Genre: Family/Drama/Romance

Rating: T

Main Characters: Generation of Miracles, Kuroko Tetsuya and You/Readers.

Support Characters: Momoi Satsuki, Nijimura Shuuzou, Mayuzumi Chihiro, Imayoshi Shouichi, Aida Riko, Araki Masako, Alexandra Gracia, etc.

.

Kuroko no Basuke/黒子のバスケ (c) Tadatoshi Fujimaki

.

Warnings: Teikou High!AU, Khusus Chapter ini banyak banget narasi; OOC, OC, diksi dan tanda baca berantakan dan tidak sesuai EYD, ide cerita mainstream, Typo(s), alur kecepetan/kelambatan, gaje, POV berganti sesuai kebutuhan dan berbagai jenis kekurangan lain.

Note: Readers, Kuroko dan semua anggota Generation of Miracles di fic ini bermarga Akashi. Saya nggak tau sebenernya mata heterokrom Akashi itu merah-kuning atau merah-oranye. Tapi di fic ini, anggaplah mata Akashi merah-kuning.

.

.

.


.

"Perasaanku saja atau memang benar, hari ini, kok, rasanya acara ini lama sekali, Shin?"

Aku memutar asal sendok plastik kecil yang ada di dalam mulutku, membiarkan sup krim jagung kesukaanku melumer di dalam mulut. Mataku yang awalnya terpaku pada layar televisi, sekarang berpaling pada sesosok pemuda bersurai hijau dengan mata yang dibingkai oleh kacamata hitam yang sedang menikmati sup krim, sama denganku.

"Hanya perasaanmu saja, nanodayo," sahut Shintarou.

Helaan napas pelan meluncur dari mulutku.

Memang susah sekali mengganggu Shintarou saat acara kebangsaannya sedang dimulai.

Kulirik jam dinding yang berada tak jauh dari jangkauan mata. Jarum pendeknya menunjukan angka tujuh, sedangkan yang panjang menunjuk angka tiga. Itu artinya, acara menyebalkan ini baru saja dimulai setengah jalan, alias baru lima belas menit.

Aku bosan, sungguh.

Maksudku datang ke ruang keluarga adalah untuk menonton sesuatu yang seru agar rasa bosanku hilang, karena seingatku salah satu stasiun televisi akan menayangkan film yang belum pernah aku tonton. Tapi aku lupa kalau jam segini adalah jadwalnya Shintarou menonton acara khususnya, Aho-Asa—eh, tunggu dulu ... Aho-Asa atau Oha-Asa, ya? Peduli amat dengan judulnya, sih. Intinya, rencanaku menonton batal dan penyebabnya adalah acara ramalan Shintarou yang amat tidak penting.

Huh. Kalau sudah begini, aku jadi sedikit menyesal karena dulu aku menyepakati peraturan perihal televisi yang hanya boleh ada satu dan diletakan di ruang keluarga.

Mengaduk-aduk supku yang sudah mulai encer, aku memutuskan untuk kembali ke kamar dan melakukan sesuatu yang lain—seperti membaca novel atau browsing, misalnya. Menonton acara ramalan konyol Shintarou bukanlah pilihan bagiku dan andaikan aku dipaksa memilih, jelas aku lebih memilih menonton film thriller sadis ketimbang Aho-Asa maupun acara sejenisnya.

Tepat ketika aku berniat untuk bangkit dari sofa, sebuah suara nyaring yang begitu aku hafal menginterupsi. Tubuhku spontan mengejang kala menyadari apa yang akan segera terjadi. Belum sempat aku menoleh ke sumber suara dan bersiap-siap, tahu-tahu si pemilik suara sudah menghantam tubuhku, membenamkan wajahnya ke perutku, kemudian melingkarkan sepasang tangannya di pinggangku dengan erat.

Aku memekik dan mengangkat tangan kananku tinggi-tinggi.

Baka Ryouta!

Kau hampir membuat sup krimku tumpah ke sofa!

"Ohayou, Onee-cchi!" ucapnya dengan nada ceria yang begitu aku hafal.

"Ohayou, Ryouta," balasku sambil tersenyum, setengah tulus dan setengah dipaksakan karena kesal. "Tolong lepaskan pelukanmu, oke? Atau kau mau aku menumpahkan isi mangkuk ini ke kepalamu?"

Ryouta merengut seperti anak anjing dan memandang ngeri mangkuk sup yang isinya siap mengguyur kepala kuningnya kapan saja. Perlahan, dia melepaskan pelukannya dan beringsut mundur. Aku langsung menarik napas banyak-banyak. Inilah alasan mengapa aku tidak pernah suka pelukan adikku yang satu ini. Pelukannya selalu berhasil membuatku kesulitan menghirup oksigen—mungkin dia berniat membunuhku.

Atsushi, badannya boleh lebih besar dari Ryouta, dan dia juga punya hobi memelukku. Tetapi jika ditanya pelukan siapa yang lebih menyiksa di antara mereka berdua, tanpa ragu aku akan menjawab: Ryouta.

Aku mendengar Shintarou menggumamkan sesuatu seraya melirik Ryouta. Dia pasti sedang merutuk, aku sangat yakin. Kubuang pandanganku pada Ryouta yang tampak tak peduli pada Shintarou. Aku hendak mengatakan sesuatu padanya, tetapi hal itu batal kulakukan. Pengelihatanku kini tertarik pada sesuatu yang tergeletak begitu saja di atas meja. Beberapa waktu yang lalu, benda itu tak ada di sana. Jadi dapat kusimpulkan, Ryoutalah yang membawa benda tersebut—benda yang tak asing untukku.

Itu adalah satu setel seragam SMA Teikō—sekolahku.

"Ryouta, bukankah itu seragam Teikō?" tanyaku.

Ryouta membenahi posisinya menjadi duduk di sampingku. "Iya, itu memang seragam SMA Teikō-ssu."

"Seragam Atsushi, eh?" Aku meletakan mangkukku di atas paha dan kembali melesakan sesendok penuh sup krim ke dalam mulut. "Kenapa ada padamu?"

"Kata siapa ini seragam Atsushi-cchi? Itu seragamku-ssu!"

Kedua alisku sukses mengernyit akibat ucapannya. "Hah?"

"Ah, aku lupa kalau Onee-cchi belum tahu." Dia menepuk dahinya pelan dan dramatis, membuat kedua alisku tergali semakin dalam—dan mungkin saja wajahku sekarang sudah terlihat seperti nenek-nenek di mata Ryouta. "Jadi begini, Onee-cchi. Yang masuk Teikō, bukan cuma Atsushi-cchi saja-ssu. Tapi aku dan yang lainnya juga—ah, Satsuki-cchi juga."

Butuh waktu lebih dari lima detik bagi otakku untuk menerima dan mengolah setiap kata yang dilontarkan oleh Ryouta, dan selama itu aku membatu tanpa berkedip, dengan sendok yang masih bersarang di dalam mulut. Begitu proses pencernaan kalimat Ryouta selesai dilakukan, mulutku menyuarakan satu kata berupa lengkingan yang berhasil membuat Shintarou—yang tengah serius dengan acara kebangsaannya—nyaris menyemburkan sup krimnya sendiri.

"APAAAA?!"

.


pink orchid

[ prologue / introduction ]

.

{ Whatever the reason, can be together with the family is the greatest happiness—Ayuzawa Minako, Kaichou wa Maid-sama! }


.

Namaku Akashi (Name). Perempuan. 17 Tahun. Dibesarkan oleh pasangan suami-istri Akashi; Akashi Masaomi dan Akashi Shiori. Anak pertama dan satu-satunya perempuan di keluarga ini. Memiliki enam orang adik laki-laki—yang tidak terlalu mirip satu sama lain. Usiaku dan mereka hanya terpaut satu tahun. Dengan kata lain, usia mereka menginjak angka 16.

Aku tidak bermaksud sombong atau apa, tapi keluargaku—Keluarga Akashi—adalah keluarga terpandang. Ayahku, Akashi Masaomi adalah pengusaha yang namanya sangat dikenal di dunia bisnis. Perusahaannya masuk ke dalam jajaran atas perusahaan tersukses di Asia, bahkan juga sudah diakui oleh Eropa. Karena kesibukannya ini, Otou-san sangat jarang berada di rumah dan menghabiskan waktu bersama keluarga. Aku bahkan dapat menghitung berapa kali Otou-san pernah menghabiskan waktunya dengan keluarga kala liburan. Sampai sekarangpun, Otou-san jarang berada di rumah dan lebih sering menghabiskan waktunya untuk bekerja. Jadi, sejujurnya aku tak terlalu tahu bagaimana sebenarnya Otou-san.

Akashi Shiori. Beliau adalah ibu yang sangat aku dan adik-adikku sayangi. Okaa-san sangat cantik dengan mata dan rambutnya yang berwarna merah alami—panjang hingga mencapai pinggang. Beliau juga sangat baik dan begitu lembut. Tak pernah sekalipun aku melihatnya marah. Ialah yang selalu mengawasi, mengurusi dan melindung kami. Kaa-san punya hobi merangkai bunga dan ia sangat suka sekali dengan bunga. Ia memberi aku dan adik-adikku kasih sayang begitu banyak. Beliau adalah sosok yang sangat berharga bagi keluarga Akashi. Kaa-san meninggal saat aku kelas 6 SD dan adik-adikku kelas 5 SD. Dan semenjak itu, posisi Kaa-san dalam hal mengawasi dan mengurusi Keluarga Akashi bisa dibilang digantikan olehku.

Selain keluarga yang terpandang, menurutku secara pribadi, keluarga Akashi ini agak tidak biasa.

Seperti yang sudah kukatakan sebelumnya, aku punya enam orang adik laki-laki. Kami bertujuh tidak terlalu mirip—atau mungkin memang tidak mirip sama sekali. Ketidakmiripan yang paling mencolok dapat dilihat dari warna rambut; masing-masing dari kami memiliki warna rambut yang berbeda.

Nah, biarkan aku memperkenalkan mereka. Mereka adalah Akashi Seijuurou, Akashi Shintarou, Akashi Ryouta, Akashi Atsushi, Akashi Daiki dan Akashi Tetsuya.

Atsushi—ungu. Adikku yang tubuhnya paling tinggi dan besar bak titan, tetapi mempunyai sifat seperti bocah berumur tujuh tahun. Hobinya makan, terutama makanan manis, maka aku tak heran ketika dia mengatakan bahwa cita-citanya adalah Pattisier. Wajahnya selalu menunjukan guratan malas, seakan memberitahu dunia bahwa ia sudah bosan untuk hidup. Sangat suka dekat-dekat denganku, dan dia sama sekali tak keberatan jika aku memintanya untuk menggendong diriku. Menurut sahabatku, barangkali Atsushi mengidap sister complex kelas ringan.

Model yang sedang naik daun, Ryouta—kuning. Makhluk ini punya hobi memelukku dan Tetsuya hingga kami nyaris kehilangan nyawa. Ryouta inilah yang paling sering dibully di Keluarga Akashi. Ceria, berisik dan senang sekali merajuk, kadang menangis buaya malah. Ryouta punya sebuah kemampuan spesial; dia bisa meng-copy sesuatu dengan sekali lihat. Itu adalah hal keren, tapi karena itu juga dia jadi sering diejek 'mesin foto-copy' oleh Daiki. Soal wajah, tak perlu ditanya lagi karena dia itu model. Toh, pada kenyataannya, seluruh adik-adikku itu punya wajah di atas rata-rata—ini kata sahabatku.

Si navy blue pemalas, mesum dan tukang buat onar, Daiki. Dia punya hobi membaca—atau melihat?—majalah porno. Saat kecil ia mengatakan bahwa idolanya adalah Okaa-san, namun sekarang dia mengatakan dengan bangga bahwa idolanya adalah Horikita Mai yang seksi. Aku tidak tahu darimana hobi itu datang, dan kenapa ia begitu suka melihat model gila yang suka pamer dada. Terpenting, menurutku, Okaa-san jaaaauuuuuh lebih baik, cantik dan seksi dari Horikita Mai ataupun model-model gravure favorit Daiki lainnya. Sejak kecil, dialah satu-satunya adik yang selalu berhasil menyulut kemarahanku hingga titik kau-benar-benar-minta-dihajar.

Shintarou yang terlalu menggilai ramalan Aho-Asa atau apapun itu namanya, aku tidak peduli. Jadi, tolong jangan heran jika setiap hari kau melihatnya membawa sesuatu yang tak wajar untuk dibawa. Mempunyai surai yang amat go-green alias hijau. Dia ini mengindap tsundere stadium ... entahlah. Bicaranya seringkali terdengar ketus dan kejam, tapi sebenarnya ia peduli. Dia terlalu sulit menyampaikan perasaannya. Dulu, Kaa-san senang sekali menggodanya hingga Shintarou sempat tak mau keluar kamar—bukan marah, tapi takut pada Kaa-san.

Baby blue—Tetsuya adalah adikku yang paling sopan dan—mungkin—tidak merepotkan. Tetsuya punya kulit paling pucat dan tubuhnya paling mungil di antara semua adik-adikku. Hawa keberadaannya sangat tipis sehingga selalu membuat orang-orang tak sadar akan keberadaannya. Entah apa yang membuatnya begitu. Tapi kami, Keluarga Akashi, sudah biasa akan hal itu sehingga menemukan keberadaan Tetsuya bukanlah hal sulit. Bisa dikatakan, Tetsuya sangatlah peka. Entah dalam mengetahui perasaan seseorang atau yang lainnya. Dia selalu mengamati keadaan di sekelilingnya. Tetsuyalah orang pertama yang selalu menyadari sesuatu jika ada yang tidak beres.

Terakhir, Seijuurou. Pewaris utama keluarga Akashi yang selalu dinilai orang-orang sebagai manusia yang mendekati kata sempurna. Surainya berwarna merah, persis seperti Okaa-san dan jika aku melihat wajahnya dari dekat, aku selalu merasa melihat Okaa-san versi laki-laki muda. Bedanya dengan Kaa-san, sekarang, Sei punya mata heterokrom—merah-kuning. Sei juga punya jiwa kepimpinan yang tinggi. Setahuku dia selalu menjadi ketua kelas dan saat SMP dia adalah Ketua Dewan Siswa. Saking tinggi jiwa kepimpinannya, aku yang seorang kakak pun seringkali merasa berada di posisi adik jika sedang bersamanya. Dulu, aku dan Sei sangat sangat dekat—iya, dulu. Namun, semenjak kejadian 'itu', hubungan kami sedikit merenggang.

Di antara kami bertujuh, Seijuurou satu-satunya anak yang memiliki hubungan darah dengan Okaa-san dan Otou-san; dia satu-satunya anak yang lahir dari rahim Kaa-san. Sedangkan aku, Shin dan yang lain diadopsi oleh Kaa-san dari sebuah panti asuhan di pinggiran Kota Tokyo.

Ketika Kaa-san memberitahukan fakta ini pada kami—saat itu usiaku 10 tahun—tidak ada satupun dari kami yang tampak kaget. Tidak pula kami menjadi canggung satu sama lain. Semuanya tetap berjalan seperti biasa, seolah Kaa-san tak pernah mengatakan apa pun.

Toh, bagaimanapun juga kami tetap akan menjadi saudara. Kami tetap akan menjadi keluarga. Dan kami akan tetap saling menyayangi.

Karena itulah, mengingat kami sebenarnya bukan saudara kandung, banyaknya perbedaan yang kami bertujuh miliki—rasanya wajar saja adanya.

Beralih dari adik-adikku, aku juga akan memperkenalkan penghuni Keluarga Akashi yang lain.

Momoi Satsuki. Ah, dia bukan penghuni Keluarga Akashi sebenarnya. Dia anak dari sahabat Okaa-san—dan aku, adik-adikku serta Satsuki sudah bersama sejak kami bisa mengingat sesuatu. Karena itu, aku selalu menganggapnya sebagai adikku juga. Dia dekat dengan kami semua, tapi dia paling dekat dengan Daiki. Mungkin karena dia dan Daiki bersekolah di TK, SD dan SMP yang sama. Rumah Keluarga Momoi hanya beda beberapa blok saja dengan Kelurga Akashi, jadi jangan heran kalau dia sering sekali berada di rumah kami. Satsuki punya informasi apa saja. Terkadang aku berpikir mungkin dia saudara dari seorang informan menyebalkan tapi kece dari fandom sebelah[1]. Dia terobsesi pada Tetsuya.

Ah, lalu ada Akemiya Sayaka-san, biasa kupanggil Sayaka-san. Merupakan kepala pelayan keluarga Akashi yang sudah bekerja pada keluarga Akashi sebelum kami semua lahir. Setahuku, umurnya tiga puluh tahunan. Tapi dia sangat cantik dan awet muda. Kalau Sayaka-san tidak mengatakan tanggal lahirnya padaku, pasti sampai sekarang aku berpikir umurnya dua puluh tahunan. Sayaka-san ini sangat baik, tapi terkadang bisa sangat galak. Dia adalah orang yang menemani kami di rumah sakit saat Okaa-san mengembuskan napas terakhirnya.

Terakhir ada Shinabe-san—supir kami bertujuh. Lalu ada pelayan-pelayan Keluarga Akashi yang lain.

Rumah besar Keluarga Akashi terletak di Distrik Azabu, Minato, Tokyo[2]. Yah, sesuai dugaan karena terletak di Azabu, rumah Keluarga Akashi tidak bisa dikatakan biasa saja. Ugh, aku tidak ingin sombong. Jadi—silahkan bayangkan sendiri.

Musim semi ini, lebih tepatnya besok, aku resmi menjadi siswi kelas dua SMA Teikō. Itu hal biasa saja untukku, sebenarnya. Sampai akhirnya aku tahu—

"Jadi begini, Onee-cchi. Yang masuk Teikō, bukan cuma Atsushi-cchi saja-ssu. Tapi aku dan yang lainnya juga—ah, Satsuki-cchi juga."

—kalau keenam adikku plus Satsuki, akan masuk ke SMA yang sama denganku.

Aku tidak tahu bagaimana caranya mendeskripsikan perasaanku saat ini.


.

.

.

"Kaa-san, aku sudah membersihkan kamarku!"

Kala seruan yang disertai langkah kaki kecil mulai terdengar mendekat, wanita dengan mahkota berwarna merah yang menjuntai sepanjang punggung itu menghentikan aktivitasnya merangkai ikebana. Ia meletakan setangkai bunga anggrek merah muda yang ia pegang di atas meja kemudian menengadah, mendapati seorang gadis kecil telah berdiri di sampingnya, tersenyum bangga.

Akashi Shiori turut tersenyum, membelai rambut sang gadis kecil penuh sayang sembari menuturkan beberapa kalimat pujian. "Lalu bagaimana dengan adik-adikmu?"

Gadis kecil itu mengikuti jejak Sang Ibu yang duduk bersimpuh di atas tatami. Memperhatikan rangkaian ikebana setengah jadi buatan ibunya. "Mereka sedang melakukannya, tapi Daiki terus mengeluh kalau dia tidak bisa. Jadi, dia dibantu oleh Sayaka-san."

"Ara? Kenapa kau tidak ikut membantu Daiki?"

Tak ada jawaban; yang ada malah gerakan buang muka sembari mendengus. Shiori terdiam sejenak sampai akhirnya terkekeh pelan. Begitu rupanya. Ia mengerti. Sepertinya, lagi-lagi—mereka bertengkar.

Hmph.

Shiori memutuskan untuk kembali melanjutkan kegiatannya, berhasil menarik kembali atensi si gadis kecil. Bunga adalah salah satu hal favoritnya, terutama anggrek merah muda. Selain cantik, menurutnya, bunga itu mempunyai arti yang sangat bagus. Bunga anggrek merah muda mempunyai arti kasih sayang yang tulus dan abadi. Itulah yang dikatakan Kaa-san padanya. Itulah yang membuat gadis kecil itu menyukai bunga tersebut.

"Okaa-san."

"Ya?" Shiori menyahut lembut tanpa mengalihkan fokusnya dari bunga.

"Kenapa aku dan yang lain harus membersihkan kamar kami sendiri? Bukankah keluarga kita punya banyak pelayan?" Pertanyaan itu terlontar begitu lancar. Shiori yakin, pertanyaan tersebut pasti sudah terpikir begitu lama oleh anaknya itu.

Wanita bersurai merah itu tersenyum tanpa menoleh. "Kau dan adik-adikmu harus belajar bertanggung jawab. Kalian tidak boleh selalu mengandalkan orang lain. Hal-hal yang bisa kalian lakukan sendiri, kerjakanlah sendiri."

Ia meletakan dagunya di atas meja. Matanya tak luput dari gerakan tangan Shiori yang begitu cekatan. "Harus, ya?"

"Harus." Sang Ibu mengangguk. "Nanti, kalau seandainya Kaa-san sudah tidak ada, kau yang akan mengawasi adik-adikmu. Pastikan mereka melakukan tanggung jawab mereka."

"Itu sudah pasti." Gadis kecil itu menatap Shiori. Shiori balik menatapnya, senyum tak luput dari wajahnya yang begitu cantik meski tak dipoles oleh makeup apa pun. "Aku pasti akan mengawasi Sei, Shin, Ryouta, Atsushi, Daiki dan Tetsuya!" ucapnya lantang.

"Nah, kau juga harus percaya pada mereka."

Kali ini, gadis itu berkedip. Rasa bingung tersorot jelas dari matanya. "Percaya?"

.

"Ya, percaya—kalau mereka semua akan selalu melindungimu."

.

.


.END of [ prologue / introduction ].


.

[1] Orihara Izaya dari Anime Durarara!

[2] Azabu adalah lingkungan yang terkenal berkelas dan tempat perumahan paling mahal di Tokyo. Azabu merupakan tempat tinggal orang kaya dan terkenal. Di sana juga banyak kedutaan asing.

.


.

.

Note #1: Readers, Satsuki dan GoM+Tetsuya sekolah di TK dan SD yang sama. Pas SMP mereka misah, yang barengan cuma Daiki sama Satsuki.

Note #2: Semua chara kurobas sekolah di SMA Teiko. Entah itu anak-anak Rakuzan, Kaijou dan kawan-kawan. Di fic ini, Rakuzan, Kaijou, Shuutoku dan yang lainnya adalah SMP. Jadi kaya dibalik gitu(?).

Note #3: Jadi ... Ide untuk fic ini muncul pas saya lagi ngetik chapter 3 arc en ciel. Intinya, fic ini sejenis dengan arc en ciel, dengan GoM sebagai adik dan Readers sebagai bigsis. Bedanya, di fic ini GoM dan Reader bener-bener keluarga meskipun bukan saudara kandung dan GoM disini bukan bocah sok tau.

Rencananya, fic ini bakalan multi-chapter. Tapi tiap chapter bakalan beda cerita gitu, meski masih berhubungan. Jadi misalnya chapter 1 tentang hari pertama GoM masuk Teiko, Chapter 2 tentang festival olahraga dan yang Chap 3 juga bakalan beda lagi. Jadi gaakan ada ending chapter yang ngegantung (kecuali kalau kepanjangan dan saya memutuskan untuk membaginya jadi 2)~

Dan, setiap chapter bakalan ada flashback masa kecil reader, GoM+Tetsuya dan Akashi Shiori^^ Di prologue ini juga belum kelihatan gimana hubungan adik-kakak antara Reader dan GoM dan peraturan-peraturan milik Akashi bersaudara, karena saya takutnya jadi prologue kepanjangan XP /udahkepanjangansih.

Terakhir, maafkan saya banyak omong dan narasi di prologue ini banyak sekali. Kritik dan saran saya terima, terutama di bagian EYD karena saya masih banyak sekali kekurangan :")

Review selalu saya tunggu~^^

.

.


.

.Next Chapter [ one : teiko high ].

"DEMI TUHAN, DAIKI, LEPASKAN AKU! AKU INI KAKAKMU, BUKAN HORIKITA MAI SIALAN ITU!"

"Memang apa salahnya satu sekolah dengan adik sendiri?"

"Akashi? Marganya sama sepertimu?"

"Eh, enam? Aku cuma lihat lima. Apa yang keenam tidak masuk?"

"Ya, mohon kerja samanya, Nijimura-kun."

.