Summary : Musim panasmu dihabiskan untuk menolong bocah kecil yang entah muncul dari mana. Tak hanya sekali, tapi 6 kali. Enam pertolongan pada enam bocah warna warni di hari yang berbeda-beda. READER X Child! GoM.
Warning : OOC, gajeh ngepol, gagal unyu.
Rate : K+ (atau dibuat T aja? liat perkembangan aja deh)
Genre : Family? Friendship?
Yang jelas abal dan banyak typo mungkin? Gue gak baca lagi. Langsung ketik tanpa ngintip(?) soalnya. Penuh OOC-an.
Help me, Oneesan!
Kuroko no Basuke - Fujimaki Tadatoshi-san
Help me, Oneesan karya tidak bermutu sang Author yang tidak menerima manfaat materil dari fanfic ini
Day 1 : Sky-Blue-Haired Boy
.
.
Hari yang sangat panas. Wajar saja, sekarang musim panas.
Aku sudah berpakaian rapi dan memakai topi. Ya, karena hari ini aku mau pergi ke perpustakaan. Semenjak liburan musim panas datang menjelang, aku disibukkan dengan PR musim panas yang jumlahnya gila-gilaan. Oleh karena itu, aku memutuskan untuk mengerjakan beberapa PR-ku di perpustakaan kota. Di sana enak, ruangannya dingin bahkan disediakan minuman untuk para pengunjung—hal ini hanya terjadi saat musim panas. Setidaknya, aku tidak perlu berpanas-panasan ria di rumah. Kipas angin di rumahku sudah dijemput ke alam sana jadi tidak bisa menemaniku saat mengerjakan PR.
Perjalanan menuju perpustakaan sungguh menyiksa. Rasanya, matahari ada di depan wajahku. Aduh, panasnya. Tidak ada kah penjual es krim, misalnya? Tenggorokanku rasanya mengering dalam sekejab. Padahal aku belum terlalu jauh dari kompleks rumahku.
Aku melewati kawasan taman kompleks. Walaupun, sekarang sangat panas, taman ini tetap saja terlihat sejuk. Di sana, banyak bangku-bangku yang diletakkan di bawah pohon rindang. Sewaktu masih umur 5 tahun, aku dan ayah sering main ke taman ini karena banyak arena yang bisa digunakan untuk main seperti perosotan, jungkat-jungkit dan lain-lain. Tetapi, aku sudah SMP sekarang, jadi tidak pantas lagi bermain dengan benda seperti itu.
Sewaktu akan melewati bangku taman favoritku dulu, aku melihat seorang anak duduk di sana. Anak itu berambut pendek berwarna biru langit dan tubuhnya kecil sekali, mungkin sekitar umur 4 atau 5 tahun? Aku memandangi anak itu yang terus menundukkan kepala sejak tadi. Ada apa dengannya?
Aku melihat sekeliling taman. Hm…sepi. Apa yang anak ini lakukan sendirian disini? Ditambah lagi, dia menunduk terus. Hah, sudahlah. Mungkin saja anak itu sedang menunggu temannya.
Aku berjalan melewati tempat anak itu duduk. Tanpa sadar, aku melirik ke arahnya. Masih saja menunduk. Ada apa sih dengan anak ini? Apa aku terlalu penasaran? Tetapi, anak ini mengundang rasa penasaranku. Errr…apa aku tanya saja?
Aku berhenti sejenak di depan bangku tempatnya duduk. Diam. Anak itu masih saja melekatkan pandangannya pada permukaan tanah. Ah, sudahlah. Kelihatannya dia anak kompleks ini juga. Mungkin dia memang sedang menunggu temannya. Akhirnya, aku kembali berjalan. Baru saja selangkah maju ke depan, tiba-tiba aku mendengar—
"Hiks. Hiks."
Eh? isakan? Aku refleks menoleh pada asal suara—ternyata suara anak berambut biru langit itu. Apa? Apa dia menangis? Loh, kenapa? Ah, anak ini benar-benar mengundang penasaranku! Baiklah!
Aku kembali mundur dan mendekati anak itu.
"Apa yang kau lakukan disini sendirian?"
Anak itu mendongak. Matanya yang sewarna dengan rambutnya terlihat berair. Air mata sedikit membasahi pipi pucatnya. Tangan mungilnya berusaha mengapus jejak air mata dan mengusap pelan kelopak mata. Walaupun sedang menangis, kenapa anak ini wajahnya tidak menunjukkan kesedihan? Lebih tepatnya, datar saja. Setelah menatapku sebentar, anak itu kembali menunduk. Aku jadi bingung.
"—e—to, adik kecil. Kenapa kau menangis? Kau anak kompleks sini? Dimana rumahmu?"
Anak itu menggeleng-gelengkan kepala. Apa? Maksudnya dia tidak tau, begitu? Jangan-jangan dia tersesat?
"— kau tidak tau dimana rumahmu?"
Kembali menggeleng.
"Jadi, kau tersesat?"
Menggeleng lagi.
"Kau bilang tidak tau rumahmu, tapi tidak tersesat jadi bagaimana?"
Geleng-geleng. Aduh. Dia terlihat seperti boneka pajangan mobil. Heh? Lalu? Jadi? Maksudnya bagaimana?
"Aku tidak mengerti. Jangan menggeleng saja. katakan sesuatu."
Diam sebentar. Anak ini masih bungkam seribu bahasa, membuatku frustasi. Isak tangisnya sudah berhenti. Dia menatapku dengan mata bulat inosen yang dipenuhi kilatan cahaya bak anak anjing—membuatku berbunga-bunga. Uh, anak ini imut sekali. Pengen peluk. DIRIKU, HENTIKAN PIKIRAN SEPERTI ITU!
Sejenak, anak itu mengedarkan pandangan ke sekeliling taman dan mengembalikan fokusnya lagi padaku. Hentikan menatapku dengan mata besar mengerikanmu itu! Maksudku, tatapannya sungguh membuatku tak tega.
"Bisa tolong aku, Oneesan?"
Ah, akhirnya dia bicara. Dia bicara! Dia bicara! Ahahahaha! Kenapa aku senang minta ampun dia bicara. Suaranya…uh, lucu sekali. Coba kau lebih sedikit lebih muda, pasti cadel deh!
"Apa yang bisa aku bantu?"
Aku berjongkok menyamakan posisi dengannya. Tak lama, dia merogoh kedua kantong celana dan mengeluarkan sesuatu. Tangan mungilnya kini menggenggam beberapa lembar uang kertas dan sekantung kecil uang receh. Jangan-jangan anak ini habis merampok?! BODOH! Mana mungkin anak sekecil ini bisa merampok! Walaupun wajah manis anak ini bisa membuat korban dengan rela memberikan semua harta yang dimilikinya.
"Aku mau beli sesuatu."
"Sesuatu?"
"Hadiah untuk Otousan."
Hadiah untuk Otousan? Nak, hatimu sungguh mulia. Tidak kusangka, tak hanya punya wajah bak malaikat tapi hatimu pun sama baiknya dengan malaikat. Diriku sungguh terharu, jadi ingin menangis. Ada yang punya tisu?
"Hadiah untuk Otousan?" anak itu mengangguk pelan, "—memangnya Otousan-mu kenapa?"
"Ulang tahun."
Hooo. Kau benar-benar anak berbakti.
"Kau ingin memberikan apa pada Otousan?"
Raut wajahnya seakan menghitam. Aura sedih terasa lagi. Ada apa sih?
"Cangkir."
"Ha? Cangkir?"
Kenapa harus cangkir? Memangnya dirumahmu tidak ada cangkir?
"Aku memecahkan cangkir Otousan."
"He? Jadi, maksudmu, kau ingin beli cangkir baru sebagai hadiah ulang tahun dan menggantikan cangkir yang pecah?"
"Un," angguk sekali. "—dan untuk minta maaf juga," dia mengerlingkan pandangan padaku. Wajahnya seperti dipenuh penyesalan—ya, walaupun, ekspresi sebenarnya sangat datar tapi tidak melunturkan keimutannya. Lucunya.
Tidak, Tuhan. Hentikan siksaan yang sungguh indah ini. Kepolosan dan keimutannya membuatku meleleh. Seandainya, aku punya adik semanis anak ini. Mungkin tiap hari akan aku bawa ke sekolah buat dipamerkan ke teman-teman.
"Baiklah. Aku akan membantumu mencari cangkir untuk hadiah Otousan. Bagaimana kalau kita ke toko sekarang?"
"Benarkah?" matanya berbinar-binar. Bagus diriku, kau membuat keputusan yang tepat.
Aku mengangguk.
"Sebelumnya, siapa namamu?"
"Kuroko Tetsuya."
"Oh, boleh kupanggil Tetsu-chan?" Anak itu mengangguk mengijinkan, "—umurmu?"
"Enam tahun."
"Baiklah, Tetsu-chan. Simpan dulu uangmu. Ayo kita pergi ke toko," aku menyodorkan tanganku padanya. Anak itu memandang tanganku sejenak, kemudian memasukkan kembali uang yang dibawanya ke kantong celana. Dia melakukan lompatan kecil untuk turun dari tempatnya duduk—karena tubuhnya kecil, kakinya pun tidak sampai menapak di tanah jadi harus lompat. Tangannya menggenggam tanganku—hehe, mungil sekali. Kami bergandengan tangan menuju ke toko.
"Aku tau tempat bagus yang menjual perlengkapan dapur dan rumah tangga, mungkin disana ada barang yang cocok. Tetapi, jaraknya cukup jauh. Kalau jalan kaki tidak apa-apa?"
"Iya."
Kami berjalan menyusuri taman dan melewati kolam. Melihat air di kolam rasanya mau berendam disana. Panasnya. Aku menoleh pada anak yang jauh lebih pendek dariku ini. Tetsu-chan. Apa dia tidak kepanasan? Tetapi, aku bisa merasakan tangannya berkeringat.
"Kau tidak kepanasan, Tetsu-chan?" hanya dijawab dengan gelengan kepala. Aku bisa menebak kalau dia bohong. Ah, aku ingat. Di seberang taman sudah jalan besar, disana ada kedai minum, sebaiknya mampir ke sana dulu.
"Aku haus. Bagaimana kalau mampir disana sebentar?" dia hanya diam saja. Ya sudah.
[Di kedai minum]
"Nah, Tetsu-chan, kau ingin minum apa? Aku traktir."
Tetsu-chan menggeleng saja lalu, "—tidak perlu, Oneesan. Terima kasih." Dia membungkukan badan.
"Kau sopan sekali untuk anak seumuranmu. Tidak usah sungkan. Kalau begitu, aku pilihkan saja ya, kau tunggu sebentar di sini."
Aku menghampiri tempat pemesanan dan meninggalkan Testu-chan di bangku yang tidak jauh dari sana. Kemudian, aku memesan dua gelas besar Vanilla Shake. Setelah pesanan kami selesai dibuat, aku mengambilnya dan memberikan pada Tetsu-chan. Sejenak, kami duduk di bangku dan menikmati minuman dingin menyegarkan itu. Habis cuaca panas sekali.
Tetsu-chan sejak tadi hanya memandangi gelas Vanilla shake nya tanpa sentuh sedikitpun. Telapak tangannya yang kecil itu melingkupi gelas, sepertinya dia keberatan dengan gelas besar ya? Atau tidak kuat mengangkatnya? Tidak mungkin ah.
"Kau tidak suka? Mau yang lain?"
"Bukan," kemudian Tetsu-chan mendekatkan bibirnya pada sedotan. Dia menghirupnya sekali kemudian menjauhkan gelas dan memandanginya dengan mata membulat. Ekspresi wajahnya tetap saja datar walaupun sorot matanya menunjukkan ketertarikan. Tak lama, dia kembali meneguknya penuh semangat. Kelihatan sekali dia menyukainya. Anak kecil memang polos—walaupun dia emotionless.
"Hahaha," aku mengacak-acak rambutnya. "—baiklah, kau bisa meminumnya terus selama perjalanan. Ayo." Aku mengenggam tangannya yang bebas dan kembali berjalan menuju toko yang ada di perempatan jalan. Kami harus menelusuri dua jalan besar untuk sampai di toko itu.
Selama perjalanan menuju toko, kami mengobrol banyak hal—lebih tepatnya, aku menginterogasinya. Beberapa hal mulai terlihat jelas. Alasannya menangis karena dia memecahkan cangkir kesayangan Otousan-nya dan dia bingung harus mencarinya dimana, sebagai gantinya Tetsu-chan berfikir untuk membeli hadiah cangkir yang sama sebagai permintaan maaf. Dia memecahkan celengan ayam miliknya untuk membeli cangkir tersebut—tak disangka tabungannya sudah cukup banyak. Tetsu-chan pergi keluar rumah dengan alasan akan main ke rumah tetangga padahal dia mencari-cari tempat menjual cangkir yang sama. Ternyata rumah Tetsu-chan tidak jauh dari kompleks rumahku.
Tidak hanya Tetsu-chan, aku juga ditanyai macam-macam olehnya. Tapi, karena dia sangat manis, sudah pasti aku akan menjawab semua pertanyaannya. Aku bercerita kalau aku sekolah di SMP Teikou. Kegiatan sehari-hariku pergi ke sekolah dan mengikuti kegiatan klub—klub apa? Ya, klub basket. Aku manager di klub basket Teikou.
"Oneesan bisa main basket?" Matanya kembali membulat sempurna membuat mata besarnya semakin besar dan terlihat makin menggemaskan. Sungguh ingin sekali aku mencubitnya.
"Uuum, bisa. Ya, tidak terlalu jago sih. Setidaknya aku tau dasarnya karena sering melihat dan pernah memprakteknya. Apa kau tertarik dengan basket, Tetsu-chan?"
Tetsu-chan mengangguk semangat, "Aku pernah lihat pertandingan di televisi. Keren sekali. Aku juga mau mencobanya!"
"Benarkah? Kalau begitu, aku ajarkan!"
"Terima kasih, Oneesan!"
Aku menjelaskan beberapa tehnik main basket padanya kemudian mempraktekkan gerakan-gerakan seperti men-dribble, passing dan juga dunk—cuma dunk bohongan sih—di tengah jalan pula. Orang-orang yang kami lewati memandangiku heran karena melakukan gerakan-gerakan aneh di jalan. Tetsu-chan mendengarkan dengan seksama sembari mengangguk-angguk dan menyeruput sisa Vanilla Shake miliknya.
[Toko peralatan rumah tangga]
Akhirnya sampai juga disini. Toko peralatan rumah tangga ini cukup besar di daerah sini. Barang yang dijual sangat beragam dan terjangkau, terlebih lagi sering sekali ada promosi dan diskon. Toko ini tergolong besar karena merupakan bagian dari anak usaha dari supermarket ternama yang berada tak jauh dari toko—ya, mungkin sekitar 200 meter dari sana. Kenapa aku bisa tau? Tentu saja karena Ibu suka sekali ke sini mengajakku untuk berburu barang murah.
Kami menelusuri bagian-bagian yang berhubungan dengan peralatan makan. Banyak sekali pilihan piring, sendok, garpu dan lainnnya—benar-benar beragam. Tetapi, bagian cangkir dimana ya? Toko ini terlalu besar jadi bingung, mana banyak sekali orang yang belanja, apa karena sekarang liburan? Atau mungkin ada promosi?
"Tetsu-chan, sebaiknya jangan jauh-jauh dariku—," aku berusaha meraih tangannya tanpa menoleh namun tidak ada sambutan. Akhirnya aku menoleh ke arah dimana seharusnya Tetsu-chan berada tetapi, "—LOH? KEMANA ANAK ITU?" Dia menghilang.
"Tidak! nanti aku disangka menghilangkan anak orang!"
Aku berjalan terburu-buru mencari lokasi dimana Tetsu-chan berada. Aku memanggil-manggil namanya, siapa tau aku akan mendengar suara malaikat yang berteriak 'Oneesan!' atau yang lainnya. Ah, dimana dia? Kenapa aku tidak sadar Tetsu-chan menghilang? Kumohon, jangan terjadi apapun padanya. Lagipula! Kenapa tempat ini penuh sekali!
Aku berhenti untuk mengambil nafas. Tenanglah diriku. Sebaiknya ke pusat pemberitahuan.
Sebelum aku berhasil melangkah maju, ada yang menarik ujung bajuku. Aku menoleh ke arah tarikan dan mendapati seorang bocah berwajah manis berambut biru langit tengah hampir menangis.
"Oneesan.."
"Tetsu-chan!" Aku berjongkok dan melihat wajahnya yang mulai memerah karena mau menangis. Matanya sudah membentuk lengkungan yang siap membanjiri pipi mungilnya. "—kau kemana saja? jangan pergi sembarang. Aku jadi khawatir. Sudah jangan menangis lagi, maafkan aku."
Aku mengusap-usap rambut birunya agar dia merasa lebih tenang. Maafkan aku yang tidak sadar jadi kehilanganmu.
"Bagaimana ini Oneesan. Aku tidak menemukannya."
"Hah?"
"Cangkir yang sama."
Oh, jadi Tetsu-chan menghilang karena mencari cangkir itu sendirian? Kau ini mandiri sekali, Tetsu-chan. Terlalu mandiri membuatku hampir terkena serangan jantung.
"Cep, cep. Sudah. Jangan menyerah. Dimana kau mencarinya?"
Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling tempat aku jongkok untuk mencari tulisan bagian cangkir. Tidak ada. Lalu, dimana? Aku kembali menghadap Tetsu-chan tetapi, "—TETSU-CHAN?!" Dia menghilang lagi. Sepertinya Tetsu-chan punya bakat unik semacam hantu yang bisa muncul dan menghilang tanpa disadari. Mengalihkan pandangan sebentar saja sudah berefek mengerikan seperti ini.
"Disana, Oneesan!" Tiba-tiba muncul Tetsu-chan dekat persimpangan bagian peralatan elektronik yang berada tak jauh dari tempatku berdiri. Kenapa aku tidak melihatnya tadi?
"Tetsu-chan!" aku menghampirinya, "—kau jangan muncul dan hilang begitu! Jantungku hampir copot!"
Wajahnya yang sudah terlihat lebih tenang sekarang jadi berkerut lagi. Aduh, aduh, aduh. Maafkan aku. Bukan maksudnya mau memarahimu.
"—ah, maafkan aku, Tetsu-chan. Jadi dimana tempatnya?"
Dia menunjuk ke suatu arah dan berjalan menuju ke sana. Aku mengikut langkah kaki yang pendek-pendek itu. Akhirnya sampai di bagian cangkir. Hebat sekali kau bisa menemukan tempat ini dengan mudah, Tetsu-chan.
"Tidak ada yang sama, Oneesan," wajahnya murung lagi. Uuuh, jangan memasang wajah begitu, aku jadi tidak tega. Baiklah, ayo cari, ayo cari perlahan. Pasti ketemu! Paling tidak yang mirip.
"Memangnya seperti apa cangkir kesayangan Otousan itu?"
"Tebal dan ada gambar beruang."
"Beruang?" Aku mengambil cangkir dengan gambar beruang. Kurasa ini lebih cocok untuk Tetsu-chan bukan Otou-chan. Ahaha. "—ini gambar beruang. Bukan seperti ini?"
Tetsu-chan menggeleng.
"Lalu?"
"Kata Oneesan penjaga disana, ditempat ini semuanya dari plastik dan beling."
"?"
Plastik dan beling? Ya, tentu saja. Memang kau mengharapkan apa Tetsu-chan?
"Tidak ada yang dibakar," lanjut Tetsu-chan dengan suara yang mulai melemah.
Dibakar? AH! Masa iya?
Mata anak anjingnya mulai menunduk. Kelihatan kecewa dan sedih. Aduh, kau memang anak yang polos.
"—jangan bilang terbuat dari tanah liat?"
"Hn?" Dia mendongak dan mengerutkan alis. "—tanah liat itu apa?"
Bagus. Kau memang manis sekali Tetsu-chan. Bisa-bisanya kau membuatku gemas begini.
"Cangkir kesayangan Otousan-mu terbuat dari tanah yang dibentuk pakai tangan lalu dibakar dalam tungku besar 'kan?"
Tetsu-chan mengangguk pelan.
"—tentu saja cangkir seperti itu tidak ada di sini."
Wajah datarnya mengerut lagi. Matanya mulai berkaca-kaca. Tidak, hentikan tangisanmu.
"Jadi, tidak ada?" Dia kembali menunduk.
"Cangkir itu apa kau tau dari mana Otousan-mu mendapatkannya?"
"Liburan musim panas tahun lalu, aku diajak Otousan ke rumah temannya di dekat gunung. Di sana banyak orang yang membuat cangkir yang dibakar dan aku mencobanya."
Aku kembali berjongkok dan memperhatikannya bercerita. "Lalu?"
"Aku menggambar beruang, lalu dibakar. Ternyata jadi keras dan aku berikan pada Otousan."
Hah? Facepalm. Pantas saja tidak ada dimana-mana! Bukan hanya karena di toko ini tidak menyediakan cangkir tanah liat tetapi bocah imut ini mencari cangkir yang sama dengan buatannya. Dimanapun aku mencarinya tidak akan pernah ketemu yang sama!
"Tetsu-chan—" Suaraku mulai memelan dan aku memijat kening. "—kau tidak akan pernah menemukan yang sama karena cangkir itu buatanmu kecuali kau membuatnya lagi."
"He? Memangnya tidak ada yang menjualnya?"
"Tentu saja tidak Tetsu-chan."
Dan sekarang apa? Dipastikan wajahnya makin suram. Kelihatannya mau menangis lagi. Jangan pasang wajah menyedihkan seperti itu. Tetsu-chan kembali memandangiku, "Lalu bagaimana Oneesan? Kalau tidak Otousan akan marah padaku."
Aku mengacak rambut biru muda yang sebagian menutupi dahinya.
"Tidak udah khawatir Tetsu-chan, aku jamin Otousan tidak akan marah. Apa kau tau kenapa cangkir itu jadi kesayangan Otousan?"
Dia menggeleng.
"—karena cangkir itu buatan anaknya tersayang."
Kedua alisnya yang bertautan mulai mengedur dan dia mengedip-ngedipkan mata berkali-kali, "Aku?"
"Ya."
Tangannya mengepal pelan.
"Sebaiknya kita pulang ke rumah, Tetsu-chan. Aku akan mengantarmu. Ini sudah sore."
.
.
.
.
Jalanan mulai terlihat menggelap karena matahari baru saja terbenam. Wah wah, bisa gawat kalau kemalaman. Aku mengantar Tetsu-chan sampai rumah sambil bergandengan tangan. Aku takut dia muncul dan hilang lagi seperti tadi.
[Tak jauh dari depan rumah Tetsu-chan]
"TETSUYA!" Seorang pria menghampiri kami dengan terburu-buru. Rambut pria itu sama birunya dengan Tetsu-chan, jangan-jangan beliau Ayah Tetsu-chan? Tidak lama, seorang wanita keluar dari gerbang rumah sembari berlari ke arah kami—mungkin ibu Tetsu-chan.
"Otousan? Okaasan?" Tetsu-chan berlari menghampiri sang Ayah. Tubuh mungilnya yang sedang berlari terlihat sangat lucu.
"Kamu kemana saja sejak pagi, nak? Otousan dan Okaasan khawatir."
"Kamu bilang mau main di rumah Shigehiro-kun tapi waktu Otousan jemput kamu tidak ada, kami khawatir terjadi sesuatu padamu," Sang Ibu pun memeluk anaknya. "—syukurlah, kamu baik-baik saja."
"Maaf, Okaasan, Otousan. Aku pergi bersama Oneesan untuk—" Tetsu-chan menoleh padaku sebelum melanjutkan omongannya. Aku hanya tersenyum canggung. Yah, aku takut dikira menculik anak orang.
Kedua orang tuanya menatap anaknya dengan seksama, Tetsu-chan mengalihkan pandangan menuju Ayahnya, "—Otousan?"
"Ya?"
"Maafkan aku. Aku memecahkan cangkir kesayangan Otousan," dia menunduk.
"Iya, Otousan tau. Tidak apa-apa. Yang penting anak Otousan baik-baik saja."
"Benarkah?" ekspresinya kembali semangat. "—Nee, Otousan, kata Oneesan, Otousan suka cangkir itu karena buatanku. Apa itu benar?"
Sang Ayah mengangguk dan tersenyum. "—Ya. Karena buatan Anakku tersayang," Ayahnya mengusap kepala biru anaknya perlahan.
Tetsu-chan pun tersenyum mendengar jawaban dari Ayah tercintanya. Ah, aku jadi kangen rumah, mau ketemu Ayah dan Ibu. Sebaiknya aku pulang cepat.
Ibu Tetsu-chan menghampiriku dan tersenyum lembut. Sepertinya, wajah malaikat Tetsu-chan diperoleh dari Ibunya. Cantik dan anggun sekali.
"Terima kasih sudah menjaga anak kami."
"Oh, bukan apa-apa. Saya yang seharusnya berterima kasih karena sudah bertemu dengan anak manis seperti Tetsu-chan."
Tetsu-chan berlari menghampiriku dan mengambil tanganku. Telapak tangan mungilnya kembali menggenggam jari-jariku. Sayang sekali Tetsu-chan, kita habis ini harus berpisah.
"Oneesan.."
Aku menunduk menyamakan posisi dengan wajahnya kemudian mengacak rambutnya lagi. Ah, aku ingat sesuatu. Aku mengeluarkan dua kotak kecil dari tasku. Kotak ini khusus aku beli untuk Tetsu-chan.
"Tetsu-chan. Kotak yang ini," Aku menyodorkan kotak berwarna biru muda. "Untuk Tetsu-chan." Tetsu-chan mengambilnya dan bertanya "—apa ini Oneesan?"
"Hadiah dari Oneesan," aku tersenyum padanya. "Lalu, kotak yang berwarna coklat ini untuk Otousan-mu."
Matanya mengerjap memandangi dua kotak sedang yang ditangkupi kedua lengannya. Mata yang sepadan dengan warna rambutnya yang beberapa kali aku lihat hampir menangis—bahkan sudah menangis—menatapku dengan pandangan polos. Kau memang anak polos dan manis, Tetsu-chan.
"Kau bisa memberikannya untuk ulang tahun Otousan—cangkir dengan gambar dua orang tua beruang dan satu anak beruang yang imut seperti Tetsu-chan."
Aku kembali menegakkan dan menundukkan tubuh ke arah Ibu Tetsu-chan yang sejak tadi memperhatikan.
"Aku pulang dulu. Permisi."
"Hati-hati."
Sebelum melangkah lebih jauh, aku tersenyum pada Tetsu-chan dan melambaikan tangan pelan. Hah, rasanya sedih juga berpisah dengan anak manis sepertinya. Tapi, aku juga harus pulang. Semoga kita bisa bertemu lagi, Tetsu-chan.
"Tunggu!"
Sekali lagi aku mendengar teriakan kecil dari bibir mungil Tetsu-chan. Aku menoleh padanya,
"Terima kasih, Oneesan!"
Tetsu-chan tersenyum polos dan menundukkan badan. Kemudian dia melambaikan tangan padaku, tentu saja aku juga melambaikan tangan. Haha. Dia memang anak manis yang polos dan sopan.
Baru saja mencapai beberapa meter aku berjalan, aku teringat sesuatu yang penting.
"LOH? AKU LUPA DENGAN PERPUSTAKAANNYA! TIDAAAAAAAAAK! PR-KU!"
Sepertinya akan aku kerjakan besok. Jadi bertambah daftar PR yang harus aku kerjakan untuk besok. Huaah.
Oke, kenapa gue malah bikin fic baru lagi coba? *jedotin kepala ke tembok* belom sebulan yg lalu gue bikin fic baru dan ini malah! AAARRRGGGHH! Kenapa juga malah GoM versi Bocah? Gue kan mau bikin GoM versi Oniichan! Yaudahlah. Nanti aja versi Oniichannya semoga tidak ada yg merebut ideku *tp disebar beritanya, DODOL!* tapi INGET UTANG WOY UTANG WOY! BANYAK UTANG LO! MAAFKAN AKU, READERS! *bows*
ABISAN! Ide ini muncul tiba2 dan langsung gue ketik hari ini juga pdhl badan gue lagi pegel2 mau remuk capek kerja. EEEERRGHH! Ya, daripada lupa ma nih ide jd ya gue realisasikan segera. Ahaha.
Setting : Reader adalah anak SMP Teikou. Umur sekitar 12-13 tahun, mungkin. Sedangkan GoM adalah anak umur 6 tahun. Knp gue bikin spesifik? Beda umurnya 6-7 tahun. Kenapa? Karena diakhir cerita, mereka akan ketemu lagi *SPOILER LO?!* tapi kalo jadi ya! Ahahah. Pokoknya urutan sama seperti fic gue yg laen, kuroko-akashi-midorima-kise-aomine-murasakibara. Temanya Reader menolong GoM dengan berbagai situasi.
Yaudahlah, karena fic gue yg abal ini akan membuat anda mual sebaiknya ungkapkan kemualan anda di kotak review. Kalo ada yg mau ini fic dihancurkan ya silahkan kasih tau, belom tentu gue mau ngapus *LOHLOHLOH*
So, REVIEW PLEASEEEE? *pasang Tetsu-chan's eyes*
NEXT CHAPTER : LITTLE SEIJUURO! 3
