendengar namanya."balasnya.
"Bagaimana kau bisa mengenal Yuzuki Yukari? Oh iya… Dia adalah alasan kenapa kita kembali ke Tokyo."jawabnya.
"Ha?"sepertinya jawaban Yuuma-nii tak dapat meyakinkanku sepenuhnya. Dari suaranya saja, terdengar seperti dia menjawabnya secara asal.
"Kau tidak percaya? Kita kembali ke Tokyo, karena aku ingin melamarnya."ucapan itu membuatku kaget. Aku tak pernah mengetahui kalau Yuuma-nii pernah menyukai seseorang. Dan aku tak pernah mendengar kalau Yuuma-nii bersama gadis. Melamar seorang gadis itu terdengar hampir mustahil untuknya. Aku masih belum puas mendengar jawabannya.
"Aku tak pernah mendengarmu menyukai seorang perempuan."kataku curiga,
"Hello, aku bukan homo… Aku pria biasa yang juga dapat merasakan sesuatu terhadap perempuan."balasnya santai.
"Oh ya, itu benar. Kau pria biasa."aku turun dari kasur tingkatku dan duduk di kursi meja belajar.
"Aku akan jujur kepadamu."aku menatap Yuuma-nii, di antara cahaya lampu kamar yang remang-remang.
"Yukari pernah menolakku karena sikapku. Sikapku yang liar dan nakal. Ingat saat aku menyeretmu? Ah, maafkan aku."aku menyimaknya.
"Yukari menolakku mentah-mentah juga karena aku tak mempunyai rasa kasih terhadap siapapun. Maka dari itu aku mencoba untuk bisa merasakan rasa kasih terhadap seseorang. Oleh karena itu…"
"Aku menjadikanmu adik."aku menundukkan kepala mendengar penjelasannya.
"Awalnya aku tak mempunyai rasa apapun kepadamu bahkan aku tak menganggapmu siapa-siapa, tapi perlahan aku menganggapmu sebagai adik kandung…"lanjutnya.
"Laki-laki akan melakukan hal yang gila untuk perempuan."kataku sambil mengangkat kepalaku. Mengacak rambut creamku.
"Sama seperti saat kau ingin kabur dari lantai dua untuk gadis bernama IA itu."wajahku menjadi merah saat mendengarnya. Ya, sepertinya aku gila menyangkut hal tentang IA. Aku akan melakukan hal yang gila untuk IA. Mungkin itu yang lebih jelasnya. Bertemu dengan gadis yang warna mata juga rambutnya sama denganku, membuatku sedikit aneh akhir-akhir ini. Aku ingin bertemu dengannya lagi.
The End?
Maafkan Agdis kalau ficnya aneh!
Jadi, apakah ini menjawab pertanyaan kemana IO saat dia dan IA berpisah?
Agdis juga bingung apakah akan melanjutkan atau sampai disini saja?
But...
Terima kasih sudah membaca! Sekali lagi, mohon RnR ya!
Saran dan kritik diterima, tapi jangan flame ya!
