Life of A Rose
Hanachi Soraria
Disclaimer: Vampire Knight dan segala isinya milik Matsuri Hino.
Plot dan Original Character milikku
Warning: OC, OOC, typo(s)
Chapter 1: Unwelcoming Aura
"Nii-san."
Gadis itu menatap lelaki yang berjalan di depannya dengan tatapan menusuk. Entah karena tatapan tajam misteriusnya berhasil atau karena hal lain, lelaki berambut cokelat tua itu berjalan sempoyongan. Atau lebih tepatnya disebut gugup. Keringat dingin mengucur dan ia bernafas tidak teratur.
"Niii~~~~saaaaan~~~~"
Kali ini dengan gerakan lambat Misa menyentuh punggung kakaknya yang lebih tinggi 35 cm darinya. Hal itu membuat Reo kaget dan menjerit.
Misa menutup telinganya. "Oh ayolah, berikan peta itu padaku. Kau lihat taman mawar itu? Aku tahu kita telah mengitari tempat ini sebanyak 3 kali." Ia mendahului Reo dan berusaha menarik peta dari tangannya. "Aku tidak ingin menghabiskan sore yang cerah ini untuk mengitari Cross Academy, Nii-san! Lagipula kutegaskan ya.. kau itu buta arah!" Tandas Misa.
"Tidak! Aku tidak buta arah dan ingat, aku lebih tua darimu! Jadi aku yang bertanggung jawab sebagai pemandumu! Aku disini sebagai walimu." Reo mengernyit sambil memeluk peta, layaknya seorang gadis yang melindungi cokelatnya dengan segenap jiwa dan raga.
"Astaga, kelakuanmu seperti perempuan! Aku tidak berharap sisi perempuanmu keluar. Itu menjijikan! Lagipula kau memang harus memberikannya padaku supaya aku bisa tahu denah sekolah ini, Reo!" Gadis itu sudah kembali melupakan panggilan hormat 'kakak'nya.
"APAPUN YANG KAU KATAKAN, TIDAK AKAN KUBERIKAN!"
Misa mengerjap tidak percaya. Ia menarik bagian peta yang terlihat olehnya.
"Ayolah. BeriKAN PADAKU!"
"TIDAK!"
"BERI….AH!"
Kertas tersebut sobek menjadi dua bagian. Merasa kesal, Misa merampas sisa peta dari lelaki yang terdiam karena kaget dan merobek-robek peta hingga menjadi serpihan.
"Penghalang sudah dihancurkan. Sekarang waktunya mencari murid-murid yang berkeliaran. Kau lewat sini. Aku lewat sana. Cepat bergerak!" Gadis itu melompati pagar batu dan meninggalkan Reo yang masih syok.
XXXXX
"E…. konsentrasi, konsentrasi….. konsen… KYA!"
Gadis itu menabrak seorang lelaki berseragam hitam, berambut perak dan memakai lambang aneh di lengan sebelah kirinya. Di telinganya terdapat piercing. Tatapan tajamnya menusuk dan aura yang seakan mengatakan 'kalau kau tidak ingin mati menderita jauh-jauh dariku' di sekitarnya membuat tubuh gadis itu merinding.
Gadis itu berusaha mengacuhkan lelaki asing yang baru saja menabrak(atau ditabrak) dirinya. "Konsentrasi, konsentrasi…" Ia memejamkan mata dan mendengar langkah kaki kesal yang menjauh. Ia menggeleng kemudian kembali berkonsentrasi pada kegelapan yang tercipta ketika memejamkan mata. Asap berwarna ungu muncul di antara warna hitam. Ia berjalan mengikuti asap ungu sambil meraba-raba sekitarnya.
"Tidak takut gelap, aku tidak takut gelap." Sambil menggumamkan kalimat itu layaknya mantra, ia terus berjalan mengikuti aura ungu. Tiba-tiba ia tersadar dan memukul dahinya. "Bodohnya aku. Ini pasti aura lelaki seram yang kutabrak! Aduh, kenapa tadi aku tidak tanya jalan padanya."
Gadis itu berlari menelusuri koridor dan berhenti ketika melihat kerumunan siswi yang memakai seragam hitam mengerubungi sebuah pagar yang besar. Diantaranya, ia melihat dua orang siswa yang terlihat seperti guru yang menertibkan rombongan anak tk yang bersemangat ikut wisata.
"Ah, lelaki seram tadi. Satu lagi… mungil sekali, apa dia bisa menjaga gerbang dari ratusan siswi? Menjaga? Apa yang dijaga dibalik gerbang itu?"
Tidak lama pertanyaan terjawab ketika gerbang terbuka. Suara teriakan menggila dan Misa harus menutup telinga, mencegah gendang telinganya pecah.
"KANAME-SENPAIIIIII."
"KAIN-SENPAAAAII."
"AIDO-SENPAI MENIKAHLAH DENGANKU!"
"WILD-SENPAII"
"KYAA, TAKUMAAAA.."
Misa menyumbat telinganya dengan syal yang ia pakai kemudian menyumbatnya lagi dengan tangannya. 'Apa-apaan ini. Berisik sekali. TELINGAKUUUUUU.'
Tiba-tiba rombongan tidak teratur itu berubah menjadi dua barisan memperlihatkan siswa-siswi berpakaian putih yang berjalan dengan anggun melewati siswi berseragam hitam. Suara teriakan tidak lagi terdengar. Dari jarak yang tidak terlalu jauh ini, Misa bisa melihat wajah-wajah mempesona milik siswa-siswi itu.
Reo berjalan mendekati Misa dengan tatapan serius. "Apa kau terpesona pada mereka, Misa?" Ia menatap adiknya yang terpaku pada siswa-siswi berseragam putih. "Kadang-kadang dunia ini memiliki misteri yang tidak diketahui oleh umum. Misalnya... makhluk mempesona yang menghisap darah." Salah satu sisi bibir Reo tertarik ke atas. Kemudian ia menyentuh pundak adiknya. "Kau tahu, Misa?"
Gadis itu menelengkan kepalanya menatap Reo. Ia menurunkan semua peredam suara dari telinganya. "Akhirnya sampai juga kesini. Kok tidak kesasar? Sudah ketemu kantor kepala sekolahnya?"
"Kau tidak mendengar tadi aku bicara apa?"
"Bicara apa? Memangnya kau bicara? Ruang kepala sekolah sudah ketemu?"
"Kau ini. Dengarkan kalau orang bicara."
"Aku pasti mendengarkan kalau aku dengar kamu berbicara, Reo. Tapi kamu tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Bagaimana caraku mendengarkanmu?"
Lelaki itu menghela nafas kemudian mengulang pertanyaannya. "Apa kamu terpesona pada mereka?"
Tanpa menunggu lama jawaban tegas terdengar. "Ya." Gadis itu mengangguk untuk memperkuat persetujuannya.
"Tahukah kau menge…"
"Bisakah aku dapatkan seragam putih? Aku lebih terpesona padanya daripada seragam hitam gadis-gadis rusuh itu. Ne,ne, Nii-san, bicarakan pada kepala sekolah aku ingin seragam yang putih. Ya, ya? Kau tahu? Katanya kalau seseorang memakai seragam dengan warna yang sama nanti kita bisa ketularan. Kau mau adikmu yang manis ini berubah jadi mesin penghasil suara bising seperti mereka?" Misa menarik kemeja bagian bawah Reo.
'Mitos macam apa itu?'
Kali ini lelaki itu cuma bisa menepuk dahi adiknya. Tidak terima dipukul, gadis itu balas memukul. Terjadi balas-membalas pukul hingga keduanya kelelahan.
"Apa sih masalahmu? Sakit tahu." Tangan putih Misa mengelus dahinya yang berubah menjadi merah. "Lihat dahiku jadi merah."
"Kau tidak bisa melihat dahimu, Misa."
"Tapi kau bisa melihatny…."
Adu argumen yang baru saja akan terjadi dihentikan oleh suara terjatuh. Misa mengalihkan pandangan pada asal suara dan melihat gadis mungil berambut cokelat sebahu pada tanah. 'Uh Oh. Itu pasti sakit,'
Seorang siswa berseragam putih yang berjalan paling depan mendekati gadis mungil. Gadis mungil dengan segera berdiri. Tampak rona merah di wajahnya. Ketika siswa berseragam putih mengelus pelan kepala gadis mungil, tangannya ditepis oleh siswa berambut perak.
"Heeeh… adegan yang menarik." Misa tertawa kecil.
Reo menyilangkan tangannya di depan dada. "Kupikir kamu tidak suka film romantic?"
"Siapa bilang?"
Suara lelaki berambut perak terdengar keras. "CEPAT KEMBALI KE ASRAMA! JAM ASRAMA SUDAH LEWAT DARI TADI! KALIAN MAU TERUS MEREPOTKAN KAMI YA?"
Suara siswi-siswi yang menjerit ketakutan terdengar, rombongan itu langsung bubar dan berlari memasuki sebuah bangunan yang berlawanan dengan bangunan yang sekarang diinjak Misa dan Reo. Siswa-siswi berseragam putih itu berjalan menuju bangunan dimana Misa dan Reo berada. Dalam jarak yang cukup jauh, Misa merasakan ada yang tidak beres ketika lelaki di sebelah kanannya menegang.
"Ada apa Reo?"
Pandangan tegang Reo terpaku pada siswa-siswi berseragam putih yang berjalan mendekati mereka. Misa menyadari sebuah bunga layu yang dipegang oleh lelaki tinggi yang berjalan di depan sedari tadi. 'Bunga mawar.'
'Dia bosnya ya,' dalam hati Misa memutuskan. Kemudian gadis itu mendongak menatap wajahnya. Kedua mata beradu, dan ia merasakan sensasi aneh yang meliputinya. Gadis itu berlari dan bersembunyi di belakang Reo.
"O ya, oya. Lihat apa yang kita dapatkan disini. Siswi baru?" Seorang lelaki yang memiliki rambut pirang tidak teratur tersenyum, menampilkan gigi putihnya yang teratur. Ia mencoba mendekati Misa yang bersembunyi.
"Aido, jaga kelakuanmu." Suara tenang namun menusuk terdengar.
"Baik, Kaname-sama." Aido sedikit membungkuk, lalu mundur menjauhi Reo.
Suara tenang yang entah mengapa terdengar bagai suara melantunkan nada bagi Misa kembali muncul. "Ada yang bisa kubantu? Seharusnya anda berdua tidak berada disini."
"Ah, bisa beritahu kami letak ruang kepala sekolah?"
"Kurasa anggota kedisiplinan bisa membantu kalian." Kaname tersenyum dan menunjuk kedua orang yang berkelahi di depan gerbang.
Misa yang ingin keluar dari suasana itu langsung berlari menuju dua orang yang ditunjuk. "CHIBI-SAAAAN. BISA BANTU AKU?" Gadis itu mendekati dua anggota kedisiplinan sambil mengayunkan kadua tangannya.
"Kalau begitu terima kasih sudah memberitahu." Reo berjalan mengikuti Misa meninggalkan siswa-siswi malam yang memasuki bangunan tua.
Sekilas Misa menoleh ke belakang untuk melihat Reo, namun matanya bertumbukan dengan mata Kaname. Ia mengalihkan pandangan pada bunga layu yang dipegang lelaki tampan itu lalu membuang muka.
'Siapa gadis itu? Rasanya familiar. Gadis yang memiliki wangi bunga mawar.'
"Kaname-sama, apa ada masalah?" Seiren mendekati Kaname.
"Tidak."
Kaname melanjutkan langkahnya diikuti siswa-siswi yang lain. Bunga mawar layu yang berada di tangannya sudah berubah menjadi abu yang terbang terbawa angin.
XXXXX
"Waiiiii… murid Day Classku yang manis. Selamat datang di Cross Academy. Bisa perkenalkan dirimu?" Pria nyentrik yang memakai kacamata itu menarikan tarian aneh dan berputar tidak jelas. "Kalau aku, kau bisa memanggilku Kepala Sekolah atau 'ayah'."
Misa terdiam menatap pria tersebut. Baju yang tidak matching dengan syalnya, tingkah lakunya yang aneh dan gerak-geriknya itu…. Tiba-tiba ia merasa dekat dengan kepala sekolah nyentriknya.
"E.. a.. namaku Misa Kiribara. Ng…. sa..salam kenal."
"Tidak perlu gugup, anakku." Kepala sekolah Cross tersenyum dengan wajah jenakanya, membuat rasa tegang Misa berkurang. "Silahkan duduk untuk mendengar peraturan lebih lanjut yang berlaku di sekolahku tercinta."
Lelaki berambut perak berjalan mendekati pintu. "Kalau begitu, aku akan berpatroli."
"Tunggu Zero. Apakah kamu tidak ingin berkenalan dengan gadis manis ini lebih dalam?"
"Aku harus berpatroli," sahutnya dingin.
"Tapi aku ingin putraku tercinta berkenalan dengan Kiribara-san."
'Alasan macam apa itu?'
"Aku bukan putramu. Dan aku tidak butuh cintamu."
"Yukiiiii… Zero jahat padaku." Kepala sekolah berlari dan berusaha memeluk Yuki. Yuki menghindari pelukan itu.
"Kepala sekolah, bukankah sebaiknya anda tidak membuang waktu Kiribara-san?" Yuki sedikit membungkuk pada Misa, memohon permintaan maaf.
"Yuki, kau tidak mau memanggilku ayah?"
Reo dan Misa berpandangan melihat adegan ini. Mata cokelatnya menatap Reo yang menaikkan sebelah alis. Misa menggeleng ketika melihat kakaknya.
"Persis seperti seseorang yang kukenal."
"Siapa?"
"Kau."
Sebelum Reo sempat mengeluarkan sanggahan, Misa mengangkat tangannya meminta perhatian kepala sekolah. "Anu.. jadi anggota kedisiplinan sekolah berpatroli setiap malam?"
Kacamata kepala sekolah tiba-tiba berkilat-kilat. Ia kembali ke tempat duduknya, sedangkan Zero yang akan beranjak keluar, masuk kembali dan menutup pintu.
"Eeeh.. salah ya?"
"Jangan dipedulikan, Kiribara-san. Zero dan Yukiku tercinta melaksanakannya dengan baik."
Kepala sekolah menampilkan senyum sekilasnya, membuat Misa bergidik. Gadis itu merasa bahwa kepala sekolah meskipun secara tidak langsung mengatakan untuk tidak ikut campur soal anggota kedisiplinan. Ia menatap kedua anggota kedisiplinan. Zero membalas tatapannya tajam, sedangkan Yuki tersenyum manis.
"Kalau begitu kita lanjutkan pembicaraan kita tadi."
"Eh.. ba..baik."
"Di Cross Academy, kita memiliki dua kelas yang berbeda. Day Class dan Night Class."
"Night Class? Ah, yang tadi menunjuk anggota kedisiplinan? Yang memakai seragam putih? Jadi mereka belajar di malam hari?"
Kepala sekolah mengangguk. "Night Class adalah kelompok khusus yang terdiri dari orang-orang terpilih. Mereka memiliki kelebihan khusus dibandingkan orang-orang biasa."
"Oh. Seperti kelas khusus para jenius…" Misa memberi jeda. "Yang artinya, aku akan masuk ke Day Class."
Kepala sekolah mengangguk lagi. Entah mengapa Misa merasa orang di hadapannya adalah orang yang berbeda dengan kepala sekolah yang bertemu dengannya pertama kali. Sinar kejenakaannya menghilang lenyap.
'Benar-benar seperti… Reo. Meski aku sudah lama tinggal bersama Reo, ia masih merupakan misteri bagiku. Bahkan kadang kala, ketika ia berubah menjadi dirinya yang satu lagi, aku merasa sangat jauh darinya. Seperti orang yang benar-benar berbeda.'
"Kiribara-san."
"….."
"Kiribara-san."
"….."
"Misa Kiribara-san? Kamu baik-baik saja?"
"Ah. Maaf. Aku melamun." Dengan ragu ia melanjutkan. "Boleh aku tahu kenapa kelas khusus dimulai malam hari? Kupikir malam hari adalah waktu beristirahat?"
Keheningan tercipta. Misa menunggu. Kepala sekolah baru saja akan membuka mulut ketika Reo memukul dahi adiknya lagi.
"Kau ini bodoh, ya? Orang-orang jenius membutuhkan ketenangan untuk berfikir, tahu. Berbeda darimu."
"Kau menyebalkan sekali, Reo. Aku kan cuma ingin tahu."
"Kau terlalu banyak bertanya."
"Apa sih? Aku baru bertanya 5 kali, kok. Beberapa diantaranya merupakan pertanyaan beruntun yang dapat dijawab dengan satu kali anggukan. Jadi aku baru bertanya 3 kali. Kau tahu sendiri'kan?"
'Tidak. Aku tidak menghitungnya.' Mereka berempat menjawab di dalam hati secara bersamaan.
Kepala sekolah menatap Zero dan Yuki. "Dan satu hal lagi, Kiribara-san. Asrama ini memiliki jam malam. Semua siswa diharapkan sudah memasuki ruangannya masing-masing sebelum malam."
Sewaktu Misa akan membuka mulut, tatapan menusuk Reo terasa di kepalanya. Akhirnya ia menghentikan niatnya.
"Apakah ada yang kurang jelas?"
Gadis itu menoleh pada Reo dan lelaki itu mengangguk.
Misa mengernyit. "Boleh tanya lagi?"
Ketegangan muncul diantara keempat orang itu. Seakan pertanyaan yang akan ditanyakan selanjutnya adalah pertanyaan skakmat.
"Silahkan…"
"Aku boleh pakai seragam Night Class, tidak? Aku tidak suka seragam Day Class. Nanti aku ketulara.. maksudku aku tidak suka warna hitam."
Aura ketegangan tiba-tiba menghilang digantikan dengan kelegaan yang luar biasa. Sinar jenaka kepala sekolah kembali lagi.
"Maafkan aku. Tapi semua murid harus mengikuti peraturan yang berlaku."
"Sial. Aku tahu ini akan terjadi."
"Baiklah." Kepala sekolah berdiri, masih dengan senyum jenaka. "Yukiku, bisakah antarkan Kiribara-san ke kamarnya?"
"Baik, kepala sekolah."
"Kenapa kau tidak memanggilku ayah?"
Adegan itu dimulai lagi. Misa menarik kopernya dan menatap Reo.
"Jaga dirimu baik-baik Reo."
"Kau juga. Kalau ada keperluan apa-apa…"
"Aku akan segera menghubungimu."
Gadis itu memeluk Reo dan mengecup pipi kakaknya. "Sampai jumpa, Nii-san." Ia berusaha mencari kata-kata yang tepat. "Eh.. Jaga Mirei ya. Dan mmm… selamat berjuang mendapatkan Karen. Sepertinya dia gadis yang menyenangkan." Ia mengedipkan matanya dan senyum merambat dibibir sang kakak.
Misa berjalan keluar ruangan bersama dengan Yuki.
XXXXX
Zero yang akan melangkah keluar dihentikan oleh kepala sekolah yang memanggilnya. Raut wajah pria itu berubah menjadi keseriusan yang dalam. Mengetahui akan ada pembicaraan penting yang akan terjadi, Zero menutup kembali pintu dan berjalan mendekati meja kepala sekolah. Mata violetnya mengarah pada Reo yang berdiri di ruangan itu, mengindikasikan kepada kepala sekolah apakah ia harus mengusir Reo keluar dari pembicaraan mereka.
Kepala sekolah mempersilahkan Reo untuk duduk yang disambut dengan gelengan, lalu ia menatap mata violet Zero.
"Tidak, Zero. Reonard yang akan memulai pembicaraan ini. Sepertinya informasi yang akan diberikan menyangkut Misa Kiribara, adiknya."
Reo mengangguk menyetujui, lalu ia berjalan mengitari ruangan tersebut, memeriksa adanya penyadap atau benda lain yang mencurigakan untuk mencegah kebocoran informasi. Setelah didapatinya nihil. Ia memandang ke arah jendela yang terbuka lebar. Melihat pandangan itu, Zero menutup jendela dan menarik tirainya turun.
Reo menarik nafas dalam dan melepaskannya.
"Baiklah… dimana kita akan memulainya?"
.
.
To Be Continued
.
.
Ini fic pertama saya jadi mohon maaf kalau aneh.
dimohon kritik dan sarannya ya supaya fic ini bisa berjalan dengan lancar :3
Terima kasih buat yang mau baca fic ga jelas ini.
Sampai jumpaaaaaaa... OwO/
