Chapter 1: Pertemuan…
Hari sudah hampir siang. Namun sang Mentari seperti enggan menampakkan cahayanya. Awan-awan yang saling bergumpal dan abu-abu disertai angin berhembus cukup kencang meniup debu, tanda hujan akan turun.
Orang-orang yang keluar rumah pada saat ini sibuk menutup mata dengan kacamata, dan menutup hidung dengan masker. Begitu pula dengan seorang pria bertindik berikut ini. Pria 21 tahun yang diketahui bernama Pein Yahiko yang kini tengah mengenyam pendidikan di universitas Namikaze tersebut cukup kerepotan mencari masker dan kacamata debu yang seingatnya diletakkan dalam tas bagian paling bawah. Matanya pedih karena kemasukan debu. Keluar dari parkiran dia terus berjalan sambil mengaduk-aduk isi tas hingga tanpa disadari ia telah sampai di depan gerbang fakultas kedokteran, namun tangannya masih krasak-krusuk membongkar tas-nya, kepalanya menunduk mencari dua benda tersebut.
"AAARRRGHH! Mana masker ku!" Teriaknya emosi. Temannya yang kebingungan melihat tingkah Pein seperti orang gila, akhirnya menghampiri, berjalan takut-takut.
"Ng-ngapain boss?"
Pein mendelik.
GREP!
"MANA KACAMATA DAN MASKER KU! MATA KU UDAH SAKIT! AKU MAU KE KAMPUS!" Pria yang begitu cepat emosi tersebut mencengkeram kemeja temannya dan berteriak lantang. Berkuah pula.
"Hiks… boss ngapain make kacamata kalo udah nyampe? kampus udah di depan mata boss… e-emang mau kampus mana? ca-cari nya di kelas aja nanti."jawab pemuda itu, mewek. Bibirnya bergetar mengulum tangis.
Pein melirik ke dalam gerbang. Tulisan fakultas kedokteran begitu jelas terlihat. Sekarang Pein benar-benar merasa seperti orang bodoh. Tanpa bacot Pein melepas kerah kemeja temannya dan nyelonong pergi masuk ke kampus, minta maaf pun tidak. Entahlah, Pein sepertinya sangat malu sekarang. Sementara pria korban kuah tersebut hanya bisa mencibir dan menunjuk Pein yang sudah berlalu dengan jari tengah. Padahal satu menit yang lalu ketakutan setengah mati.
Kukerta Ala Akatsuki
Naruto © Masashi Kishimoto
Rate : M
Genre : Crime, Friendship, Romance, Gore.
Pairing : PeinxKonan, PeinxNaruto, dan banyak Pairing lainnya.
Warnings : OOC, Aneh, bahasa kasar, bahasa vulgar, Straigh, Bl, Kriminalitas yang tak boleh di tiru, Typo, EYD yang berantakan, bikin mulas, banyak kesalahan disana-sini.
.
No Like Don't Flame
Kemiripan cerita atau judul atau yang lainnya hanya kebetulan.
Namikaze's University. Instansi pendidikan swasta elit yang terletak di jantung kota Konoha. Berisi orang-orang jenius dan agak aneh (?). Universitas ini memiliki setidaknya 5000 mahasiswa. Setiap tahun mahasiswa di akhir semester 6 akan dibagi-bagi perkelompok dan diturunkan ke desa-desa untuk melakukan pengabdian ke masyarakat selama 2 bulan. Jika beruntung sekelompok mahasiswa akan mendapatkan desa yang lumayan maju, air bersih, tempat tinggal nyaman, serta penduduk yang ramah.
Dan jika nasib sedang sial, yah- kebalikan dari yang diatas. Air kotor, mau mandi susah, desa terisolasi. Jangankan jaringan internet, jaringan telepon pun tidak ada. Bahkan tahun lalu ada sekelompok mahasiswa yang mendapat tempat tinggal sebuah pondok yang kecil sekali. Di sana lah mereka berdesakan perempuan dan laki-laki. Tanpa dinding pula. Benar-benar nasib yang tragis. Tapi yang terpenting, walau dalam keadaan senang atau susah, solidaritas dalam satu kelompok-lah penentu kemenangan.
.
.
Si mahasiswa emosional jurusan Seksologi yang tadi bertingkah layaknya orang gila kini sedang termenung gaje di kursi pojok ruang kelas. Hari sudah mulai sore. pratikum hari ini-pun telah berakhir beberapa belas menit yang lalu. Namun tak sedikit pun tampak ia akan meninggalkan ruangan serba putih dan berbau obat tersebut.
Ia lagi-lagi menatap gelisah isi pesan di hape camcung-nya dan berhasil membuatnya gerah. Bagaimana tidak, pesan dari pihak Bank yang memberitahu isi saldo pria bertidik itu, membuatnya harus sakit mata dan mengucek matanya berkali-kali. Isinya kira-kira begini 'c3l4m4t c14n9. c1c4 c4Ld0 4nd4 c3b3c4l R.1.500.000,00,-. C3m4ng4t 34.'
Pein sama sekali tak mengerti isi sms yang kebanyakan angka 4-nya. Hanya angka 1.500.000,00 yang ditangkap otaknya. Pein sungguh menyesal kenapa mau-maunya menabung di Bank aneh itu.
Si pria yang akrab di panggil 'boss' oleh murid-muridnya kini benar-benar kehilangan kesabaran. Ia melepas kasar jubah dokter-nya. Kesal. Kesal!. Kalau sedang kesal, Pein tak sungkan mendatangi setiap orang di kantin. Mengamuk dan merebut semua makanan mereka. Dan kenapa mereka tidak ada yang berani melawan? tak lain tak bukan karena Pein guru karate. Guru besar malah (emang ada?). Hampir semua mahasiswa kedokteran disana adalah muridnya. Adakah murid yang berani melawan Pein Yahiko sang guru karate? Sampai saat ini tidak! Bahkan tendangan dan pukulan Pein terlalu keras untuk mereka tangkis, meskipun Pein telah mengurangi seper-empat kekuatannya. Kekuatan gorilla #Plak!#.
Saat Pein sedang bersiap untuk ke kantin dengan tujuan 'mulia' tersebut, makhluk kuning jabrik menghampirinya. Pria bernama Namikaze Naruto, anak orang kaya yang bapaknya pemilik universitas sekaligus merupakan salah satu murid karate Pein itu duduk di bangku kosong. Berhadapan dengan Pein. Safir nya menatap Pein dengan blink-blink.
"Hai boss… malam ini kita latihan lagi kah?" Tanya-nya ceria sambil nyengir gaje. Namun tak sedikit pun mendapat respon. Raut wajah Naruto sedikit berubah. Ia merasakan gelagat yang tidak baik dari Pein.
"Boss sedang kesal ya?"
"Ya." Jawab Pein cepat dan kasar, bahkan sedikit pun tak mau memandang si junior. Naruto menyipitkan matanya.
"Boss mau ke kantin lagi ya?" Tanya-nya lebih serius, dan nampak dari bicaranya yang agak tinggi, tak suka mendengar jawaban singkat senpai yang sangat di kaguminya ini.
"Ya." –Lagi- jawaban Pein sangat tak niat meladeni Naruto. Pein berkemas, memasukkan peralatan praktek nya ke dalam tas. Sesekali me-lap pisau-pisau bedah yang berlumuran darah dengan tisu.
"Boss ma-"
"Ngomong sekali lagi, ku botakin kepala kau!. Lagian kenapa kau manggil ku boss?! Emang aku Bekas Orang Sinting!" Pein emosi lagi. Tangannya yang masih berlapis sarung tangan karet segera menyambar gunting besar berwarna hitam yang kelihatan mengerikan. Tampak bekas darah belepotan di setiap bagian gunting yang di berinya nama 'Gun-chan' Itu. Naruto meringis dan menatap Gun-chan tersebut ngeri.
"Errr- Naru cuma mau bilangin, kasihan anak-anak yang lain kalo boss merebut makanan mereka. Kalau ada masalah, ya cerita saja ke Naru."
Pein menatap kouhai-nya itu dengan tatapan mengintimidasi. Mata abu-abunya menyipit.
"Ya udah, bantu baca sms ini."
Pein menyodorkan hape camcung berwarna orange seperti warna rambutnya. Naruto mengambil hape tersebut, beberapa detik ia mencerna isi pesan tak lazim itu, lalu menaikkan alis matanya.
"Ini pun ga bisa baca?"
Aura mematikan keluar dari tubuh Pein. Tangannya semakin gatal untuk menyerang rambut kouhai-nya. Naruto berdiri, mundur beberapa langkah.
"Errr… iya Naru bacakan. Simpan dulu guntingnya, boss. Kalo naru botak naru kan ga populer lagi," Katanya takut-takut.
Pein menghela nafas. Menahan emosi, segera di-lap nya gunting angker tersebut dan memasukkan nya ke dalam tas. Naruto kembali berkonsentrasi pada isi sms.
"Ini bacanya, 'selamat siang, sisa saldo anda sebesar R.1.500.000,00. Semangat ya,' Gitu."
"Cih. Gara-gara baca nih sms, lidah ku terbelit dan kegigit. Liat nih," Pein menjulurkan lidahnya, bermaksud menunjukkan ke Naruto luka di lidah itu. Di mata Naruto pemandangan di depannya sangat erotis dan indah. Ia kesusahan menelan ludah, bahkan liurnya sedikit menetes. Naruto mendekatkan sedikit wajahnya. Pein yang melihat kegilaan Naruto segera menyembunyikan lidahnya kedalam mulut.
"Ngapain kau ileran?! Aku normal!" sergah Pein membuyarkan lamunan Naruto. Jari telunjuknya mendorong kening Naruto. Si pirang manyun. Wajahnya memerah.
"Ta-tapi saldo nya lumayan banyak yah, hehe. Bagus deh." Kata nya mengalihkan pembicaraan.
"Iya, cukup untuk makan sebulan dan bayar uang kost." Terang Pein -acuh.
"Hemm, ya sudah, boss ga jadi ke kantin kan? Naru permisi dulu," Naruto membungkukkan badannya. Hormat. Naruto bahkan lupa tujuan awal kedatangannya. Di perjalanan ia masih saja membayangkan lidah Pein yang terjulur yang–menurutnya- sexy. Air liurnya menetes lagi.
"Ya."
Ekor mata Pein melirik punggung Naruto yang menjauh. Tak di sangkanya pemuda yang setahun lalu sangat pendek itu kini tumbuh menjulang tinggi, sejajar dengan dia. Pein sungguh tahu Naruto masih menyukainya sampai saat ini. Namun kecintaannya pada wanita yang memang merupakan kodrat membuatnya tak sedikit pun menggubris anak itu. Ingatan setahun lalu ketika ia masih di semester 4 dan Naruto semester 2 sedikit melenakannya.
Flashback
Pukul 10.15. Semua murid-nya telah pulang. Namun Pein masih betah melatih kekuatannya di gedung olahraga kampus. Ia mengetahui setiap hari ada anak yang mengintipnya. Kali itu Pein langsung berhenti dan dengan kecepatan yang luar biasa berdiri di belakang si anak. Anak berambut jabrik pirang tampak terkejut, Ia membalikkan badannya. Menatap pria bertindik yang berkeringat itu nanar.
"Ada ap-ˮ
"Nama ku Naruto. Aku menyukai mu- senpai," Aku-nya tiba-tiba. Mata Pein membola. Nafasnya tercekat. Ia tak menyangka akan mendapat pengakuan cinta mendadak dari seorang laki-laki.
Tuing…tuing…
Pein memainkan kening Naruto dengan jari tengahnya. Membuat surai dan kepala anak itu bergoyang-goyang.
"Kau sudah gila. Aku normal, Naru. Dan aku telah punya pacar," Katanya dengan raut wajah datar. Jari tengahnya masih aktif menekan-nekan kening Naruto. Raut wajah Naruto berubah.
"Aku tahu…senpai-" ringisnya. Ia menundukkan wajahnya "-setidaknya biarkan aku mencintai mu." Lanjutnya. Ia menghalau jari Pein.
Pein mengacak rambut Naruto.
"Maaf aku tak bisa," jawab Pein. Tangannya menepuk-nepuk pelan kepala Naruto. Naruto masik menundukkan wajahnya.
"Kalau begitu- biarkan aku ikut kelas karate yang senpai ajar. Agar aku bisa melihat senpai terus." Katanya hampir menangis.
Pein terdiam cukup lama. Tangannya berhenti menepuk kepala Naruto. Semilir angin pagi menjelang siang itu membuat badannya yang masih dipenuhi peluh menjadi dingin dan nyaman.
"Terserah kau saja lah.ˮ Pein berlalu dan masuk dan bersiap-siap pulang. Naruto mengangkat wajahnya, senyumnya kembali mengembang. Sejak saat itu Naruto terus mengikuti kelas karate dan menjadi murid Pein yang paling dekat dengannya.
Flashback end
Pein berhenti melamun dan akhirnya bersiap pulang. Ia meregang otot dan keluar kelas dengan langkah gontai. Melewati beberapa kelas, Pein melihat banyak mahasiswa berkumpul di depan mading. Pein tertarik untuk ikut dalam kerumunan. Ia berdesak-desakan dengan manusia yang kebanyakan cewek-cewek berpakaian minim yang membuatnya hampir mimisan.
'Agh! Jiwa laki-laki ku bangkiiit… gila nih cewek-ceweeek' bathinnya edan. Dia makin merapatkan tubuhnya.
Puk!
Iseng ia menepukkan tangannya ke bokong salah seorang cewek berambut hitam di depannya. 'Aw aw.. nakalnya tangan ku… heheh' bathinnya mesum. Si cewek yang menyadari bokong nya di tepuk langsung berbalik arah.
PLAK!
Sebuah tamparan telak mengenai pria di samping Pein.
"Beraninya kau menyentuh ku…" desis si cewek dalam kerumunan yang semakin padat. Ia menatap pria di samping Pein seperti hendak memakannya. Si pria yang tak tahu apa kesalahannya frustasi dan bingung. Di tambah pipinya yang lebam ditampar dengan kekuatan Badak. Sambil mengelus pipinya, ia mencoba menjelaskan, "A-aku salah apa? Demi tuhan aku tak menyentuh mu," katanya membela diri.
"Oh- benarkah?" kata si cewek. Kesalah pahaman terus berlanjut. Pein sendiri pura-pura tidak melihat. Ia sok sibuk menatap Mading, namun dalam hatinya ia sudah ketawa setan.
Ternyata, isi mading itu adalah mengenai pengumuman Kuliah Kerja Nyata. Atau disingkat KKN. Atau Kukerta.
Pein menatap mading itu nanar. Telah di lupakannya tubuh cewek-cewek yang berhimpitan dengannya. Dalam fikirannya, yang namanya Kukerta tentu menghabiskan banyak sekali uang. Teringat olehnya uang yang hanya tinggal R.1.500.000,00,- dan uang di dompetnya hanya R.300.000,00,-. Seketika ototnya lemas. Pein pundung.
"Ah!" Pein menjentikkan jarinya. Ia keluar dari kerumunan dengan susah payah. Segera ia mengirim pesan pada salah satu rekan bisnisnya, 'Pak Jiraiya. Pesanan Bapak sudah saya kirim. Seperangkat pakaian dalam milik nona Tsunade. Bapak tau kan perjuangan saya untuk mendapatkan benda mengerikan tersebut. Ingat bayaran saya, 10.000.000,00,- Ryo. Segera transfer ke rekening saya, sekarang juga.'
Beberapa menit, Pein mendapat pesan balasan.
'C3l4m4t. C4ld0 4nd4 cud4h b3rt4mb4h. cil4hk4n pelikc4 di 4tm t3ld3k4t.'
Lidah Pein tergigit lagi.
"Narutooooo…!"
.
.
.
Hari beranjak semakin sore. Pein segera memarkir sepeda motor matic warna orange kesayangannya yang di beri nama 'O-chan' di teras kost. Tak lupa kunci ganda plus rantai baja ditambatkannya pada roda motor tersebut.
"O-chan baik-baik di sini yah…" pesannya pada si O-chan. Dengan hal ini maka kewarasan Pein perlu dipertanyakan.
Pein buru-buru masuk kekamarnya di lantai dua. Sesekali ia tatap kantong plastic berisi lauk di tangan kanannya yang di beli-nya dekat rumah makan sekitar kampus. Beberapa teman kost yang menyapa nya hanya di gubris dengan sahutan "hn" saja.
Pein segera mengunci pintu, lalu menaruh tas-nya di atas meja belajar, dan menaruh lauk di dekat penanak nasi. Segera melepas seluruh pakaiannya, menyambar selembar handuk putih lalu melilitkannya ke pinggang hingga lututnya, menampilkan tubuh yang- waw*Author mimisan*.
Pein bercermin. Di lepasnya satu persatu tindik yang menghias wajah dan tubuhnya. Dengan terburu-buru Pein mandi. Badannya gerah. Namun fikirannya tak lepas dari Kukerta tersebut. Dengan teburu-buru pula Pein keluar dari kamar mandi. Harum sabun cair menguar dari tubuhnya.
Waktunya untuk melihat siapa saja yang bakal menjadi teman sekelompoknya, siapa DPL (Dosen Pembimbing Lapangan)-nya, dan dimana dia akan dibuang (?). Tanpa berganti pakaian terlebih dahulu, Pein segera membuka laptop,browsing internet. Mata-nya berkilat melihat portal kampus tersebut.
Bahkan sisa busa shampo masih nampak di rambutnya yang kini lepek karena basah.
Kukerta Gelombang I.
Desa X, Kabupaten Kirigakure.
DPL: Yuuhi Kurenai
Nama Mahasiswa:
Konan : Fekon. Jurusan Manajemen
Pein Yahiko : Kedokteran. Jurusan Seksologi
Tobi : FKIP. Jurusan PAUD
Deidara : FKIP. Jurusan Olahraga
Sasori : FKIP. Jurusan Seni
Hidan : Teknik. Jurusan Teknik Sipil
Itachi Uchiha : FISIP. Jurusan Ilmu Administrasi Prodi Administrasi Negara
Kakuzu : FISIP. Jurusan Ilmu Administrasi Prodi Administrasi Bisnis
Kisame : FMIPA. Jurusan Biologi
Zetsu : FAPERTA. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian (THP)
Temari : FKIP. Jurusan Fisika
Diharapkan berkumpul di gudang utama kampus pada pukul 00.30 WKS. Jangan lupa bawa lilin.
"Hah! Mau ngepet apa ngumpul jam segitu dini! Bawa lilin pula! Di gudang pula! Tuh kan tempat serem amat." Cerocos Pein tanpa kuah. Mata-nya berkedip melihat jadwal berkumpul tersebut. Sang calon dokter menggigit ujung ibu jarinya sampai putus #Plak!#.
Tik tik…
Rintik hujan mengalihkan perhatian Pein. Ia menatap keluar jendela yang menampilkan pemandangan hujan yang mulai lebat disertai petir. Segera dimatikannya laptop. Tempias hujan memasuki kamarnya, membuktikan bahwa hujan yang turun sangat lebat. Ia berdiri dan menutup jendela.
'Perasaan ada yang kelupaan deh,' gumamnya dalam hati. '-apa yaaa?' pein memasang tampang berfikir sambil menopang dagu. Handuk di pinggangnya sedikit berkibar di tiup angin yang masuk melalui ventilasi kamarnya.
"Ah!" Pein mengingat sesuatu. Seketika wajahnya memucat.
"JEMURAAAAN KU….!" dengan lantang Pein berteriak dan buru-buru keluar dengan sekeping handuk yang masih melingkari tubuhnya. Pein berlarian ke lantai paling atas, tempat menjemur pakaian.
Whuuusssss
Angin kencang dan hujan lebat menampar wajahnya. Dengan pandangan yang minim ia berjalan tertatih. Pein menyambar cuciannya yang ternyata sangat banyak. Hujan sesekali berhenti namun dengan tiba-tiba turun lagi dengan sangat kencang disertai angin. Pein yakin saat ini sedang badai.
Ketika ia mencoba mengambil baju terakhir, handuk yang melilit pinggangnya melorot dan terbang tertiup badai. Pein menatap bagian bawah tubuh-nya horror. Saking shocknya ia otomatis menutup benda pribadinya dan otomatis pula seluruh pakaian yang di pegangnya terjatuh. Satu persatu pakaiannya terbang tersapu badai. Pein makin shock. Ia melihat kanan-kiri. Berharap tak ada manusia yang melihat aksi naked-nya - meskipun si Pein mesum, namun ia masih perjaka. Dalam keadaan telanjang dan tangan kiri menutup –ehem-nya, ia cepat-cepat menginjak celana dalam terakhir yang hampir ikut terbang. Buru-buru ia memakai celana dalamnya, lalu segera mengumpulkan kembali pakaiannya yang tersisa.
Miris.
Hanya tinggal satu celana dalam yang saat ini sedang dipakainya, dua jeans, satu boxer, dan tiga kaos lengan panjang yang tersisa. Di hitung-hitungnya jumlah pakaian yang dijemurnya tadi pagi ada 32 helai, dan sekarang tersisa hanya beberapa saja.
"THEDAAAAAK!" ratapnya horror menatap kepergian pakaian-pakaian tersebut, terutama handuk putih kesayangannya. Bahkan handuk tersebut telah diberi nama 'Ha-chan'. Suaranya tertelan derasnya hujan. Tak mungkin ia mengejar semua pakaian yang kini entah terdampar dimana, sementara ia pun hanya mengenakan selembar pakaian dalam yang basah. Pein menjatuhkan kedua lututnya, mendramatisir keadaan…
.
.
Tak mau lebih lama merenungi nasib, ia buru-buru turun dan masuk ke kamarnya. Pakaian-pakaian yang kembali basah itu dimasukkannya kembali kedalam ember. Ia kembali mandi, dan segera mengenakan pakaiannya. Pein mengutuk semua teman-teman kost yang tak tahu tragedi yang menimpanya. Malah semua pintu kamar tertutup. Ia meringis menatap lemarinya yang hampir kosong. Celana dalamnya hanya tersisa dua helai di lemari. Terpaksa malam ini ia ke toko pakaian, membeli dalam jumlah besar.
.
.
.
.
Pukul 00.15
Pada akhirnya dia sampai di depan gudang yang kini lebih nampak seperti tempat yang sangat angker. Nyamuk-nyamuk berkeliaran menggigit wajahnya tak terlalu di pedulikan. Wajahnya masih kusut mengingat kejadian tadi sore, dan mengingat uang 2 juta Ryo-nya terbuang percuma untuk membeli sekitar 30-an pakaian mulai dari celana dalam sampai kemeja. Samar dilihanya cahaya kecil di dalam ruangan. Pein segera memasuki gudang, melangkah pelan. Di hadapannya telah duduk bersila teman-teman yang akan menjalani hari bersamanya selama 2 bulan kedepan. Duduk melingkar, masing-masing telah menghidupkan lilin mereka.
Mereka mendongak ketika Pein berdiri dekat mereka, dan sebagian besar diantara mereka mengeryitkan dahi, bingung preman pasar mana yang nyasar ke tempat pertemuan keramat tersebut. Bagaimana tidak, Pein mengenakan T-shirt lengan pendek berwarna merah dengan tulisan besar 'I"ll Kill U' di lapisi jaket hoodie warna hitam berlambang scouting legion dari anime yang di sukainya. Kakinya di balut celana jeans biru yang sengaja di robek bagian lututnya, juga tindik-tindik yang berserakan di tubuh dan wajahnya, namun tak menutupi wajahnya yang tampan. Tak lupa sandal jepit warna putih merk 'Sualo' nangkring di kakinya yang besar. Benar-benar suka-suka hati. Segera lilin sebatang dinyalakannya.
"Ayo duduk di sini," ajak seorang perempuan berambut ungu menatap pein ramah. Pein menurut. Melihat wajah familiar gadis itu membuatnya sedikit melupakan kejadian memalukan tadi. Dia duduk dekat perempuan cantik tersebut. Yang lain hanya diam menatap Pein sekilas sembari menyunggingkan seulas senyum. Pein balas senyum kecut. Di balik senyum itu tersimpan tanda tanya besar di benak Pein. Dia seperti tak asing dengan wajah-wajah itu.
"Wah… sungguh mengejutkan aku bisa sekelompok dengan seorang guru karate," Celetuk seorang pemuda berkuncir. Seringai nampak di wajahnya.
"Oh… si brengsek Uchiha rupanya," sahut Pein malas, bahkan terkesan sangat cuek dan kasar. Mood-nya kembali memburuk. Uchiha Itachi adalah rival terberat Pein, satu-satunya manusia yang sanggup menghadapi kekuatan Pein. Namun rival bukan berarti bermusuhan. Itachi adalah guru karate di fakultasnya –fisip-.
Pein lebih tertarik menatap teman-teman yang lain satu persatu. 'perempuan hanya 2 orang, sisanya laki-laki' batinnya. Pein sesaat terpana melihat orang berambut kuning yang duduk disebelah kanannya. Sungguh cantik. Sama cantiknya dengan gadis berambut biru di sebelah kirinya. Pein cenat cenut.
Kembali ke gadis bersurai biru, Pein semakin yakin pernah melihatnya di suatu tempat. Ia mirip seseorang yang sangat Pein kagumi. Pein menatap gadis tersebut intens. Si gadis yang agak risih menggaruk kepalanya yang emang gatal. "Ada apa abang liatin saya kayak gitu?" Tanya nya sopan.
Pein tersentak. Terekam di memori nya sesosok gadis bertopeng yang sering memenangkan kejuaraan illegal pertarungan tangan kosong hidup-mati di sebuah arena tertutup di sudut kota, tempat favorit Pein.
"KAU- FREA!" sergahnya histeris. Tangannya menunjuk si cewek kalap. Sementara cewek biru hanya mengusap dada –kaget.
"Apaan sih?" sedikit emosi si pria klimis yang ternyata juga kaget.
"Di-dia… adalah…"
"Konan. Nama ku Konan. Frea adalah nama panggung ku." Si gadis biru memotong kalimat Pein.
"Pfft- nama panggung? Kau nyinden ya?" Ejek pria klimis sambil menahan ketawa. Konan kembali mengusap dada sembari berusaha menahan diri untuk menonjok pria menyebalkan itu.
"Aku Konan, petarung tangan kosong di arena Lhapendger," dengan tegas Konan memperkenalkan dirinya, menatap satu-satu ke orang-orang di situ, "dan nama ku di ring adalah Frea. Apakah kalian tak pernah mendengar nama itu?" lanjutnya lagi.
Kali ini semua mata orang-orang membola. "Kau! wanita bertopeng yang memenangkan kejuaraan setiap bulan itu? Wajah mu terlalu lembut untuk menjadi wanita yang dengan mudah nya mematahkan tulang orang!" Teriak si klimis tak percaya.
"Dia memang wanita itu," Pein menatap Konan. "Aku ingat betul wajah indah di balik topeng itu," timpalnya lagi serta seringai aneh.
"Hei. Aku memimpikan mu setiap malam nona, kau selalu ada di setiap mimpi basah ku." Desah Pein mesum. Orang-orang dalam ruangan itu kaget mendengar pengakuan yang amat sangat berani dari bibir Pein. Mereka meletakkan kedua talapak tangannya pada pipi sambil mulutnya membentuk huruf O agar terkesan imut. Sejak dulu Pein memang terobsesi berat pada seorang Frea, atau Konan. Ia tak menyangka akan sekelompok dengan cewek terkuat kedua setelah Tsunade tersebut. Setiap bulan ia akan menyempatkan diri datang ke Lhapendger, sekedar melihat kebengisan cewek itu mematahkan leher lawannya.
Tiba-tiba…
DUAGH!
BRUGH!
Pein dan Konan saling serang. Pukulan Konan telak mengenai rahang Pein, dan tendangan kaki Pein mengenai perut Konan. Mereka sama-sama terpental.
"Cuih!" Pein meludah darah. Namun seringai masih tetap menghias di wajahnya.
"Kau kurang ajar." Desis Konan hampir berbisik. Ia segera bangkit. Tangannya terkepal kuat. Namun sedikitpun tak nampak adanya raut ketakutan di wajah pria bertindik itu. Sementara yang lain menggeser duduknya sambil makan popcorn, menonton pertarungan Konan dan Pein.
"Aku sangat tergila-gila pada mu…35 orang yang meninggal menghadapi mu setiap bulannya, dan aku tak pernah melewatkan setiap aksi mu di ring, sayang ku. Ternyata benar. Kau amat cantik di balik topeng itu." Sahut Pein antusias. Ia meremas dadanya yang berdegup kencang. Mirip psikopat.
"Dan kau akan menjadi yang ke-36," sambung Konan. Ia memasang kuda-kuda. Pein pun dalam posisi siap menyerang.
"Kau ternyata belum tau… aku lawan mu di ring selanjutnya, aku ikut hanya demi mengetes sehebat apa kau kalau bertarung melawan ku." kata Pein terkesan sombong. Ia melipat kedua tangannya di dada
Plok!
"Wah… ternyata benar. Kelompok ini dipenuhi oleh orang-orang kuat dan juga gila." Suara seseorang beserta sekali tepuk tangannya menginterupsi. Semua mendongak ke asal suara di balik pintu gudang.
BRUAGH!
Sekali tendang pintu gudang melayang. Memunculkan orang mengerikan berikutnya, DPL. Sang dosen berjalan santai ke arah mahasiswa-mahasiswa tersebut. Menghitung satu persatu.
"Bagus kalian sudah berkumpul semua." Kata dosen muda tersebut sembari tersenyum ramah. Tak menghiraukan perkelahian yang jika terjadi mungkin akan merobohkan gudang itu, namun kehadirannya juga berhasil mengalihkan keadaan dengan sendirinya.
Pein tertegun melihat dosen itu.
"Perkenalkan, saya Naruto Namikaze. Dosen pembimbing lapangan kalian." Katanya sembari melirik Pein.
"A-apa…ˮ
.
.
.
.
͏
"Maaf pak, sepertinya kurang satu orang," kata pria bersurai merah.
"Oh yang satu lagi, Temari mengundurkan diri, dia minta di pindahkan ke kelompok lain." Sahut dosen itu. Semua hanya terdiam sambil mangut-mangut.
"Apa maksudmu ini Naruto? Mana DPL kami yang sebenarnya?" tanya Pein dingin. Rahang nya mengeras. Ia tak menyukai candaan kouhainya ini. Hey! Naruto itu juniornya! Bukan seorang Dosen. Pein geleng-geleng kepala.
"Sebaiknya jaga bicara anda, Pein. Saya adalah pengganti Ibu Kurenai yang sedang hamil muda. Saya adalah dosen di fakultas Teknik, telah menjabat selama setahun. Benarkan, Hidan?" kata Naruto. Raut wajahnya tetap tenang.
"Ya… orang ini adalah dosen kami, dan dia lebih tua dari kita, jadi sopan sedikit," sewot Hidan.
Pein membatu.
'A-apa…! Dia lebih tua dari ku?' bathin Pein terkejut.
Naruto melanjutkan kata-katanya. "Kalian semua adalah para mahasiswa berandal."
Para mahasiswa kaget dengan penuturan yang tiba-tiba itu. Naruto mengibas-ngibaskan berkas di tangan kanannya. "Saya akan mengabsen kalian satu persatu, beserta tindak kriminalitas yang kalian lakukan." Lanjutnya kalem. Beberapa mahasiswa tampak gelisah karena rahasianya akan terbongkar, sementara beberapa lainnya cuek menanggapi.
"Sebelumnya, duduk kalian berdua." Perintah Naruto pada Pein dan Konan. Menurut, mereka duduk bersila.
"Pein Yahiko. Guru besar karate di fakultas kedokteran, sekaligus ketua perkumpulan preman Konoha. Itachi Uchiha, ketua karate di fisip, sekaligus Yakuza Konoha. Konan, petarung tangan kosong dengan bertaruh nyawa demi bayaran yang selangit. Hidan dan Deidara masing-masing musuh bebuyutan. Ketua geng motor yang membabi buta menyerang warga tak bersalah. Saya dengar setiap minggu kalian terlibat perang antar geng." Naruto melirik sinis ke dua mahasiswa yang saling pandang.
"KAU!" sergah Hidan emosi, "PIMPINAN GENG MUSUH KU ADALAH PEREMPUAN!"
"APA MAKSUD MU PEREMPUAN! AKU LAKI-LAKI, UN! TERNYATA DI BALIK HELM BULUK ITU ADALAH WAJAH BUSUK MU! AKAN KU HANCURKAN KAU DI SINI! HMM!" Deidara teriak kencang.
"KAMPRET! KAU ADALAH LAKI-LAKI?!" Hidan tambah meraung. "PADAHAL TADI AKU SEMPAT JATUH CINTA PADA MU!" sambungnya tak tau malu.
"Sudah! Atau ku tendang kalian berdua." Desis sang dosen murka. "Aku mau melanjutkan perkenalan kalian. Jangan ganggu aku."
Deidara dan Hidan pun bungkam. Namun deathglare masih saling di lemparkan keduanya.
"Selanjutnya, Kisame adalah bodyguard rentenir, zetsu petinju illegal, Tobi maling, Sasori assassin, Kakuzu penyeludup senjata api. Ada lagi yang belum saya panggil?"
Semua menggeleng lemah.
"Dari mana kau dapat informasi itu. Kami tak memiliki catatan hitam di kampus. Jadi sebaiknya jangan mencampuri urusan orang, Pak." sahut Itachi tak senang.
Naruto menjawab santai. "Ini menyangkut desa yang akan kalian masuki. Desa X, terkenal akan keterbelakangan pengetahuan dan kebiadaban sebagian manusianya. Mereka memeras, membunuh, memperkosa, dan beragam aksi kebrutalan lainnya. Kalian semua jago berkelahi, minimal untuk membela diri. Ingatkan, setiap tahun anak Kukerta yang di turunkan hampir semuanya meninggal dunia?"
"Kalau sudah tahu, kenapa masih di turunkan mahasiswa ke sana?" sahut Konan.
Naruto melirik Konan, "Di sisi lain desa itu memerlukan banyak sekali perubahan dan perhatian dalam pendidikan dan moral. Saya sebenarnya tak setuju kalian para kriminal buronan polisi di kumpulkan untuk turunkan ke sana. Betapa hebatnya kalian menyembunyikan jati diri sehingga tidak tertangkap sampai detik ini. Tapi tentu saja mata-mata ku sangat banyak. Di kampus prestasi kalian sangat luar biasa. Saya tau kalian tidak mencampur-adukkan kerja sampingan kalian dengan cahaya dunia pendidikan-"
Naruto menghentikan perkataannya sebentar. Ia melirik Pein dan tersenyum. " Banyak proyek yang akan kalian lakukan di sana. Mulai dari mengajari penduduknya membaca, hingga pembangunan karakter. Sekaligus kalian harus bertahan hidup dari serangan penduduk yang menunjukkan kebengisannya di malam hari. Dan tentu saja…" Naruto menahan kata-kata nya sejenak, lalu tersenyum tulus, "Kalian pun harus mampu merubah status kriminal kalian… meninggalkan semua kejahatan yang kalian lakukan sebelum kalian tertangkap."
"Oh… kau membuat semua menjadi menantang di mata ku, Pak…" Pein mendengus. Ia tak bisa berkedip menatap Naruto, junior yang sudah dianggapnya seperti adik sendiri.
"Aku masih suka laki-laki seperti mu," jawab Naruto blak-blakan dan menatap aneh ke Pein. Ia tersenyum nista dan menjilat bibirnya. Yang lain bergidik ngeri melihat dosen satu ini. "Wohooo… orang ini seorang gay rupanya." Kata Itachi sarkatis. Namun seperti tak dipedulikan oleh Naruto.
Naruto mendekati Pein. Menundukkan wajahnya dan memasukkan sebuah kartu pengenal di saku celana Pein.
"Apa-apaan ini?" tanya Konan emosi. Ia melihat jelas dosen ganteng itu memasukkan kartu pengenal beserta alamat rumahnya. Naruto tak merespon, malah mengalihkan pembicaraan sambil mengitari para mahasiswanya.
"Saya akan memberitahu beberapa hal lagi. Di desa ini, warganya beternak Kambing berbulu orange, yang mana Kambing tersebut di biarkan berkeliaran sesukanya. Sampai disini ada pertanyaan?"
Tak di tanggapi. Naruto memasang pose berfikir. "Hm… ada legenda gimana bisa Kambing itu ada disana. Dahulu kala sepasang Kambing berbulu orange ditemukan nyasar di hutan sana. Karena penduduknya tidak mengetahui nama maupun segala hal tentang Kambing tersebut, akhirnya mereka browsing internet. Dan begitulah akhirnya, mereka menduga itu adalah kambing Alien dari luar angkasa. hehehe."
'Apaan sih ni orang ceritanya ga jelas banget' batin para mahasiswa tersebut.
"Apa hubungan Kambing itu dengan kami, pak?" tanya Tobi mewakili suara hati mahasiswa yang lain.
"Kau akan tahu ketika telah berada di sana," jawab Naruto misterius.
"Saya lanjutkan. Desa itu dulu sangat maju. Tapi ketika perang, Desa X dibom nuklir oleh Suna gakure. Desa tersebut bahkan hampir hilang. Setelah beratus tahun, Sekarang pemerintah Suna gakure-lah yang banyak memberi bantuan. Meskipun sepertinya butuh waktu 50 tahun lagi untuk membangun desa itu seperti sediakala. Apa lagi dengan tingginya tingkat kriminalitas di sana."
"Jadi… desa itu sangat terbelakang?" Tanya Kisame santai.
"Iya, bisa dibilang begitu. Penduduknya tidak ada yang bersekolah. Para guru dari luar desa tidak ada yang mau tinggal disana. Jadi penduduk hanya mengandalkan anak Kukerta yang selama ini diturunkan universitas. Namun yang terjadi malah para mahasiswa kita banyak yang di bunuh. Nasib kalian sedang naas, Nak. Rumah kalian besok adalah sebuah gubuk di antara hutan dan sungai besar. Tidak ada listrik. Tidak ada kamar mandi. Kalian akan mandi di sungai. Hanya saja kalian masih sedikit beruntung karena pasokan air bersih sangat melimpah disana. Air terjun yang paling indah di Kiri gakure adalah di desa itu, tepatnya disebelah gubuk kalian tinggal besok."
"Baik, sekarang kalian boleh bubar, dan rapat selanjutnya mengenai dana, perlengkapan yang di bawa, dan berbagai kepentingan lainnya terutama program kerja (proker) silahkan rapatkan sesama kalian. Laporkan kepada saya secepatnya. Pein, kamu saja yang jadi ketua. Bagaimana?."
"Kenapa si mesum ini yang jadi ketua? Aku tidak setuju!" sergah Konan.
"Karena aku menyukai dia." Jawab Naruto tanpa basa basi. Yang lain hanya menghela nafas berat.
"Oke, sekretaris kamu saja, Konan. Lalu Kakuzu, kamu menjabat bendahara."
Semua menggangguk. Percuma berdebat dengan dosen satu ini. Apa lagi si dosen adalah salah satu penentu nilai mahasiswa. Naruto berlalu meninggalkan mereka. Sebelum benar-benar meninggalkan mahasiswanya, Naruto berkata, "pintu gudang ini kalian yang ganti." Lalu ia benar-benar pergi. Para mahasiswa hanya mendengus malas. Kecuali Pein. Ia menatap punggung Naruto dengan penuh tanda tanya besar, sampai punggung itu menghilang. Pein lalu menatap teman-temannya.
.
.
.
"Kalau kalian tidak setuju aku menjadi ketua, silahkan pilih yang lain," Kata Pein.
"Kami setuju saja, sepertinya aura pemimpin ada padamu. Lagi pula siapa yang mau jadi pemimpin, itu tugas yang sangat merepotkan," Balas Kakuzu.
"Sekarang tekad kan hati. Jangan sampai kita berkelahi setibanya di sana." Perintah Pein dengan nada serius.
"Aku tak mau mengikuti mu, bang Pierching mesum," sahut Konan mencibir.
"Waah, ada pemberontak rupanya. Yah- kalau mau berkelahi aku tunggu di ring, sayang ku," seringai Pein, "Tapi di sini nilai dipertaruhkan. Kukerta adalah syarat ujian skripsi".
Sesaat semuanya terdiam.
"Lalu, apa yang mau kita rapatkan sekarang?" tanya Pein. Ia mengedarkan pandangan ke teman-temannya.
"Errr.. maaf leader. Kita harus punya nama kelompok," Usul Tobi.
Pein yang mendengar panggilan 'leader' pada dirinya tersenyum bangga,"Ya sudah, nama kita Akatsuki saja" jawab Pein.
"Kenapa Akatsuki leader?" Tanya mereka serempak –minus Konan. Pein makin mengembangkan senyumnya. Ia senang panggilan itu. Jauh lebih baik dari pada para muridnya yang memanggil ia 'Boss' yang di anggapnya sebuah ejekan.
"Karena nama itu yang hanya terfikir oleh ku saat ini. Aku hanya teringat manga Naruto ada geng kriminal paling ditakuti namanya Akatsuki. Nah kalian kan kriminal semua. Jadi cocok dong. Aku akan membuat pakaian seragam untuk kita. Kumpulkan saja uangnya pada Kakuzu. Bagaimana, kalian setuju dengan nama itu?"
'Dasar Otaku…' bathin mereka kemudian.
"Ya sudah, lagian aku juga tak terfikir nama lainnya" sahut Sasori disertai anggukan yang lain.
"Baiklah, sekarang kita bubar. Besok sore kita rapat di taman besar Kampus." Perintah Pein.
.
.
.
Pein berjalan santai ke tempat parkiran tepi gudang. Tempat itu kelihatan amat gelap dan menyeramkan. Tampaknya Semua teman-temannya telah pulang.
GREP!
Sebuah pelukan tiba-tiba dari arah belakang menghentikan langkahnya. Pein melepaskan pelukan tersebut dan membalikkan badannya. -Samar- namun matanya masih menangkap sesosok wanita yang menjadi obsesinya selama ini.
"Konan…" Gumam Pein. "Aku tahu kau memang tertarik pada ku sejak memasuki gudang tadi," lanjutnya pede.
Konan menutup matanya perlahan. Lalu membukanya lagi, menatap lebih dalam. Tangannya bergerak menyentuh wajah Pein, mengelusnya pelan.
"Bahkan sejak lama aku menyukai mu, sejak melihat mu menyaksikan pertarungan ku. Demi melihat mu aku rela mempertaruhkan nyawa ku setiap bulan. Tak ku sangka orang yang menarik hati ku ini adalah pria mesum, di depan semua orang kau akui kemesuman-mu, dasar tak tahu malu-" Desis atau lebih tepatnya desahan Konan membuat Pein meneguk ludah. "-Aku jadi tak menyukai mu lagi," lanjutnya sembari menarik tangannya perlahan dari wajah Pein.
Pein menyentuhkan jari telunjukknya di bibir gadis itu. Lalu memajukan wajahnya, menunduk dan berbisik "Pantas saja kau marah pada dosen itu. Kau cemburu, eh? Kalau begitu akan ku buat kau menyukai ku lagi. Tenang saja, aku ini pecinta wanita."
Pein memeluk pinggang Konan dengan tangan kirinya. Sementara tangan kanannya mengangkat dagu wanita itu. Perlahan Pein megecup bibir Konan. Hanya kecupan singkat namun berhasil membuat jantung Konan dagdigdug. Pein bermaksud melanjutkan ke tahap yang lebih panas. Pein mendekatkan lagi bibir nya.
"Ah… kalian jangan romantis-romantisan di depan ku dong. Aku kan cemburu," suara seorang laki-laki menghentikan kegiatan mereka. Yah… Naruto bersandar di tembok gudang. Lalu berjalan perlahan dan memisahkan mereka.
GREP!
"Kau jangan selingkuh, Pein." Desisnya marah. Naruto mencengkeram jaket Pein.
"Dan aku punya banyak pertanyaan untuk mu, Naruto." Balas Pein. Ia menepis tangan Naruto kasar.
"Tenang saja, aku akan jelaskan semuanya, kapan-kapan." Naruto benar-benar telah pergi.
Konan menatap Pein. Seakan mengerti, Pein berkata "Aku malah bingung ada apa sebenarnya dengan anak itu."
"Ya sudah, aku pergi dulu." Konan beranjak meninggalkan Pein.
"Kau tak mau ku antar? Setan banyak berkeliaran di sini." Kata Pein menakut-nakuti.
"Tak masalah jumpa setan, aku juga sudah bertemu dengan setan mesum. O iya. Kartu pengenal laki-laki itu aku ambil." Kata Konan sambil berlalu. Ia mengibas-ngibaskan kartu tersebut.
Pein mendengus geli.
"Baiklah…" Pein akhirnya menaiki O-chan nya, pergi meninggalkan gudang menuju kost tercinta.
TBC
Silahkan review readers.
