THE DEIMON KINGDOM
Disclaimer: Riichiro Inagaki dan Yusuke Murata
Pair: Hiruma Youichi & Anezaki Mamori
Genre: romance, family, friendship, sedikit mengandung unsur dongeng
Story: yuci-chan
Rated: K
Warning:OOC, tidak sesuai alur EYESHIELD 21, TYPO tersebar, gak jelas
Dan segala macam kekurangan lainnya, mohon di maafkan.
Chapter 1
Ini fict kedua aku setelah Hiruma's Secret. Tapi ini bukan sequel dari Hiruma's Secret. Untuk sequelnya nanti dulu, mau nyelesaian yang ini dulu. Mumpung lagi dapet inspirasi nih, kekekekeke.. semoga bisa memuaskan para reader. Ini baru prolog, jadi diharapkan para reader bersabar..kekekeke udah ah jangan kebanyakan bacot.. kita mulai saja ceritanya.
"Pencuri…!"
"Tangkap dia!"
"Jangan sampai lolos…!"
"Jangan lari kau…!"
Teriakan-teriakan itu membuatku semakin ketakutan, 'bagaimana ini? bodoh ! jawabannya ya lari. Tapi, lari kemana? Aku takut…'teriak batinku. Apa yang salah? Aku hanya meminta… ralat, mengambil dua buah apel dari keranjang pedagang apel. Ya tentu saja tanpa izin, karena jika aku izin terlebih dahulu, pasti tidak akan boleh.
Oke, kata ibuku mengambil tanpa izin adalah perbuatan salah, tapi jika alasannya karena aku lapar, apakah aku salah? Aku lahir dan dibesarkan di keluarga Anezaki, salah satu keluarga miskin yang ada di wilayah kerajaan Deimon. Kehidupanku serba tidak berkecukupan. Jangankan untuk beli barang bagus, makan saja susah. Katanya Tuhan adil, tapi apanya yang adil? Katanya orang yang berbuat baik akan dibalas dengan kebaikan, tapi apa buktinya padaku?
Mereka yang berada didalam istana kehidupannya sangat terjamin. Makan enak, baju bagus, kasur yang empuk, kuda, sepatu, semua ada. Padahal tidak sedikit dari mereka yang mengambil hak rakyat jelata seperti keluargaku. Mereka mengambil ladang dan peternakan milik ayahku, lalu menjadikan kami budak mereka dengan upah yang sangat kecil. Mereka tidak memikirkan nasibku dan keluargaku. Jangan kira kami tidak melawan saat hak kami dirampas paksa. Kami sempat melapor pada polisi, tapi apalah daya kami, kami hanyalah rakyat jelata, sedangkan mereka para raja dan petinggi kerajaan, jelas polisi akan lebih tunduk pada mereka.
Aku benci kehidupan yang tidak adil ini. Aku benci orang-orang yang tinggal di istana, mereka bersenang-senang saat kami sedang kesusahan. Dasar….!
Aku terus berlari tak tentu arah, berharap orang-orang yang mengejarku kelelahan dan segera berhenti. Tapi harapanku tak terkabul. Suara-suara itu semakin dekat dan semakin banyak. 'Bagaimana ini? Ibu aku takut..hiks.'
Aku menengok kearah belakang sekedar memastikan mereka sudah dekat atau masih jauh. Nafasku memburu. Kupelankan sedikit kecepatan lariku. Peluh terus membasahi tubuhku. Aku merasakan rasa sakit disekitar perut dan ulu hatiku, mungkin karena sejak tadi malam aku belum makan. Kupegangi lututku yang sedikit bergetar. Mungkin lebih baik aku melahap apel yang tadi kucuri. Ku keluarkan satu apel dari tasku yang terbuat dari karung goni.
"Hei… itu dia! Aku menemukannya!" terikan itu membuatku terkejut dan segera menunda waktu makan siangku. Ku masukan apel kedalam tas dengan segera, lalu aku kembali berlari sekuat tenaga. Apapun yang terjadi, aku akan terus berlari. Hingga…
Sreeeeettt….
Sebuah bayangan hitam telah menarikku kedalam hutan. Aku sudah tak memiliki tenaga lagi untuk melawan. Entah apa yang dia lakukan, yang jelas sekarang aku merasa seperti sedang melayang. Baiklah, ini lebih menakutkan dari teriakan orang-orang yang mengejarku.
"Siapa kau? Lepaskan aku!" aku memukul dada seseorang yang telah membawaku tadi. Aku tak bisa melihat dengan jelas siapa dia, karena sejak awal aku di tarik olehnya, aku tak berani membuka mataku.
Sekarang dia berhenti, dia menurunkanku dari gendongannya. Jadi dari tadi aku digendong, aku bahkan tidak sadar. Aku masih menutup mata dengan kedua telapak tanganku. Menangis adalah hal yang yang mudah untuk dilakukan sekarang. "Hiks..hiks… siapa kau? Kenapa? Kenapa kau meculikku? Hiks.." kataku sambil menangis terdedu-sedu.
"Apa? Menculikmu? Cih.. sebelum menuduh, buka mata sialanmu dulu." kata orang yang tadi membawaku. Suara laki-laki, tepatnya anak laki-laki. Aku membuka matakku untuk melihatnya. Seorang anak laki-laki berambut hitam tengah berdiri di hadapanku. Sepertinya dia seumuran denganku, ya… sekitar tujuh tahun. Memakai kaos merah dengan gambar kelelawar hitam. Celana panjang hitam, yang bagian bawahnya ditekuk. Matanya menatapku lekat-lekat, irisnya yang berwarna hijau toska itu telah menghipnotisku. Aku tak pernah merasakan hal ini sebelumnya, rasanya begitu tenang, nyaman, dan aman, seolah dia akan melindungiku dari segala marabahya, padahal aku pun belum mengenalnya.
Eh, tunggu dulu…
Telinga anak ini runcing, aneh. Dia menyeringai, giginya…tajam. Oh, Tuhan siapa dia?
"Aaaaaaaaaaaahhhhhh…. Hantu!" aku berteriak saat menyadari wajah anak ini mirip setan. Matanya membelalak, sepertinya dia terkejut atas teriakanku tadi. Dengan segera dia menutup mulutku dengan tangannya.
"Hei..Diamlah! aku bukan hantu, dasar bodoh!" katanya dengan mata melotot. Refleks aku menggigit tangan anak itu.
"Aawwwhhh…. Kenapa kau menggigitku? Kau kanibal, hah?" katanya sembari menarik tangannya dengan cepat. Telapak tangannya merah, pasti karena aku menggigitnya dengan sangat kuat tadi.
"Maaf… aku tidak sengaja…" kataku memohon maaf. Kini aku tahu dia bukanlah setan seperti yang kukira. Tak mungkin kan setan kesakitan.
"Cih… dasar bodoh, tanganku sudah merah begini kau bilang tidak sengaja?" hardiknya.
"Kan aku sudah minta maaf, lagi pula itu semuakan karena kau yang dengan tiba-tiba menarikku. Memangnya kau siapa?" tanyaku kepadanya.
"Kau tidak tahu siapa aku?" bukannya menjawab pertanyaanku dia malah bertanya lagi.
"Memangnya kita pernah bertemu?" tanyaku sambil memiringkan kepala pertanda aku bingung.
"Tidak. Perkenalkan Namaku Hiru…. Ehm, maksudku Youichi. Kau bisa memanggilku You." katanya memperkenalkan diri.
"Aku Anezaki Mamori. Salam kenal" kataku disertai senyuman khasku. "Oh..iya.. kenapa kau membawaku kesini?" tanyaku padanya saat menyadari kami berdua tengah berada diatas pohon yang memiliki banyak dahan besar. Kami berada di salah satu dahan pohon ini.
"Aku melihatmu berlari tadi. Dari wajah sialanmu, aku tahu kau sedang ketakutan. Ditambah lagi aku juga melihat orang-orang sialan yang mengejarmu. Jadi kuputuskan untuk menyelamatkanmu dan membawamu kesini. Kau berhutang budi padaku." ceritanya kepadaku. Sekarang aku tahu sebenarnya dia orang baik. Aku menyesal telah menuduhnya menculikku, dan telah menggigit tangannya.
"Lalu, kenapa harus keatas pohon?"
"Karena aku rasa tempat inilah yang aman, aku sering kesini." katanya memberi alasan.
"Bagaimana caranya kau membawaku kesini?" tanyaku lagi.
"Menggendongmu." jawabnya singkat.
"Aku tak mengenalmu, aku tak tahu siapa kau, tapi kau menolongku. Apa alasanmu menolongku?" tanyaku lagi dan lagi.
"Cih… kau itu cerewet ya? Dasar cewek cerewet sialan." hardiknya lagi. Heran, apa dia tidak diajarkan cara berbicara yang benar oleh orang tuanya?
"Uuuhhhh… aku kan hanya bertanya. Sudah jawab saja." kataku mulai kesal karena sejak tadi anak ini selalu bicara kasar.
"Cih.. aku menolongmu karena aku merasa kita sama. Kau anak kecil dan aku juga akan kecil. Dan satu hal lagi, aku paling tidak suka melihat orang lain ditindas. Apalagi gadis cengeng sepertimu." katanya.
"Aku tidak cengeng…! Aku…aku hanya ketakutan tadi." kataku membela diri.
"Memangnya kau melakukan apa sehingga semua orang mengejarmu?" tanyanya dengan nada serius.
"Aku…aku…aku mengambil ini." kataku menunjukan dua buah apel hasil curianku. Apa jadinya ya jika ia tahu aku mencuri?
"Kau mencuri?" tanyanya lagi.
"TIDAK.. ! Aku hanya mengambilnya, aku lapar." kataku, kini kurasakan benda basah turun dari mataku. Aku malu. "hiks…hiks… apa kau tahu rasanya jadi orang miskin? Tidak enak. Kenapa aku harus dilahirkan dikeluarga miskin? Kenapa bukan aku yang dilahirkan dikeluarga Hiruma yang tinggal di istana? Hidup ini tidak adil. Mereka yang tinggal di istana, berbahagia dengan semua harta benda mereka, sedangkan aku, aku hidup susah. Aku tahu mencuri itu salah, tapi apa boleh buat? Keadaan yang memaksaku menjadi pencuri." ceritaku panjang lebar, entah kenapa aku ingin mengutarakan semuanya kepada anak ini, anak yang baru saja kukenal. Tapi memang hanya dialah yang kurasa mau mendengarkan curahan hatiku. Selama ini aku tak punya teman, mereka semua memusuhiku. Kau tahu alasanna? Karena aku miskin.
"Pencuri tetap saja pencuri." Katanya dingin. Dadaku sesak mendengar ucapanya, aku kira dia akan menyemangatiku, memberikan solusi untuk masalah yang seharusnya tak ditanggung oleh anak seusiaku.
"Tapi…hiks, aku tahu aku salah…hiks, maafkan aku." kataku mengakui kesalahanku.
"Jika kata 'maaf' berfungsi, kita tak akan membutuhkan polisi." katanya masih sedingin tadi.
"Hiks… jadi kau mau membawaku ke polisi?" tanyaku meminta penjelasan.
"Siapa yang mau membawamu ke polisi, bodoh? Kau beruntung bertemu denganku. Lain kali jika kau lapar, jangan mencuri. Itu tidak baik, kau kan bisa bekarja. Misalnya membantu tetangga sialanmu di ladang. Semua masalah pasti ada jalannya. Jangan cepat menyerah. Menyerah hanya untuk orang lemah. Dan aku tidak suka orang lemah." katanya menasehatiku.
Aku mengangguk dan tersenyum kearahnya, "Terima kasih." kataku.
Baru kali ini aku mengenal orang asing dan langsung akrab dengannya. Aku merasa nyaman berada di dekatnya, aku merasa aman bersamanya. Youichi, siapa kau sebenarnya?
thedeimonkingdom
Semilir angin menambah kesejukan diantara kami. Aku dan seorang anak laki-laki tengah duduk di sebuah dahan pohon yang besar. Kami duduk bersebelahan, menikmati pemandangan yang indah dari atas pohon yang rindang. Pohon ini menjadi saksi awal persahabatan kami.
"Pasti kau ini adalah pencuri pemula, hah?" tanyanya sambil menyeringai.
"Bagaimana kau bisa tahu?"
"Buktinya saja di hari pertamamu mencuri kau sudah gagal. Kekekeke…. memalukan." ejeknya.
"Uuuuhhhhh…. Itu memang akunya saja yang sedang tidak beruntung." belaku sambil menggembungkan pipi.
"Kekekekekekeke….. akui saja, kau ini bukan pencuri yang professional." ejeknya lagi.
Sekarang dia mulai menyebalkan, tapi aku senang bisa berteman dengannya. Dia anak yang baik. Walau secara fisik dia terlihat seperti setan, tapi aku yakin didalam hatinya tersimpan sisi malaikat. Aku terus tersenyum memandang kagum kearah anak laki-laki ini, dia benar-benar seperti setan, euhmm.. maksudku setan yang tampan.
"Kenapa kau? Wajahmu jadi jelek begitu. Kekekekekek…" suaranya yang khas membangunkanku dari lamunanku. "tidak apa-apa,"itu jawaban atas pertanyaanya tadi.
"Oh iya You, kau itu berasal dari mana? Aku tidak pernah melihatmu." tanyaku disertai senyum.
"Aku…. Ah, aku tinggal disana." kata Youichi menunjuk kesuatu tempat. Mataku mengikuti kearah yang ditunjuk oleh Youichi. "Kau lihat peternakan itu? Aku tinggal disana. Ayahku seorang peternak, dan ibuku… ibuku telah lama meninggal." kata You sambil menunduk. Aku terkejut mendengar kalimatnya yang terakhir. Aku tak bermaksud untuk membawa perbincangan kami kearah ini. Aku melihat kesedihan dari mata Youichi. Aku memegang tangan kanan Youichi dengan tangan kiriku, mencoba memberikan kekuatan kepadanya. Dia menoleh ke arahku , aku tersenyum dan dia pun tersenyum.
Ini adalah awal persahabatan yang indah. Aku harap You akan selalu menjadi sahabatku, untuk selamanya.
thedeimonkingdom
"Ayo You… kau bilang ingin melihat rumahku, kau ini lamban ya?" ejekku padanya yang sekarang berada dibelakangku. Tidak seperti aku yang sedikit berlari, You hanya jalan santai seolah tak peduli dengan apapun.
Aku senang You mau main ke rumahku. Selama ini tak ada teman yang mau bermain denganku. Aku ingin segera mengenalkan You dengan ibu, dan kedua adikku. Mereka pasti senang.
"Nah, sudah sampai." kataku sambil menunjuk rumah kecil dengan dinding kayu, dan atap jerami. Yap.. ini adalah rumahku, rumah kediaman keluarga Anezaki. Letak rumahku sedikit terpencil, jauh dari perkotaan ataupun pasar, jadi wajar orang-orang yang tadi mengejarku tidak mengenaliku.
"Ayo You… aku akan kenalkan kau dengan ibu dan adik-adikku." kataku tak sabaran. Aku menarik tangan Youichi agar dia mempercepat langkahnya.
Kubuka pintu rumahku, "Ibu… ! Aku pulang.." kataku mengucap salam. "Kak Mamori…" teriak anak laki-laki yang lebih kecil dariku. Dia Sena, adik laki-lakiku satu-satunya. Sena adalah pribadi yang pemalu, namun jika sedang bersamaku, dia menjadi cukup terbuka.
"Ya-! Mamo-nee sudah pulang.." teriak seorang anak perempuan dari arah dapur. Dia berlari menghampiriku. Ini dia, adik perempuanku yang paling kecil. Suzuna, anak yang sangat berbeda dengan Sena. Suzuna lebih hyperaktif, selalu ceria dimanapun berada, dan mudah beradaptasi dengan orang lain.
"Ah….Mamo, kau sudah pulang sayang?" ini dia ibuku. Dia berjalan dibelakang Suzuna. Senyumnya yang manis menyapaku dan Youichi. Senyum ini bagaikan energi yang selalu menguatkanku disaat aku lelah, sedih, ataupun marah. Aku beruntung memiliki ibu sepertinya.
"Mamo-nee… siapa dia?" tanya Suzuna sambil melirik Youichi yang berada di sampingku.
"Ah, iya… ibu, Sena, Suzuna, kenalkan ini Youichi. Dia tinggal di peternakan didekat hutan. Kami bertemu di pasar tadi." kataku mulai mendeskripsikan sahabat baruku ini.
"Hai… perkenalkan aku Anezaki Mami, aku ibunya Mamori. Mereka adik-adik Mamori, ini Sena dan ini Suzuna, salam kenal." sapa ibu sambil menunjuk kearah Sena dan Suzuna secara bergantian.
"Hei…" hanya itu respon yang keluar dari mulut Youichi, mungkin dia sedikit gugup.
"Sssttt… Mamo-nee, dia tampan, apa kau tidak menyukainya?" bisik Suzuna di telingaku.
Aku terkejut mendengarnya, aduh adikku yang satu ini tahu dari mana hal yang seperti itu. Wajahku merah, aku melirik You. Dia balik menatapku, pandangan kami bertemu, dan kuakui You memang tampan, sangat malah.
"Benarkan Mamo-nee, dia tampan?" bisik Suzuna lagi. Aku ingin menyangkalnya, jika saja ibu tidak berbicara. "hei kalian.. tidak baik berbisik seperti itu, itu namanya tidak menghormati tamu." kata ibu menasehati.
"Mamori kau belum makan, kan? Ibu sudah siapkan makanan untukmu, dan Youichi, kau juga makan ya? Tapi masakan disini sangatlah sederhana, jadi kami mohon maaf." kata ibu tanpa menghapus senyumnya sejak tadi.
"Iya You, kau makan disini ya? Mau ya? Kau kan sudah membantuku tadi. Anggap saja ini ucapan terima kasihku." kataku membujuk You agar mau lebih lama tinggal dan bermain bersamaku.
"Iya You-nii… makanlah dulu. Hari ini ibu masak soup jamur. Rasanya enak loh." Suzuna ikut-ikutan membujuk You, tapi apa-apaan panggilan itu? 'You-nii', dasar Suzuna.
"Maaf… hari ini sepertinya aku tidak bisa, aku ada urusan. Mungkin besok." kata You. "janji ya You, besok kau akan kesini lagi dan makan masakan ibuku." kataku.
"Iya, dasar cerewet." katanya cuek.
"Mou..!" itulah tanggapan terakhirku sebelum You benar-benar pamit.
"Yasudah kalau begitu. You, hati-hati ya? Terima kasih sudah mengantar Mamori." kata ibu berterima kasih.
"Hn," jawab You sekenanya.
"You-nii… jangan lupa besok kemari lagi ya? Bermain denganku dan Sena, dan terutama Mamo-nee..hehe," kata Suzuna dengan riang namun terselip nada menggoda di kalimatnya.
"Aku pamit," akhirnya Youichi pun pamit. Aku terus melihatnya berjalan menjauhi rumahku. Kulihat pundaknya, pundak yang tadi susah payah menggendongku. Batinku berucap, 'terima kasih Youichi.'
thedeimonkingdom
TBC
Nah itu prolognya, gimana? Gak jelas kan? Kalo gak suka gak usah dilanjutin baca nanti dapat berdampak buruk bagi kesehatan, kekekekek…. Oh iya review masih sangat mat dibutuhkan sekali bagi saya yang masih pemula ini. mohon kritik dan sarannya minna-san ! YA-HA…!
