A/N : Sengaja di repost. Untuk kalian semua yang setia mengikuti ff ku.

=Selamat Membaca

.

.

Seorang pemuda turun dari mobil dengan tidak semangat. Dengan pakaian yang tidak bisa dikatakan rapi, ia melangkah ke sebuah kafe. Kafe outdoor yang berjarak cukup jauh dari tempatnya bekerja.

Pandangannya menyapu kesekitar. Kafe yang didesain dalam bentuk kafe taman itu tampak sepi pengunjung. Hanya tiga orang yang duduk di sudut kafe.

Kaki jenjangnya melangkah ke tengah-tengah kafe. Duduk di salah satu kursi tanpa terganggu dengan pandangan pegawai kafe. Meski penampilannya jauh dari kata rapi, namun tidak mengurangi kadar ketampanannya. Dasi yang tidak terpasang rapi, lengan kemeja digulung dan jas yang ia sampirkan ke pundak, justru dinilai sexy oleh para wanita.

"Sialan kau Kim. Kau sudah tahu aku tidak bawa mobil, kenapa kau pergi meninggalkanku?"

Ia tersenyum lebar. Memandang teman sekantornya yang terengah-engah. Ia hanya ingin bermain. Dan sepertinya menggoda salah satu sahabatnya adalah hal yang menyenangkan.

"Aku kira kau masih ada urusan dengan illustrator tadi," ia membalasnya dengan santai. Menyampirkan jasnya ke kursi dan duduk dengan nyaman.

"Aku, fotografer dan salah satu director di tim sudah membuat janji pulang lebih awal," balasnya sembari menggeser salah satu kursi. Meregangkan tubuhnya saat terasa pegal di beberapa bagian.

"Mingyu-ya, kenapa penampilanmu kacau seperti ini?" ia menghentikan meregangkan tubuhnya. Duduk tenang dan melipat tangan di atas meja. Memperhatikan Mingyu yang tampak berbeda dari biasanya.

"Kau mulai perhatian padaku?" tanya Mingyu tanpa merubah posisi duduknya.

"Kau tahu aku masih waras. Semua orang juga tahu Kim Mingyu itu terobsesi dengan penampilannya sendiri."

Mingyu tidak langsung menjawab. Menegakkan tubuhnya dan merogoh ponselnya. Meletakkan di meja berbentuk bundar itu dan kembali duduk bersandar.

"Percuma saja aku tampil rapi setiap saat kalau masih sulit mendapatkan kekasih."

Pemuda di depannya tergelak. Namun tidak membuat Mingyu tersinggung. Sudah terbiasa menanggapi sifat sahabatnya. Karena ia tahu sahabatnya itu tidak akan menghibur atau memberikan kalimat motivasi. Justru menertawakannya seperti saat ini.

"Salahkan dirimu sendiri. Kau terlalu pemilih kau tahu?" balasnya saat sudah mampu mengendalikan tawanya. Lagi-lagi Mingyu tidak menjawab. Memilih mengecek ponselnya yang terasa bergetar.

"Dari siapa?" tanya sahabatnya saat melihat ekspresi Mingyu.

"Salah satu tim. Kau tahulah kita tidak pernah benar-benar mendapatkan tim yang sepemikiran. Pasti ada saja yang kurang."

Ia mengangguk. Membenarkan kalimat Mingyu yang juga selalu ia alami. Sebagai desainer grafis di salah satu advertising agency, mereka selalu bekerja sama dengan beberapa orang lainnya. Setiap tim terdiri dari beberapa ahli di bidangnya. Dan saling bekerja sama dalam pembuatan iklan. Namun ada saja hal-hal yang membuat pekerjaan semakin memusingkan.

"Kenapa mereka lama sekali?" Mingyu mengeluh sembari mengecek jam tangannya. Menunggu beberapa orang lainnya yang sepertinya masih dalam perjalanan.

"Mengingat mereka, aku jadi pensaran mengenai Seungcheol hyung. Dia baru dua hari menikah, tapi kenapa sudah bekerja?"

"Kau merindukanku Soonyoung-ah?" ia terkejut mendengar suara dari belakangnya. Ternyata yang ia bicarakan sudah tiba di tempat.

"Kau mengejutkanku hyung," protes Soonyoung.

"Jadi hyung, bagaimana kau sudah berada di sini?" tanya Soonyoung saat Seungcheol sudah duduk di kursi.

"Perusahaanku bekerja masih baru. Yah... jadi kau tahu sendirilah." Soonyoung mengangguk paham.

Mereka sama-sama bekerja menjadi desain grafis. Hanya saja Seungcheol di perusahaan dan ruang lingkup yang berbeda. Kalau mereka bekerja di advertising agency, sedangkan aktifitas Seungcheol yang berhubungan dengan desain grafis di graphic design agency.

"Kau tidak memesan minuman Mingyu-ya?" tanya Seungcheol menyadari meja mereka yang kosong. Hanya terletak ponsel hitam milik Mingyu.

"Seokmin dan Jun akan segera sampai. Kita tunggu mereka saja."

"Waaa... kau setia kawan ternyata." Mingyu hanya merotasikan bola matanya. Enggan menanggapi ledekan dari pemuda tertua itu.

"Hey bro!"

Ketiganya menoleh ke asal suara. Tampak Seokmin berjalan semangat dengan mengangkat sebelah tangannya. Di belakangnya, Jun berjalan dengan santai.

"Woow... how are you bro!" Soonyoung berdiri. Menyambut Seokmin dengan sebuah pelukan. Tidak dengan Mingyu dan Seungcheol. Mereka berdua memilih duduk dengan tenang. Mereka adalah sahabat yang terlalu sering bertemu. Jadi tidak berniat melakukan reaksi berlebihan seperti duo berisik itu.

"Fine. Of course bro!"

Jun yang baru duduk menggaruk pelipisnya. Meski sudah lama bersahabat, tetap saja terasa ganjil melihat interaksi keduanya. Mencoba mengalihkan perhatian, ia memilih memanggil salah satu pelayan.

"Jadi kau memaksaku pulang lebih awal hanya untuk makan bersama di kafe seperti ini?" Seokmin memperhatikan sekitar. Menoleh sekilas pada bonsai yang disandingkan di setiap meja pengunjung. Kolam mancur kecil dan pot mengantung di setiap sudut kafe.

"Sepertinya kau lupa akan makan bersama kami bukan dengan kekasihmu." Kafe yang mereka kunjungi tidak cocok dijadikan tempat bersantai pemuda seperti mereka. Lebih tepat untuk bersantai pasangan atau keluarga.

"Kau bermaksud menyombongkan kekasihmu itu?

"Aku?" Seokmin menunjuk dirinya sendiri.

"Wajar saja kan? Aku laku keras tidak sepertimu."

Sontak ketiganya menertawakan Mingyu. Di antara mereka berlima, hanya Mingyu yang tidak memiliki kekasih. Bukan pemilih seperti yang Soonyoung katakan, bukan juga tidak laku seperti ucapan Seokmin. Hanya hatinya yang tidak mau terbuka. Seberapa keraspun ia mencoba, tidak ada yang mampu menarik perhatiannya.

Kelimanya terus bercengkrama sembari menikmati makanan mereka. Meskipun mereka masih sering bertemu, tidak seperti dulu saat mereka masih kuliah bersama. Pekerjaan membuat kelimanya mengurangi waktu untuk berkumpul.

"Jun, bagaimana dengan persiapan pernikahanmu?" tanya Seungcheol yang telah menghabiskan makannya lebih dulu.

"Sudah hampir selesai hyung. Hanya beberapa hal kecil saja yang perlu dicek ulang."

"Kalau kau? Bagaimana denganmu?" keempatnya mengalihkan pandangannya. Menatap Mingyu yang langsung menghentikan acara makannya.

"Mingyu menunggu anakmu yang masih diproses, Hyung." Celetukan Seokmin membuat Soonyoung tergelak. Ia hampir tersedak makanannya sendiri.

"Kalau kau menunggu anakku, kau tidak akan sempat menikahinya. Karena bisa saja kau sudah berada di alam lain."

"Sialan kalian!" maki Mingyu yang membuat teman-temannya kembali tergelak.

Mereka bukan bermaksud menyakiti hati Mingyu. Hanya ingin membuat Mingyu gerah dan menyerah dalam kesendiriannya. Mereka sudah lama bersama-sama. Bahkan Seungcheol sudah dua belas kali berganti pasangan. Tapi sekalipun Mingyu belum pernah mendapatkan tambatan hatinya.

"Kalau kau sudah menemukan yang kau inginkan, kau harus segera temui aku. Aku akan memberi tahu padamu cara untuk menyatakan cinta. Supaya kau tidak ditolak oleh cinta pertamamu," ucap Seungcheol sekaligus menyombongkan pengalamannya. Berganti kekasih dua belas kali menunjukkan kemahirannya menakhlukkan hati.

"Tidak perlu hyung aku sudah memikirkannya." Tidak hanya Seungcheol, tiga pemuda lainnya langsung tertarik dengan kalimat Mingyu.

"Kau sungguh-sungguh?" Soonyoung menatap curiga.

"Tentu saja," balas Mingyu santai. Menjauhkan piring di hadapannya. Dan menenggak air mineral yang tersisa setengah.

"Apa kau sudah menemukannya?" tanya Seungcheol penasaran. Namun hanya dibalas gelengan. Membuat teman-temannya memutar bola matanya jengah.

"Kalau kau menemukannya, apa yang akan kau lakukan? Bagaimana caramu mengungkapkannya?" Jun yang sedari tadi diam, ikut bersuara. Permasalahan asmara Mingyu memang selalu menarik bagi mereka. Betah berlama-lama seorang diri membuat mereka semakin penasaran.

"Membawanya ke tempat romantis, makan malam romantis, diiringi lagu romantis, atau mungkin di bawah cahaya rembulan yang diiringi deburan ombak. Berlutut di depannya dengan setangkai bunga atau bisa juga memberikannya perhiasan." Mingyu mengucapkannya dengan semangat. Namun tidak dengan respon yang didapat. Mereka justru menggeleng prihatin.

"Sudah kuduga."

"Tidak menarik."

"Terlalu biasa."

"Tidak menantang."

"Terlalu banyak menonton drama."

"Tidak kekinian."

"Tidak kreatif."

Dahi Mingyu berkedut mendengar cibiran-cibiran itu. Bukannya menyemangati, teman-temannya justru meledeknya. Ekspresi bosan dan prihatin yang mereka tampilkan, membuat Mingyu ingin memberiny tinju satu persatu.

"Apa maksud kalian?" tanya Mingyu ketus.

"Itu hal-hal yang dilakukan nenek moyang kita." Jawaban Seungcheol mengundang gelak tawa Jun, Soonyoung dan Seokmin. Bahkan mata Soonyoung sampai berair karena terlalu keras tertawa.

"Sepertinya Seungcheol hyung benar. Kau harus banyak belajar darinya," lanjut Jun yang diangguki Seungcheol dan lainnya. Membuat Mingyu mendengus sebal. Meski ia tertampan dari yang lainnya, tapi ia terbodoh dalam urusan asmara. Atau mungkin lebih tepatnya hati Mingyu yang belum menginginkannya.

.

.

Mingyu berjalan dengan memegangi leher belakangnya. Sesekali memukul pelan atau memijatnya. Jas yang sedari pagi membungkus tubuh kekarnya, ia sampirkan ke pundak. Berjalan dengan santai di trotoar yang cukup sepi.

Di bawah lampu yang menerangi jalanan gelap itu, ia menghentikan langkahnya. Merogoh saku celananya saat mendengar dering ponselnya.

"Di meja kerjamu sepertinya catatanku tertinggal."

"Aku tidak tahu," jawab Mingyu.

"Apa maksudmu tidak tahu?"

"Aku belum sampai rumah. Mobilku baru saja aku antar ke bengkel. Jadi aku masih di jalan." Terdengar suara tawa dari seberang sana. Sedangkan Mingyu tidak menanggapi. Soonyoung terlalu sering menertawakannya. Entah itu kebahagiaan atau kesialan, Soonyoung selalu menertawakannya.

"Selamat berjalan bro. Aku hanya ingin menyampaikan itu supaya kau tidak membuangnya. Semoga kau mendapatkan cintamu di tengah malam." Soonyoung langsung mematikannya begitu saja. Membuat Mingyu mendengus.

"Cinta siapa yang bisa didapatkan di malam seperti ini? Cinta hantu?" Mingyu bergidik dengan pemikirannya sendiri.

Pemuda tampan itu berniat melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda. Tapi ia urungkan saat merasakan ada yang menatapnya. Atau lebih tepatnya seseorang yang berdiri di sampingnya.

Perlahan ia menoleh. Dan langsung terlonjak mendapati orang yang tampak asing. Berwajah datar dan menatapnya intens.

"A-Apa... apa... yang kau lakukan?"

Mingyu memundurkan langkahnya. Tergagap saat orang asing itu menodongkan pisau ke arahnya.

"Jadilah kekasihku!"

Seketika Mingyu merinding. Pisau berkilat itu semakin mendekat ke lehernya. Dan suara orang itu membuatnya menelan salivanya susah payah.

"Apa maksudmu?" hanya kalimat itu yang bisa keluar dari bibir Mingyu.

"Jadilah kekasihku." Ia masih menggunakan kalimat yang sama. Membuat Mingyu merinding untuk kedua kalinya.

Pemuda yang lebih pendek darinya itu menatapnya dengan ekspresi datar. Kalimat yang diucapkan tanpa nada membuatnya mengingat adegan di film horror. Hantu yang ia tonton dalam film, berbicara seperti tanpa menggunakan nada. Begitu datar dan menyeramkan.

"Kau sudah gila?" tanya Mingyu dengan melirik was-was pisau di lehernya. Yang ditanya justru menggeleng.

"Kau harus jadi kekasihku. Harus!" meski kalimat itu tidak menginginkan penolakan, tapi pemuda itu mengucapkannya tanpa nada. Ia seperti menyaksikan film horror secara langsung.

"T-Tunggu... tunggu... sebentar. Jauhkan pisaumu... jauhkan pisaumu." Mingyu berseru heboh saat pisau itu semakin mendekat. Hampir menyentuh kulitnya dan siap menusuk lehernya.

"Aku akan jadi kekasihmu. Tapi jauhkan pisau itu!" ucp Mingyu cepat. pemuda di depannya berkedip takjub. Masih memandangi wajah Mingyu tanpa menurunkan pisaunya.

"Kau dengarkan? Aku akan jadi kekasihmu seperti yang kau minta. Jadi jauhkan pisau itu! Kau tahu? aku masih ingin hidup."

Perlahan, pisau itu menjauh dari leher Mingyu. Sedangkan Mingyu masih belum bergerak. Menunggu reaksi pemuda di depannya. Takut pisau itu diacungkan ke lehernya lagi.

"Terima kasih."

Kali ini Mingyu yang berkedip takjub. Pemuda itu membungkukkan badannya sembilan puluh derajat. Melenggang begitu saja tanpa menunggu respon Mingyu.

"Waah... ini gila. Siapa dia sebenarnya? Kenapa perilakunya aneh seperti itu. Apa dia orang gila? Atau hantu yang berkeliaran. Lihatlah caranya berbicara!"

Mingyu berjengit saat pemuda itu berbalik. Menatapnya tajam dan kembali mengacungkan pisau ke arahnya.

"A-Aku... tidak mengatakan apapun. Aku tidak mengatakan apapun. Sungguh!"

Mingyu merutuki mulutnya karena membuat pemuda itu kembali mendekat. Meski tidak menempel di lehernya, tapi Mingyu merinding melihat pisau yang mengarah padanya.

"Besok malam aku tunggu di sini."

Setelah berbicara tanpa nada, pemuda berkulit putih itu kembali berbalik. Berjalan menjauhi Mingyu yang masih shock di tempat.

Mingyu tidak bergerak. Masih berdiri dan menerka apa yang baru saja terjadi. Seumur hidupnya, baru kali ini ia bertemu orang semenyeramkan itu. Ia tidak menyukai film horror. Tapi justru dihadapkan dengan orang asing yang mengingatkannya pada film horror.

"Dia manusia atau hantu? Kenapa seaneh itu?" Mingyu hanya mampu berkata dalam hati. Takut pemuda aneh itu kembali mendekatinya.

.

TBC

Aku suka bayangin Wonu di ff ini. ^_^