a/n: watch out! Don't like Don't read!

oOoOoOoOoOo

Kutatap punggungnya yang terbalut jaket. Rambut panjang indigonya melambai-lambai tertiup angin

Dan tanpa melihat wajahnya saja, aku sudah tahu. Ia sedang tersenyum.

Dan mata lavendernya itu –yang sama sepertiku- terpancar rasa kagum akan pemandangan di depannya.

Naruto Uzumaki

Si Ninja kuning super menyebalkan yang berhasil mengalahkanku di ujian chuunin 3 tahun yang lalu itu sedang berlatih dengan rekan satu timnya, Sakura.

Bagiku, mungkin bosan berdiri berjam-jam hanya dengan melihatnya berlatih seperti itu-itu saja.

Tapi tidak bagi Hinata. Aku tidak tahu apa yang dipikirkannya, ia kelihatan sangat senang.

Mata tidak bisa berbohong, itu yang terlihat dari matanya. ia benar-benar mencintai Naruto.

Jujur saja, aku tidak terima penyataan itu.

Mungkin Naruto hebat, namun ia tidak pernah menyadari perasaan Hinata. Tidak pernah menyadari keberadaan Hinata.

Kurasa di otaknya hanya ada ramen. Lagipula, Naruto menyukai gadis lain. Aku yakin ia pernah bilang begitu.

Aku tidak akan pernah terima jika melihat wajah patah hati Hinata, tidak akan.

"Hinata-sama, bisa kita pulang sekarang? Sudah terlalu larut."

Ya, karena aku mencintainya.

oOoOoOoOoOo

kutepuk bahunya,"Hinata-sama, kau khawatir?"

dia menoleh dan tersenyum. Aih, manisnya. Ini pertama kalinya ia memakai rompi chuunin khas Konoha.

"sedikit. Aku khawatir apa aku bisa melindungi naruto dan Jinchuuriki Hachibi itu..."

"kalau kau bertarung dengan keragu-raguan, kau mungkin nantinya gagal melindungi Naruto, Hinata-sama."

Aku bisa melihat air wajahnya berubah. Apa aku mengucapkan sesuatu yang salah?

"aku mengerti, Neji nii-san. Aku akan mencoba semampuku"

Aku tersenyum.

Salah satu tujuan perang ini memang untuk melindungi Naruto dan Jinchuuriki Hachibi itu.

Namun, jika Hinata yang mengucapkannya..

Entah kenapa terasa berbeda...

Aku menghela nafas dan memalingkan wajahku ke arah lain.

Aku juga akan melindungi Naruto dan Jincuuriki Hachibi itu. Namun aku juga akan melindungi Hinata-sama. Semampuku.

Ya, karena aku mencintainya.

oOoOoOoOo

Aku tidak sanggup berdiri lagi. Tubuhku ambruk di bahu Naruto. Aku bahkan tidak dapat merasakan apa-apa lagi.

Yang kuingat hanya aku berusaha melindungi Naruto dan Hinata dari serangan monster tersebut.

Dan beberapanya menembus tubuhku.

"kami perlu tim medis!"

"tidak perlu Naruto..sudah terlambat."

Aku tahu serangan monster itu sangat cepat, dan aku yakin Kaiten takkan sempat.

Namun hanya ini yang sempat kulakukan.

"hidupmu bukan hanya untuk dirimu seorang Naruto.."

"Tapi kenapa?! Kenapa seperti ini?!"

Kupejamkan mataku dan mengambil napas panjang. Terkadang sulit menghadapi si kuning keras kepala ini.

Bukankah aku sudah berjanji akan melindungi kalian berdua?

"Kau seorang Hyuuga!"

Aku mengambil napas panjang sekali lagi. Mungkin perlu kutarik kata-kata ku tadi.

Ini terasa sakit. Bukan karena benda yang menembus dan mengoyak tubuhku.

Tapi Hinata-sama menangis di depanku.

"nii-san..."

Aku tersenyum. Aku tidak ingin mati disini. Sama sekali tidak. Tapi aku dapat merasakan ajal akan menjemputku.

"karena... aku seorang jenius..."

Hey, aku belum sama sekali mengucapkan terima kasih padamu Naruto.

Karena kau telah mengubah jalan pikirku tentang takdir.

Karena kau telah membebaskanku dari belenggu kutukan.

Aku mengambil napas panjang sekali lagi. Pandanganku semakin buyar.

Setidaknya aku ingin menghapus air mata itu dari wajah Hinata.

Namun tubuhku tak mengindahkannya.

Dan air mata itu semakin mengalir deras seiring samarnya penglihatanku.

Walau begitu aku sudah mencapai tujuanku.

Melindungi Naruto.

Dan melindungimu, Hinata-sama.

Ya, karena aku mencintaimu... walau akhirnya aku mengunci perasaan ini rapat-rapat selamanya.