Disclaimer to it's rightful owner :
Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadoshi
Original Story :
The Perks of Being a Phantom Player © Urei Miura
OCs © Urei Miura
Translation :
The Perks of Being a Phantom Player by Misamime
I own nothing but this translation
(Saya tidak mengakui hak milik diatas kecuali terjemahannya)
And, I don't make any commercial profit within this story
(Dan, saya tidak mendapatkan keuntungan komersil macam apapun atas cerita ini)
Translation is under permission of it's original author
(penerjemahan atas fic ini telah mendapatkan ijin dari author aslinya)
The Perks of Being a Phantom Player
"Where there is much light, the shadows are deepest."
-Johan Wolfgang von Goeth
Chapter 1: The Perks of Maya
Dear Friend.
Pertama-tama, aku tidak percaya diri untuk menulis surat di hari dan masa kini.
Maksudku...
Serius deh?! Dimana teknologi di seluruh penjuru bumi ini?
Dia bilang ini akan menjadi sangat membantumu—jadi aku menulis... untukmu. Biar kuperjelas, aku tidak sedang mengalami sakit kepala atau apapun itu. Aku hanya membutuhkan orang yang akan mendengarkan (yaah—maksudnya membaca) semua keluhanku tentang betapa kehidupan ini (sangat) tidak adil untukku!
Mungkin kehidupanku akan menjadi menyebalkan dari sekarang!
Yaah, sebenarnya dia membuatku menulis surat karena tidak ingin mendengarku berbicara lagi. Aku banyak omong dan juga banyak mengeluh. Pernah dia mengatakan kalau lebih baik aku diam untuk sekali saja dan aku seperti "benar-benar menjengkelkan jadi tolong..."
Ugh...
Pokoknya.
Namaku adalah Maya. Ayah memberiku nama dari burung yang berasal dari sebuah negara di Asia Tenggara. Maya atau yang lebih dikenal sebagai Black-Headed Munia (Lonchura atrica pilla jaggori). Jika kau penasaran, kau bisa mencarinya di google. Burung itu BENAR-BENAR polos. UGH. Umurku 16 tahun dan aku adalah seorang kakak—yang paling tua di keluarga. Aku mempunyai adik laki-laki, yang selalu berpikir bahwa ia lebih hebat dariku.
Kepribadian, penampilan fisik, dan kecerdasan di atas rata-rata—aku mengatakannya seperti itu kepada diriku sendiri. Tepatnya, aku tidak kurus ataupun gemuk. Tinggiku 155 cm. Aku memiliki warna kulit yang sedang-sedang. Rambutku bewarna hitam, bergelombang dengan panjang sebahu. Aku memiliki mata berwarna coklat. Aku menyukai coklat. Dan benci serangga.
Singkatnya, aku adalah remaja biasa dari keluarga biasa yang hidup dengan biasa.
Jika kalian bertanya, apa yang menyebabkan kehidupanku menjadi menyebalkan?
Sudah diputuskan kalau kami akan pindah! Kalian tahu, ayah dapat promosi karena dia sudah bekerja selama lima tahun! (Ya ampun, lima tahun hanya untuk promosi?! Menyebalkan!) Ini adalah berita bagus karena akhirnya kami akan memiliki uang yang lebih banyak tetapi dia mengatakan:
"Kita harus tinggal di Jepang."
Ada jeda yang sangat panjang. Aku tidak tahu harus bereaksi seperti apa.
"Kita harus tinggal di Jepang." Ayah mengulangi kata-katanya dengan perlahan.
Tinggal. Di. JEPANG.
Dia tidak bercanda. Tapi aku berharap dia bercanda.
Kami harus pindah rumah. Maksudku, RUMAH. Ini bukan pindah ke TEMPAT lain. Tetapi pindah ke NEGARA lain! Ibu SANGAT khawatir dengan masalah ini, dia meminta untuk mendiskusikan masalah ini dengan serius (karena sudah bertahun-tahun tinggal disini. Istilahnya—terbiasa). Sebenarnya aku juga khawatir—sebagai anak, aku dan adikku hanya diperbolehkan untuk mendengarkan diskusi tersebut. Kami berdua tidak diperbolehkan untuk berbicara dan 'berdiskusi'—yang menurutku sangat tidak adil, karena ini melibatkan kami berdua juga. Dan serius deh, aku bukan anak kecil lagi.
Acara diskusi itu terus berjalan dengan ibu yang mengatakan "ini benar-benar susah untuk diputuskan". Ayah mengatakan "mendapatkan pekerjaan akan menjamin masa depan anak-anak" - juga dikenal sebagai biaya kuliah. Ibu mendapatkan point dengan "anak-anak akan memiliki waktu yang sulit menyesuaikan diri dengan budaya dan bersosialisasi dengan orang lain." Ayah mengatakan "itu akan membuat anak-anak tumbuh sebagai orang yang 'nyata'" aku ingin membuat point disini bahwa ada kata-kata lainnya yang bisa ibu gunakan selain 'sulit'. Tapi seperti yang aku katakan, kami tidak diperbolehkan ikut campur dalam diskusi ini. Ayah memenangkan diskusi ini dengan mengatakan "pengorbanan harus dilakukan dalam rangka untuk mendapatkan semua hal yang terbaik dalam hidup", jadi sudah putuskan bahwa kami pindah ke Jepang.
Ya, ayah adalah tipe orang filosofis dan karenanya, dia selalu memenangkan semua diskusi. Maksudku, benar-benar deh, bagaimana kau bisa berdebat dengan...kebijaksanaan?
Adikku benar-benar bersemangat soal pindah ke luar negeri. Dia melompat dengan ketinggian 10 meter dengan senangnya karena masalah sudah diselesaikan dan akhirnya kita akan pindah. Aku berharap kepalanya memukul langit-langit rumah. Berbeda denganku, aku, menganggap mereka semua sudah gila. Setelah diskusi, Aku berbicara pada ibu persis sebagaimana yang dilakukan oleh orang beradab. Aku tidak bisa berargumen dengan ayahku, yah kau tahulah, alasanya sudah kusebutkan diatas. Aku tidak bisa mengatakan ini sebagai alasan karena memang bukan. Aku ini gampang emosi. Akhirnya juga bakal jadi argumen sepihak.
Alasanku adalah, tidak lain sebagai berikut:
1. SAHABATKU. Aku tidak bisa meninggalkan mereka! Aku sudah menghabiskan hampir seluruh waktuku bersama mereka! Kami bukanlah orang-orang populer maupun pecundang. Jadi, kehidupan sekolah kami sudah sempurna. Aku tidak mau meninggalkan mereka!
2. AKU SUDAH NYAMAN DISINI. Aku tidak mau pindah, karena tempat ini adalah rumahku!
3. WAKTU UNTUK BERADAPTASI. Aku hanya mengada-ada soal ini. Tapi aku menghabiskan waktu selama enam belas tahun hanya untuk mencari tempat yang pantas untukku, dan akan menghabiskan waktu berapa tahun untuk mencarinya lagi DI JEPANG?! Dan jujur saja, aku bukan orang 'sosial' jadi sudah kukatakan kalau ini bakal sulit.
4. AKU SEDANG DALAM MASA PUBERTAS. Ini mungkin akan membuatku menapaki jalan menuju pemberontakan (yang sebenarnya normal untuk remaja). Dan aku yakin kalau ini akan berdampak jelek. Jadi—pindah itu pilihan yang salah!
5. LAIN-LAIN.
Ibu hanya memberiku tatapan menusuk. Dan begitulah. Aku langsung diam. Tatapannya itu bisa membunuh dalam sekejab!
Tentu saja aku mencoba segala cara (aku bukanlah orang yang mudah menyerah). Dari argumen bersama ibuku, aku terpaksa berubah mengamuk seperti anak kecil untuk keadilan.
Tapi kau tahu bahwa pada akhirnya orang tua selalu menang. Ini tidak adil!
Ketika kau membaca surat ini, kami mungkin sedang dalam perjalanan ke Jepang. Aku mungkin sedang melihat keluar jendela pesawat sambil menyusun suatu rencana bagaimana cara mencuri parasut agar bisa terjun payung hanya untuk dapat kembali ke RUMAHKU. RUMAHKU.
Ayah, ibu dan adikku melihat ke depan untuk kehidupan baru yang sedang menanti kami di Jepang, kecuali aku.
Love always, Maya.
PS. Aku hanya bercanda soal terjun payung. Asal kalian tahu, aku takut dengan ketinggian. Jadi, kalau kau membaca surat ini mungkin aku sudah pingsan.
25 Maret
Dear Friend,
Sudah sebulan sejak kami tiba di Jepang. Dan akhirnya aku bisa move on (sepertinya). Aku sudah menerima kenyataan bahwa kami akan tinggal disini (lagipula aku tidak punya pilihan lain). Kami mulai mempelajari kebudayaannya—apa yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan oleh orang Jepang.
Misalnya, sumpit. Kau harus memperlakukannya dengan cara yang sama seperti bagaimana mereka memperlakukan sapi di India. Kau harus melakukannya dengan hormat! Memegang sumpit adalah seni dan memerlukan pelatihan yang intensif untuk bisa memegangnya dengan sempurna.
Ketika kau ke Jepang. Kau harus memperlakukan sumpit seperti benda yang dikeramatkan. Jangan bermain-main dengannya. Adikku hampir berkomitmen dengan seppuku ketika ia menggunakannya untuk mengambil sesuatu selain makanan. Dia emang bego.
Tidak. Aku tidak bercanda.
Yang berikutnya adalah: Membungkuk. Kau harus membungkuk ketika ada orang yang menyapa. Ini juga merupakan tanda penghormatan. Ayahku punya sedikit masalah disini karena dia tidak bisa membungkukkan badannya ke depan maupun ke belakang. Dia mempunyai masalah serius dengan persendiannya. Kau bahkan bisa mendengar suara tulangnya yang retak. Percayalah, itu sangat lucu namun pada saat yang sama juga menyakitkan.
Kami juga mulai mempelajari bahasa Jepang. Tetapi aku masih tidak mengerti.
Adikku membuatku menonton DVD anime Jepang dengan subtitle bahasa Inggris untuk mempelajari bahasa Jepang. Dia bilang ini akan membantuku menguasai bahasa Jepang. Dari kata-katanya, dia seperti mengatakan kalau aku masih jelek dalam bahasa Jepang sedangkan dia sudah sempurna. Tapi karena dia sudah baik kepadaku—aku lupakan sajalah. Lagipula DVD itu benar-benar membantuku. Aku bisa mengatakan "nani?!" dengan wajah yang terkejut atau "baka" kepada adikku.
Aku juga mempelajari kalau orang-orang yang terlalu banyak nonton anime itu disebut otaku. Banyak orang seperti itu di Jepang. Mereka itu benar-benar culun dan agak menjijikan. Dan sepertinya aku adalah salah satu dari mereka, tidak peduli suka atau tidak (KECUALI bagian menjijikan). Mau bagaimana lagi aku menyalahkan kebudayaannya, tapi serius deh... Animasi buatan jepang memang mengagumkan! Aku nonton dari seri ke seri berikutnya. Aku rasa aku mulai kecanduan dengan hal ini. Aku hanya terus menonton tapi aku tidak bisa berhenti! Dan aku jatuh cinta kepada Sendoh Akira, karakter keren dan lucu yang berasal dari anime yang berjudul "Slamdunk", itu adalah anime sport yang fokus kepada olahraga basket. Anime itu sangat lucu! Aku rasa kau juga harus nonton Anime itu!. Tapi sebenarnya itu bukanlah alasan kenapa aku menulis ini. Yang sebenarnya:
Aku takut. Karena aku akan masuk sekolah disini! Dan aku tidak tahu apa yang terjadi nanti. Maksudku, aku hanya mempunyai waktu kurang dari satu bulan untuk bersiap-siap! Apakah aku akan lancar berbahasa Jepang? Atau aku harus bersikap seperti orang Jepang?! Ini akan menjadi sulit. Aku akan bersekolah di Jepang!
Love always, Maya.
PS. Seragam sailor adalah yang terbaik! Ini adalah kostum terimut atau seragam terimut atau apalah itu namanya. Aku sudah menyisipkan kopian Slam Dunk, itu pun kalau kau mau melihatnya
Next : The Perks of Kagami Taiga
A/N : SUPER ULTIMATE BIG THANKS FOR loliconkawaii yang udah bantu ngecek fic ini sama ngebenerin kata-kata yang salah! ^^
mungkin diantara kalian ada yang nanggep ini adalah awal yang garing, tapi makin 'kesana' makin seru dan juga nistah! (?). pokonya...
Mind to Review?
R
E
V
I
E
W
