Chapter 1
Ini Rechap chapter 1 ya, soalnya kemarin tidak tahu kenapa terjadi banyak kalimat yang terpotong dan menjadikan tidak nyambung sama sekali untuk dibaca. Padahal ya, aku yakin banget aku tuh cuma kopas aja dari laptopku, harusnya sama pleg-pleg 100% sama naskah asli, sebelum aku post juga sudah aku cek. Huhu. Gomen-gomen ne minna-san. Lain kali aku akan lebih berhati-hati lagi..
Untuk inisial SH di akhir chapter, itu inisial Sakura Haruno. Kenapa? Itu karena ceritanya tentang Sakura, kan judulnya Sakura's Love Story. Tapi, nama asli penulis kalo disingkat juga SH loh.. #gak_ada_yg_nanya #abaikan #plaaakk
Etto, arigato atas reviewnya ya…
SAKURA'S LOVE STORY
Cast: Haruno Sakura, Uchiha Sasuke, Sabaku no Gaara,
Shimura Sai, Uzumaki Naruto, Madara Uchiha, Hatake Kakashi, yang lain menyusul.
Naruto itu punya Masashi Kishimoto-sensei.
saya Cuma minjem nama dan karakternya.
Cerita murni dari saya.
WARNING: aneh, gaje, abal-abal, OOC,
===========ITADAKIMASU==========
"Kami-sama... kalau begini terus, aku benar-benar akan dipecat. Haduh... telat... telat..." Gerutu sepanjang jalan seorang gadis yang baru beranjak dewasa. Terus berlari menyusuri trotoar jalan tengah kota metropolitan. Dialah Haruno Sakura.
Sakura adalah seorang gadis yang ramah, ceria, dan sangat cuek dengan penampilannya. Selalu tampil natural dan menerima apa yang telah Tuhan anugerahkan padanya. Disadari atau tidak, Sakura memiliki tubuh ideal dan rupawan. Tak sedikit orang yang bilang bahwa dirinya itu cantik. Tetapi apa responnya? Ia bahkan tak pernah merespon, dalam benaknya hanya konsen dengan study-nya dan kerja sambilan untuk membantu menopang beban Ibunya. Ayahnya sudah meninggal saat ia masih sekolah menengah pertama. Mulai sejak saat itu, ia tumbuh menjadi gadis yang tegar.
Seorang mahasiswi ekonomi ini juga merupakan tipe gadis yang tidak gampang menyerah dengan keadaan yang sedang dihadapinya. Selalu berusaha membuat orang di sekitarnya bahagia. Itulah dia, Sakura sosok unik yang menarik yang berharap suatu saat akan menemukan sebuah kebahagiaan hidupnya. Setidaknya, juga kisah cintanya.
Jam tangan sudah menunjukan pukul 19.20, sekitar sepuluh menit lagi jam masuk kerja. Tempat kerja masih jauh. Sepuluh menit bukanlah waktu yang cukup untuk menempuhnya, sekalipun harus berlari kencang. Sepanjang jalan, entah kata-kata apa yang Sakura ucapkan, intinya berharap agar ia tidak terlambat masuk kerja lagi. Lagi? Ya lagi, ini bukanlah yang pertama ia terlambat masuk kerja, sudah sekian kalinya. Bukan ia yang tidak bertanggung jawab akan pekerjaannya. Bagaimanapun ia hanyalah manusia biasa yang berharap bisa dengan sempurna membagi waktunya. Siang berkuliah dan malamnya bekerja. Siang hari, dia adalah mahasiswi yang kuliah di salah satu universitas ternama di kotanya, sedangkan malam hari, dia adalah seorang pelayan Cafe paruh waktu di Cafe elit di kotanya juga.
Berlari dan terus berlari, meski sudah tahu akan terlambat, tapi setidaknya sudah berusaha berangkat. Saat di perjalanan, tiba-tiba ia mendengar rintihan minta tolong. Karena merasa penasaran iapun mencari sumber suara tersebut, terlihatlah seorang kakek yang terkapar lemah.
"Ya ampun, kakek... kakek.. ya kakek, sadarlah..!" Kata Sakura panik karena melihat kakek sudah pingsan."Haduuhh, kakek.. sadarlah... astaga, darah? Kek, kakek... sadarlah...! Apa yang harus kulakukan?" Lanjutnya yang mulai bingung. "Bagaimana ini? Haruskah aku menolongnya dan berangkat kerja? Ah... suasana sepi, aku kan bisa pura-pura tidak melihatnya...? Tapi... kalau kakek ini kenapa-kenapa bagaimana? Kalau kakek ini sampai meninggal, terus hantunya gentayangan mendatangiku dan meminta pertanggung jawaban karena aku tidak menolongnya saat dia hidup bagaimana? Ahhh...tidak-tidak, ayolah Sakura, kau masih waras kan? Ok... tolong kakek, urusan kerja nanti sajalah. Setidaknya aku masih punya hati..."
Sakura memutuskan untuk menolong kakek itu. Kakek tua yang tak ia kenal. Ia menelfon ambulance dan untungnya rumah sakit tak jauh dari tempat kejadian.
"Tunggulah di luar, Nona..! Kami akan berusaha menolongnya." Kata seorang suster.
Sakura duduk di kursi tunggu dan berdoa demi keselamatan kakek. Meski ia tidak mengenalnya, tapi rasa khawatir terpancar jelas di raut mukannya. Sekitar setengah jam, seorang suster keluar dengan wajah panik.
"Bagaimana keadaan kakek, Sus?" Tanya Sakura.
"Kami butuh darah golongan A, pasien mengeluarkan banyak darah. Sayangnya kami kehabisan stok untuk golongan tersebut... Apakah Nona keluarganya?" Tanya Suster.
"Saya bukan keluarganya, tapi ambillah darah saya! Golongan darah saya juga A..."
"Baiklah, mari ke laboratorium! Kita tidak punya banyak waktu..."
Setelah mengikuti prosedur pendonoran darah, tubuhnya terasa sangat lemah. Ini wajar, yang penting nyawa kakek tua selamat. Setidaknya itulah yang ada di benaknya.
"Bagaimana, Dok?"
Dokter tersenyum. "Berkat darah Nona, kakek Nona selamat. Sekarang ia sedang tertidur karena obat bius.."
"Haahh...syukurlah kakek selamat.." Sakura menghela nafas lega. "Sebenarnya dia bukan kakek saya. Saya hanya menolongnya.."
"Hmm, rupanya masih ada kasih di tengah keegoisan kota ini..."
"Ah, terima kasih, Dok..." Dokter mengangguk dan meninggalkan Sakura.
Setelah itu, rupanya ia teringat akan sesuatu. "Astaga! Cafe?" Katanya menepuk jidatnya. "Jam sembilan malam lagi... ini sih bukan hanya telat, tapi telat bangeeett.." Lanjutnya yang langsung beranjak menuju Cafe tempat ia bekerja. Ia berharap ia tidak akan dipecat.
"Sakura, kamu pikir Cafe ini milik nenek moyangmu? Jam berapa sekarang, hah?" Teriak kesal menejer Cafe, Shion.
"Maaf Shion-san, tadi ada masalah besar di jalan..."
"Jalannya kali yang besar. Hahh.. baiklah-baiklah, ini yang terakhir. Kalau sampai telat lagi, aku tak segan untuk memecatmu..."
"Be..benarkah? Ahhh.. terima kasih banyak, Shion-san. Aku pastikan ini yang terakhir..."
Dengan semangat cerianya, Sakura menjalankan tugasnya sebagai seorang pelayan Cafe. Rupanya hari ini memang bukan harinya Sakura. Ada saja masalah yang menghampirinya. Saat membawa nampan berisi pesanan pengunjung Cafe, seorang pengunjung Cafe berjalan terburu-buru, tanpa sengaja menyenggol lengan Sakura. Sakura yang kaget, tak kuasa menahan beban dirinya, nampan yang ia bawa tak urung mendarat indah di gaun salah seorang pengunjung lain.
"Ya pelayan sialan, matamu buta, hah? Kalau tidak becus, tidak usah bekerja!"
"Ma..maaf, Nona. Saya tidak sengaja, tadi ada pengunjung yang menyenggol saya..." Jelas Sakura.
"Ada apa ini?" Tanya Shion yang tiba-tiba datang karena mendengar kegaduhan.
"Lihat gaun saya! Kotor karena perbuatan pelayan tidak profesional seperti dia. Orang miskin mana bisa profesional..." Kata Pengunjung Cafe pedas. Sakura panas, tak tahan dihina.
"Ya, saya memang miskin! Orang kaya tidak boleh menghina orang miskin! Apalagi dengan hinaan tidak profesional seperti Anda!" Balas Sakura lebih pedas.
"Kau..." Geram Pengunjung Cafe.
"Sakura...!" Bentak Shion. "Baru setengah jam yang lalu berjanji tidak akan membuat kesalahan. Sekarang apa? Kau... DI-PE-CAT! Silahkan keluar dan bersihkan isi lokermu!"
Tanpa bantahan, Sakura meninggalkan Cafe itu. Rasanya cukup berat. Gaji yang lumayan tinggi adalah alasannya bertahan. Rasanya juga ingin sekali meminta Shion untuk memaafkannya dan tidak memecatnya. Tapi kalau menginggat betapa seringnya ia terlambat, memang dipecat rasanya pantas juga.
"Hah...Habis ini pasti akan sangat berat..." Desah Sakura sambil menundukkan kepala.
"Kalau berjalan menunudukkan kepala seperti itu, kau akan menabrakku..." Kata Seorang cowok yang mengagetkan Sakura.
"Gaara-senpai?"
"Hai nona manis, kenapa malam-malam begini terlihat kusut? Tumben... Ada hal buruk terjadi? Menejermu marah lagi karena kamu telat?" Tanya Gaara.
"Lebih dari itu..."
"Lalu?"
"Aku dipecat.."
"Dipecat? Kok bisa? Jangan bilang karena telat lagi terus tak termaafkan?"
"Memang itu yang terjadi... mau bagaimana lagi...?"
"Sakura, kamu itu hanya memiliki dua tangan, kanan dan kiri. Siang kuliah, malam kerja. Kapan kamu punya waktu untuk istirahat?" Kata Gaara mulai khawatir. Bagaimanapun, ia sangat tahu akan keadaan Sakura.
"Ayolah, tak perlu menghawatirkanku seperti itu! Kau membuatku terkesan lemah saja. Aku masih punya dua kaki kuat yang akan membantuku berjalan lebih jauh, dan aku juga masih memiliki dua tangan yang senantiasa membantuku meraih semua impianku.. Kalau aku dipecat, masih ada kerjaan lain... Hei, aku ini Sakura. Sakura yang kuat!" Kata Sakura dengan semangat ceria seperti biasanya.
"Hah, benar juga. Nona keras kepala sepertimu mana mungkin menyerah begitu saja..."
"Kalau tidak keras kepala, itu bukan gayaku. hehe" Sakura mulai tersenyum.
"Nah, kalau tersenyum kau tambah manis. Ehmm, bagaimana kalau kerja di restoranku?" Usul Gaara.
"Hah.. Haruskah aku ulangi alasanku, wahai Gaara-sama?"
"Ah ya ya ya... Tapi Gaara-sama itu terdengar sedikit aneh?"
"Kau sudah terlalu baik padaku, aku hanya tidak mau memiliki banyak hutang budi padamu..."
"Tak perlu di fikirkan! Oh ya, kalau kau sudah tidak menemukan tempat kerja dimanapun, lowongan kerja untukmu akan selalu terbuka. Kapanpun."
"Aku akan menemukannya..."
"Itu bisa saja terjadi, Nona..."
"Haha... Gaara-senpai.."
"Ya?" Gaara menautkan alisnya.
"Arigato." Kata Sakura tersenyum tulus. Gaara juga membalasnya dengan senyuman.
Sabaku no Gaara adalah sahabat sekaligus mantan kekasihnya Sakura. Mereka memutuskan secara damai untuk mengakhiri hubungan mereka. Meski awalnya Sakura yang meminta mengakhiri, tapi dengan sangat berat hati Gaara menyetujuinya. Sakura menganggap perasaanya kepada Gaara hanyalah perasaan seorang adik kepada kakaknya. Sakura memang menyukai Gaara. Gaara baik, pintar, ramah, murah senyum, dan sangat tampan. Tapi, semua itu tidak bisa dijadikan alasan untuk menyerahkan hatinya untuk menerima Gaara. Sakura tidak bisa seenak saja mempermainkan perasaan Gaara yang tulus kepadanya. Sakura hanya tidak ingin melukai perasaan Gaara jika ia tidak benar-benar menaruh hati pada Gaara. Semakin lama ia berasama Gaara, semakin ia terluka juga.
Gaara selalu ada untuk Sakura meskipun mereka sudah tidak menjalin hubungan cinta lagi. Mereka memutuskan hubungan sejak sekolah menengah atas. Tapi mereka tetap bersama-sama sebagai seorang sahabat sampai sekarang, di perguruan tinggi. Gaara tidak pernah marah sekalipun atas semua keputusan Sakura. Meski sejujurnya Gaara sangat terluka, ia tak mempermasalahkan itu. Gaara menerima dengan lapang dan menjalani hubungannya dengan Sakura yang harus berakhir sebagai seorang sahabat. Gaara akan menjadi orang pertama saat Sakura membutuhkan uluran tangan. Dia memang menganggap Sakura sahabatnya, tapi ia juga masih mencintai Sakura. Bagaimanapun perasaannya begitu besar. Meski sudah berpisah, tapi Gaara tidak akan pernah menyerah mencari kesempatan. Kesempatan untuk mendapatkan hati Sakura kembali.
Gaara adalah seorang mahasiswa kedokteran. Ia juga senior Sakura. Meski ia dan Sakura berbeda jurusan, tapi itu tidak masalah untuknya. Bahkan, perbedaan status social yang sangat jauh dengan Sakura sekalipun tidak pernah ia mempermasalahkannya. Gaara menganggap Sakura sebagai bagian dari hidupnya.
SAKURA'S POV
Hari ini masuk kuliah pagi. Jujur aku masih sangat malas untuk bangun. Badanku pegal-pegal. Kakiku rasanya kaku, sulit sekali untuk kugerakkan. Mungkin gara-gara semalam? Kalau mengingat saat aku dipecat, itu menyebalkan sekali. Kenapa aku dipecat lagi? Aku menjadi pengangguran lagi…
Pagi ini aku mendapat kelas akuntansi! Aku benar-benar tidak menyukai kelas makul satu ini. Entah mengapa semua materi yang dosen terangkan, tidak satupun yang mampu dengan baik otakku cerna. Dosennya super galak, suka memberi banyak tugas, pelit nilai. Satu lagi, suka tidak jelas saat menerangkan materi. Itu membuatku gila! Arrgghhh… Tapi si bebek bilang aku saja yang terlalu bodoh. Bebek juga bilang hanya debit-kredit saja apanya yang sulit?.. Apa memang aku ini sangat bodoh? Ya memang aku akui aku selalu dapat nilai cukup, tapikan bukan begitu juga… Kenapa harus ada makul akuntansi di dunia ini? huh…
Tapi, ngomong-ngomong soal bebek, bebek cerewet itu dimana? Aku belum melihat batang hidungnya yang mancung itu. Aku merindukan bebek cerewet satu ini. Kami kemarin sudah tidak bertemu.
Aku berjalan menuju kelas akuntansi. Suasana kampus terasa aneh. Sedikit sepi. Kemana para penghuninya? Hanya beberapa orang lalu lalang saja… Huft, rasanya sedikit gerah saat aku harus menaiki puluhan anak tangga ini. kenapa kelasku harus di lantai paling atas? Melelahkan sekali. Andai saja ada escalator atau elevator, pasti akan lebih cepat.
Thag..thag..thag.. terdengar jelas suara ketukan dari sepatuku. Akhirnya aku sampai di lantai atas. Senangnya melihat kelas akuntasi di lantai paling atas dan paling pojok! Meski masih sedikit agak jauh, setidaknya sudah di ujung mata. Aku berjalan santai menuju kelas akuntansi, tepat dugaanku, aku ternyata telat lagi. APA TELAT? Astaga aku harus segera masuk kelas jika tidak ingin diusir dosen. Aku harus berlari!
Hah hah hah, sesak sekali dadaku. Ini pasti akibat aku jarang olah raga. Gaara si calon dokter itu benar, olah raga itu sangat penting… Kini aku sudah sampai di depan pintu kelas akuntasi. Pintu sudah tertutup sangat rapat. Aku mengintip di balik jendela kelas akuntasi, benar, sudah ada dosennya… HABISLAH AKU…Dengan gemetar aku memegang gagang pintu kelas. Aku mencoba membuka pintu kelas. Semua mata tertuju padaku saat melihat kehadiranku. Cih, aku seperti makhluk alien yang baru saja mendarat di bumi. Aku menoleh ke arah dosen akuntansi, aku tersenyum pada dosen itu. Bukan tersenyum, tapi aku justru memamerkan gigi-gigi putihku. Tak aku duga sama sekali, dosen killer itu mengizinkanku mengikuti pelajarannya. Dosen itu bahkan tersenyum ramah padaku. TERSENYUM! Oh Tuhan, ada apa dengannya? Biasanya, dia pasti akan mengusirku. Apapun yang membuatnya baik pagi ini, yang jelas aku sangat beruntung. Hah, LEGA rasanya. Ingin sekali sujud syukur…
Ternyata bukan aku saja yang terheran-heran, seisi kelaspun juga begitu. Mereka seolah berfikir, kenapa bisa?, itu tidak mungkin!, beruntung sekali Sakura, dan seperti itulah kira-kira. Masa bodoh dengan fikiran teman-teman sekelasku. Yang penting sekarang aku masih bisa mengikuti pelajaran dosen killer ini.
Aku berjalan menuju bangku paling belakang pojok, disebelah bebek. Kenapa bangku yang paling belakang? Pojok lagi. Tentu saja aku ingin menhindari makul monster satu ini. Haha, pelarian yang aneh. Aku lalu menjatuhkan pantatku di bangku itu. Bebek cerewet sebelahku langsung saja menyapaku.
"Hei Jidat, kau kemana saja? Kenapa bisa telat? Untung dosen itu sedang baik hati. Kalau tidak, kau pasti akan diusir!" Bisiknya.
Sudah biasa dia akan ngomel-ngomel tidak jelas seperti itu. Tapi jujur aku menyukainya, dia sahabatku! Dia hanya menunjukan rasa sayangnya dengan cara uniknya. Sudah dari sekolah menengah pertama bersahabat dengannya. Lama bukan? Jujur saja aku suka kesal dengannya, dia suka seenak saja memanggilku dengan sebutkan 'Jidat'. Yah aku akui jidatku ini memang sedikit agak lebar, tapikan bukan begitu juga memanggilku dengan sebutan aneh. Dasar bebek cerewet!
"Hei, jawablah! Apa kau kesiangan karena lembur kerja? Sudah kubilang jangan ambil lembur kalau paginya ada jadwal kuliah masuk pagi…" Bisiknya lagi.
Kurasa dia tak tahan karena aku tak kunjung menjawab pertanyaannya yang super banyak itu. Bagaimana aku bisa menjawabnya jika dia bertanya sebanyak itu tanpa jeda. Ya ampunn…
"Aku dipecat!" Jawabku akhirnya.
"APA DIPECAT?" Teriaknya dengan keras.
Seisi kelas langsung menoleh kerah kami. Termasuk dosen killer itu. Aku kaget dan takut bukan main. Dalam hatiku mengutuk manusia bebek sebelahku ini. Tidak bisakah dia mengurangi volume suaranya yang cempreng itu? Benar-benar..
"Yang duduk paling belakang pojok, ada apa? Kenapa berteriak?" Tanya dosen.
Mati aku, apa yang harus aku jawab? Aku takut. Kakiku bahkan ikut gemetaran. Aku dan bebek sebelahku hanya diam saja. Itu jurus kami untuk melawan dosen killer ini. Memang benar, diam lebih baik daripada banyak bicara. Itu yang dibutuhkan saat ini. Senangnya, dosen itu tidak berniat menanggapi lebih jauh. Pelajaran kembali dilanjutkan. Hah, sekali lagi aku beruntung!
Aku melotot pada bebek sebelahku, aku mengambil pulpen dan menulis di bukunya. Aku akan menceritakannya setelah pelajaran usai. Bebek hanya mengangguk dan tersenyum tanpa dosa. Senyum apaan itu? Apa dia tidak berfikir, dia baru saja menempatkan kita diujung jurang kematian?
Kami melanjutkan pelajaran hingga usai. Akhirnya, aku bisa benar-benar bernafas panjang. Kelas akuntasi yang menakutkan sudah usai! Setidaknya aku sudah lega sampai minggu depan di kelas akuntasi lagi. Seperti itulah persasaanku yang begitu takut dengan makul akuntansi. Di dalam kelas takut, ada tugas takut, saat ujianpun juga takut. Kurasa akuntasi itu memang bagai monster raksasa yang sangat menakutkan untukku. Tidak jauh berbeda dengan monster-monster di Attack on Titan yang aku tonton tempo hari.
"Kau ini, kenapa bisa dipecat lagi? Ini sudah berapa kalinya kau dipecat?" Tanya bebek padaku. Dia antusias sekali kalau mengenai masalahku. Rasanya tidak ada satupun masalahku yang tidak dia ketahui. Dia benar-benar sahabat yang perhatian.
"Mereka sudah tidak membutuhkan tenagaku lagi, Bebek…" Jawabku seadanya. Aku masih malas mengingat kejadian tadi malam.
"Ck, kau ini! Jangan sedih, kalau kau butuh bantuanku, kau tahu aku pasti akan membantumu…" Katanya.
"Bek, kau memang sahabat yang baik…" Aku memeluknya. "Tapi saat ini, aku belum memerlukan bantuanmu…"
"Baiklah…"
Aku meregangkan otot-ototku yang kaku. Ah, nyaman sekali rasanya. Kulihat bebek sedang berada di dekat jendela. Ia memandangi sesuatu yang berada di luar kelas. Kelasku memang ada di lantai paling atas, jadi bisa melihat ke setiap sudut kampus. Aku penasaran dengan apa yang bebek pandangi, akupun menghampirinya.
"Kau melihat apa, Bek?" Tanyaku.
"Pangeran kampus kita…" Jawabnya.
"Siapa? Memang ada pangeran di kampus kita? Dari kerajaan mana?" Tanyaku polos.
"Kau memang bodoh sekali! Pangeran kampus itu hanya julukannya. Dia itu Uchiha Sasuke. Cucu dari keluarga Uchiha. Pewaris utama Uchiha Group!" Jawab Bebek.
"Memang apa hebatnya dia?" Tanyaku biasa saja. Memangnya aku harus bertanya seperti apa?
"Iiishhh… Sudah jelas dia itu termasuk orang terkaya di Jepang. Kampus kita saja milik keluarganya. Kau tidak lihat, dia datang dengan sopir pribadinya. Kemana saja dia berjalan, dia selalu ditemani pengawalnya. Dia memang layak sebagai pangeran. Dia sangat tampan, tinggi, dan memiliki tubuh bagus…" Kata Bebek sangat semangat.
Aku heran kenapa banyak anak-anak yang mengurumuninya. Apa iya dia sehebat itu? Itu hal yang tidak wajar untuk dilakukan. Hei.. meski dia itu orang kaya dan pemilik kampus ini, tapi dia kan hanya manusia biasa, bukan superhero seperti spiderman! Dia juga bukan artis untuk dikerumuni. Kalau mereka heboh mengerumunin EXO atau BTS itu sih wajar. Ada-ada saja kelakuan anak-anak itu…
"Aku tidak pernah tahu ada pangeran kuliah di kampus kita ini?" Kataku yang memang benar-benar tidak tahu akan hal itu. Memang juga baru ini aku melihat kerumunan anak-anak yang berteriak heboh tidak aturan. Berisik sekali!
"Ck, dasar Jidat! Makanya jangan pedulikan pekerjaanmu saja! Dunia itu luas! Buka matamu untuk melihat hal-hal di sekitarmu!" Bebek mulai menasehatiku.
"Iya, iya… Bebek, apa kau menyukainya? Kau selalu saja tersenyum saat memangdangnya? Padahal, wajahnya saja tidak terlalu jelas terlihat dari atas sini…" Aku kembali bertanya.
"Hm, aku sangat menyukainya. Aku menganggapnya sebagai my bias. Walau Siwon-oppa juga tampan, tapi Sasuke jauh lebih tampan. Dia itu sempurna sekali. Perusahaan ayahku bekerja sama dengan perusahaan kakeknya. Aku pernah melihatnya sekali dalam pertemuan bisnis.."
"…"
"Tapi Sasuke itu adalah pangeran es. Dia tidak memiliki sahabat yang benar-benar dekat dengannya. Yang aku ketahui, dia hanya dekat dengan pengawal pribadinya dan satu cewek yang hanya satu-satunya cewek yang bisa seenaknya saja bersama Sasuke. Cih, aku benar-benar tidak menyukainya saat menempel pada Sasuke…"
"Cewek?" Aku sedikit tertarik dengan cerita Bebek. Memang ada cerita seperti itu? Rasanya ada. Saat ini, buktinya Bebek di depanku sedang menceritakannya. Hah, ada-ada saja. Fanfiction ya?
"Iya, namanya Yamanaka Ino. Putri tunggal pemilik Yamanaka Hotel. Meski ia putri pengusaha, tapi sangat menjengkelkan karena dia ternyata juga seorang model. Menyebalkan, hidupnya sempurna sekali.. Huuffttt…"
"Astaga… Jangan seperti itu! Tidak baik, Bek. Setiap orang memiliki jalan hidupnya masing-masing…"
"Iya aku tahu.. Hanya saja kenapa terkesan sangat sempurna?.. Pangeran Sasuke, aku ingin menjadi cinderella untukmu…" Bebek konyol sekali. Cinderella? Ya ampun. Apa dia fikir dia hidup di dunia dongeng?
"Kalau kau menyukainya, kenapa kau tidak ikut mengerumuninya seperti anak-anak itu?"
"Dia itu terlalu tinggi untukku, Sakura. Sangat sulit untuk digapai. Walapun aku pernah melihatnya sekali, tapi aku pastikan dia tidak mengingatku.." Suara Bebek terdengar pilu di telingaku. Apakah memang dia benar-benar menyukainya? Astaga…
Aku memegang bahunya. "Bebek, sesulit apapun masalahmu pasti ada jalan! Setinggi apapun dia, kau pasti bisa menggapainya. Yang penting, aku selalu mendukungmu! Fightiingggg!" Aku mencoba menyemangatinya.
"Kau memang sahabat yang baik, Jidat…"Bebek melukku. "Oh ya, karena kau sudah dipecat, berarti kau banyak waktu luang, kan? Ayo ikut ke salon ibuku? Kita spa di sana? Relaksasi Sakura, relaksasi.." Tawarnya.
"Lain kali saja, Bek. Aku ingin melanjutkan tidurku. Aku masih sangat lelah…" Tolakku halus. Aku hanya tidak mau melukai perasaan sahabatku. Dia suka kesal kalau aku menolak ajakannya tanpa alasan yang tidak jelas.
"Ah, sayang sekali. Baiklah, kalau begitu aku sendiri saja. Tapi, lain kali kau tidak boleh menolak ajakanku. Oke?" Katanya.
"Oke.." Aku tersenyum. Dia tersenyum kembali padaku. Diapun berpamitan kepadaku untuk pergi ke salon ibunya.
Bebek sudah pergi. Sepi sekali kalau tidak ada dia. Meski aku suka kesal padanya, tapi dia adalah sahabat terbaik yang aku miliki selain Gaara-senpai tentunya. Aku dan dia jarang sekali memanggil dengan nama asli kami. Aku memanggilnya Bebek dan dia memanggilku Jidat. Penyaluran kasih sayang yang aneh. Tapi yah, inilah bentuk kasih sayang persahabatan kami.
Bebek nama aslinya Uzumaki Karin. Dia itu tipe cewek yang banyak bicara, lebih tepatnya sangat cerewet seperti bebek. Dia anak orang kaya, jauh berbeda denganku. Dia sangat baik padaku, bahkan keluarganyapun juga begitu. Ibunya membayarkan uang masuk kuliahku. Aku sebenarnya tidak mau, tapi Karin selalu memaksaku untuk menerimanya. Bagi keluarga Karin uang masuk kuliahku saat itu bukanlah apa-apa, mungkin malah setara dengan harga sepuluh pengunjung spa di salon Ibunya Karin. Aku beruntung memiliki sahabat sebaik dirinya. Kuliah hanya impianku, tapi berkat Karin aku bisa mewujudkannya. Aku hhutang budi banyak pada Karin dan keluarganya.
Sekarang sudah hampir jam 11.00. Apa yang harus aku lakukan setelah ini? Apa aku pulang ke rumah saja? Rasanya tidak mungkin, rumah pasti sepi. Ibu belum pulang kerja. Ngomong-ngomong bagaimana keadaan kakek ya? Apa kakek sudah jauh lebih baik? Apa kakek sudah sadar? Ah daripada aku penasaran, lebih baik aku mengunjungi kakek saja..
END OF SAKURA'S POV
Sakura pergi ke rumah sakit untuk menjenguk kakek yang kemarin ia tolong. Ia ingin mengetahui bagaimana keadaan kakek itu. Ia berharap semakin membaik setelah operasi yang kakek itu jalani. Ia berharap darah yang ia sumbangkan tidak sia-sia.
Setelah turun dari bus umum, Sakura membeli sebuah parcel buah dengan berbagai macam buah sebagai isinya. Dengan riang ia memasuki rumah sakit dimana kakek yang ia tolong kemarin dirawat. Di lorong rumah sakit terlihat banyak pasien berlalu lalang dengan berbagai kondisi. Kebanyakan dari pasien itu menderita luka parah. Banyak darah dan bau obat. Hal itu membuat Sakura takut. Sakura benar-benar tidak menyukai rumah sakit.
Sakura menuju kamar dimana kakek yang ia tolong dirawat. Sesampainya di kamar itu, Sakura mengetuk pintu dan masuk kamar inap setelah sebuah suara laki-laki mempersilahkannya. Dengan kikuk, Sakura menyapa kakek.
"Ha..hallo kakek…"
Kakek tersenyum. "Apa kau Sakura yang sudah menolongku kemarin malam?" Tanya Kakek. Sakura hanya mengangguk dan membalas senyum kakek. "Kakek benar-benar mengucapkan banyak terima kasih.."
"Tidak apa-apa, Kakek. Siapapun yang menemukan Kakek dalam keadaan seperti itu pasti akan menolong…" Kata Sakura.
Sakura bercakap-cakap ringan dengan kakek itu. Kakek itu sering tersenyum saat mendengarkan cerita lucu yang Sakura ceritakan. Saking lucunya cerita itu membuat kakek ingin tertawa. Tapi karena luka jahitan di perutnya belum kering, kakek harus berusaha keras menahan tawanya.
Sakura merasa senang, meski kakek yang sedang bercengkrama dengannya adalah orang asing yang baru saja ia kenal. Awalnya Sakura menganggap kakek yang ditolongnya adalah orang yang galak karena terlihat jelas dari raut muka kakek yang begitu dingin, tapi saat ia bercanda-tawa dengan kakek itu, semua yang ia fikirkan tidak berlaku sama sekali. Kakek yang ia tolong adalah sosok kakek yang sangat ramah dan hangat. Sakura menyukai karakter kakek itu. Mereka banyak memiliki kecocokan.
Hampir dua jam Sakura bercanda dengan kakek. Entah kenapa ia merasa sangat senang bisa mengenal sosok kakek yang ia ketahui sebagai kakek Madara. Bahkan ia seperti merasakan kehangatan saat ia bersama kakek kandungnya sendiri. Ia juga tidak canggung saat kakek Madara meminta memanggilnya dengan sebutan 'kakek'. Hari ini seakan-akan menjadi hari keberuntungannya.
Setelah merasa cukup lama berbincang-bincang dengan kakek Madara, akhirnya Sakura harus mengakhiri bincang-bincangnya. Ia harus merelakan waktu untuk kakek Madara istirahat. Ia berpamitan pulang dengan kakek Madara.
Setelah memastikan Sakura keluar dari kamar inapnya, kakek Madara memanggil pengawal setianya, sebut saja Hatake Kakashi.
"Tuan Besar memanggil saya?" Tanya Kakashi.
"Kau melihat gadis yang baru saja keluar dari sini?" Kakashi mengangguk. "Cari tahu siapa dia! Dimana dia tinggal dan bagaimana latar belakang keluarganya!" Perintah Kakek Madara.
"Baik Tuan.."
Sakura berjalan santai saat menuju rumahnya. Rumahnya tidak begitu jauh dari Rumah sakit. Membutuhkan waktu kurang dari tiga puluh menitan. Rumah Sakura adalah rumah peninggalan ayahnya. Meski hanya sebuah rumah kecil dan sangat sederhana, tapi Sakura sangat menyukai rumahnya itu. Kenangan dengan sang ayah membuatnya sangat nyaman dengan rumahnya. Rumah sederhana itu adalah hasil kerja keras ayah dan ibu Sakura. Sayang sekali, karena membutuhkan uang untuk membayar uang semesteran, ibunya harus menggadaikan rumah mereka.
Sesampainya di depan rumah, Sakura mendengar suara-suara gaduh dari dalam rumahnya. Dengan cepat ia berlari masuk ke dalam rumahnya. Mata Sakura terperangah melihat rumah kesayangannya itu sangat berantakan. Terlihat beberapa orang berbaju hitam tengah berjibaku dengan ibunya berusaha saling memperebutkan sebuah televisi jadul ukuran 14 inch. Orang-orang itu adalah renternir.
"Kalian? Apa yang kalian lakukan di rumahku, hah? Ibu ada apa? Kenapa mereka ingin mengambil barang-barang kita?" Tanya Sakura nyerocos.
Ibu Sakura masih saling rebut televisi dengan orang berbaju hitam itu. "Sakura bantu Ibu! Mereka ingin mengambil barang-barang kita!" Jawab Ibu Sakura.
"Apa? Hei, kalian tidak bisa seenaknya saja mengambil barang-barang di rumah ini! kalian fikir, kalian ini siapa, hah?" Teriak Sakura berusaha menghentikan orang-orang berbaju hitam yang bisa disebut sebagai pengacau di rumahnya.
"Cih, hei Nona, jaga bicaramu! Jatuh tempo hutang kalian sudah habis. Jadi sah-sah saja jika kami melakukan semua ini. Ini sudah bagian dari perjanjian. Rumah ini dan seisinya sudah kalian gadaikan pada bos kami…" Jawab Ketua Renternir.
"Tapi tidak bisa seenaknya saja kalian melakukan ini pada kami! Pergi kalian semua dari rumah ini!" Kata Sakura kesal.
"Hei Ibu tua, ajari anakmu itu sopan santun!"
"Sudah Sakura, sudah..." Ibu Sakura mencoba menenangkan Sakura.
"Saya beri kalian waktu tiga hari untuk melunasi semua hutang kalian. Tapi jika dalam waktu tiga hari itu kalian tidak bisa melunasinya, kalian harus merelakan rumah ini beserta seluruh isinya kepada kami.. Hmm, sepertinya gadis cantik ini bisa dijadikan tambahan untuk melunasi bunganya.." Kata Ketua Renternir melihat ke arah Sakura.
"Cih…"
"Jangan! Sakura bukan bagian dari perjanjian…" Seru Ibu Sakura.
"Kalian semua, kembalikan barang-barang mereka! Kita kembali tiga hari lagi!" Lanjutnya. Para renternir itu meninggalkan rumah Sakura dan ibunya.
"Baguslah jika kalian pergi. Pergi sana dan tidak usah kembali lagi! Menyebalkan! Menyebalkan!" Kesal Sakura. "Ibu, kita harus bagaimana? Apa kita bisa mendapatkan uang banyak dalam waktu tiga hari?" Tanyanya.
"Maafkan Ibu, Sakura. Ibu benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Tabungan Ibu tidak sampai sebanyak itu…"
"Sakura akan berusaha membatu Ibu…" Sakura memeluk Ibunya. Jujur saja ia juga tidak tahu harus bagaimana. Cara apa yang harus ia lakukan untuk mendapatkan uang dengan jumlah yang sangat banyak dalam waktu singkat. Benar-benar sangat sulit.
"Hallo Tuan Besar, kami sudah menemukan gadis itu. Dia hanya tinggal dengan Ibunya di rumah yang sangat sederhana. Di sebuah pemukiman pinggir kota, jalan Rinegan nomor 19. Menurut tetangganya, ayahnya sudah lama meninggal. Gadis itu masih kuliah semester empat dan mengambil jurusan manajemen. Kampusnya masih milik Uchiha Group. Sekarang gadis itu tengah dalam masalah besar. Dia dan ibunya terlibat hutang dengan renternir." Kata Kakashi dari dalam mobil yang terparkir tak jauh dari rumah Sakura.
"Bagus! Sekarang kau kembalilah dan tunggu perintah dariku selanjutnya!" Suruh Kakek Madara.
"Baik Tuan.."
To be continue…
===========SH=========
Arigato minna-san sudah menyempatkan waktunya untuk membaca cerita pertamaku. Sebenarnya ini bagian dari novel yang aku buat. Ingin banget jadi penulis, tapi sama sekali tidak ada bakat yang layak. Ya sudahlah, cerita novel yang sudah jadi ini aku jadiin FF saja. Aku ingin tahu bagaimana komentar dari minna-san semuanya.. (*_*)
Chapter 2, karakter utama lain akan bermunculan..
Semoga suka.
Review?
