Cornelia : Halo semua!
Hitsugaya : Mau bikin cerita apa lagi kau!
Cornelia : Cerita Romance Ichihitsu!
Ichigo : *blushing* Apa lo bilang?!
Cornelia: *kesel* Banyak ngoceh ente semua! Ok, Bleach milik Tite Kubo bapak saya *dihajar Tite Kubo*
Warning : OOC, AU, abal-abal, gaje, gak jelas (mungkin).
Menuju Hutan Penuh Cahaya Kunang-Kunang
_-Hitsugaya Pov-_
"Pastikan kamu mendengar semua perkataan pamanmu, ya." ucap ibuku, Hitsugaya Retsu. "Jangan lupa bawa sapu tangan dan tiket kereta."
"Ya, ibu." aku berlari kekamarku untuk mengambil barang bawaanku.
"Jangan bilang kalau hanya itu barang bawaanmu."
"Jangan kahwatir tas hitam itu tidak akan ketinggalan." ucapku sambil memasang sepatu.
"Jangan sampai kelupaan saat naik kereta shinkansei, ya?"
"Iya aku mengerti, lagi pula, setiap tahun aku pergi kesana kok, jadi tak usah kahwatir." aku menarik daun pintu dan segera keluar dari rumah. "Aku berangkat!"
Aku berjalan menuju halte dan menunggu bis yang mengantar menuju stasiun kereta. Pertama kali aku bertemu dengannya, adalah saat umurku 6 tahun.
_-Flashback (on)-_
Suatu hari dimusim panas, aku tersesat dihutan para dewa gunung. Yang rumornya adalah tempat tinggal para roh. Setelah berlari kesana sini mencari jalan pulang, aku kelelahan sampai tak bisa berjalan. Ketika aku menangis karena rasa takut dan kesepian, dia muncul dihadapanku.
"Hoi, Cebol." Karena hanya aku seorang yang ada dihutan ini, aku dari mana asal suara itu. Aku menemukan sesosok cowok remaja yang menggunakan topeng rubah. "Kenapa kau menangis?"
"Ada orang, aku selamat!" aku berlari ke arah pemuda itu, tapi dia menghindariku, aku jatuh diatas rumput.
"Gomen." ucap pemuda itu. "Kamu itu, anak manusia,'kan? Jika seorang manusia menyentuhku, aku akan menghilang."
"Maksudnya 'jika seorang manusia…' onii-san bukan manusia?" tanyaku.
"Aku 'sesuatu' yang tinggal dihutan ini." ucapnya.
"Kalau begitu, salah satu roh disini." ucapku. "Tapi apa maksudnya menghilang?"
Aku mencoba menyentuhnya, tetapi ia menghindar, saat aku ingin menyentuhnya lagi, dia menghindar lagi, setiap kali aku ingin menyentuhnya, ia selalu menghindar, hingga sebuah kayu membentur kepalaku cukup keras, tentu saja membuatku terpental kebelakang.
"Ternyata kau memang bukan seorang manusia." ucapku sambil memegang keningku yang tadi kena pukul kayu. "Tak mungkin manusia memukul anak-anak seperti itu."
"Menghilang itu maksudnya lenyap dari muka bumi. Itu adalah mantera yang diberikan dewa gunung kepadaku. Jika aku tersentuh oleh manusia, itulah akhir hidupku."
"Gomenesai." pemuda itu menyodoran batang kayu yang ia gunakan untuk memulku tadi. "Ayo cebol, pegang ujungnya, kau tersesatkan? Biar aku antar kau keluar dari hutan ini."
"Arigato!" aku berlari kepemuda itu dan dia langsung memukulku dengan batang kayu untuk kedua kalinya.
"Bukankan sudah kubilang jangan sentuh."
"Gomen." ucapku sambil memegang kening yang kena pukul dua kali.
Pemuda itu mengantarku keluar dari hutan ini, kami melewati pemakaman yang sudah tidak terurus, batu-batu nisan tersebut sudah dilumuti, selama perjalanan keluar, aku memegang ujun batang.
"Seperti sedang kencan, ya." ucapku dengan polos.
"Kencan yang begitu romantis, lho."
Kami menuruni tangga yang juga sudah berlumut.
"Kau, tak takut padaku?" tanyanya.
"Takut dengan apanya?" tanyaku balik.
"Lupakan saja."
Tanpa terasa, kami sudah sampai didepan pintu hutan.
"Jika kamu terus saja berjalan lurus, kamu akan menemui jalanan. Dah."
"Apa Onii-san akan selalu disini? Apa jika aku kembali, apa kita bisa bertemu lagi?"
"Ini adalah dimana hutan para dewa dan roh tinggal. Jika kamu menginjakan kaki disini, kamu akan tersesat selamanya. Kamu tak seharusnya datang kemari, itulan yang dikatakan para penduduk, 'kan?"
"Namaku Hitsugaya Toshiro, siapa namamu?" ucapku sambil memberikan senyuman hangat. Karena pemuda itu tidak merespon sama sekali, hal itu membuatku takut. "Besok aku akan kembali sambil membawa sebuah hadiah karena telah menolongku, sayonara."
Aku meninggalkan tempat dengan takut.
"Namaku Ichigo." aku membalikan badanku, tetapi dia sudah menghilang. Aku kembali meneruskan perjalananku untuk menuju rumah.
"Toshiro!" seru suara seseorang memanggil namaku.
"Ah, Paman!" aku berlari ke arah pamanku.
"Toshiro, dasar anak bego!" aku mendapat pukulan keras tepat diatas kepalaku. "Jika kamu pergi ke hutan sendiri, bagaimana kalau terjadi apa-apa?"
Aku langsung menangis dan memeluk pamanku, dia Kuchiki Byakuya. Aku menggandeng tangan paman.
"Paman."
"Ya Toshiro?"
"Apa benar para Roh tinggal dihutan yang sama?"
"Oh, hutan tempat tinggal dewa gunung ya, entahlah. Itulah yang orang-orang bilang" kami menuruni tangga yang sudah berlumut. "Ketika aku kecil dulu, aku ingin bertemu para roh, jadi aku dan teman-temanku terkadang pergi kesana. Pada akhirnya tak menemukan satupun, namun, aku yakin menumkan sesuatu diujung pandangku. Ketika suatu malam pada musim panas, kamu bisa mendengar suara-suara dari sungai didekat hutan itu. Dan kupikir sekarang, Hisana bilang kalau mereka bersenang-senang pada festival tersebut, tetapi tidak ada seorang penduduk yang mereyakan festival disana. Jadi kupikir, festival apakah itu? Hahaha, aku jadi bercerita masa laluku." Aku hanya mengangguk.
Aku mencoba untuk tidur tetapi tidak bisa, aku selalu memikirkan Ichigo. Hingga waktu membuatku mengantuk dan akupun tertidur bersama Ibu dan Ayahku, Retsu dan Jushiro.
_-Hutan Para Dewa-_
"Kamu datang juga, aku tak berfikir jika kamu akan benar-benar kembali."
"Onii-san menungguku ya?!" aku berlari ke arah Ichigo untuk memeluknya, sayangnya, dia memukulku lagi dengat batang kayu.
"Kau itu tidak pernah belajar dari pengalaman ya?"
"Aku sangat senang, jadinya…gomen." ucapku sambil memegang kepalaku yang kena pukul.
"Sedikit panas disini, lebih baik kita segera masuk ke hutan, jangan kahwatir, nanti aku akan mengantarmu pulang."
Kami berjalan kedalam hutan, hingga kami sampai disungai, sungai itu sungguh indah dan bersih, aku teringat dengan semangka yang kubawa tadi, aku membuka kantong plastik.
"Ini hadiah untukmu, semangka." ucapku, aku menyodorkan semangka ke Ichigo.
"Em, trima kasih ya, Toshiro." dia mengambil satu bauh semangka.
Kami memakan semangka itu bersama, rasanya sungguh segar. Apa lagi saat musim panas seperti ini. Aku segera menaruh kulit semangka didalam plastic lagi, jika aku buang sembarangan, nanti dewa gunung marah padaku. Kami bermain bersama, hingga kulihat Ichigo tertidur, karena aku penasaran dengan apa yang ada dibalik topeng Ichigo, aku membuka topeng itu dengan perlahan agar tidak membangunkannya. Tampan, wajahnya sungguh tampan, belum lama aku membuka topengnya, dia terbangun, matanya musim gugurnya sungguh indah.
"Gomen!" ucapku ketika tau dia sudah bangun, aku mengembalikan topengnya dengan kasar karena dia bangun dengan cepat.
"Wadaw, apa itu caramu menyerang seseorang saat mereka tidur?!" ucapnya kesal.
"Kenapa kau memakai topeng?" tanyaku.
"Jika aku tidak menggunakan topeng, aku tidak akan kelihatan seperti roh."
"Ohh, begitu, Onii-san, besok aku akan kembali ke Tokyo, karena sebentar lagi liburan musim panas akan berakhir." ucapku sedih.
"Apa tahun depan kau akan kembali?" tanyanya dengan lirih.
"Ya, aku janji akan kembali setiap musim panas!"
"Baiklah kalau begitu, sudah waktunya kau pulang, ayo kuantar kau ke pintu gerbang." dia menyodorkan batang yang biasanya ia gunakan untuk memukulku.
Diperjalanan kami menuju pintu gerbang, aku merasa seperti ada yang mengawasi, saat kami melewati sebuah pohon, muncul sebuah tangan yang mencengkaram tubuh Ichigo, memang cengkraman itu dibuat longgar oleh roh itu agar tidak melukai Ichigo.
"Ichigo." ucap Roh itu.
"Ichigo." ucapku kahwatir.
"Bahaya Ichigo, dia itu adalah anak manusia, jika dia menyentuhmu, kau akan lenyap."
"Arigato, Aizen." ucap Ichigo ke Aizen itu. "Aku akan baik baik saja."
"Anak manusia, tolong jangan sampai menyentuhnya." peringat Aizen.
"Baik, aku mengerti."
Kami melanjutkan perjalanan kami, disepanjang perjalanan, aku melihat Roh berbentuk payung menyebut nama 'Ichigo, hati-hati'.
"Para roh bisa menyentuhmu, ya?" Ichigo hanya mengangguk.
Dua musim panas berlalu, dilanjutkan dengan musim panas berikutnya.
"Toshiro, Toshrio dimana kau." panggil Ichigo. "Toshiro, Tos-"
"Hwaaa." aku meloncat dari atas pohon.
"Hwaaa! Apa yang kau lakukan!" ucapnya dengan kesal.
"Aku ingin melihat muka terkejutmu itu, tapi dihalangi oleh topeng."
"Baiklah akan aku lepas." kulihat Ichigo memegang topeng tersebut dan. "Gak jadi."
"Dasar, kau ini suka bohong ya."
Musim-musim panas berikutnya, aku mengunjungi hutan itu.
_-Flashback (off)-_
"Selamat siang paman." sapaku pada pamanku.
"Akhirnya kau sampai juga, Toshiro."
"Maaf merepotkan ya paman."
"Tak apa, paman tidak keberatan kok, Hisane juga tidak keberatan, iya, 'kan?"
"Aku malah merasa senang karena kau datang Toshiro." ucap Hisane lembut.
TBC
Cornelia : Capek, pegel banget ini jari buat ngetik.
Hitsugaya : Bersambungnya gak enakin benget dan gw OOC banget!
Ichigo : Masa gw kalo disentuh sama manusia ilang dari muka bumi!
Byakuya : Apa! Gw jadi pamannya Toushiro! Ngocehnya panjang amet! Senangnya Hisaneku hidup kembali.
Aizen : Apa! Gw roh bentuk tangan, badan kepala gak ada!?
Cornelia : Gw soalnya benci ama lo! Dasar penghianat! Security usir dia!
Security : Baik!
Cornelia : Ok, ini saya ngikutin cerita Hotarubi no mori e. Seharusnya yang jadi peran si Roh itu Gin, bukan Ichigo, itu karena, nama sama-sama Gin dan rambut sama-sama putih. Saya pilih Ichigo karena saya penggemar Ichihitsu dan ShuuheiHitsu, Hisagi nanti Cuma jadi cover aja ^_^
All : Jangan lupa review!
