"STUPID REALIZED"
By : KRAY-on
Cast : -Kris Wu
-Zhang Yixing (Lay)
Sub Cast : -Victoria Song
-Huang Zi Tao
Pair : KrAy / KrisLay / FanXing / Crispy-Lays
Sub Pair : VicLay / TaoRis
Genre : Romance, Drama, Hurt/Comfort, YAOI!
Rate : T
Disclaimer : KRAY milik diri mereka, SMent, orang tua dan orang-orang yang bersangkutan lainnya. Huang Zi Tao asli milik author ._.V #dibacok
FF murni dari otak author ^_^v
Summary : Menikah tanpa rasa saling mencintai? Lay terikat dengan Kris dalam jalinan pernikahan tanpa adanya ikatan cinta satu sama lain.
WARN!
IF YOU NOT LIKE THIS FF, YAOI, OR AUTHOR, PLEASE GO AWAY!
.
.
ENJOY READING! ^_^V
.
.
*_Stupid Realized_*
LAY PoV
Menikah? Itu adalah sesuatu yang sangat didambakan oleh setiap pasangan yang saling mencintai. Membentuk sebuah keluarga kecil yang harmonis dan mempunyai anak yang sangat lucu, itulah tujuan mereka.
Namun, bagaimana jika kita menikah tidak dalam azas saling mencintai? Menikahi seseorang yang tidak kucintai dan tidak mencintaiku, kurasa itu hal yang salah. Tapi, harus bagaimana lagi? Ternyata aku dan 'dia' sudah dijodohkan dari kecil karena balas budi orang tua'nya' yang membalas kebaikan orang tuaku yang pernah membantu urusan mereka. Entah apa itu, aku tidak ingin tahu. Yang kupikirkan sekarang, apa yang terjadi jika kami sudah menikah kelak? Langsung bercerai? Aku mau, tapi aku sama sekali tidak mau kepalaku segera dipenggal oleh orangtuaku.
Satu hal lagi yang membuatku bingung akan orangtuaku. Aku, dijodohkan oleh seorang pria, yang notabenenya bergender sama denganku. Apa mereka gila? Lalu, mereka bilang aku sangat cocok menjadi seorang 'istri' dibanding menjadi seorang 'suami'. Itu sangat gila! Aku sudah banyak mengencani beberapa wanita cantik di kota ini, tetapi kenapa harus pria? Kenapa yang harus kunikahi adalah seorang pria? Kenapa aku harus menjadi seorang 'istri' dari seorang pria!? Dunia ini memang sudah gila!
"Wah, anakku Zhang Yixing sudah siap rupanya? Tenang sayang, kau sudah terlihat tampan menggunakan pakaian itu. Jasnya sangat pas dengan bentuk tubuhmu, hihihi," puji ibuku, ketika ia masuk ke dalam ruang mempelai 'wanita'—padahal aku jelas seorang laki-laki—yang terdapat diriku yang sedang berkaca di sebuah cermin besar di hadapanku. Aku akan menikah hari ini. Aku ingin mati saja!
"Tapi, kurasa jika anakku memakai sebuah bridal dress, mungkin kesannya akan terlihat cantik, hehehe," ujar ayahku sambil menatapku dari atas sampai bawah. Aku segera berbalik dan memelototi pria tua berambut agak keputih-putihan itu.
"Abbeoji!" sentakku yang membuatnya berdeham sedikit. Aku mendengus kesal. Kemudian, aku memilih untuk duduk di sebuah sofa di ruangan itu, sedang orangtuaku memilih untuk meninggalkanku. Ya Tuhan, aku benar-benar ingin lari dari suasana ini. Aku menutup wajahku dengan telapak tanganku. Aku sudah kehilangan harapan untuk menikahi Victoria Song, rekan kerjaku yang selama ini sedang berstatus menjadi kekasihku. Dan, kau tahu? Sampai sekarang, aku sama sekali belum berniat untuk memutuskannya. Aku ingin, hal ini jangan sampai Victoria tahu. Astaga!
CKLEK!
Pintu ruangan kembali terbuka, menampakkan sosok pria tinggi dengan rambut coklat pirang terangnya yang sedang menunduk. Aku tahu, pria itu juga segan melihatku. Aku memilih untuk mengedarkan pandanganku ke arah lain, dan mencari objek yang cocok untuk kupandang, daripada aku menatap wajah pria itu. Kris Wu, calon 'suami'-ku. Argh! Bukan, aku tidak akan pernah menganggapnya sebagai 'suami'ku atau apapun itu.
"Ibu yang menyuruhku menghampirimu," ujar Kris tiba-tiba tanpa melepaskan genggaman tangannya dari kenop pintu. Aku tahu, setelah ini, dia akan segera keluar.
"Lalu?" aku mencoba lebih dingin dihadapannya. Kris kemudian berbalik.
"Yasudah, aku hanya memenuhi perintah ibumu, tsk!" Kris kembali keluar dan menutup pintunya dan berhasil membuatku membelalakan mataku melihat kepergiannya. Bukan, bukan karena kau mengharap dirinya lebih lama berada bersamaku, hanya saja, ya Tuhan… Apakah ia sesopan itu? Cih, aku lupa, dia keturunan bangsawan yang hanya bisa berucap dingin kepada siapapun.
"Yixing," panggil ayah yang tiba-tiba masuk ke dalam ruanganku. Aku tahu maksud ini. Waktunya telah tiba. Seorang pendeta di atas altar sana telah menungguku. Aku menghela nafas panjangku.
"Abeoji…" lirihku. Ayah hanya menatapku. Aku kemudian menunduk sebentar, sebelum kemudian aku berucap, "Bisakah kita tidak melakukan semua ini? Aku, benar-benar tidak mau melakukannya, abeoji,"
Ayah menghela nafasnya sebelum ia kembali menatapku.
"Tidak bisa, anakku. Orangtua Kris yang meminta semua ini. Lagipula, jika kau sudah menikah dengannya, ekonomi keluarga kita juga akan sedikit terbantu," ujar ayah.
"Tapi, kita tidak miskin, abeoji. Selama aku masih bekerja, aku masih bisa mencukupi kebutuhan keluarga kita. Tidak perlu mengharapkan keluarga Kris. Kumohon," pintaku sekali lagi. Ayah menggeleng.
"Tidak, Lay!" tegas ayah dan memanggil nama panggilanku.
"Tapi, aku dan Kris…sama-sama seorang pria. Apa kau sama sekali tidak berpikir tentang hal itu, abeoji?" aku berucap lirih. Ayah lagi-lagi menghela nafasnya dan memegang bahuku.
"Percayalah pada ayah, Lay. Ayah tahu ini gila, tapi, ini semua atas keinginan pihak keluarga Kris. Saat Nyonya Wu sedang hamil, ia ingin membalas budi atas bantuan ayah dan ibumu saat keluarga mereka dilanda krisis pada bisnis mereka. Sebenarnya, jika anak Nyonya Wu tadinya adalah seorang wanita, kami akan menjodohkan anaknya dengan anak kami kelak. Dan ternyata, Nyonya Wu melahirkan seorang laki-laki dan itu Kris. Kami sudah menjodohkan kalian, Lay…"
"…Lagipula, ini juga keinginan kakek Kris, dan ia sedang sakit parah sekarang. Kau tahu, bukan? Kakek Kris sangat suka jika kau datang bersama kami ke rumah mereka. Dan, kakek Kris sangat ingin melihat kau dan Kris bersama-sama selamanya. Ayah tidak bisa berbuat apa-apa, Lay. Turuti saja apa kata kami, mengerti?" ujar ayah panjang lebar. Ternyata, aku benar-benar sudah dijodohkan. Rasanya aku ingin menangis sekarang. Kenapa semuanya terjadi padaku?
Kemudian ayah mengaitkan jari-jarinya ke sela-sela lenganku. Aku hanya menatapnya sendu.
"Kajja,"
*_Stupid Realized_*
AUTHOR PoV
Sudah tiga hari selama pernikahan itu, Lay dan Kris tinggal serumah tanpa berkutik sekalipun. Mereka mengurus urusan mereka masing-masing. Lay yang selalu duduk di hadapan laptop putihnya sambil mencari beberapa materi pelajaran yang akan disampaikannya esok hari. Ya, dia adalah seorang guru di sebuah sekolah menengah. Sedang Kris selalu sibuk di ruang kerjanya. Ia sibuk mengurusi beberapa tumpuk kertas yang berisi urusan pekerjaannya. Ia hanya keluar ruang kerja hanya untuk sekedar mengambil minum, makan, ke toilet atau menonton televisi.
Lalu, bagaimana mereka tidur? Tidak, mereka tidak seranjang. Walau mereka sudah disediakan sebuah kamar tidur lengkap dengan ranjang berukuran king size yang disertai dengan gordyn di sisi-sisinya, mereka malah tidak pernah tidur di kamar itu. Lay mengambil alih sebuah ruangan kosong yang hanya ia isi dengan kasur lipat kecil yang cukup untuk menghangatkan dirinya tidur disitu dan beberapa benda lain yang berguna untuknya, sedang Kris lebih sering tidur di ruang kerja dan terkadang, ia yang mengambil alih kamar yang sebenarnya adalah kamar miliknya dengan Lay.
Drrt… Drrtt…
Lay mendapati ponselnya berdering tanda ada panggilan masuk.
'Victoria calling…'
Tanpa menunggu lagi, Lay segera menerima panggilan tersebut.
"Ne, chagiya?" sahut Lay sambil tersenyum.
Kris yang kebetulan keluar dari ruang kerjanya segera berhenti dan mengamati Lay yang sedang berbincang dengan kekasihnya. Ya, Kris tahu itu. Setiap hari Lay selalu meladeni wanita bernama Victoria itu. Tapi, apa peduli Kris? Ia kemudian berdecak dan kemudian berjalan menuju ruang makan untuk mendapati jatah makan siangnya.
Kris terkejut ketika mendapati meja makan yang besar dan luas itu tidak diisi dengan hidangan apapun. Memang, selama mereka tinggal bersama, Lay-lah yang bertugas untuk memasak. Awalnya Lay menolak, tapi hal ini sudah dipaksa oleh ibu Lay yang menyuruhnya untuk tetap memasak untuk Kris. Akhirnya Lay mengalah dan melakukan itu semua selama ini. Hanya saja, hari ini, Kris ternyata belum beruntung.
"Yak, Zhang Yixing! Apa hari ini kau lupa memasak, atau apa, huh!?" pekik Kris tanpa beranjak dari ruang makan.
"Ah, tentu saja. Aku akan ke sana, hehehe… BERISIK! Apa kau tidak lihat kalau aku sedang menelepon, huh!?" balas Lay yang juga memekik.
"Sial!" Kris menggeram. Ia malah melirik Lay dari ruang makan yang masih saja tersenyum-senyum tidak jelas dan bercakap dengan Victoria. Ia mendengus kesal.
PIIP!
Lay memutuskan hubungan teleponnya. Kemudian ia masuk ke dalam kamarnya. Ia bercermin dan memilih baju yang menurutnya cocok dengannya.
"Yak!" Kris masuk dengan tiba-tiba ke dalam kamar Lay yang sedang asyik bercermin.
"Kris! Apa kau tidak tahu akan sopan santun, eoh!?" bentak Lay. Kris malah berkacak pinggang.
"Sini, kau tidak boleh pergi!" Kris merebut mantel hangat milik Lay yang baru saja akan dikenakannya. Lay mencoba merebut kembali mantelnya.
"Kembalikan!" pinta Lay. Kris tetap meninggikan tangannya dan berusaha lari dari gapaian Lay.
"Tidak boleh! Sebelum kau memasak untukku, Zhang Yixing!" ujar Kris.
"Tidak mau!"
"Yasudah. Kira-kira, Victoria akan menunggu berapa lama, ya? Sepertinya dia akan meninggalkanmu disana," cibir Kris. Lay merasa amarahnya sudah diluar kendali. Dengan segera ia menendang perut Kris sampai orang itu tersungkur. Lau dengan sigap ia mengambil kembali mantelnya dan keluar dengan segera, meninggalkan Kris yang sedang meringis kesakitan akibat perlakuan Lay tadi terhadap dirinya.
"Sialan! Arrgh!" ringisnya sambil mengelus-elus perutnya.
*_Stupid Realized_*
"Vict…" panggil Lay. Ia menghampiri wanita cantik yang sedang duduk di bangku taman tempat biasa mereka bertemu. Wanita cantik itu tersenyum dan melambai ke arah Lay.
"Apa kau sudah lama menunggu?" tanya Lay sambil mengambil posisi duduk di samping Victoria.
"Tidak. Aku juga baru sampai, hehehe…Ohya, kenapa hari Minggu kemarin kau tidak datang ke reuni sekolah kita?" tanya Victoria yang membuat Lay membeku seketika. Hari Minggu adalah hari pernikahannya dengan Kris kemarin.
"Aaa… I—tu, emmh, aku…kakek dari temanku sedang sakit, dan ia memintaku untuk melakukan sesuatu, iya—hehehe," entah yang diucapkan Lay ini berbohong apa tidak. Pasalnya, kakek Kris memang sedang sakit dan meminta dirinya untuk menikah dengan Kris. Bukankah itu sudah melakukan sesuatu?
"Sesuatu apa itu, sampai kau meninggalkan acara kami?" Victoria mem-pout-kan bibirnya. Lay terkekeh. Haduh, bagaimana ini?
"Itu… Enngg, sesuatu itu. Kakek temanku memintaku untuk menemani cucunya dan aku melakukannya, hehehe," Lay berusaha untuk tidak berbohong lagi. Ia selalu menghindari perilaku itu. Selama ini, ia belum pernah berbohong, kecuali hanya sekedar untuk bermain-main.
"Oh, begitu. Ya ampun, menemani temanmu sampai tidak hadir di reuni?"
"Maaf…" ujar Lay. "Yasudah, bagaimana kalau kita jalan-jalan?" ajak Lay kemudian. Victoria segera mengangguk. Kemudian, mereka bergandengan tangan serasi dan berjalan mengitari taman itu.
.
.
Kris menopang dagu sendiri di meja makan. Ia terus merutuki perlakuan kasar 'istri'-nya itu terhadapnya. Ini penganiyaan, menurutnya. Pertama, ia tidak dibuatkan makan siang hari ini. Kedua, ia ditendang dan ditinggalkan begitu saja.
"Arrgh! Zhang Yixing bodoh!" amuknya sambil mengacak-acak rambutnya. Ia segera meraih ponselnya. Ia mencoba untuk menghubungi Lay. Ia akan berteriak sekeras mungkin ditelinga Lay, agar Victoria tahu kalau orang yang sudah berstatus sebagai 'suami'-nya disini sedang kelaparan.
"Awas kau, Zhang Yixing!" ia menyeringai. Kemudian, ia mencari kontak Lay dan memanggilnya.
Sementara itu, dua sejoli yang sedang menikmati es krim mereka masing-masing, diganggu oleh sebuah panggilan masuk di ponsel Lay. Ia merogoh sakunya dan mendapati Kris menelepon. Segera ia tekan pilihan 'ignore' dan kembali berbincang dengan Victoria.
Di rumah, Kris geram karena Lay tidak mengangkat satupun panggilan darinya.
"Apa yang mereka lakukan sampai ia mengabaikan panggilan dari 'suami'-nya sendiri!?" Kris terus mencoba menghubungi Lay. Ini yang ke delapan kalinya.
"Aiish, dia lagi!" desis Lay sambil menatap geram layar ponselnya.
"Lay, kenapa dari tadi kau mengabaikan panggilan itu? Kenapa tidak kau angkat?" tanya Victoria. Lay kemudian tersenyum canggung.
"Ah, itu bukan panggilan penting, hehehe," kemudian ia mengabaikan panggilan Kris untuk yang kesekian kalinya. Tak berapa lama, Kris kembali memanggil. Lay mendengus dan kembali meraih ponselnya.
'Ada apa sih dengannya!?' batinnya kesal.
"Sudah, sebaiknya angkat saja. Bukankah kau juga merasa terganggu, huh?" Victoria menyarankan. Lay pun menatap sekali lagi layar ponselnya. Ia bertaruh, kalau ia angkat teleponnya, acara kencannya akan berakhir sampai disini sudah. Sekali lagi, ia mengabaikan panggilan Kris dan menolak saran Victoria.
"Tidak usah, benar-benar tidak penting, kok, ehehehe. Sudah mulai sore, sepertinya aku harus pulang. Ada urusan di rumah. Tidak apa-apa, 'kan, Vic?" tanya Lay. Victoria kelihatan berpikir sebentar dan kemudian ia mengangguk.
"Yasudah, tidak apa-apa," ujar Victoria tersenyum. Lay merasa lega. Dengan begini, ia bisa langsung berhadapan dengan manusia yang akan menjelma menjadi monster sebentar lagi di rumahnya tanpa harus menganggu acara kencannya.
*_Stupid Realized_*
"Aku pul…."
"…ang," begitu Lay masuk ke dalam rumah, yang di dapatinya adalah seorang manusia yang lebih tinggi darinya sedang berdiri tepat di hadapannya. Dari wajahnya, Lay bisa tahu kalau manusia itu sedang sangat marah. Seperti ingin memangsanya, Kris menatap tajam manik kecoklatan miliknya. Lay hanya sanggup menelan ludahnya dan berjalan melewati Kris, seolah tidak tahu apa yang sedang terjadi.
"Zhang-Yi-Xing!"
Mendengar namanya disebut dengan nada yang begitu buas, Lay tidak mampu berbalik. Ia hanya diam dan menjaga-jaga. Kris berbalik dan melangkah menuju Lay. Ia memeluk Lay dari belakang dan menumpukan dagunya di atas bahu Lay.
Mendapat perlakuan seperti itu, seperti dilempar oleh beberapa es krim dan es batu dari toko es krim Xiumin—temannya—, ia membeku seketika. Ia terus membatin, apa yang terjadi oleh monster gila ini? Nafas Lay naik turun tidak stabil dan Kris hanya mampu menyeringai, menyadari Lay sedang gugup sekarang.
"Kris, apa yang kau lak—" belum sempat Lay melanjutkan perkataannya, Kris malah menempelkan bibirnya untuk mengecup leher mulus Lay.
'Oh, aku ingin mati saja, ya Tuhan!' pekik Lay dalam hatinya.
"Kenapa? Bukankah kau 'istri'-ku? Wajar kalau aku melakukan ini padamu, Lay. Kita belum pernah mencoba melakuka—"
"STOP!" Lay memotong perkataan Kris. Dengan sekuat tenaga ia melepaskan dirinya dari pelukan Kris. Kemudian, ia menatap Kris dengan tatapan bercampur aduk. Antara marah, kesal, tidak terima dan sebagainya. Kris hanya melipat tangannya, menunggu respon apa yang akan dikeluarkan oleh Lay dengan wajah santainya.
"Ah, dunia ini memang gila! Aahhh, ya Tuhaannn!" Lay tidak mampu berkata-kata lagi dan malah merutuki dunia yang semakin gila. Bagaimana bisa Kris melakukan hal itu terhadapnya? Mendengarnya, Kris hanya tertawa kecil dan kembali menatap Lay dengan seringaiannya.
"Kau tidak tahu seberapa laparnya aku, eoh!? Kau meninggalkanku tanpa sebutir makanan pun yang bisa aku makan! Jadi, sekarang aku marah padamu, Lay!" ujar Kris, dengan menambah seringaian penuh artinya. Lay semakin merinding ketika melihat perubahan pada Kris. Ia tidak tahu, ketika Kris marah jadinya akan seperti ini. Melihatnya, Lay segera berlari menuju kamarnya. Namun, langkahnya terhenti ketika tangannya ditarik oleh Kris, membuatnya tidak bisa meraih kenop pintu dengan segera.
"Hu'um. Kamar kita ada disana, Lay~" Kris kembali memamerkan senyum serigalanya dan menarik Lay dengan paksa menuju kamar asli mereka, yang sama sekali belum pernah mereka tempati berdua. Lay terus meronta minta dilepaskan.
"Tidak! Aku tidak mau tidur bersamamu! Kris, lepaskan! Euugh! Andwaeee!" pekik Lay sambil terus menarik dirinya, agar tangannya ikut terlepas dari genggaman Kris.
"Shireo!" Kris tetap menarik Lay sekuat tenaganya. Namun, ia sedikit tidak tahan melihat Lay yang terus memberontak. Kemudian, ia melepas genggamannya sebentar. Melihatnya, Lay memutuskan untuk segera kembali ke kamarnya, namun sayang, Kris sudah mengangkat dirinya ala 'bridal style' untuk dibawa ke kamar asli mereka.
"KRISSS! Andwaeeeee!"
.
.
.
Kris melemparkan Lay di ranjang empuk yang sudah disediakan. Lay hanya menatap Kris tidak suka dan mundur beberapa langkah sampai dirinya terpojok di kepala ranjang. Sedangkan Kris tetap mendekati Lay.
"K—kris! Sebenarnya apa maumu, huh!?" bentak Lay. Kris mengelus lembut pipi Lay, namun Lay malah menepis kasar tangan Kris.
"Aku mau makan. Aku lapar~" pinta Kris dengan nada yang sedikit dimanja-manjakan. Lay rasanya ingin muak mendengar nada bicara Kris yang sama sekali tidak cocok dipakai oleh manusia itu.
"Kalau begitu, aku bisa memasaknya untukmu. Minggir!" Lay berusaha lari dari kungkungan tangan Kris yang mengurungnya, namun tidak bisa. Lengan Kris terlalu kuat untuk ditepis dari sisinya.
"Tidak mau. Aku makan sekarang," Kris memaerkan senyum yang bukan lagi seringaian. Namun Lay masih tetap waspada. Ia mendengus sebentar.
"Baiklah, aku akan masak sekarang. Jadi, kau minggir!"
"Tidak aku mau 'memakan' dirimu saja~" bisik Kris seduktif tepat di dekat telinga Lay. Rasanya Lay ingin cepat mati saja. Tubuhnya melemas. Bulu kuduknya berdiri semua.
"Kris, kau gila!" Lay mengumpulkan segala tenaganya untuk mendorong Kris menjauh dari dirinya, dan hal itu berhasil. Nafas Lay menderu kesal.
"Kenapa? Kau 'istri'-ku!"
"In your dream, Kris Wu! Aku sama sekali tidak berniat untuk menikah denganmu! Kenapa orangtua kita begitu bodoh sampai harus menjodohkan kita, huh!?" bentak Lay. Kris terdiam.
"Aku benar-benar masih normal, Kris! Aku sama sekali tidak menyukaimu atau mencintaimu sekalipun! Aku mempunyai Victoria. Dia yang harusnya menjadi istriku. Bukan aku yang menjadi 'istri' orang lain!" Lay menahan bulir-bulir airmatanya. Ia merasa seperti pihak yang sangat merugikan sekarang.
"Oh Tuhan, sampai kapan aku harus berada dalam situasi ini!?" Kris hanya diam mendengar permohonan Lay. Lay kembali menatapnya.
"Dan lagi kau! Perlakuan apa yang baru saja kau berikan padaku, eoh!? Apa kau gay?!" mendengar pertanyaan Lay, Kris menunduk dan kemudian kembali menatap Lay.
"Ne, aku gay,"
"MWOO!?"
*_Stupid Realized_*
Kedua pasangan itu makan malam bersama di dalam keheningan. Kris sibuk dengan makanannya sedang Lay masih terus mencerna kalimat yang baru saja dikeluarkan oleh Kris beberapa jam yang lalu. Ia kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Kris.
"Hey," sahut Lay memecah kesunyian. "Mwo?" respon Kris tanpa melayangkan tatapannya menuju Lay.
"Kau harus jujur padaku…" Lay menjeda kalimatnya sebentar.
"…Apakah kau, menyetujui pernikahan ini?" tanya Lay dengan nada yang sangat serius. Kris menghentikan kegiatan memakannya dan beralih menatap Lay. Ia melihat Lay menunggu akan jawabannya.
"Jawab aku," pinta Lay. Kris kembali menatap makanannya.
"Tidak," jawabnya singkat.
"Lalu, kenapa kau terlihat ingin… Ya… Maksudku, tadi…" perkataan Lay mulai berantakan. Bagaimana caranya mengungkapkan peristiwa tadi sore, dimana dirinya seperti wanita yang baru saja ingin diperkosa. Kris menghentikan kegiatan memakannya lagi.
"Jangan pikirkan hal itu lagi. Aku hanya bermain-main dan menggodamu saja! Lagipula, aku juga mempunyai kekasih. Memangnya, hanya kau saja yang mempunyai kekasih di luar!" ujar Kris. Lay memiringkan kepalanya, tersirat raut penasaran dari matanya.
"Apakah ia laki-laki?" tanya Lay. "Te—tentu saja!" jawab Kris dengan tegas, membuat Lay memundurkan kepalanya.
"Apakah aku mengenalnya?" tanya Lay lagi.
"Apa? Memangnya kenapa kalau kau mengenalnya? Kau cemburu?!" olok Kris yang menyadari kalau Lay seperti tengah menginterogasinya. Lay memandang Kris dengan tatapan geli.
"Neo michyeosseo!? Mana mungkin aku cemburu, bodoh!"
"Yasudah, kalau begitu diam saja!" kata Kris dan melahap makanannya kembali.
"Jadi, aku mengenalnya?" tanya Lay. Kris mengangguk. "Ne,"
Lay mengerutkan dahinya. Siapa pria itu? Setahunya, teman-teman sebayanya tidak ada yang… Gay?
Tidak mau ambil pusing, Lay mulai memakan santapannya.
*_Stupid Realized_*
"Pagi, Vic!" sapa Lay sambil menaruh tangannya di bahu Victoria dari belakang. Ia mendapati Victoria tengah sibuk memfotokopi sesuatu di ruang fotokopi.
"Pagi, Lay!" sahut Victoria balik sambil tersenyum.
"Kau sibuk sekali. Apa ada ulangan di kelasmu nanti?" tanya Lay.
"Ne. Tadi malam aku sibuk mencari beberapa soal untuk bahan ulangan nanti. Dan sekarang aku sedang memfotokopinya. Astaga, aku hanya tidur selama 3 jam tadi malam. Apakah kantung mataku terlihat jelas, Lay?" Victoria menunjukkan bagian bawah matanya. Lay memperhatikannya.
"Sedikit. Aigoo, kenapa nae chagi terlihat begitu kelelahan, huh? Ckckck," Lay menepuk-nepuk iseng pipi Victoria. Ia kemudian memandang jam tangannya.
"Kita masuk 30 menit lagi. Apa kau mau minum kopi dulu?" tanya Lay. Victoria mengangguk semangat.
"Ayo," kemudian mereka menuju kantin bersama.
.
.
"Aku ada jadwal mengajar selama tujuh jam hari ini. Astaga, apa wajahku tambah jelek, Lay?" tanya Victoria. Lay menggeleng pasti.
"Tidak akan. Wajahmu selalu cantik, Vic," puji Lay yang disuguhi tawa malu dari kekasihnya. Sementara pesanan kopi mereka sedang dipesan, Lay mulai melontarkan pertanyaan.
"Vic, apakah ada guru di sekolah ini yang….umm, gay?" tanya Lay. Mendengar itu Victoria membelalakan matanya dan menatap Lay aneh.
"Apa!? Kenapa kau bertanya seperti itu?" Victoria masih belum bisa mencerna pertanyaan aneh yang dilontarkan Lay padanya.
"Bukan, bukan seperti itu. Aku hanya sekedar bertanya, kok. Benar!" kata Lay sambil menunjukkan tangannya yang membentuk huruf 'V' dihadapan Victoria. Wanita itu menggeleng.
"A—anni, sepertinya tidak ada. Itu, tidak masuk akal!" kata Victoria. Lay kemudian mendengus dan kembali normal. Pesanan kopi mereka sudah datang.
"Lay, kau tidak apa-apa, 'kan?" tanya Victoria khawatir setelah ia menyeduh kopinya, membuat Lay yang baru saja menyeduh kopi miliknya sedikit tersedak.
"Hhuk, a—apa? Ah, tentu saja aku tidak apa-apa, hehehe. Kenapa? Kau khawatir kalau aku gay? Tidak, tidak mungkin, hehehe!" Lay membuat tawa garing miliknya, supaya Victoria menghapus segala pikiran yang tidak-tidak terhadapnya.
"Ya, bukan seperti itu, hehehe," Victoria juga mencoba mencairkan suasana kaku yang baru kali ini terjadi di antara mereka setelah beberapa lama mereka menjalin hubungan ini. Lay kemudian mencoba mengedarkan pandangan ke arah lain. Ia tak sengaja menangkap seorang siswa pria yang sedang asyik berbincang dengan ponselnya dengan wajah ceria.
"Baiklah, gege. Akan kutunggu. Iya, tenang saja, ge. Aku tidak akan macam-macam. Ne, nado saranghaeyo,"
Lay mencuri dengar percakapan anak itu. Ia sedikit tercengang akan apa yang diucapkan anak itu. Gege? Bukankah itu panggilan 'kakak' untuk laki-laki dalam bahasa China? Tempat dimana ia dan Kris dilahirkan. Lalu, saranghae?
'Hah, mungkin ia sedang menelepon kakaknya," Lay berusaha menghilangkan pikiran-pikiran anehnya. Ia benar-benar sedang mencari orang yang dikenalnya, yang sedang menjalin hubungan dengan Kris. Ya, hanya sekedar menghilangkan rasa penasarannya saja.
Anak itu segera beranjak dari kursinya. Ia menyadari, kalau Lay sedang memperhatikannya. Ia kemudian membungkuk hormat pada Lay dan Victoria.
"Annyeonghaseyo, Zhang seonsaengnim, Song seonsaengnim," sapa siswa itu sebelum ia meninggalkan kantin dengan sempurna.
"Siapa nama siswa itu?" tanya Lay pada Victoria.
"Heh, bukannya dia anak kelas 2-1? Namanya Huang Zi Tao, dia murid pindahan dari China," tanya Victoria balik. Lay sempat berpikir.
"Ah, iya benar. Dia mendapat nilai sempurna saat aku mengajar di kelasnya. Heemm…" kata Lay. Victoria mengangguk-angguk.
.
.
Kris sedang meperhatikan dirinya tepat di depan cerminnya. Ia membersihkan jas bagian bahunya yang dikiranya sedikit berdebu. Menambahkan sedikit sensasi wewangian dari parfum biasa miliknya dan menata rambutnya serapih mungkin. Setelah dirasa sudah rapi, ia meraih kunci mobilnya dan meninggalkan ruangannya.
Kris menunggu dalam diam di dalam mobilnya. Ia terus menunggu seseorang disana. Ia melirik jam tangannya. Sudah pukul 14.00 siang. Seharusnya, orang yang ia tunggu sudah keluar sekarang.
"Dimana dia? Huh," gumam Kris sambil mengedar-edarkan pandangannya. Tak lama kemudian, ia mendapatkan seseorang yang sangat ia tunggu dari kejauhan. Wajahnya kemudian berseri. Ia keluar dari mobilnya.
"Hey, Huang Zi Tao!" panggil Kris sambil melambai-lambaikan tangannya ke arah orang itu. Seseorang disana memasang wajah cerah dan berlari menghampiri Kris.
"Kris-ge, apa kau sudah lama menunggu?" tanya orang itu. Huang Zi Tao.
"Anniya, tenang saja. Aku akan menunggumu sampai kapanpun, Tao," ujar Kris tersenyum sambil mengacak-acak rambut Tao yang sedang bersemu malu.
"Baiklah, kajja. Pasti kau sudah lapar," Kris membukakan pintu mobilnya untuk Tao.
"Ne~~ Aku lapar~" Tao mengusap-usap perutnya. Kris tertawa geli melihat tingkah kekanakkan anak itu.
"Baiklah, nae chagiya~~ Ayo kita berangkat!" Tao pun masuk ke dalam mobil Kris, disusul oleh Kris. Mobil itu melaju dengan cepat.
Lay menangkap percakapan 'suami'-nya tadi dengan siswa itu dari lantai dua. Siswa sekolahnya. Huang Zi Tao.
"Jadi, dia kekasih Kris?" gumam Lay pelan sambil terus memperhatikan mobil itu hingga menghilang dari pandangannya.
.
.
.
TBC / END ?
Annyeonghaseyooo~
Naneun new author imnida ^^
This is my first Kray fic! And als, i hopeo you all will love this 'abal' fic XD ._.
And then, give me some energy please!
I need your review!
Dimohon reviewnya dan ini layak dilanjt ato gak ._.v
Gomapseumnida, Xiexieeee m(^_^)m
